HUSBAND GOALS.Baru saja Nabil pulang kerja, langkahnya terhenti saat memasuki rumah. Pemandangan di hadapannya membuatnya tertegun. Sebuah kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka enam tengah menyala diatasnya.Dea duduk tanpa kedip memandangi kue itu. "Hari ini ulang tahun Kevin," gumamnya saat Nabil mendekat dan duduk di sebelahnya.Nabil ikut memandangi Kue itu. "Kita doakan yang terbaik untuk Kevin, ya," ucapnya kemudian."Seandainya Kevin masih ada ... ""Sudah sayang, jangan disesali lagi.""Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday Kevin .... " Dea bernyanyi sendiri lalu bertepuk tangan. Nabil memandangnya dengan perasaan iba. Ia melihat luka di mata Dea. Dan saat Dea tertawa lalu menangis, istrinya itu terlihat seperti kehilangan akal sehat. Nabil takut Dea akan depresi. Lihatlah penampilannya sekarang. Sangat jauh dari kesan menarik. Rambut lurusnya yang biasa terawat, kini acak-acakan dan diikat sembarangan. Tanda h
Tanpa terasa bulan ini usia kehamilan Kayla akan memasuki bulan keempat. Kayla tetap nampak normal, walau sesekali dia berhalusinasi, namun moodnya tetap stabil. Tiap hari Radit selalu memberi semangat dan mensugesti kalau Kayla bisa menghadapi dan melawan penyakit dan suara-suara negatif di dalam dirinya. Dan ternyata kekuatan sugesti itu luar biasa. Rasanya tidak masuk akal, tapi faktanya Kayla bisa menjalani kehidupannya dengan normal tanpa obat yang biasa dikonsumsinya."Beb ...... !!!" Radit mendengar seruan Kayla yang memanggil namanya. Radit masuk ke kamar dan melihat Kayla berbaring di atas tempat tidur dengan muka meringis."Yang, kamu kenapa?" Ada kecemasan dalam nada suara Radit."Perut aku sakit banget," Kayla merintih seraya memegang perut bagian bawah sebelah kanan, tepat di atas miss v. "Keknya aku juga ngompol," sambung Kayla lagi.Dahi Radit mengernyit. "Ngompol?"Ia pun melorotkan celana pendek yang dipakai Kayla dan melihat ke bagian dalam. "Darah," gumamnya tanp
Hari ketiga pasca kuretase, Kayla masih merasakan sakit dibawah perutnya. Tepatnya di bagian atas kewanitaannya.Radit tidak tega meninggalkan Kayla sendiri, sehingga ia tidak bekerja. Radit mendelegasikan semua urusan pekerjaan pada Andrea. Walaupun nyebelin, tapi Andrea bisa diandalkan.Ryo dan teman-teman kantor Kayla tadi sudah datang membesuk. Begitu juga dengan bawahan Radit yang juga teman kantor Kayla dulu.Kayla masih terus merintih dan mengaduh-aduh. Ia mengerang sambil memegang perutnya. Sakitnya seperti prolaps uteri, serta nyeri dan menusuk di bagian vagina. Ia bahkan sampai berguling di tempat tidur sambil menahan rasa sakit yang berkepanjangan."Aku nggak kuat lagi, beb, rasanya kek mo mati. Dosaku apa sih, kok kayak gini banget?""Sabar ya, yang," kata Radit sambil mengusap-usap punggung Kayla."Kamu cuma bisa ngomong. Kamu nggak tau apa yang aku rasain," omel Kayla di sela rintihan."Iya, aku emang nggak ngerasain sakitnya seperti apa. Tapi kalau saja bisa, aku akan
Pulang kerja sore ini Nabil tidak menemukan Dea di rumah. Nabil lalu menelfon istrinya itu berulang kali, namun tidak ada jawaban.Nabil kemudian berkeliling komplek perumahan, tapi ia tidak menemukan Dea.Dea pergi kemana?Nabil memukul stir. Ia panik, juga kesal. Kenapa Dea harus bersikap sebodoh ini?Hanya satu tempat yang belum didatangi Nabil di komplek ini. Lapangan bola. Siapa tahu Dea ada disana. Nabil pun berbelok menuju lapangan bola. Dan benar saja. Istrinya itu ada disana, tengah berdiri dan melamun sendiri. Nabil turun dari mobil dan menghampiri Dea. Perempuan itu memandangnya dengan tatapan kosong."Kamu ngapain disini? Ayo kita pulang!"Dea tidak menjawab, tapi pandangannya lurus menatap Nabil."Dea .... sayang .... " panggil Nabil sekali lagi."Saya mau disini dulu. Kamu pulang aja duluan.""Sebentar lagi malam. Kamu mau ngapain disini? Mau bunuh diri? Kenapa kamu tidak bunuh saja saya duluan biar saya tidak sengsara."Dea meneteskan air mata, dan membiarkannya mele
Sudah sejak kemarin aku tertawa lepas. Berpura-pura riang diatas galaunya pikiran. Berat betul menahan rindu pada manusia sepertimu. Mau sebesar apapun usahaku mengabaikan rasa, tetap saja rindu tidak pernah mau mengerti. Ia tak pernah sudi mengalah, bahkan untuk sedetik waktu. Sumpah, aku merindu.****************Sebenarnya Nabil tidak pergi dinas seperti yang dikatakannya pada Dea. Ia menginap di rumah papa. Nabil hanya ingin memberi Dea pelajaran dan ingin menyadarkan bahwa dia telah salah, terperosok pada kesedihan yang berlarut-larut. Nabil juga mematikan handphone agar Dea tidak bisa menghubunginya. Selain itu, Nabil juga ingin membuktikan apakah Dea mencintainya atau paling tidak menyimpan rasa padanya. Ia harap, kepergiannya ini bisa menjawab semua.* 'He doesn't answer my text.'Dua hari Nabil pergi. Akhirnya dia bisa dihubungi. Dea mengiriminya pesan, tapi setelah sekian jam berlalu, tetap tidak ada jawaban. Apakah ia harus mengiriminya pesan lagi? Sedangkan pesan sebelu
Nabil, katakan sekarang, atau tidak sama sekali! Hatinya memberi perintah. Jari-jari Nabil bergerak sendiri tanpa ia perintahkan. Dengan tangan gemetar ia mulai mengetik." I love you."Tiga kata itu cukup untuk mewakili perasaannya. Membebaskan hatinya yang selama ini terkurung dalam masa lalu. Ia harus pulang sekarang. Malam ini juga. Hatinya tak lagi bisa diajak berkompromi menunggu pagi.Nabil segera membereskan barang-barangnya dan memasukkannya dengan sembarangan ke dalam travel bag. Semua pakaiannya sudah kotor. Tidak ada yang tersisa selain baju dinas yang dipakainya tadi siang. Tidak mungkin ia pulang dengan bertelanjang dada begini. Akhirnya, Nabil terpaksa memakai baju dinasnya yang berwarna coklat."Mau balik ke kantor lagi?" Papa bertanya heran saat melihat Nabil keluar dari kamar dengan mengenakan pakaian kerja."Nggak, Pa, aku mau pulang," jawab Nabil seraya menunjukkan travel bag yang diseretnya dengan sebelah tangan.Papa tersenyum. "Jaga istri kamu baik-baik, ya,"
Beberapa hari belakangan Kayla tidak lagi merasakan sakit di perutnya. Ia sudah bisa beraktivitas dengan normal dan bekerja seperti biasa. Kendati demikian, Radit belum mengizinkannya berangkat sendiri. "Kay, saya ada kirim beberapa file ke email kamu, tolong di follow ups ya," perintah Ryo saat masuk ke ruangan kerja Kayla."Iya," jawab Kayla diikuti anggukan. Setelah Ryo keluar, Kayla segera memeriksa email dan melakukan apa yang diperintahkannya.Kayla membuka filling cabinet untuk mengambil binder yang berisi dokumen yang dibutuhkannya.Kayla membungkukkan badan karena letaknya ada di bagian paling bawah. Namun ketika ia akan kembali berdiri tegak, perutnya seperti ditusuk-tusuk. Rasa sakit itu kembali menyerangnya. Kayla tidak sanggup berdiri dan menopang tubuhnya. Ia merangkak menjangkau tas untuk mengambil handphone.Setelah mendapatkannya, Kayla menghubungi Ryo."Yo, tolong kesini, aku ... " Kayla tidak mampu melanjutkan kalimatnya karena serangan bertubi-tubi di perutnya."
"Jadi kapan operasinya bisa dilakukan, dok?" Radit bertanya untuk memastikan.Dokter melihat catatannya guna memeriksa jadwal. "Nanti jam lima sore," katanya kemudian."Gimana, yang?" Radit meminta persetujuan Kayla."Aku belum siap," jawab Kayla lirih. Rasa takut, cemas, serta khawatir bersatu menguasai perasaannya."Yang, mau nggak mau kita harus hadapi. Semua ini demi kesehatan kamu juga. Jangan ditunda lagi. Aku nggak sanggup ngeliat kamu terus kesakitan. Sumpah, aku tersiksa ngeliat kamu nangis-nangis tapi nggak ada yang bisa aku lakukan.""Tapi aku takut, beb."Radit menggenggam tangan Kayla, lalu memberi pengertian."Yang, kamu dengar aku ya. Kamu harus yakin semua akan baik-baik aja. Jangan takut, tidak ada hal buruk yang akan terjadi.""Iya, Bu Kayla, yang dibilang bapak benar. Ibu termasuk beruntung dan kuat. Buktinya ibu tidak sampai pingsan. Biasanya kalau sudah pecah, sangat jarang ada yang bisa bertahan," tutur dokter menambah keterangan.Akhirnya dengan berat hati Kayl
Kayla sangat kaget melihat Radit memukuli orang yang tidak dikenalnya dan ia tidak tahu siapa dan apa masalahnya.“Dit, udah, Dit …. “ Kayla mencegah Radit yang terus memukuli Chicco tanpa ampun. Mukanya kelihatan panik.Kalau bukan istrinya yang melarang, Radit tidak akan berhenti. Namun Radit tidak melepaskan mangsanya begitu saja. “Berdiri!” bentaknya lagi pada Chicco yang sudah terkapar tidak berdaya.Dengan sisa-sisa tenaganya Chicco berusaha bangkit. Sekujur tubuhnya terasa remuk akibat serangan dari Radit. Kepalanya pusing dan pandangannya berkunang-kunang.“Aku bisa bunuh kamu sekarang kalo mau,” desis Radit tajam.Kayla bergidik mendengarnya. Tidak pernah ia melihat suaminya semarah itu. Matanya yang berkilat dan memerah akibat api amarah membuat Kayla ketakutan.“Katakan siapa dalang dibalik semua ini?” Radit kembali mencekal kerah baju Chicco sambil menatapnya dengan pandangan menusuk.Chicco menatap Radit takut-takut. Ia bagaikan sedang melihat malaikat maut yang akan m
Kayla mengusap-usap perutnya yang mulai membesar sambil tersenyum sendiri. Ia sudah membayangkan kebahagiaannya jika menjadi seorang ibu nanti. Repot sudah pasti. Namun pasti sangat menyenangkan. Rasanya ia sudah tidak sabar menantikan saat-saat itu datang. Tangannya tidak bisa menunggu ingin menggendong dan mendekap bayi mungil darah dagingnya sendiri. Buah cintanya bersama Radit. Bahkan di telinganya sudah terngiang-ngiang suara tangisan seorang bayi. Kayla sudah semakin tidak sabar jadinya. Pasti ia akan menjadi wanita paling bahagia sedunia.Membayangkan dirinya akan menjadi seorang ibu, Kayla langsung terkenang pada wanita yang melahirkannya. Tiba-tiba Kayla menjadi begitu merindukannya. Kayla ingin mengunjungi pusaranya dan mendoakannya disana.Dan begitu Radit pulang kerja, Kayla langsung mengutarakan keinginannya. “Dit, apa kamu tau letak makam ibuku?”“Aku nggak tau. Kenapa, yang?” Radit menjawab sambil membuka kaos kaki.“Rasanya pengen banget ziarah ke makam ibuku, Dit
Selesai mengantar Keyzia pulang, Nabil langsung menuju rumahnya. Ia harus bersiap-siap untuk memenuhi undangan makan malam dari orang tua Keyzia. Tadi Keyzia sudah memberitahu alamat restoran tempat mereka dinner nanti.Sampai di rumah, Nabil langsung mandi dan membersihkan diri. Tidak ada waktu untuk istirahat, karena waktunya sudah mepet. Andai saja tadi ia tidak berlama-lama di kantor Putri, mungkin sekarang ia bisa sedikit meluruskan badan.Nabil memandang wajahnya di cermin. Five o’clock shadow membuatnya terkesan macho dan membuktikan kalau dirinya adalah laki-laki sungguhan. Dua perempuan yang pernah hadir dalam hidupnya sangat menyukai itu. Entah dengan Keyzia.Nabil mengambil nafas dalam-dalam. Ada sedikit rasa kurang percaya diri. Nabil takut orang tua Keyzia akan menolaknya. Dan Nabil harus siap dengan segala kemungkinan itu. Siap diterima artinya juga harus berani ditolak.Baru saja Nabil keluar dari komplek rumahnya Keyzia sudah menelepon. “Bil, jangan sampai telat ya,”
Dea membeku melihat pemilik wajah yang kini berada di hadapannya. Kakinya mendadak goyah dan merasa tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Tak sengaja, matanya tertuju pada tangan Nabil dan Keyzia yang saling menggenggam.Menyadari hal itu, Nabil melepaskan pelan jemarinya dari Keyzia yang menggenggamnya erat. Meskipun sudah menjadi mantan, namun Nabil ingin menjaga perasaan Dea. Karena ia tahu Dea masih sangat mencintainya.Hati Keyzia mencelos begitu Nabil melepaskan tangannya. Tapi ia mencoba mengerti.Radit berdehem memecahkan ketegangan yang tercipta seketika. “Duluan ya,” pamitnya sembari menepuk pundak Nabil.Nabil mengangguk kecil. Ia masih terpaku di tempatnya.“Pulang yuk, Bil!” ajak Keyzia menggamit tangan Nabil dan menyadarkan dari ketermanguan.Nabil beranjak dan mengikuti langkah Keyzia menuju mobil. Seperti biasa, ia membukakan pintu untuk Keyzia dan menutupkannya kembali. Dea menyaksikan semua itu sambil menahan perasaannya. Hatinya teriris menjadi serpihan-serpihan kecil
Seperti janjinya tadi pagi, setelah menjemput Keyzia, Nabil mampir di kantor Putri. Sebenarnya Nabil penasaran tentang sosok Alan, namun Nabil lebih memilih untuk menunggu Keyzia di mobil.Dalam keadaan mesin menyala, Nabil menggunakan waktunya untuk tidur sambil menunggu Keyzia menyelesaikan urusannya dengan Alan. Namun ternyata kepalanya tidak bisa diajak bekerja sama. Pikirannya mengembara kemana-mana. Nabil membayangkan pertemuannya dengan orang tua Keyzia. Pasti nanti ia akan diinterogasi dengan berbagai macam pertanyaan. Dan tentu saja ia harus menyiapkan jawabannya dengan sebaik mungkin. Nabil mulai mengira-ngira pertayaan apa saja yang mungkin akan diajukan orang tua Keyzia padanya.Nabil masih sibuk dengan pikirannya ketika ia mendengar suara ketukan di kaca mobil. Nabil membuka matanya yang terpejam, kemudian menggerakkan kepala kearah kanan. Ternyata Keyzia. Nabil segera membuka pintu mobil begitu memahami isyarat dari Keyzia.“Bil, turun dulu yuk, aku kenalin sama Alan.”
Pagi ini begitu bangun tidur, Keyzia dikejutkan dengan kehadiran orang tuanya yang ternyata sudah pulang dan menunggu di meja makan.“Mama sama papa kapan pulang?” tanya Keyzia seraya menarik kursi yang berhadapan dengan kedua orang tuanya, sedangkan Putri duduk di sebelahnya.“Tengah malam tadi,” jawab mama Keyzia.“Mama sama papa bakalan lama di rumah kan?” tanya Keyzia lagi.“Cuma sehari ini aja, Key, besok papa sama mama berangkat lagi.” Kali ini papa yang menjawab. “Pekerjaan kamu lancar kan?” sambungnya.“So far lancar, Pa. Nggak bisa ya, perginya diundur, lusa misalnya.” Sungguh, Keyzia ingin menikmati kebersamaan dengan kedua orang tuanya. Jarang-jarang mereka bisa bersama karena kesibukan masing-masing.“Nggak bisa, Key, ini juga papa nyuri-nyuri waktu karena udah kangen banget sama kalian. Nanti malam gimana kalau kita dinner di luar?” kata papa memberi saran.“Usul bagus, Pa,” timpal Putri. “Sekalian aja ajak Nabil,” sambungnya lagi.Mendengar celetukan adiknya itu, Keyzia
Setelah berbincang panjang dengan Alan, Keyzia dan Putri pun pamit pulang. Dan begitu berada di mobil, Putri mulai menginterogasi Keyzia. Tadi sewaktu di ruangan Alan, Putri lebih banyak diam dan memilih menjadi pendengar yang baik.“Jadi Pak Fadlan itu temen kamu dulu ya, Key?”“Iya. Dia tetanggaku. Apartemenku dan apartemennya dulu bersebelahan,” jelas Keyzia sambil tetap memandang lurus ke depan karena sedang fokus menyetir.“Ooo …. “ Mulut Putri membulat.“Kamu sama dia aja, Put,” celetuk Keyzia. “Udah ganteng, tajir, baik, cerdas, lulusan S3, masih jomblo pula,” sambungnya lagi.“Kenapa nggak kamu aja yang sama dia?” timpal Putri membalikkan kata-kata Keyzia.“Aku kan udah punya Nabil.”Lagi-lagi Putri mencebik. “ Kemakan omongan sendiri kan sekarang?”Keyzia terdiam. Ia kembali teringat kata-katanya dulu dan anggapannya pada Nabil. Mengenang itu semua Keyzia menjadi malu pada dirinya sendiri juga pada Putri. Keyzia menyesal sudah bersikap sombong bahkan meragukan kredibilitas Na
Kayla langsung melepaskan diri dari rangkulan Dea begitu merasakan perutnya kembali bergejolak. Setengah berlari Kayla menuju wastafel dan muntah disana karena tidak keburu ke kamar mandi. Dea mengikuti Kayla ke belakang. Begitu mengetahui Kayla yang muntah-muntah ia pun ikut peduli. “Kamu kenapa, Kay?” tanyanya dengan raut khawatir.Bukannya menunjukkan wajah cemas, Kayla malah tersenyum. “Aku lagi isi,” katanya kemudian.Dea tertegun selama beberapa saat dan mencoba mencerna kata-kata Kayla. Apa itu artinya Kayla sedang berbadan dua?“Maksudnya, kamu lagi hamil?” tanya Dea untuk lebih meyakinkan.Kayla mengangguk dan menampakkan senyum lebar.Lagi-lagi Dea terdiam. Kenyataan ini seakan menghempaskannya. Ucapan kasar yang keluar dari mulutnya dulu kembali terngiang di telinga Dea. Dea menyesal sudah mengata-ngatai Kayla tidak akan bisa hamil dan tidak tahu rasanya kehilangan anak. Rasa cemburunya pada Kayla membuatnya tidak mampu mengontrol diri.“Selamat ya, Kay, kamu beruntung ba
Sudah beberapa hari Dea tinggal di paviliun Alan. Alan sangat baik padanya. Selain memberikannya tempat tinggal juga memberi dan melengkapi kebutuhannya. Alan juga membantu mengurus kuliah dan dokumen-doumennya yang hilang. Dea tidak tahu bagaimana caranya membalas kebaikan Alan. Kalau saja Alan tidak menolongnya malam itu mungkin ia sudah mati dengan menyedihkan atau terlunta-lunta di jalanan.Ada kanvas besar di sudut ruangan yang menarik perhatian Dea, lengkap dengan alat-alat untuk melukis. Mungkin itu punya Alan, pikir Dea. Selama ini Dea tidak berani menyentuhnya. Tapi hari ini Dea begitu terusik. Tangannya sudah gatal untuk menyapukan kuas di atas kanvas berukuran besar itu. Dea memang suka melukis terutama lukisan-lukisan yang termasuk ke dalam golongan aliran romantisme dan surealisme. Namun, sudah sejak lama Dea meninggalkan hobinya itu. Dea bergerak ke sudut ruangan, dan duduk di atas kursi yang ada disana. Dea menuangkan cat berbagai warna ke palet, mencelupkan kuas kes