Meredith menatap Jeremy dengan kedua mata menawan berbentuk almond-nya yang dipenuhi dengan kesedihan saat berkata dengan marah, "Jeremy, Jack adalah putra kita yang berharga. Aku tak akan membiarkan dia terluka sama sekali seolah-olah hidupku bergantung pada itu. Bagaimana mungkin aku telah menelantarkan dia?"Sesaat kemudian, Eloise perlahan berjalan dengan Jackson. Tatapan jijiknya tertuju pada Madeline. "Miss Quinn, kudengar kau akan menikah dengan paman Jeremy, jadi mengapa kau masih berkeliaran di sini sepanjang hari dengan tunangan putriku? Apakah orang tuamu tidak pernah memberitahumu bahwa tindakanmu ini tidak tahu malu?”Dihadapkan pada sarkasme Eloise, Madeline hanya memberikan seulas senyum tenang dan terkontrol. “Kau telah mengajukan pertanyaan yang bagus, Mrs. Montgomery. Orangtuaku tidak mengajariku ini karena tidak lama setelah aku lahir, mereka membawa pulang anak orang lain dan menelantarkan putri kandung mereka karena kelalaian mereka."Ketika Madeline tiba-tiba men
Madeline, yang belum terlalu jauh pergi, diam-diam tersenyum.Tindakan mundur untuk maju ini sangat berhasil, dan tentu saja, dialah yang lebih diperhatikan Jeremy untuk saat ini.Jeremy berbaik hati membukakan pintu mobil untuk Madeline.Madeline masuk ke mobil dan melihat Meredith meledak dalam amarah di kaca spion. Dia merasa gembira memikirkan itu.Setelah mobil dinyalakan, Madeline berkata sambil terlihat tidak nyaman, "Meskipun aku berjanji padamu untuk tak lagi memperpanjang kasus penculikan itu, sepertinya mereka justru akan menuntutku? Seorang perampok berpura-pura sebagai seorang polisi. Aku tak sanggup menahan tekanan seperti ini.""Aku tak akan membiarkan itu terjadi." Janji Jeremy.Madeline menatap pria itu dengan rasa ingin tahu. "Kau benar-benar berusaha keras untuk Meredith."Kedua mata Jeremy karam saat mendengar kata-kata itu. Dia ingin menyangkalnya, namun pada akhirnya, dia tak mengatakan apa-apa.Setelah hening untuk beberapa saat, Jeremy sepertinya telah teringat
Mendengar itu, kali ini Meredith tidak marah tapi malah tersenyum."Vera Quinn, kupikir kau akhirnya jadi gila. Kau berani mengatakan itu padaku tanpa sedikitpun rasa malu?""Aku tidak akan jadi gila bahkan meskipun kau sudah gila," balas Madeline tanpa terkejut, "Segala sesuatunya sudah sampai di titik ini. Apa kau masih mengira Jeremy akan menginginkanmu?""Bah! Berhenti bermimpi! Apa menurutmu Jeremy akan menginginkanmu meskipun misalnya dia tidak menginginkanku?" Meredith melipat kedua tangannya dan mencibir dengan bangga, matanya penuh dengan rasa percaya diri, "Vera Quinn, dengarkan aku baik-baik. Tidak peduli seberapa besar kau mengubah penampilanmu, wanita yang paling dicintai Jeremy selamanya adalah aku. Aku tak tergantikan!"Melihat penampilan Meredith yang percaya diri dan arogan, Madeline tersenyum. "Tak tergantikan?" Dia mengulangi kata itu dengan penuh arti. Dia tersenyum dan mengambil botol anggur merah yang mahal, menuangkan hampir setengah isinya ke gelas di depannya.
Niat membunuh yang kuat tiba-tiba menggelora di kedua mata Meredith. Sorot matanya seolah-olah dia berharap dia bisa menebas Madeline dengan seribu pedang.Dia mengambil gunting dari laci, mengarahkan ujung tajamnya ke Madeline, dan menerjang ke arah Madeline dengan niat membunuh.Meredith dipenuhi amarah dan berusaha keras untuk memberi Madeline sebuah pelajaran berdarah.Namun, Madeline tidak takut. Dia bahkan tidak berusaha untuk menghindar.Madeline mengulurkan tangannya dengan tenang, memanfaatkan kesempatan untuk mencengkeram tangan Meredith yang sedang mengayunkan gunting.Sepasang mata almond Meredith membelalak. Dia mengangkat tangannya yang lain untuk menyelipkan sebuah serangan susulan, tapi Madeline sudah melihatnya sekilas. Sambil menghentikan Meredith, dia tanpa basa-basi mengangkat tangannya ke arah wajah Meredith dan mengirimkan sebuah tamparan keras.Dengan satu tamparan itu, Meredith berteriak kesakitan.Luka karena pisau di wajahnya bahkan belum sembuh dan dia juga b
Meredith tak menduga Jeremy akan mendorongnya dengan begitu mudahnya. Dia tercengang!Dia mendengar Jeremy memanggil nama Vera dengan gugup. Kekhawatiran dan kepedulian dalam intonasi pria itu jelas hanya miliknya seorang!Sekarang, bagaimanapun, pria itu memberikannya ke wanita lain.Yang membuat Meredith makin heran adalah dia benar-benar melihat wanita itu duduk di lantai saat ini dengan ekspresi tak berdaya dan lemah, seakan-akan habis didorong jatuh oleh seseorang."Kenapa kau duduk di lantai?" Jeremy bergegas berjalan ke arah Madeline sebelum berlutut. Kedua sudut mata dan alis pria itu diwarnai kesedihan dan sebuah kelembutan yang langka.Madeline perlahan mengangkat kedua mata indahnya dan melirik Meredith yang berada di belakang Jeremy."Kalau aku bilang Miss Crawford yang mulia ini mendorongku sampai jatuh, akankah kau percaya padaku?" Madeline menatap sepasang mata dalam Jeremy dengan polos.Saat Meredith mendengar itu, dia mengepalkan kedua tinjunya dengan ganas dan dengan
‘Meredith, akhirnya kau tahu apa rasanya tak dipercaya oleh pria yang kau cintai.’‘Semua yang aku lakukan hari ini tak ada apa-apanya dibandingkan dengan penghinaan dan semua jebakan yang pada awalnya telah kau berikan padaku.’‘Tentu saja, apa yang ingin aku berikan kembali padamu lebih dari itu.’“Sepertinya akhir-akhir ini aku selalu menyakitimu.” Suara rendah dan serak Jeremy lembut terdengar. “Tapi aku berjanji kalau situasi ini tak akan pernah terjadi lagi.”Madeline menolehkan kepalanya untuk menatap Jeremy dan kebetulan pria itu juga menatapnya.Kedua pasang mata mereka bertemu secara tidak sengaja. Sepasang mata Jeremy sedalam laut yang tampak seperti beriak dengan pusaran yang memusingkan. Semua perhatian Madeline langsung tertuju pada pria itu.Entah mengapa, detak jantung Madeline bertambah cepat. Dia bahkan merasakan sebuah kehangatan perlahan menyebar dari sepasang telinganya ke kedua pipinya.Dia menatap wajah tampan yang tak tertandingi di depannya dengan sedikit lingl
Menatap Jeremy, pria itu sepertinya tidak bercanda, tapi Madeline tak berpikir untuk benar-benar menjalin hubungan dengan Jeremy lagi. Di malam yang mereka habiskan di Bukit April, dia hanya menggunakan kondisi mabuk Jeremy untuk mengelabui pria itu.Dia tak akan membiarkan dirinya kembali dipermainkan oleh pria berdarah dingin ini.Madeline ingin membebaskan dirinya, namun kesadarannya perlahan menghilang. Dia bahkan merasakan tubuhnya berubah secara bertahap.Obat bius itu sudah menumpulkan semua indranya, membuatnya bersandar tak sadarkan diri di dada Jeremy.Dia hampir kehilangan kendali atas kesadarannya yang perlahan-lahan tergelincir saat dia merasakan aroma dingin dan kehangatan dari tubuh Jeremy.Meredith benar-benar tidak tanggung-tanggung. Dia hanya menyesap seteguk dan tak menyangka obat itu begitu efektif.Merasakan Jeremy membopongnya ke dalam kamar, Madeline, dengan jejak terakhir dari kemauan kerasnya yang jernih, mencengkram kerah baju pria itu kuat-kuat. “Jeremy, lepa
Madeline mengulurkan tangan dan mendorong pria itu untuk berjaga-jaga, tapi Jeremy tak melepaskannya. Pria itu melepas sepatunya dan melangkah ke dalam bak mandi sambil memeluknya.Madeline terkejut karena Jeremy benar-benar melakukan tindakan seperti itu.Air dingin terus mengalir turun dari pancuran, dengan cepat membasahi pakaian Jeremy.Namun, Jeremy tak bergerak dan diam sekokoh batu. Pria itu memeluknya, membiarkan air dingin merembes ke seluruh tubuhnya…Seiring waktu yang berlalu, Jeremy, yang duduk memangku Madeline, secara bertahap kehilangan fokusnya dan menatap kosong pada penampilan yang sudah akrab dengannya itu. Dia tanpa sadar memeluk gadis itu sedikit lebih erat.“Madeline…” Dia tak bisa menahan dirinya untuk tidak berbisik lembut.Madeline yang perlahan mulai kembali sadar tiba-tiba membuka kedua mata indahnya. Tetes demi tetes air dingin menetes dari bulu-bulu matanya yang melengkung, diam-diam jatuh di atas kedua punggung tangannya.Meskipun suara Jeremy nyaris tak