Eloise terlalu malas untuk berdebat dengan Karen. Dia mengangkat matanya dan melihat mata Jeremy yang indah tapi tidak fokus. Dia menghela nafas dan berkata, "Jeremy, bolehkah aku menanyakan satu pertanyaan saja? Apa kau mencintai putriku?"Pertanyaan ini membuat Jeremy sedikit terkejut."Jawab aku, kamu cinta Eveline atau tidak?" Tanya Eloise, nadanya agak mendesak.Mata Jeremy melembut. "Tentu saja, aku mencintai Linnie.""Nah, karena kamu mencintai putriku, aku akan memberitahumu ini. Besok Eveline akan terbang ke Negara F bersama Felipe dan mungkin tidak akan pernah kembali lagi."Mata Jeremy yang tanpa jiwa kemudian diwarnai dengan sedikit kesepian dan kepiluan."Aku tahu.""Cuma itu saja?" Eloise menatap pria yang bereaksi dengan begitu tenang itu dengan terkejut.Jeremy menarik kedua sudut bibirnya menjadi senyuman. "Tidak mengganggu dan ikut campur urusannya adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan untuk Linnie."Eloise kaget mendengar itu.Melihat Jeremy menyentuh pegangan ta
Faktor lain?Bahkan sebelum Jeremy memikirkannya lebih dalam, Madeline muncul di benaknya.‘Linnie, tiga bulan telah berlalu. Aku ingin tahu bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?’Saat ini, seseorang bergegas melewati Jeremy. Orang itu menyenggol bahunya dan menjatuhkan kartu rekam medis serta laporan pemeriksaan yang dia pegang ke lantai. "Maaf, saya sedang terburu-buru."Pria itu meminta maaf lalu kabur.Jeremy kesal karena lamunannya tiba-tiba terputus. Dia berjongkok untuk mengambil benda-benda yang jatuh."Tuan, ini barang-barangmu."Suara halus dan lembut seorang wanita terdengar di depannya. Kemudian, wanita itu menyerahkan kartu rekam medis yang jatuh dari tangan Jeremy.Jeremy mengangkat kedua matanya dan hendak berterima kasih padanya ketika wanita di depannya tiba-tiba meraih lengannya dan menariknya agak ke belakang."Hati-hati, ada mobil," kata wanita itu dengan ramah.Setelah berdiri tegak, Jeremy segera menarik tangannya. "Terima kasih.""Sama-sama." Nada bicara wanita itu
Suara yang masuk ke telinganya tiba-tiba menghentikan pencarian Jeremy. Dia merasakan sentuhan kejutan saat dia dengan perlahan mengangkat matanya yang tidak bisa lagi menangkap cahaya dan warna apa pun. "Kaukah itu? Kapan kau kembali ke Glendale?""Kemarin." Tiba-tiba ada cahaya di sepasang mata Jeremy yang suram setelah dia menerima jawaban itu. Dia perlahan berdiri, menghadap pria di depannya. "Apakah Linnie juga kembali denganmu?" Felipe memandang Jeremy yang buta, lalu menatap cincin kawin yang baru saja diambilnya. Dengan penuh minta dia memainkannya dengan ujung jarinya, lalu membuka bibirnya. "Ya, Eveline juga kembali bersamaku." Sambil berbicara, Felipe melihat kegembiraan di kedua mata Jeremy. Dia tersenyum dan berkata, "Kali ini Eveline dan aku ke sini untuk membawa Jack kembali ke Negara F." Jawaban Felipe dengan sangat sederhana dan tegas menghancurkan bayangan kegembiraan di wajah Jeremy. "Eveline tidak mau bertemu denganmu lagi, jadi sebaiknya kau tidak muncul di ha
"Mom, aku sungguh bisa ketemu Kakak Jack nanti?" Suara lembut Lillian seperti mata air yang jernih di aliran pegunungan—terasa sangat manis. Mata Madeline melengkung saat dia tersenyum. "Mana mungkin aku berbohong padamu? Kamu akan bertemu Kakak Jack sebentar lagi." "Hebat, aku ingin memberikan permen lolipop favoritku kepada Kakak Jack.” Lily dengan senang hati menepuk tangan kecilnya yang lucu. Suara tepukan tangan mencapai telinganya, seperti metronom yang berdetak di dalam hatinya. Setiap kliknya membuat hati Jeremy sakit. Dia bisa dengan jelas merasakan Madeline berjalan kurang dari satu meter di depannya, diiringi gelak tawa. Dia membayangkan senyum di wajah wanita itu saat ini dan membayangkan sisi lembut dan baik hatinya saat menjadi istri dan ibu yang baik. Dia membayangkan wanita itu akan tidur lelap di pelukan pria lain setiap malam. Mata Jeremy bisa dibilang memerah karena angin. Dia berbalik dalam diam dan menjauh dari Madeline... Ketika Lilian pertama kali bertemu
“Linnie?" Dia memanggil dengan ragu, jantungnya yang gugup berdetak kencang di dadanya seperti di hari dia bertemu Madeline untuk pertama kalinya di kampus. Dia benar-benar merasa gugup.Jeremy tak tahu apakah dia harus bahagia atau tidak. Tuhan telah memberinya kesempatan untuk bertemu lagi dengan wanita yang paling dicintainya dalam hidupnya, tapi dia tidak bisa melihat apa pun.Madeline memandangi wajah tampan di depannya, ekspresi dinginnya melembut.Dia berjalan ke arah pria itu dengan tenang. "Sepertinya kakimu baik-baik saja."Mendengar suara Madeline, hati Jeremy dipenuhi dengan kepuasan yang tiada tara.Hanya saja kata-kata wanita itu sedikit mengejutkannya.Mungkinkah Linnie datang ke sini khusus untuk melihat apakah cederanya sudah sembuh?Memikirkan hal ini, senyum meluap dari bibir Jeremy, tapi dia hanya senang untuk beberapa detik saat suara dingin Madeline melanjutkan, "Aku tidak mau berhubungan denganmu lagi, jadi aku tidak ingin berhutang budi padamu."Hati Jeremy menj
Madeline tidak bodoh. Tentu saja dia tahu apa yang dimaksud oleh Old Master.Hanya saja dia tak ingin balikan.Madeline mengobrol dengan Old Master di halaman untuk waktu yang lama sementara Jeremy duduk di balkon kamar tidur, mendengarkan suara lembut wanita itu. Dia menikmati kegembiraan saat ini dalam keheningan....Felipe telah menerima laporan dari anak buahnya dan tahu kalau Jeremy menghindari Madeline. Jeremy juga tidak memberi tahu Madeline tentang kebutaannya. Dia cukup puas.Namun, dengan ini dia juga jadi lebih yakin dengan perasaan Jeremy terhadap Madeline dan itu melebihi ekspektasinya.Dia mengira Jeremy akan menggunakan kondisinya untuk mengemis belas kasihan dari Madeline. Dia tak menyangka Jeremy tetap menutup mulut tapi juga secara sadar menghindari Madeline.Tok, tok, tok. Seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya.Setelah dia persilakan masuk, seorang wanita perlahan melangkah masuk."Bagaimana?" Felipe langsung bertanya.Wanita itu mengangkat kedua matanya dan men
Madeline ikut Felipe berbelanja. Usai berbelanja, Felipe mengajak Madeline ke sebuah kafe luar ruangan yang terkenal.Begitu melangkahkan kakinya ke teras, Madeline melihat seorang wanita bersandar di pelukan seorang pria tidak jauh di depannya.Dia melihat mereka dengan acuh tak acuh, tapi saat dia hendak memalingkan muka, dia menyadari bahwa pria itu adalah Jeremy.Jeremy sedang memeluk seorang wanita."Ada apa, Eveline?" Melihat Madeline menatap kosong ke arah tertentu, Felipe bertanya dengan nada prihatin.Madeline buru-buru menoleh. "Bukan apa-apa. Aku cuma berpikir kalau kafe ini sangat istimewa."Dia duduk dengan santai, dan saat mengangkat matanya, dia melihat wanita yang tadi dalam pelukan Jeremy. Wanita itu saat ini duduk di hadapan Jeremy.Felicity duduk dengan punggung menghadap Madeline. Madeline tak bisa melihat bagaimana rupanya. Namun, hanya dengan melihat punggung wanita itu, Madeline merasa sikapnya sebagai seorang wanita cukup baik, jadi wajah wanita itu seharusnya j
Jeremy duduk sendirian. Angin musim gugur bertiup dan dia samar-samar mencium sebuah aroma yang familiar di udara.Kemudian, ponselnya berdering, menginterupsi pikirannya.Dia mengangkat panggilan itu dan suara acuh tak acuh Madeline datang dari ujung yang lain. "Mr. Whitman, bisakah kau datang ke kantor catatan sipil pada jam 9 pagi besok?"Setelah terdiam sesaat, Jeremy kemudian menjawab dengan tegas, "Besok, jam 9 pagi. Aku akan menunggumu di kantor catatan sipil tepat waktu.""Oke, sampai besok kalau begitu." Madeline menutup telepon setelah berbicara.Dia memegang ponselnya dan melamun untuk beberapa saat sebelum tersenyum ke wajah Felipe yang sedang mengemudi. "Felipe, maukah kau menemaniku ke kantor catatan sipil besok pagi? Aku tidak ingin ada kecelakaan lagi.""Tentu saja, aku bisa." Felipe sudah pasti setuju dengan gembira.Dia juga telah menunggu hari itu tiba untuk waktu yang lama.Dia tak ingin ada masalah lagi.Saat angin musim gugur berangsur-angsur mengencang, Jeremy me