“Jeremy, apa menurutmu kau punya kesempatan untuk keluar dari sini hidup-hidup?” Senyum kemenangan Felipe berangsur-angsur menyebar di wajahnya.Jeremy tetap tenang. “Kenapa kita tidak melakukan sedikit kompetisi? Kita lihat siapa yang lebih cepat."Setelah dia mengatakan itu, ekspresi Felipe berubah.Felipe tidak akan bercanda kalau menyangkut nyawanya, dan dia juga tidak akan mengambil risiko ini—tidak ketika dia akan melawan Jeremy.Sementara Felipe ragu-ragu, Jeremy menembak pistol Felipe menjauhi tangan pria itu.Ketika pistol itu jatuh, selangkah lebih cepat dari Felipe, dia mengambilnya lalu mengarahkannya ke jantung Felipe.Situasi berubah begitu cepat membuat seringai di wajah Felipe lenyap."Suruh mereka keluar," perintah Jeremy.Felipe meneriakkan perintahnya dengan dingin. "Keluar."“Mr. Whitman, kami—”“Enyah!” Jeremy mengusir mereka dengan tidak sabar.Para pengawal itu tidak berani melawan perintahnya, jadi mereka keluar sambil mengawasi mereka.Mereka sudah memutuskan j
Tatapan tajam Madeline seperti gelombang es yang membanjiri hatinya. Rasa dingin yang tak ada habisnya membanjiri dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki.Wanita itu rela mempertaruhkan nyawanya demi Felipe.Dia mengerutkan kening dan menatap lurus ke arah Madeline. "Apa kau benar-benar sangat mencintai laki-laki itu?"Madeline menatap mata Jeremy yang terluka dan berkata dengan tegas, “Ya, aku sangat mencintai pria itu. Aku mencintai ayah dari anak yang kukandung sekarang.”Ketika Jeremy mendapat jawaban itu, kemarahan yang tak terbendung muncul di bagian bawah matanya.Dia tiba-tiba menarik pelatuknya.Peluru itu ditembakkan dengan keras dan mengenai jendela di satu sisi ruangan.Saat kaca itu pecah, hati Jeremy juga ikut hancur.Madeline menatap Jeremy yang tiba-tiba menembak, dan jantungnya berdetak tak menentu.Sepasang mata tidak menyenangkan pria itu dipenuhi dengan aura membunuh dan seluruh tubuhnya mengeluarkan rasa dingin yang mengerikan. Seolah-olah pria itu akan melahap
Kata-kata Felipe membuat tubuh Madeline menjadi dingin.Dia berbalik dengan cepat dan bertanya dengan gugup, “Felipe, apa yang kau coba lakukan? Apa yang mau kau lakukan pada Jeremy?”Felipe mengerutkan kening. “Aku tidak akan membiarkan seseorang yang mau menghancurkan organisasiku meninggalkan Negara F hidup-hidup!”Madeline merasakan sakit di hatinya setelah mendengar itu.“Felipe, Jeremy adalah keponakanmu! Apa kau benar-benar ingin membunuh pria itu?""Keponakan?" Felipe mendengus sinis. “Dulu ketika bajingan tua itu membunuh kedua orangtuaku, apa dia juga pernah menganggap ayahku adalah saudaranya?”“Grandpa tidak akan melakukan itu. Pasti ada kesalahpahaman!" Madeline menekankan, tapi jelas Felipe tidak mau mendengarkannya.Dia menatap sepasang mata Madeline yang dipenuhi kekhawatiran dan melengkungkan bibirnya menjadi seringai. "Bahkan jika iya pun, itu tidak akan menghentikan apa yang akan terjadi pada Jeremy selanjutnya.""Felipe, suruh anak buahmu untuk menghentikan ini seka
Madeline berdiri tak bergerak di pintu dan menatap pria yang menodongkan pistol ke arahnya.Hatinya yang tidak menentu perlahan mulai tenang.Jeremy menodongkan pistol ke arahnya, dan masih ada sedikit darah basah di telapak tangannya. Ada juga cipratan darah di jaket kulit coklatnya.Sepasang mata Jeremy sedalam malam dan dipenuhi dengan niat membunuh dan kedengkian. Pada saat ini, kedua mata itu menatap lurus ke arah Madeline dengan panas.Pria itu tampak seperti iblis yang telah melewati sebuah pembantaian. Aura membunuh terpancar dari setiap pori-porinya. Meski begitu, pria itu masih terlihat sangat tampan.Ketika dia melihat bahwa orang yang baru saja masuk adalah Madeline, aura gelap di balik kedua matanya sedikit menghilang. Namun, tatapan sinis mulai muncul di kedua matanya."Apa kau ke sini untuk melihat apakah aku mati?" Dia bertanya sinis dan perlahan berjalan menuju Madeline. “Kau benar-benar istri yang baik buat Felipe. Tidak hanya menyewa begitu banyak pembunuh untuk memb
Sepeda motor itu meluncur melewati gerombolan pembunuh kiriman Felipe dan menghilang setelah berbelok di tikungan.Felipe mendapat kabar bahwa Jeremy telah melarikan diri dengan Madeline, maka ia memerintahkan orang-orangnya untuk memburu mereka. Namun, setelah sepanjang pagi mencari, mereka masih tidak bisa menemukan Jeremy."Jeremy." Dia meludahkan nama Jeremy melalui gigi-giginya yang terkatup. "Selama kau berada di Negara F, kau tidak akan bisa lolos dari telapak tanganku."…Di dalam sebuah hotel di pinggiran kota yang terpencil, Madeline dibawa ke sebuah kamar berukuran kecil yang luasnya hanya sekitar 18 meter persegi.Hujan membuat suara lemah di jendela, dan Madeline dengan gugup menunggu Jeremy kembali.Madeline tak tahu apa yang akan dilakukan Jeremy. Sudah setengah jam pria itu pergi. Karena itu, dia mulai khawatir.Dia ingin pergi mencari Jeremy, tapi pria itu telah mengunci pintu sebelum pergi.Pada saat ini, dia mendengar suara pintu dibuka, dia mengangkat kedua matany
Madeline sama sekali tidak siap, dan hidungnya pun menyentuh dada kokoh pria itu.Dia melebarkan kedua matanya dan menatap pria tampan yang sedang mandi di hadapannya dengan tercengang. Pada saat ini, dia merasakan panas naik di ujung hidungnya.Tetesan-tetesan air jatuh dari kepalanya, mengaburkan pandangannya. Dia ingin mengangkat tangannya untuk menyeka tetesan-tetesan di bulu-bulu matanya. Namun, Jeremy tiba-tiba meraih pergelangan tangannya. Kemudian, pria itu menggunakan tangan kanannya yang terikat pada tali untuk memegang kepalanya. Dalam sekejap, Jeremy dengan dominan mendaratkan ciuman di bibirnya.Madeline terkejut. Dia hanya ingat untuk mendorong pria itu menjauh ketika seluruh tubuhnya basah kuyup. Namun, ketika dia menyentuh tubuh telanjang pria itu, dia bisa merasakan ujung-ujung jarinya terbakar.Dia khawatir pria itu akan kehilangan akal sehatnya, jadi dia mencoba menarik pergelangan tangannya dengan sekuat tenaga. Namun, perlawanannya hanya menimbulkan nafsu mendomina
Dia menatap pria itu dan tidak melawan. Sebaliknya, dia memegang tangan Jeremy dan memejamkan kedua matanya.“Jeremy…”Madeline memanggil nama Jeremy dengan lembut, tapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa lagi, Jeremy menempelkan bibirnya ke bibirnya tanpa bisa mengendalikan dirinya.Madeline merasa hatinya semakin bingung.Pikirannya kosong.Dia tak ingat bagaimana dia berakhir di tempat tidur dengan pria itu.Ciuman Jeremy mendarat di wajah Madeline, dan ketika dia hendak melepas pakaian Madeline, dia melihat Madeline mengenakan kerang warna-warni di lehernya sebagai kalung.Jantung Jeremy mulai berdetak tak menentu. Kemudian, dia mencium kerang itu dengan penuh apresiasi.Meskipun tempat tidur yang ada sangat tidak nyaman, bagi Jeremy, itu lebih dari cukup untuk bermalam bersama Madeline di kamar yang kecil dan sederhana itu.Keesokan harinya, Madeline terbangun di pelukan Jeremy. Wajahnya langsung memanas.Dia ingat apa yang terjadi tadi malam dan dia pun mulai panik.Apa yang ter
Meskipun dia bukan seorang dokter, dia tahu cara membaca data dan indeks.Dia memotret semua kertas itu. Kemudian, dia mengirimkannya kepada Adam.Dengan hasil itu di tangannya, dia berlari ke ruangan dokter.Dokter melihat hasil pemeriksaan dan mengerutkan kening. “Apakah istri Anda memiliki tumor di tempat yang sama sebelumnya? Jika ya, maka itu mungkin kambuh.”Jeremy merasakan pelipisnya berdenyut-denyut. Kemudian, dia ingat dulu saat dia diberitahu bahwa Madeline sakit dan sudah berada di ambang kematiannya.Dia tak menyangka hal yang sama terjadi lagi.“Jika istri Anda memutuskan untuk mengambil risiko dan melahirkan bayi ini, dia mungkin akan meninggal. Anda harus menjadwalkan operasi sesegera mungkin. Tidak akan terlambat bagi Anda untuk memiliki anak lagi saat istri Anda pulih nanti.”Jeremy berjalan keluar dari ruangan dokter dengan putus asa. Dia sangat yakin kalau anak ini adalah anak Felipe.Namun, entah kenapa, setelah mendengar informasi ini, dia merasa kasihan pada Made