Setelah Jeremy mengatakan itu, udara di sekitar mereka pun membeku.Kemarahan di mata Madeline terguncang. “Jeremy, apa kau bilang?”Pria itu melihat tatapan Madeline yang mendesak dan hatinya terasa sakit.“Jeremy, ulangi apa yang barusan kamu katakan! Kau sudah tahu bahwa anak kita belum meninggal? Kamu tahu dimana dia?” Madeline tak bisa lagi mengendalikan emosinya. Dia mencengkram pundak pria itu dan bertanya, "Katakan padaku! Bilang sekarang! Di mana anak itu?”Jeremy merasa hancur, dan dia menyalahkan dirinya sendiri saat melihat air mata menggenang di mata Madeline yang memerah. "Tenang, Maddie...”“Tenang? Kau pikir aku bisa tenang sekarang?" Madeline mendengus dan bertanya. Tatapannya setajam es. “Jeremy, kau tak peduli dengan anak itu tapi aku peduli! Tahukah kau betapa menyakitkan rasanya terpisah dari anakmu? Kau tidak akan tahu karena kau tak berperasaan! Cuma penyihir Meredith itu yang ada di hatimu yang berdarah dingin dan tanpa emosi!”“Daddy, Mommy.”Saat Madeline hend
Eloise dan Sean awalnya khawatir Madeline tidak akan muncul. Ketika mereka melihat Madeline memasuki ruang tamu bersama Jackson, mata mereka berbinar-binar karena gembira.“Eveline! Eveline, kau benar-benar ada di sini!” Eloise menghampiri Madeline dalam kegembiraan.Madeline tanpa sadar melihat perban di kaki Eloise. Ketika melihat Eloise masih pincang, dia berkata dengan datar, "Mrs. Montgomery, sebaiknya kau duduk dan beristirahat kalau-kalau lukamu terbuka. Aku tak ingin berhutang apapun padamu.”Ketika Eloise mendengar itu, dia menatap Madeline dengan sedih. “Semua ibu pasti ingin anaknya aman dan sehat. Aku akan senang selama kau baik-baik saja. Kau tidak berhutang apapun kepada kami. Kami-lah yang telah berbuat salah padamu.”Sean mengangguk. Dia menatap Madeline dengan cinta dan rasa sakit yang sama di matanya. "Eveline, kami telah salah memperlakukanmu dengan begitu buruk. Jika kau tak ingin mengakui kami, kami tidak akan memaksamu. Ibumu dan aku bahagia selama kami bisa melih
Setelah mendengar apa yang Jackson katakan, Jeremy mengerutkan kedua alisnya dalam-dalam.Matanya dipenuhi dengan kesedihan untuk Jackson, tapi di saat yang sama, ada lebih banyak amarah yang berasal dari keterkejutan dan kengerian.Dia tidak tahu kalau Meredith memperlakukan Jackson seperti itu ketika dirinya tidak ada.Pantas saja Jackson menjadi begitu tertekan dan aneh. Itu semua karena Meredith.Dia mengepalkan tinjunya, pembuluh-pembuluh darah di punggung tangannya bertonjolan.“Apa? Meredith itu kejam sekali!" Eloise dan Sean mendidih. Mereka sangat marah dan patah hati pada saat yang bersamaan. “Dia bukan manusia!”Dalam hati Madeline merasa kasihan pada Jackson. Dadanya juga dipenuhi amarah.Dia mengepalkan tinjunya dan menatap pria yang terdiam itu dengan tatapan hina di matanya.“Mr. Whitman, cinta sejatimu itu benar-benar luar biasa. Tapi, apakah menurutmu hanya itu yang perempuan itu lakukan pada Jackson?”Nada bicaranya sinis saat dirinya memberi tahu mereka apa yang terj
“Sungguh.” Jeremy mengangguk. “Percayalah padaku.”Suaranya dalam namun lembut. Madeline menatapnya tanpa bisa berbuat apa-apa mendengar itu. Setelah beberapa saat, dia kembali tersadar dan menyingkirkan tangan Jeremy dengan kesal.“Ingat apa yang kau katakan. Jangan membuatku semakin membencimu." Madeline berbalik dan pergi setelah mengatakan itu.Jeremy memandang Madeline yang melangkah pergi. Tiba-tiba, dia merasakan sakit yang menyiksa di hatinya. Pikirannya dikuasai oleh cinta Madeline padanya dan kekaguman Madeline padanya di sepasang mata gadis itu. Namun, semua itu sudah menjadi masa lalu. Semua itu sekarang telah menjadi kenangan yang memudar…Malam itu, Madeline tak bisa tidur.Dia tak sabar bertemu dengan anaknya yang dipaksakan kelahirannya dan dicuri darinya.Dia membayangkan wajah anak itu. Akan terlihat seperti apa dia?Putrinya pasti sangat menggemaskan.Terlepas dari kebenciannya terhadap Jeremy, dia tak bisa menyangkal bahwa pria itu memiliki ketampanan yang luar bias
Setelah Jeremy selesai mengatakan itu, kerumunan itu menghela nafas sambil tercengang.Saat itu di konferensi pers Montgomery Enterprise, mereka akhirnya tahu bahwa Madeline adalah Miss Montgomery yang sebenarnya. Awalnya mereka juga terkejut, tetapi mereka lebih terkejut dengan apa yang dikatakan Jeremy barusan.Siapa yang tak tahu kalau tuan muda dari keluarga terkaya di Glendale itu mencintai Meredith Crawford? Kenapa sekarang tiba-tiba menjadi Madeline Crawford?Madeline seharusnya menjadi wanita yang paling dibenci pria ini.“Mr. Whitman, maksud Anda, Anda selama ini mencintai mantan istri Anda, Madeline Crawford, dan bukan Meredith Crawford?” seorang awak media memecah keheningan dan bertanya.“Setengahnya benar,” jawab Jeremy. Dia menatap Madeline dengan kelembutan di matanya. “Saya tidak punya mantan istri karena selama ini, saya hanya punya satu istri.”Para awak media bingung mau bilang apa. “Tapi Mr. Whitman, tiga tahun yang lalu Anda telah menceraikan Madeline Crawford…”“M
“Kata-katamu sangat menyentuh, Mr. Whitman. Namun, sayang sekali aku bukan Madeline Crawford." Dia menyangkalnya. Kemudian, dia terkekeh sinis. “Walaupun misalnya aku adalah Madeline, aku tidak akan memaafkanmu atau memberimu kesempatan lagi.”Harapan di mata Jeremy hancur. Hatinya juga terjun bebas.Sebenarnya, dirinya tidak kaget mendapat jawaban ini. Namun, ketika dia mendengar Madeline menyangkalnya, kata-kata itu terasa seperti sebilah pisau mengiris hatinya.Felipe bergegas ke tempat kejadian segera setelah dia melihat siaran langsung di internet.Dia mendorong kerumunan menjauh dan berjalan ke samping Madeline, wajahnya yang lembut dan halus dipenuhi amarah.Dia meraih tangan Madeline di depan semua orang. Tatapannya angkuh dan posesif saat dia memandang Jeremy.“Jeremy, jangan memaksakan permintaan maaf dan cintamu yang munafik itu pada Vera. Dia bukan Madeline Crawford mantan istrimu yang dulu kau terlantarkan dan rusak reputasinya. Dia tunanganku, Vera Quinn.”Felipe terdenga
Jeremy langsung menyalakan mobil.Setelah Madeline mendengar kata-kata pria itu, seulas senyum penuh harap muncul di wajah dinginnya.Lewat kaca spion, Jeremy bisa melihat Madeline yang sedang menggenggam tangannya dengan erat. Ada emosi tak berujung di sepasang matanya bersama dengan sedikit kegugupan.Jeremy mengerutkan kedua sudut bibirnya saat melihat ekspresi kebahagiaan yang murni di wajah Madeline.Akhirnya dia melihat seulas senyum di wajah Madeline.Namun, setelah melaju di jalanan yang ramai, perjalanan mereka berakhir di tempat yang sangat dikenal Madeline.Dia bingung saat mengenali pemandangan diluar jendela.‘Selama ini anakku tinggal di Bukit April?’‘Lalu siapa yang merawat dia?’Mobil itu perlahan berhenti saat dia memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu.Madeline langsung keluar tanpa menunggu Jeremy membukakan pintu untuknya.Segala sesuatu di depannya tidak asing baginya. Mereka berada di pantai Bukit April.Saat itu sedang puncaknya musim dingin dan angin laut terasa
Jeremy memutuskan untuk mengiyakan dan tersenyum. “Yeah. Istriku dan aku ingin menghidupkan kembali semua kenangan kami.” Madeline menatap Jeremy dengan pandangan tidak senang yang tidak dihiraukan pria itu saat Jeremy membantu si wanita tua mengambil ubi jalar yang berjatuhan dan membawakan keranjangnya. “Kau tinggal di dekat sini, bukan? Aku bisa membantumu membawakan ini pulang.” “Terima kasih.” Wanita tua itu menerima bantuan mereka dan mulai menunjukkan jalan ke rumahnya. Jeremy dengan lihai menggandeng tangan Madeline sebelum mengikuti wanita tua itu. Usaha Madeline untuk melepaskan diri sia-sia belaka. “Kalian berdua benar-benar pasangan yang saling mengasihi, datang ke pantai meskipun cuaca sangat dingin.” Wanita tua itu menoleh ke belakang dengan senyuman yang semakin lebar saat matanya tertuju pada tangan Madeline dan tangan Jeremy yang saling bertautan. “Kau benar-benar wanita yang beruntung memiliki suami yang begitu menyayangimu. Aku ingat bagaimana dia jauh-jauh ber