"Eveline, aku tidak mencintaimu lagi.”"Ini tunanganku, Vetty.”"Apa? Apa kau khawatir aku akan mencelakai anak Felipe, Mrs. Whitman?"Madeline merasa hatinya sakit saat dia meletakkan tangannya di perutnya.'Jeremy, ini anak kandungmu.’'Sepanjang hidupku, aku tidak punya pria lain selain kamu.’"Tapi pada akhirnya, kau tetap tidak percaya padaku."Madeline tersenyum pahit. Dia tiba-tiba teringat bahwa dua hari yang lalu, ada orang asing yang mengaku mempunyai akhir yang buruk dalam hubungannya yang mengirim permintaan pertemanan di media sosial.Saat ini, selain orang asing itu, tak ada orang lain yang bisa dihubungi.Karena itu, dia menerima permintaan pertemanan orang asing itu. Tepat ketika dia berpikir tentang bagaimana dia harus menyapa orang asing itu, orang itu mengirimkan pesan: [Halo Miss, aku sangat senang dirimu telah menambahkanku sebagai teman.]Madeline menjawab: [Senang bertemu denganmu, orang asing.][Miss, aku baru saja mengakhiri hubunganku dan aku merasa sangat sed
Jeremy benar-benar terperangah ketika Madeline memeluknya atas kemauannya sendiri.Di tengah situasi yang gelap gulita, dia tanpa sadar mengelus pinggang Madeline dan berkata dengan nada lemah, "Selain kontrak, apa lagi yang harus kita bicarakan, Mrs. Whitman?"Madeline tak bisa menyalahkan Jeremy yang berbicara sedemikian rupa karena dialah yang sejak awal berbicara dengan sikap menghina."Jeremy, aku benar-benar punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan denganmu."Dengan sinar cahaya redup, Jeremy menurunkan pandangannya untuk menatap orang di pelukannya. "Bicaralah."Madeline menarik napas dalam-dalam. Dengan hati-hati, dia memindai pintu masuk ruang konferensi untuk menegaskan kembali bahwa tidak ada orang lain yang menguping. Dia mencengkeram lengan Jeremy dengan pegangan yang agak lebih kuat."Jeremy, sebenarnya—"Bzz, bzz.Madeline baru saja mengucapkan beberapa patah kata ketika ponsel di lantai mulai bergetar.Jantungnya kehilangan detaknya. Dia melihat ke bawah pada layar
Suara samar Felipe terdengar melalui telepon. "Sesuatu terjadi pada Lilian."Ekspresi Madeline berubah drastis. "Sesuatu terjadi pada Lilian? Apa maksudmu dengan itu?!""Lilian tidak sengaja tersandung dan kepalanya terbentur. Dia mengeluarkan banyak darah. Aku baru saja mengirim anak itu ke Rumah Sakit Kerajaan untuk dirawat," kata Felipe tenang. Kemudian, dia bertanya, "Apa kau bersama Jeremy?""Aku tidak bersamanya. Aku akan memesan tiket untuk terbang kembali ke Negara F sekarang!"Jeremy keluar dari ruang konferensi dan melihat Madeline berlari ke lift. Sepasang matanya menjadi redup saat dia memasang ekspresi cemburu. "Kau sedemikian putus asanya ingin bertemu dengannya hanya setelah satu panggilan telepon. Eveline, apa kau pernah mengkhawatirkanku sebesar ini dulu?"Madeline naik pesawat semalaman untuk bergegas kembali ke Negara F.Ketika dia tiba di rumah sakit, Lilian sedang dirawat di ICU untuk observasi lebih lanjut.Melalui jendela kaca, Madeline melirik wajah pucat sepert
"Pasangan pengantin baru memang sangat mesra."Kata-kata Jeremy seperti sebilah pedang tajam yang menembus jantung Madeline.Dia menekan dirinya sendiri sementara perutnya melilit oleh jus asam. Menatap Jeremy dan Yvette yang bergandengan tangan, dia tersenyum. "Sama halnya denganmu, Mr. Whitman. Kau dan tunanganmu juga sangat mesra satu sama lain.""Itu berkah." Jeremy terkekeh. Dia mengarahkan pandangannya ke wajah Yvette yang menenangkan dan penuh senyum sebelum berkata, "Vetty adalah cahaya yang menyinari masa tergelap dalam hidupku. Aku akan selalu menghargai gadis ini setelah cukup beruntung bertemu gadis baik hati seperti Vetty dalam hidupku.""Jeremy, aku tidak sebaik yang kau katakan." Yvette memasang tampang malu-malu, bersandar di bahu Jeremy. "Oh ya, cepat beri mereka kartu undangan kita."'Kartu undangan?'Madeline bingung. Sesaat kemudian, dia melihat Jeremy menyerahkan kartu undangan yang telah disiapkan dengan cermat untuknya."Jeremy dan aku akan mengadakan upacara per
'Tapi bagaimana kau bisa tahu tentang itu, Jeremy? Saat itu, aku mengusirmu hanya untuk menyelamatkan mu.’‘Sekarang, kau pikir aku telah berubah pikiran dan aku mengolok-olok mu.’Dia menyentuh nama di kartu itu, tersenyum dengan mata memerah.‘Jeremy, kau pasti akan senang jika tahu bahwa Lilian masih hidup.’Setelah memikirkan hal-hal yang menyakitkan itu, Madeline sekali lagi mengambil pensilnya dan menuangkan semua pikirannya ke dalam desain.Keesokan harinya, dia menyerahkan desain itu kepada Jeremy.Jam demi jam berlalu, tapi Jeremy masih belum menjawab juga. Ini terasa seperti hari-hari dulu ketika pria itu biasa mengabaikannya.Saat hampir malam, Madeline akhirnya menerima balasan Jeremy. Dalam jawabannya, Jeremy menyebutkan ketidakpuasannya dan menyuruhnya untuk membuat desain baru.Mengikuti ide Jeremy, Madeline membuat desain baru. Namun, bahkan setelah mengeditnya beberapa kali, Jeremy masih belum puas juga. Pria itu menekankan kepadanya bahwa dia sangat sibuk dan tidak in
Menatap wajah cemberut Madeline, Jeremy melengkungkan bibirnya. "Mana berani aku mengolok-olok bibiku?"Pria itu berjalan ke depannya. "Aku sudah selesai rapat sejak tadi. Hanya saja aku melihatmu tidur, jadi aku takut akan membuatmu tidak nyaman kalau membangunkanmu.""..." Setelah mendengar apa yang Jeremy katakan, Madeline merasa kalau dialah yang salah.Melihat Madeline melamun, Jeremy menatap selimut yang dipegang Madeline."Aunty, tolong jangan membuat tebakan liar kalau akulah yang menyelimutimu dengan selimut ini. Gadis dari meja resepsionis yang melakukannya. Sama sekali bukan urusanku."Jeremy membantah kalau hal itu ada hubungannya dengan dirinya. Sepasang mata pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran terhadapnya, jejak kerinduan padanya pun tidak ditemukan di sana.Madeline menggenggam erat selimut itu dan tersenyum. "Sepertinya aku benar-benar salah paham. Jika memang begitu, bisakah kau membuat janji, Mr. Whitman? Aku tidak ingin membuang waktu terlalu banyak h
"Apa kau mengharapkan ciuman ku, Mrs. Whitman?""...""Sungguh sangat disayangkan. Sekarang, aku hanya mencium wanita yang aku cintai."Ekspresi menggoda bisa dilihat dalam senyum Jeremy sementara kedua mata pria itu berisi kilauan mencemooh.Madeline merasa patah hati, tapi dia menjawab dengan tenang, "Apa kau benar-benar berpikir kalau aku mengantisipasi ciumanmu? Aku hanya mengikuti aktingmu. Jeremy, yang kau inginkan hanyalah mendengarku mengatakan bahwa aku mencintaimu dan merindukanmu, ‘kan? Sayangnya, seberapa besar aku mencintaimu dulu sekarang menjadi seberapa besar aku membencimu. Mengerti?"Dia tersenyum, menghindari tatapan Jeremy, dan meninggalkan ruangan.Tertegun, Jeremy meninggalkan tangannya melayang di udara. Kilau di senyum dan matanya berangsur-angsur memudar.…Waktu berlalu, dan hari ini sudah hari Sabtu.Madeline mengenakan gaun yang rapi. Sambil berpegangan pada lengan Felipe, mereka berdua tiba di pesta pertunangan Jeremy dan Yvette.Dia pikir akan ada banyak
"Apakah tidur bersama dianggap sangat dekat satu sama lain?" Felipe balik bertanya.Yvette menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Kau tidak bisa membuktikan seberapa dekat dua orang hanya karena mereka pernah tidur bersama sebelumnya. Lagi pula, ada terlalu banyak orang yang melakukan hubungan seks hanya dalam satu malam saja akhir-akhir ini.""Kami tidak hanya melakukan hubungan seks sekali saja. Aku telah menghabiskan banyak malam bersamanya." Felipe merendahkan suaranya saat dia beringsut mendekati Yvette. Matanya berbinar dengan kecurigaan. Tepat ketika dia mencoba memeriksa wajah Yvette dengan cermat, ponselnya berdering.Dia melirik panggilan masuk itu dan segera menyunggingkan senyum menenangkan. "Miss Charis, aku harus menjawab telepon. Kita akan membicarakannya lebih lanjut saat ada kesempatan.""Tentu, Mr. Whitman." Yvette menatap Felipe saat pria itu berbalik. Senyumnya perlahan memudar.Di taman aula.Madeline menyandarkan dirinya ke tembok, tak bisa menahan dirinya unt