****Setelah kehancuran Ravok, suasana di sekitar benteng berubah drastis. Langit yang sebelumnya gelap gulita kini mulai menunjukkan tanda-tanda cahaya. Awan-awan pekat yang menutupi Daratan Gelap perlahan-lahan memudar, dan sinar matahari pertama dalam waktu yang lama mulai menyinari tanah yang selama ini tandus. Namun, meskipun kemenangan telah diraih, hati Lila dan teman-temannya masih diliputi kegelisahan.Mereka berdiri di atas reruntuhan patung Ravok, mengatur napas setelah pertarungan yang menguras tenaga. Elara, yang selalu peka terhadap perubahan energi, merasakan sesuatu yang tidak biasa. "Kegelapan memang sudah lenyap, tapi aku masih merasakan adanya sisa kekuatan yang tersembunyi di sini," katanya dengan nada cemas.Aiden, yang selama ini menjadi pilar optimisme di kelompok mereka, menatap sekeliling dengan alis mengernyit. "Kita sudah menghancurkan Ravok, tapi jika masih ada sisa kekuatan jahat di sini, kita harus menemukannya dan memastikan
****Perjalanan kembali ke Astralium terasa jauh berbeda dibandingkan dengan saat mereka berangkat. Daratan Gelap, yang sebelumnya suram dan penuh dengan aura kegelapan, kini mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tumbuhan-tumbuhan kecil mulai muncul di tanah yang dulunya gersang, dan langit yang biasanya tertutup awan pekat kini perlahan-lahan berangsur cerah. Udara segar yang berhembus membawa harapan baru.Lila memimpin kelompoknya dengan langkah mantap, meskipun mereka semua merasa lelah setelah pertarungan besar dengan Ravok. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, tetapi kelegaan terlihat jelas di wajah mereka. Mereka telah berhasil, dan beban yang mereka rasakan selama ini mulai terasa lebih ringan.Di sepanjang perjalanan, mereka melewati desa-desa yang mulai pulih dari pengaruh kegelapan. Penduduk desa yang sebelumnya hidup dalam ketakutan sekarang keluar dari rumah mereka, menatap dengan takjub pada langit yang mulai terang. Wajah-wajah yang dulu m
****Beberapa hari setelah kepulangan mereka ke Astralium, kehidupan kembali berjalan normal. Lila dan teman-temannya memanfaatkan waktu untuk beristirahat dan memulihkan energi. Meskipun mereka senang bisa kembali ke rutinitas sehari-hari, ada perasaan hampa yang tak dapat dihindari. Perjalanan panjang dan pertempuran melawan Ravok telah meninggalkan bekas yang dalam pada mereka semua.Pagi itu, saat matahari baru saja terbit, Lila memutuskan untuk mengunjungi taman Astralium yang tenang. Tempat itu adalah salah satu sudut favoritnya di kota, dengan pohon-pohon yang rimbun dan bunga-bunga yang selalu bermekaran. Di sana, dia bisa merenung dan menemukan kedamaian batin. Namun, ketika dia tiba di taman, dia melihat seseorang yang tidak dia duga berada di sana.Di bawah pohon besar di tengah taman, berdiri seorang pria dengan jubah gelap yang dikenalnya dengan baik. Wajahnya sedikit tertutup oleh tudung, tetapi Lila bisa melihat mata biru tajamnya yang meman
****Keesokan harinya, Lila langsung menuju Menara Bintang untuk menemui Dewan Penjaga Cahaya. Pikirannya masih dipenuhi dengan percakapan dengan Fenrir di taman kemarin. Ia merasa perlu segera memberi tahu Dewan tentang ancaman baru yang mungkin mereka hadapi, meskipun hatinya penuh keraguan tentang bagaimana mereka akan menanggapinya.Saat Lila memasuki aula besar, anggota Dewan sudah berkumpul. Suasana ruangan terasa tegang, seolah-olah mereka sudah tahu bahwa ada sesuatu yang serius yang ingin disampaikan. Lyra, pemimpin Dewan yang bijaksana, menatap Lila dengan lembut tetapi penuh perhatian. "Lila, kami merasakan ada sesuatu yang mengganggumu. Apa yang terjadi?"Lila menarik napas dalam-dalam sebelum memulai. "Kemarin, aku bertemu dengan seseorang yang pernah kita kenal, Fenrir. Dia kembali ke Astralium dengan membawa kabar yang mengkhawatirkan. Meskipun Ravok telah dihancurkan, dia yakin bahwa ancaman yang lebih besar sedang menunggu kita, sesuatu ya
****Lila dan Elara menghabiskan beberapa hari berikutnya mempersiapkan perjalanan mereka. Peta kuno yang mereka temukan mengarah ke tempat-tempat di Astralium yang hampir tidak pernah disebutkan dalam catatan modern, sebagian besar merupakan reruntuhan yang tersembunyi di balik hutan lebat dan pegunungan. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan berbahaya, tetapi tekad mereka untuk mengungkap kebenaran lebih kuat dari rasa takut.Mereka memulai perjalanan mereka di fajar, saat embun masih menyelimuti tanah dan langit masih dalam warna oranye pucat. Dengan persediaan yang cukup dan perlengkapan yang mereka butuhkan, mereka meninggalkan Astralium menuju hutan yang ditandai di peta. Seraphina, Aiden, dan Kael memutuskan untuk ikut serta setelah mendengar tentang pencarian ini, menyadari bahwa ini bukan hanya sekadar perjalanan biasa, melainkan misi yang bisa menentukan nasib dunia mereka.Mereka berjalan dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikiran m
****Tangga batu yang mereka lalui terasa seolah tidak pernah berakhir, semakin dalam ke dalam perut bumi. Udara di sekitarnya semakin dingin, dan kegelapan yang pekat melingkupi mereka. Hanya cahaya kecil dari bola cahaya yang diciptakan Lila yang menerangi jalan mereka, memantulkan bayangan-bayangan panjang di dinding batu yang kasar.Suara langkah kaki mereka bergema di sepanjang lorong sempit, menciptakan irama yang monoton namun menakutkan. Setiap langkah terasa berat, seolah ada sesuatu di dalam kegelapan yang mengawasi mereka, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.Setelah beberapa waktu, mereka akhirnya tiba di dasar tangga. Di depan mereka terbentang sebuah ruangan besar yang gelap gulita. Bola cahaya yang diciptakan Lila perlahan-lahan mulai mengungkap ruangan itu, menunjukkan pilar-pilar batu besar yang menopang langit-langit tinggi. Di tengah ruangan itu, ada sebuah altar kuno yang dihiasi dengan simbol-simbol yang sama dengan yang mereka li
****Fenrir berdiri di depan mereka, sosoknya tampak lebih kelam dari sebelumnya, seolah-olah bayangan yang melingkupinya telah menjadi bagian dari dirinya. Mata tajamnya memandang ke arah ukiran di dinding, lalu beralih kepada Lila dan teman-temannya yang masih terpaku oleh kemunculannya."Waktumu hampir habis," kata Fenrir, suaranya seperti gemuruh halus yang meresap ke dalam hati mereka. "Kalian telah menemukan jejak masa lalu yang hilang, namun jawaban yang kalian cari jauh lebih dalam dari apa yang terukir di sini."Lila melangkah maju, menatap Fenrir dengan tekad. "Jika ada yang harus kami ketahui, katakanlah sekarang. Tidak ada gunanya menyembunyikan kebenaran dariku dan teman-temanku."Fenrir menghela napas dalam, matanya menyipit seolah mengingat sesuatu yang menyakitkan. "Kalian harus memahami bahwa pertempuran antara cahaya dan kegelapan telah berlangsung lebih lama dari yang kalian bayangkan. Setiap era memiliki pelindungnya sendiri, d
****Saat mereka melangkah melewati pintu batu yang berat, ruangan yang gelap gulita menyambut mereka. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar, menggema di dinding-dinding yang tidak terlihat. Lila mengangkat tangannya, menciptakan bola cahaya yang menerangi sedikit bagian ruangan, namun sepertinya kegelapan di sini lebih pekat daripada yang biasa mereka temui, seolah-olah cahaya enggan menyebar.“Berhati-hatilah,” bisik Seraphina. “Aku merasa ada sesuatu yang menunggu kita di sini.”Mereka semua merasakan ketegangan yang sama. Udara di sekitar mereka berat dan penuh tekanan, membuat setiap napas terasa lebih sulit. Mereka terus melangkah maju, hati-hati namun tetap bertekad.Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari belakang mereka, dan pintu batu yang baru saja mereka lalui tertutup dengan keras, mengurung mereka di dalam ruangan tanpa jalan kembali. Mereka semua berbalik serentak, melihat pintu yang kini tidak bisa lagi mereka buka.