Setelah mendengar apa yang Jackson katakan, Jeremy mengerutkan kedua alisnya dalam-dalam.Matanya dipenuhi dengan kesedihan untuk Jackson, tapi di saat yang sama, ada lebih banyak amarah yang berasal dari keterkejutan dan kengerian.Dia tidak tahu kalau Meredith memperlakukan Jackson seperti itu ketika dirinya tidak ada.Pantas saja Jackson menjadi begitu tertekan dan aneh. Itu semua karena Meredith.Dia mengepalkan tinjunya, pembuluh-pembuluh darah di punggung tangannya bertonjolan.“Apa? Meredith itu kejam sekali!" Eloise dan Sean mendidih. Mereka sangat marah dan patah hati pada saat yang bersamaan. “Dia bukan manusia!”Dalam hati Madeline merasa kasihan pada Jackson. Dadanya juga dipenuhi amarah.Dia mengepalkan tinjunya dan menatap pria yang terdiam itu dengan tatapan hina di matanya.“Mr. Whitman, cinta sejatimu itu benar-benar luar biasa. Tapi, apakah menurutmu hanya itu yang perempuan itu lakukan pada Jackson?”Nada bicaranya sinis saat dirinya memberi tahu mereka apa yang terj
“Sungguh.” Jeremy mengangguk. “Percayalah padaku.”Suaranya dalam namun lembut. Madeline menatapnya tanpa bisa berbuat apa-apa mendengar itu. Setelah beberapa saat, dia kembali tersadar dan menyingkirkan tangan Jeremy dengan kesal.“Ingat apa yang kau katakan. Jangan membuatku semakin membencimu." Madeline berbalik dan pergi setelah mengatakan itu.Jeremy memandang Madeline yang melangkah pergi. Tiba-tiba, dia merasakan sakit yang menyiksa di hatinya. Pikirannya dikuasai oleh cinta Madeline padanya dan kekaguman Madeline padanya di sepasang mata gadis itu. Namun, semua itu sudah menjadi masa lalu. Semua itu sekarang telah menjadi kenangan yang memudar…Malam itu, Madeline tak bisa tidur.Dia tak sabar bertemu dengan anaknya yang dipaksakan kelahirannya dan dicuri darinya.Dia membayangkan wajah anak itu. Akan terlihat seperti apa dia?Putrinya pasti sangat menggemaskan.Terlepas dari kebenciannya terhadap Jeremy, dia tak bisa menyangkal bahwa pria itu memiliki ketampanan yang luar bias
Setelah Jeremy selesai mengatakan itu, kerumunan itu menghela nafas sambil tercengang.Saat itu di konferensi pers Montgomery Enterprise, mereka akhirnya tahu bahwa Madeline adalah Miss Montgomery yang sebenarnya. Awalnya mereka juga terkejut, tetapi mereka lebih terkejut dengan apa yang dikatakan Jeremy barusan.Siapa yang tak tahu kalau tuan muda dari keluarga terkaya di Glendale itu mencintai Meredith Crawford? Kenapa sekarang tiba-tiba menjadi Madeline Crawford?Madeline seharusnya menjadi wanita yang paling dibenci pria ini.“Mr. Whitman, maksud Anda, Anda selama ini mencintai mantan istri Anda, Madeline Crawford, dan bukan Meredith Crawford?” seorang awak media memecah keheningan dan bertanya.“Setengahnya benar,” jawab Jeremy. Dia menatap Madeline dengan kelembutan di matanya. “Saya tidak punya mantan istri karena selama ini, saya hanya punya satu istri.”Para awak media bingung mau bilang apa. “Tapi Mr. Whitman, tiga tahun yang lalu Anda telah menceraikan Madeline Crawford…”“M
“Kata-katamu sangat menyentuh, Mr. Whitman. Namun, sayang sekali aku bukan Madeline Crawford." Dia menyangkalnya. Kemudian, dia terkekeh sinis. “Walaupun misalnya aku adalah Madeline, aku tidak akan memaafkanmu atau memberimu kesempatan lagi.”Harapan di mata Jeremy hancur. Hatinya juga terjun bebas.Sebenarnya, dirinya tidak kaget mendapat jawaban ini. Namun, ketika dia mendengar Madeline menyangkalnya, kata-kata itu terasa seperti sebilah pisau mengiris hatinya.Felipe bergegas ke tempat kejadian segera setelah dia melihat siaran langsung di internet.Dia mendorong kerumunan menjauh dan berjalan ke samping Madeline, wajahnya yang lembut dan halus dipenuhi amarah.Dia meraih tangan Madeline di depan semua orang. Tatapannya angkuh dan posesif saat dia memandang Jeremy.“Jeremy, jangan memaksakan permintaan maaf dan cintamu yang munafik itu pada Vera. Dia bukan Madeline Crawford mantan istrimu yang dulu kau terlantarkan dan rusak reputasinya. Dia tunanganku, Vera Quinn.”Felipe terdenga
Jeremy langsung menyalakan mobil.Setelah Madeline mendengar kata-kata pria itu, seulas senyum penuh harap muncul di wajah dinginnya.Lewat kaca spion, Jeremy bisa melihat Madeline yang sedang menggenggam tangannya dengan erat. Ada emosi tak berujung di sepasang matanya bersama dengan sedikit kegugupan.Jeremy mengerutkan kedua sudut bibirnya saat melihat ekspresi kebahagiaan yang murni di wajah Madeline.Akhirnya dia melihat seulas senyum di wajah Madeline.Namun, setelah melaju di jalanan yang ramai, perjalanan mereka berakhir di tempat yang sangat dikenal Madeline.Dia bingung saat mengenali pemandangan diluar jendela.‘Selama ini anakku tinggal di Bukit April?’‘Lalu siapa yang merawat dia?’Mobil itu perlahan berhenti saat dia memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu.Madeline langsung keluar tanpa menunggu Jeremy membukakan pintu untuknya.Segala sesuatu di depannya tidak asing baginya. Mereka berada di pantai Bukit April.Saat itu sedang puncaknya musim dingin dan angin laut terasa
Jeremy memutuskan untuk mengiyakan dan tersenyum. “Yeah. Istriku dan aku ingin menghidupkan kembali semua kenangan kami.” Madeline menatap Jeremy dengan pandangan tidak senang yang tidak dihiraukan pria itu saat Jeremy membantu si wanita tua mengambil ubi jalar yang berjatuhan dan membawakan keranjangnya. “Kau tinggal di dekat sini, bukan? Aku bisa membantumu membawakan ini pulang.” “Terima kasih.” Wanita tua itu menerima bantuan mereka dan mulai menunjukkan jalan ke rumahnya. Jeremy dengan lihai menggandeng tangan Madeline sebelum mengikuti wanita tua itu. Usaha Madeline untuk melepaskan diri sia-sia belaka. “Kalian berdua benar-benar pasangan yang saling mengasihi, datang ke pantai meskipun cuaca sangat dingin.” Wanita tua itu menoleh ke belakang dengan senyuman yang semakin lebar saat matanya tertuju pada tangan Madeline dan tangan Jeremy yang saling bertautan. “Kau benar-benar wanita yang beruntung memiliki suami yang begitu menyayangimu. Aku ingat bagaimana dia jauh-jauh ber
Mendengar itu, Madeline terkekeh mencemooh. Meski begitu, matanya menjadi basah saat angin laut bertiup biarpun dia sedang tertawa. “Kau dengar apa yang kau katakan, Jeremy?” Dia mengejek, matanya berkaca-kaca. “Kau bilang padaku kalau kamu mencintaiku begitu kita bertemu lagi, tapi kau telah mengambil sebagian dari dagingku?” Ekspresi gelap Madeline mencapai puncaknya pada saat penyebutan kata 'cinta'. “Inikah artinya mencintai seseorang, Jeremy? Mencintai berarti mengharapkan yang terbaik untuk orang yang dicintai! Bukan mematahkan, menghancurkan, dan menyiksa mereka!” Madeline mengeluarkan amarahnya saat air matanya mulai menetes dari kedua sudut matanya bersama dengan embusan angin laut. Tetesannya jatuh di punggung tangan Jeremy, hangatnya air mata membakar dagingnya.“Kau tak perlu membohongi dirimu sendiri, Jeremy, dan aku tak ingin kau berbohong padaku. Orang yang kau cintai selama ini adalah Meredith, aku bisa melihatnya dari caramu melindungi perempuan itu meskipun dia
Madeline membuka kedua bibirnya, hanya untuk menggigit bibir Jeremy dengan kasar. Alis pria itu sedikit mengerut saat dia mengedipkan matanya yang memikat hingga terbuka. Kesenangan berenang di kedua matanya saat dia menganggap penolakan keras Madeline sebagai tanda kalau gadis itu menikmati ciumannya. Cengkeramannya mengendur dan sebuah tamparan langsung mendarat di wajahnya. Madeline memelototi pria itu, tinjunya terkepal saat melihat darah di bibir Jeremy. “Jangan cium aku dengan mulut yang sama yang kau pakai buat mencium perempuan lain! Menjijikkan!” Madeline mengamuk, berbalik sambil mengomel.Jeremy mengangkat jarinya yang ramping dan menghapus bintik merah dari sudut bibirnya. “Kau satu-satunya gadis yang pernah aku cium.” Langkah Madeline melambat. Jeremy berbalik dan menatap punggung Madeline. “Aku tahu kau tak akan percaya padaku, tapi itu yang sebenarnya. Aku belum pernah mencium perempuan lain.” Madeline perlahan menaikkan tatapan ganasnya. “Yeah, kau belum pernah