Karena inersia, tubuh Madeline terlempar ke depan. Rasa sakit yang sangat tajam datang dari perutnya. Madeline melengkungkan tubuhnya dalam usahanya mengurangi rasa sakit, namun sebelum ia bisa melakukannya, Jeremy menarik tubuhnya dengan kerasWajah tampan pria itu tidak terpengaruh oleh kemarahannya, dan wajah itu sekarang dekat sekali dengannya.Jeremy menatap Madeline dengan pandangan dingin. “Jadi kau mengakui telah membiusku dan naik ke tempat tidurku saat itu?”Madeline menatap wajah yang telah ia cintai selama bertahun-tahun dan menyeringai.“Kalau kau pikir aku melakukan itu, maka ya, aku melakukannya, Mr. Whitman.” Ia tidak ingin memberikan banyak penjelasan yang tidak perlu.Namun, Jeremy diam sejenak dan menatap wajah menyeringai di hadapannya. Seringai yang serupa muncul di wajah pria itu, dan tangan yang tadi mencengkram kerah Madeline melonggar. Lalu, setelah beberapa saat, matanya menatap dengan penuh rasa jijik.“Murahan sekali.” Pria itu meludahkan kata-kata penghinaa
Madeline melihat sepasang sepatu kulit hitam mahal dan sepasang kaki panjang dan ramping. Ia mengangkat kepalanya, dan dalam keadaan linglungnya, samar-samar ia melihat seraut wajah yang familier sebelum akhirnya jatuh pingsan.Ketika Madeline tersadar kembali, ia menyadari kalau ia berada di rumah sakit. Di sebelahnya, Ava duduk menunggu nya.Ava melihat sahabatnya sudah terbangun namun dia belum bisa bernafas lega. “Maddie, tahukah kau bagaimana kondisi tubuhmu? Kenapa kau ada di luar di bawah hujan deras hingga membuatmu berada dalam situasi sekarang ini?”Madeline melihat Ava sudah hampir menangis. Kedua mata gadis itu memerah dan kedua sudut bibirnya mengerut.“Aku sudah bangun sekarang, bukan?” Madeline tersenyum. Namun, secara tidak sadar ia merasa kalau kondisi tubuhnya mungkin sudah memburuk. Ia tidak mau lagi memikirkan hal itu.Ia mengingat kembali bagaimana ia memakai nyawanya untuk bersumpah pada Jeremy sebelum ini. Mungkin hidupnya akan segera berakhir, jadi sumpah mati s
Ketika Madeline mengira ia tidak akan dapat menghindar, sosok tinggi dan ramping muncul di hadapannya.Kopi Meredith menciprati jas dan kemeja pria itu yang tersetrika dengan rapi.Kejadian itu berlangsung sangat cepat, membuat Madeline dan Meredith terkejut.“Miss, aku bisa menuntutmu dengan pasal penganiayaan hanya dengan aksimu menyiram kopi panas ke orang lain,” pria itu berkata. Suaranya dalam dan empuk, bagaikan anggur merah terdengar di telinga. Sikapnya tidak seperti orang sembarangan.Meredith menatap wajah pria itu sebelum akhirnya berkata dengan arogan setelah dia kembali ke alam sadarnya, “Cih! Kau mencoba menakut-nakutiku? Memang kenapa kalau aku menyerang perempuan ini? Aku memang mau menyerang pelacur ini. Kenapa kau tiba-tiba muncul?”“Miss Crawford adalah karyawan resmi perusahaanku. Sebagai atasannya, aku punya kewajiban untuk melindungi karyawanku.”Saat Madeline mendengar ini, ia lebih dari terkejut.Saat ia hendak mengatakan sesuatu, matanya bertemu dengan mata tak
APA?Madeline tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.Jeremy memanggilnya ‘istriku’ itu saja sudah merupakan sebuah fantasi, namun yang membuatnya benar-benar tercengang adalah bagaimana Jeremy memanggil atasannya.Uncle?Ia tidak mengetahui nama lengkap pria yang sudah dua kali menyelamatkannya. Ia hanya tahu kalau semua karyawan memanggilnya Mr. Whitman.Akan tetapi, saat itu Madeline tidak berpikir terlalu jauh. Lagi pula, di dunia ini banyak sekali orang dengan nama belakang sama. Maka dari itu, ia sama sekali tidak menyangka atasannya adalah paman Jeremy.Felipe Whitman perlahan keluar dari mobil, menatap Madeline dengan penuh tanda tanya. “Jadi, kau adalah istri Jeremy?”Madeline membuka mulutnya setelah beberapa saat terjebak dalam kebingungan. “Untuk sekarang.”Wajah Jeremy menjadi muram mendengar jawaban Madeline.“Untuk sekarang?” rasa ingin tahu Felipe yang terusik tergambar dari jawabannya. Pria itu menatap Jeremy dengan senyum kecil di wajahnya. “Kalau benar beg
Hari sudah sangat gelap, dan Madeline membantu Ava yang mabuk masuk ke dalam taksi.Saat mereka sampai, ia terkejut mendapati Jeremy sedang berdiri di depan.Dengan santai pria itu bersandar di mobilnya. Dia memasukkan salah satu tangannya ke saku celana sementara tangan yang lain memegang rokok. Ujung rokok itu menyala sebentar sebelum sedikit demi sedikit meredup dalam dingin malam. Dia terlihat kesepian.Jantung Madeline melewatkan satu detakan. Ia tidak tahu apakah dirinya gelisah. Ia ingin berada jauh-jauh dari pria itu, namun Jeremy sudah terlanjur melihatnya.Tatapan dinginnya mendarat di wajah Madeline. “Masuk.”Jeremy selalu memerintahnya, tidak pernah memberi Madeline kesempatan untuk memilih.Dengan tenang Madeline mengalihkan pandangannya dari pria itu. “Maafkan aku, Mr. Whitman. Sebaiknya besok saja kita bicara. Sekarang sudah terlalu malam.”Jeremy mengerutkan kening. Dia berdiri di depan Madeline dengan tatapan frustasi. “Aku menyuruhmu untuk masuk.”“Siapa itu? Kenapa b
Madeline menyadari kalimat terakhir Ava sudah benar-benar menyinggung Jeremy.Tiba-tiba pria itu mematikan rokoknya dan terlihat bagaikan setan dari bawah tanah. Lalu, dia menarik Madeline ke arah dadanya.Ava, yang baru saja kehilangan pegangan Madeline, limbung, dan terjerembab ke tanah dengan suara keras.“Ava!”Madeline berteriak dengan panik sembari mencoba berlari dan menolong Ava. Akan tetapi, Jeremy secara paksa mendorongnya ke dalam mobil.Pria itu sudah dirasuki kebencian. “Madeline, inikah yang kau lakukan? Kau berbohong pada sahabatmu bahwa aku mengecewakanmu dan menempatkan dirimu sendiri sebagai korban? Kau benar-benar luar biasa.”Jeremy menatap tajam-tajam Madeline dengan marah. Seakan-akan dia ingin menembus tubuh Madeline dengan matanya.“Janji di antara kita? Janji apa yang sudah aku buat untukmu? Bisakah kau berhenti bermimpi?”Sekali lagi, pria ini menghapus semua janji dan kesepakatan yang dia buat untuknya dulu.Madeline tidak lagi mengharapkan Jeremy untuk mengi
Suaranya dingin, membuat Madeline seketika menghentikan kegiatannya. Kemudian, ia berkata, “Mencuci.”Jeremy mendekat dan melirik kemeja hitam di tangan Madeline. Tiba-tiba badai sudah mengambil ancang-ancang di bawah kedua matanya. “Kau mencuci pakaian laki-laki lain di rumah ini?”Pria itu murka dan menendang ember di depan Madeline.Air mengguyur tubuh Madeline, seketika membuatnya basah kuyup.Madeline berdiri dalam ketakutan, sweater putihnya basah menempel di tubuhnya saat lekuk indah tubuhnya jatuh ke pandangan Jeremy.Seakan-akan es dan api bertabrakan di belakang mata Jeremy. Sebuah dorongan primitif menggelora di dalam tubuhnya.Jeremy mengulurkan tangannya dan menarik Madeline ke dalam dekapannya. Kemudian, dia mencubit dagu gadis itu, memaksa Madeline untuk menatapnya.“Sepertinya setelah tiga tahun dalam penjara, tidak hanya tidak belajar bagaimana bersikap, tapi kau juga belajar bagaimana memprovokasiku, hmm?”Nafas lembut pria itu menerpa wajah Madeline.Madeline tak bis
Jeremy menatap Madeline dalam-dalam sembari mengerutkan kedua alisnya. Api yang mengamuk di matanya seperti padam dengan tiba-tiba.Dia merendahkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Madeline. Kemudian, pria itu mendorong beberapa rambut yang menjuntai di kening gadis itu ke belakang. Nada bicaranya kali ini lembut, sangat berbeda dari biasanya, saat dia berkata, “Kau bilang bahwa kau hamil anakku sebelum kau dipenjara. Bagaimana kau kehilangan anak itu?”Sebenarnya akan baik-baik saja kalau Jeremy tidak menanyakan hal itu. Tepat di saat dia bertanya, luka yang belum sembuh di hati Madeline kembali terbuka. Darah mulai deras mengalir dari luka itu.Ia menatap Jeremy yang tiba-tiba menanyakan hal itu dengan tatapan geli. “Seperti yang kau bilang, Mr. Whitman. Putriku sudah mati, jadi buat apa repot-repot bertanya? Apakah dia akan bisa hidup kembali?”“Madeline, jawab aku.”Jeremy menatap Madeline yang memasang seulas senyum palsu di wajahnya. Jantung Madeline seakan dijepit kuat-kuat oleh