Entahlah. Namun Keyzia merasa bangga mengenalkan Nabil sebagai kekasih pada teman-temannya. Tidak tahu apa yang dibanggakan, namun rasa itu muncul begitu saja. Terlebih tatapan penuh kekaguman dari rekan-rekan kerjanya membuat rasa itu semakin menguat.Begitu mereka pergi, Nabil kembali duduk di dekat Keyzia.“Makan sekarang ya,” ujar Nabil pada Keyzia setelah melirik nasi yang baru saja diantar petugas rumah sakit.Keyzia mengangguk patuh dan membiarkan Nabil menyuapinya. Keyzia itu sebenarnya tipe perempuan berpendirian kuat dan tidak mudah digoyahkan. Namun entah mengapa pada Nabil ia begitu menurut dan takluk.“Bil, apa kamu melakukan ini juga pada mereka?” tanya Keyzia setelah suapan terakhir lolos ke dalam perutnya.“Maksudnya?” Nabil balas bertanya seraya meletakkan piring kosong di atas meja rumah sakit.“Apa waktu dulu kamu juga bersikap manis seperti yang kamu lakukan padaku?”Nabil tersenyum kecil. “Kita ngomong yang lain aja ya,” katanya tidak ingin membahas lagi masa y
Pagi-pagi sekali Radit sudah bangun. Ini hari pertamanya bekerja. Dengan penuh semangat ia bangkit dari tempat tidur, lalu menuju kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Walaupun dingin, tapi sebenarnya mandi pagi dengan air dingin lebih menyehatkan ketimbang air panas.Setelah lima belas menit berkecimpung dengan air, Radit keluar dari kamar mandi. Masuk ke kamar, lalu memakai pakaian kerja yang sudah disiapkan Kayla. Setelah itu, ia menuju meja makan. Diatas meja persegi itu sudah terhidang makanan untuk sarapan paginya beserta secangkir kopi panas kesukaannya. Meskipun tidak ikut sarapan, tapi Kayla menemani duduk di sebelah Radit. Sejak hamil, Kayla jarang sarapan pagi. Perutnya belum mau diajak bersahabat sepagi ini.Selesai Radit sarapan, Kayla mengantarnya ke bawah. “Sukses ya, Dit, semoga semua lancar,” ujar Kayla sebelum Radit masuk ke mobil. “Makasih ya, yang, semua ini untuk kamu.” Radit mendaratkan sebuah ke cu pan di kening Kayla sebelum pergi.Radit me
Keyzia sendirian di rumah sakit karena Nabil harus bekerja. Begitu juga dengan Putri. Keyzia tidak mungkin meminta Nabil ataupun Putri absen bekerja hanya demi menjaganya. Lagian ia hanya sakit biasa. Dokter bilang, Keyzia terlalu lelah akibat memforsir tenaganya dalam bekerja.Setelah beberapa hari ini Nabil menemaninya, dan melihat sendiri serta merasakan cara Nabil memperlakukannya, Keyzia menjadi semakin yakin kalau Nabil adalah orang yang tepat untuk mendampinginya. He’s the one. Dan Sedikit pun Keyzia tidak ragu.Keyzia mengambil tas dan bermaksud mengeluarkan handphone dari sana, tapi ternyata gawainya itu mati. Keyzia men de sah pelan. Bingung bagaimana caranya mem bu nuh waktu sambil menunggu Nabil pulang. Keyzia berbaring gelisah. Sesekali ia miring ke kanan, lalu menghadap ke kiri. Bosan dengan posisi miring, Keyzia mengubah tidurnya menjadi telentang. Rasanya lama menunggu sore. Keyzia tidak sabar ingin pulang. Berlama-lama di rumah sakit mengundang stressnya datang
Keyzia diam saja duduk di sebelah Alan. Berada di BMW seri terbaru yang dikendarai Alan tidak membuatnya nyaman. Yang nyaman itu adalah ketika dirinya berada di samping Nabil, meski mobilnya bukan mobil mewah, dan sejuta umat memilikinya.“Kamu sakit apa sampai harus dirawat?” tanya Alan mencairkan kebekuan.Keyzia menoleh pada Alan. “Kata dokter, aku kelelahan dan kurang istirahat.”“Trus siapa yang jaga kamu di rumah sakit? Bukannya om sama tante di luar kota?”“Nabil, Lan,” jawab Keyzia mengulum senyum. Ia kembali terbayang Nabil yang sudah menjaga dan merawatnya sepenuh hati. Menggenggam tangannya, menyuapinya makan, mengelus-elus kepalanya, sampai mengusap-usap punggungnya saat matanya tak mau dipejamkan.Alan ikut melebarkan bibir, seolah turut merasakan kebahagiaan Keyzia. “Kamu serius sama Nabil?” tanyanya kemudian.“Serius,” Keyzia menjawab pendek. Ingin bercerita banyak pada Alan, tapi suaranya tercekat. Entah mengapa sejak mengetahui rencana kedua orang tuanya akan menjod
Tak tahan untuk tetap diam dan menahan perasaannya sendiri, Dea akhirnya bicara. “Kamu cinta banget ya sama dia, sampai fotonya dipamerin gitu?”Nabil menoleh pada Dea dan mencoba membaca ekspresinya. Dan seperti biasa, hanya kesedihan, kepedihan, keperihan, serta duka yang terbaca disana. “Aku cemburu, Bil. Aku cemburu sama dia. Dia sudah berhasil mengisi hati kamu sampai aku benar-benar tersingkir.” ucap Dea terang-terangan tanpa peduli ia akan menjadi malu. Dea memang sudah terlanjur malu. Jadi sekalian saja ia ungkapkan perasaannya. “Aku sedih, sampai sekarang tidak bisa move on. Padahal bagi kamu hanya butuh waktu sekejap mata untuk melupakanku.”Nabil membisu mendengar pengakuan jujur Dea. Tidak ada sepotong kata pun yang terucap dari bibirnya. Baru kali ini Nabil merasa begitu dicintai, disayangi, dipuja dan dipuji. Banyak orang bilang, bahwa dicintai lebih baik dari pada mencintai. Namun sayangnya Nabil tidak bisa lagi membalas perasaan Dea. Hatinya sudah berubah.“Seharusn
Nabil mengantar Dea sampai ke tempat tinggalnya. Begitu sampai di depan rumha Alan Dea masih belum beranjak turun. Dea merasa harus mengklarifikasi sesuatu yang menjadi dugaan Nabil selama ini. Dea tidak ingin Nabil tenggelam dalam kesalahpahaman yang berkepanjangan.“Bil, sebenarnya aku bukan tinggal di rumah Alan, tapi di paviliun di belakang rumahnya,” jelas Dea memberi keterangan.“Ooo, aku pikir selama ini kamu serumah sama dia,” kata Nabil menanggapi. “Maaf ya, aku sudah salah paham.”“Nggak apa-apa, Bil”Disaat bersamaan Alan datang. Karena mobil Nabil berada tepat di depana pagar dan menghalanginya untuk masuk ke rumah, Alan turun. Alan sedikit kaget bahwa Nabil lah pemilik mobil yang menghalangi jalannya. Rasa kaget itu bercampur dengan tidak menyangka begitu melihat Dea ada bersama Nabil.“Eh, Bil, ternyata kamu, aku pikir siapa. Bisa geser ke depan sedikit?”“Iya, ini juga udah mau pulang.”“Oh iya, Keyzia sudah aku antar sampai rumah.”“Makasih ya, aku juga mengantar
Tidak menunggu lama, Dea meminta Nabil segera merealisasikan janjinya. Dea meminta Nabil menjemputnya sepulang kerja dan mengantarkannya ke kampus nanti malam.Nabil berpikir di dalam hati apakah tindakan yang dilakukannya sudah benar? Apakah saat ini Dea tidak sedang memanfaatkannya? Bagaimana jika ketahuan Keyzia?Rasanya Nabil sudah salah megambil sikap. Semestinya sejak awal ia tidak bermain api. Tapi jangan salahkan Nabil. Rasa kasihannya pada Dea lah yang membut dia begini. Nabil tidak sanggup melihat Dea yang terus menangis dan menunjukkan muka sedih. Nabil lelah terus dikejar-kejar. Sehingga akhirnya terlontarlah penawaran itu darinya.Sudah sejak lima belas menit yang lalu Nabil menunggu Dea. Tapi Nabil menunggu di dalam mobil, di tempat parkir kantor Dea. Nabil khawatir jika menunggu di lobi akan bertemu dengan Alan, da ia akan bertanya-tanya.Nabil memang tidak bertemu dengan Alan, tapi siapa sangka kalau Putri melihatnya. Putri menyimpan tanda tanya besar di dalam hati. Ad
Meskipun sangat disibukkan dengan pekerjaan barunya, tapi bukan berarti hal itu membuat Radit melupakan Kayla. Ia masih menyisakan waktunya untuk memperhatikan Kayla. Seperti malam ini Radit kembali menemani Kayla kontrol kehamilan ke dokter kandungan.“Gimana keadaannya, dok?” tanya Radit tidak sabar pada dokter yang terlihat fokus pada layar monitor. Kali ini Radit berdiri di dekat Kayla yang sedang berbaring di tempat periksa.Dokter mengangguk-angguk, lalu mengalihkan perhatiannya dan memandang Kayla dan Radit secara bergantian.“Kondisi janin sehat, sama seperti ibunya,” kata dokter kemudian.Radit dan Kayla kompak tersenyum lega.“Jenis kelaminnya apa, dok?” tanya Radit lagi, tidak puas hanya mengetahui kondisi calon anak mereka.Melihat Radit yang mendadak tegang dan penasaran, dokter pun mengulum senyum. Ia kembali beralih pada monitor ultrasonography dan menerangkan pada Radit dan Kayla. Diujung kalimatnya dokter pun memberitahu.“Jadi anaknya perempuan, Pak, Bu.”Radit dan
-Terkadang, kita harus terluka dulu untuk bahagia-***Dea berdiri di depan cermin, lalu menatap refleksi dirinya disana. Pemilik tinggi badan seratus tujuh puluh tujuh senti itu terlihat jauh lebih anggun dengan pakaian tertutup yang membungkus tubuhnya dari ujung kaki sampai puncak kepala. Rambutnya yang panjang yang dulu selalu tergerai bebas sekarang terbungkus rapi dan tersembunyi di balik hijab yang ia kenakan. Tidak ada lagi Dea yang dulu suka menggunakan dress selutut atau pun blouse berbelahan dada rendah. Ia benar-benar sudah berubah dan bertransformasi total. Penampilannya jauh lebih tertutup dan rapi, namun tidak sedikit pun mengurangi kesan anggun yang memang sudah melekat dalam dirinya.“Lan…!!! Sudah siap belum?” Terdengar suara seorang perempuan memanggil namanya diiringi dengan ketukan di pintu.Dea menatap sekali lagi pantulan dirinya di cermin, lalu meninggalkan senyum sebelum berlalu pergi.“Wulan…!!!” panggilan itu terdengar lagi.“Iya, sebentar,” Dea menyahut, ke
-Kadang, kita mencintai seseorang sebegitu rupa sampai tidak menyisakan tempat bagi yang lain. Membuat kita lupa untuk sekadar bertanya, inikah cinta sebenarnya-*Puluhan detik lamanya Nabil berdiri di depan pintu setelah menekan bel. Namun, hingga detik ini masih belum ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Mungkin dia sedang berada dan sibuk di belakang, pikir Nabil. Nabil memutuskan untuk menekan bel sekali lagi. Tapi, baru saja tangannya terulur untuk menyentuh bel, daun pintu terbuka, diiringi dengan seraut wajah manis yang mengembangkan senyum padanya.“Maaf, Yah, tadi bunda lagi di belakang,” ujar perempuan berkerudung itu seraya menyalami tangan Nabil dan menciunm punggung tangannya.“Tidak apa-apa, Nda,” jawab Nabil penuh pengertian. “Rasya mana, Nda?” lanjutnya kemudian.“Lagi tidur di kamar, Yah.”Nabil segera masuk ke kamarnya. Disana, tepatnya di atas sebuah tempat tidur, sedang terbaring seorang anak laki-laki dengan mata terpejam. Ya, dia sedang tidur. Hal pertama yang di
“Kayraaa!!! Ayo sarapan dulu!” seru Kayla dari ruang makan.“Iya, Bun…” Kayra menyahut lalu keluar dari kamar menuju ruang makan.“Ya ampun… rambut kamu belum disisir ya,” ujar Kayla melihat rambut Kayra yang masih berantakan, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam sekolah. Kayla mengabaikan sejenak urusan meja makan dan melangkah tergesa ke kamar Kayra untuk mengambil sisir.“Bunda…!!! Crayon aku patah…”Baru saja Kayla akan menyisir rambut Kayra, terdengar teriakan Kiran dari ruang tengah.“Iya, sayang, sebentar ya, Bunda sisirin rambut kakak dulu.”Dengan telaten Kayla membagi rambut Kayra menjadi dua bagian sama banyak, lalu mengepangnya dengan rapi.“Bunda… gimana nih, crayon aku patah…” Kiran yang sudah tidak sabar kembali berseru memanggil Kayla.Menyeret langkah panjang, Kayla bergegas ke ruang tengah. Disana, putri keduanya itu tampak sedang merengut. Di hadapannya terbuka lebar sebuah buku mewarnai dengan sekotak crayon beraneka warna.“Mana yang patah, nak?” tanya Kayla
Hari itu sudah semakin dekat. Hari dimana Kayla akan menyerahkan hidupnya pada garis takdir. Kayla sudah ikhlas jika memang seperti itu nasib yang harus diterimanya. Dan, hari ini Kayla kembali mengunjungi pusara Radit. Ia tidak sendiri, tapi bersama Kayra, sang putri tersayang.Dulu ia sangat rajin berkunjung kesini. Mengadukan luka batinnya dan kesendirian yang membuatnya semakin tersiksa. Tapi seiring waktu, frekuensi kunjungannya juga berkurang. Bukan Kayla tidak ingat Radit lagi, tapi Kayla hanya sedang berusaha menyembuhkan lukanya secara pelan-pelan.Lama Kayla termangu di pusara Radit. Kayla merasa keputusannya untuk menikah dengan Nabil adalah sebuah bentuk pengkhianatan pada Radit. Tapi ia tidak punya pilihan lain yang lebih baik.“Maafin aku, Dit, tapi aku melakukan semua ini demi anak kita,” gumamnya di sela isak.“Bunda kenapa minta maaf sama papa? Bunda salah apa?” Kayra yang keheranan melihat Kayla berurai air mata bertanya polos. Berbagai pertanyaan bertumpuk di hatiny
Kayla masih merenungi semua yang sudah dilakukan dan dikatakannya pada Nabil. Rasanya semua seperti di luar kontrol dan berasal dari alam bawah sadarnya. Menikah dengan Nabil untuk ke dua kalinya sama sekali tidak pernah ada dalam opsi hidupnya. Bagaimana mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Namun, di dalam hidup terlalu banyak pilihan-pilihan sulit, dan kita harus memilih salah satu di antaranya. Kayla mengalihkan pandangan pada Kayra yang sedang tidur. Wajahnya tenang dan begitu damai. Sungguh, Kayla tidak sanggup melukai dan menyakiti hatinya. Dia masih terlalu kecil. Sudah terlalu banyak hal-hal mengiris batin yang dialaminya dalam usia sedini itu. Kayla berjanji, ia tidak akan lagi menambah luka pada anaknya itu.Mata Kayla berpindah pada kantong plastik putih dengan label rumah sakit yang dikunjunginya tadi. Perlahan, dibukanya kantong itu dan mengamati satu demi satu butiran pil berbentuk bulat yang kini memenuhi ruang matanya.Pandangan Kayla berpindah pada
Seperti permintaan Kayla, Nabil pun menjemput Kayra ke sekolahnya. Ternyata Nabil datang lebih cepat. Dengan sabar ia pun menunggu sampai Kayra pulang. Ia duduk di bangku berwarna-warni yang tersedia disana dan memandang lepas pada kerumunan anak-anak yang menampilkan beragam ekspresi.Dari jauh Nabil memperhatikan Kayra yang sedang bermain bersama teman-temannya. Nabil rasa usulnya pada Kayla agar menyekolahkan Kayra tidak sia-sia. Buktinya, sekarang Kayra jauh berubah, malahan amat sangat jauh. Wajahnya yang biasa tersaput mendung, sekarang diselimuti awan-awan ceria. Tidak pernah lagi Nabil melihat rona kesedihan di mukanya. Memandang muka Kayra, Nabil seperti sedang menatap Radit. Mereka memang mirip. Siapa pun tidak ada yang akan membantah kalau Kayra adalah anak Radit. Ingat Radit, pikiran kembali membawanya pada hari terakhir Radit bersamanya.Saat itu mereka duduk berdua di kursi teras rumah sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain di pekarangan. Dari yang awalnya mere
“Kay, blush on-nya kenapa tebel banget? Udah gitu belepotan sampai ke hidung,” ujar Nadin hari itu saat berkunjung ke rumah Kayla. “Masa sih? Aku enggak pake blush on padahal,” timpal Kayla seraya memegang pipinya dengan kedua tangan.Nadin mendekatkan mukanya, lalu menyipitkan mata mengamati Kayla baik-baik. Ditempelkannya telunjuk ke pipi dan hidung Kayla. Permukaan wajahnya terasa kasar. Kayla benar, dia tidak memakai blush on, tapi ini…“Alergiku kambuh lagi, Nad, tempo hari Kayra pengin makan ikan kalengan, iseng, aku juga ikut makan,” beber Kayla.Nadin menjauhkan telunjuknya dari muka Kayla setelah mendengar penuturannya.“Tapi kayaknya parah banget, Kay,” kata Nadin sedikit meringis. “Dibawa ke dokter aja ya!”“Enggak perlu pake ke dokter kali, Nad, tinggal dikasih salep juga bakal hilang kok.”“Oh gitu ya? Ya udah.” Nadin tidak lagi membahas masalah itu.Sunyi, sepi, dan hening yang tersisa saat Nadin sudah pergi. Kayra juga tidak di rumah karena sejak tadi dibawa Nabil. Be
Sudah tiga hari Kayra menghabiskan paginya di play group dekat rumah. Seperti yang ia janjikan, Nabil memang mengantarkan sang ponakan kecil, dan, Kayla yang bertugas untuk menjemputnya.Kayra terlihat jauh lebih ceria dibanding hari-hari biasa. Dia seperti menemukan dunia baru yang selama ini seolah tersembunyi di belahan bumi bagian lain. Bertemu teman-teman seusianya dan bisa bermain bersama merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Kayra.“Kamu lihat sendiri kan, Kayra senang banget,” ujar Nabil yang berdiri di samping Kayla sambil memperhatikan Kayra yang sedang bermain ayunan. Kebetulan hari itu hari sabtu, Nabil tidak kerja, jadi selain mengantar Kayra, ia juga bisa menemani Kayla menjemput Kayra pulang.“Iya,” timpal Kayla dan ikut tersenyum memandangi Kayra. Ya, Kayla memang sudah bisa tersenyum sekarang.“Bunda… !” Kayra yang melihat Kayla dan Nabil langsung berseru riang dan berlari mendekati kemudian menghambur ke pelukan Kayla.“Sudah selesai mainnya, nak?” tanya Kayla sembar
“Bun… Bunda… bangun, Bun!” Kayra mengguncang-guncang Kayla yang masih tertidur lelap. Karena tak henti-hentinya mendapat serangan guncangan, Kayla pun terusik. Dibukanya mata. Berat, seperti ada perekat yang membuat kelopak matanya menempel. Kayla kembali akan menutup netranya, namun suara Kayra mencegahnya untuk melakukan hal itu.“Bun, bangun, sudah siang, aku lapar… “ rengek Kayra sembari memegang perutnya.Pelan-pelan, Kayla kembali membuka mata. Dilihatnya Kayra yang juga tengah menatapnya. Ah, ternyata aku masih hidup, pikir Kayla. Kenapa aku harus melihat dunia lagi?Ia kembali mengumpulkan kekuatan dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat.“Bun, aku lapar, mau makan,” rengek Kayra lagi. Semalam ia hanya makan dua suap, dan sekarang perutnya sudah meronta-ronta minta diisi. Cacing-cacingnya sudah pada demo.“Iya, sebentar ya, nak.”Kayla ingat, sup daging sisa semalam masih banyak dan sudah ia masukkan ke kulkas. Ia hanya tinggal sedikit memanaskan.Kayla berniat