Meredith menyentuh wajahnya dalam kengerian. Saat dia merasakan cairan hangat dan lengket mengalir di pipinya, kedua pupil matanya mengerut. "Darah! Banyak sekali darah! Wajahku!”Dia melihat telapak tangannya yang penuh darah dan berteriak. Wajahnya jauh lebih pucat sekarang karena dia kehilangan banyak darah.Madeline mengangkat kepalanya dan melihat daging terkoyak di pipi kanan Meredith. Ia terkejut, namun pada saat yang sama, ia merasa ini benar-benar ironis. Melihat pemandangan di depannya, ia tersenyum.Ia tak menyangka suatu hari Meredith akan menjadi cacat.Apakah ini karma?“Mer, Mer, jangan takut. Jeremy ada di sini. Dia tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu!" Rose berlari ke arah gadis itu untuk menghiburnya. Di saat yang sama, dia tidak lupa melibatkan Jeremy dalam hal ini.“Jeremy, bawa Mer ke dokter untuk membalut lukanya. Jika tidak, dia akan memiliki bekas luka di wajahnya. Buruk akibatnya jika itu terjadi," kata Rose buru-buru, mendorong Meredith ke depan Jerem
‘Namun, kau belum pernah memberiku sedikit pun kehangatan sebelumnya.’‘Apa kau tahu seberapa sakitnya saat kau menikam hatiku?’‘Kau sama sekali tak tahu …’Jeremy membawa Madeline ke dokter. Setelah memastikan kalau gadis itu tak terluka, dia akhirnya merasa lega.Terlepas dari penolakan Madeline, Jeremy masih bersikeras untuk mengantarnya kembali ke apartemen.Jeremy sepertinya merasa lebih nyaman saat dia lihat bahwa Felipe tak ada di rumah.Madeline memutuskan untuk mengusir pria itu karena ia khawatir kalau Jeremy mungkin akan menyadari sesuatu. “Mr. Whitman, sebaiknya Anda pergi dan menjenguk tunangan Anda di rumah sakit.”“Sudah kubilang, dia bukan lagi tunanganku,” tukasnya dingin. Dia menatap ke dalam sepasang mata Madeline saat sebuah kilatan ganjil muncul. “Jangan panggil aku Mr. Whitman lagi saat kita bertemu lain kali. Kau bisa memanggilku dengan namaku.”Madeline menatap pria itu dalam keterkejutan. Ketika ia hendak mengatakan sesuatu, ponsel Jeremy berbunyi.Pria itu m
Apa?Setelah mendengar apa yang dikatakan Jeremy, Meredith seperti balon yang kempes. Kedua lututnya lemas dan dia mundur selangkah.Ancaman dan peringatan yang dia katakan pada Vera sebelumnya semuanya langsung muncul di kepalanya. "Dengarkan aku baik-baik, Vera Quinn, beginilah caraku membuat Madeline cacat dulu. Kalau kau berani membuatku marah lagi, aku akan membuatmu mencicipi sakit yang Madeline rasakan!’Wajah Meredith menjadi lebih pucat dari sebelumnya sementara jantungnya berpacu tak terkendali.Dia memang mengucapkan kata-kata itu tadi.Dia dibuat sangat geram oleh Vera, jadi sifat aslinya keluar dan dia membuka kesalahan-kesalahan masa lalunya.Jeremy melihat perubahan pada mata dan ekspresi Meredith. Dia berkata dalam intonasi kecewa, “Kau bilang padaku bahwa ayahmu Sean yang menyewa seseorang untuk menyayat wajah Madeline. Kurasa itu tidak benar. Kaulah yang melakukan itu.”“T-tidak, bukan begitu..." Madeline meraih lengan Jeremy. Dia menggelengkan kepalanya untuk menyang
Rose sudah mendengar percakapan antara Jeremy dan Meredith sebelumnya, tapi dia tak menyangka rahasia akan terekspos begitu cepat.Dia menghibur Meredith, berkata, “Mer, kau tak boleh mengibarkan bendera putih sekarang. Kau harus mendapatkan posisi Mrs. Whitman! Tak hanya simbol status, tapi itu juga akan memberimu kekayaan tanpa batas!”Kedua mata Rose dipenuhi keserakahan dan ada jejak kebiadaban di dalamnya. “Aku akan membereskan Vera Quinn itu untukmu.”Setelah melampiaskan kemarahannya untuk beberapa saat, Meredith menyentuh wajahnya yang terluka sembari menggertakkan gigi-giginya.“Tentu saja, aku tak akan semudah itu menyerah kalah! Aku akan membunuh siapa saja yang berani merebut lelakiku dariku!”Kedua matanya dipenuhi bisa beracun. Berbagai tipu muslihat licik yang mengerikan mulai muncul di belakang matanya.“Hmph, Vera Quinn, aku akan membiarkan ibuku memberimu sebuah pelajaran. Tapi itu bukan kau, Mom, melainkan Eloise!”…Jeremy mengendarai mobilnya menjauhi rumah sakit
Dalam perjalanan kembali ke rumah, apa yang dikatakan ibunya lewat telepon tadi masih terngiang di kepalanya.Tanpa sepengetahuannya, dia mulai mempercepat laju mobilnya dan setelah lebih dari sepuluh menit, dia sampai di garasi rumah.Setelah keluar dari mobil, dia langsung berjalan ke ruang tamu. Ketika tiba di depan pintu, dia melihat wajah yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya. Wajah yang menakjubkan dan memikat itu ada di depan penglihatannya.Jeremy berhenti di tempatnya berdiri dan detak jantungnya semakin cepat.Madeline mengangkat kepalanya dan melihat Jeremy. Gadis itu tersenyum malu-malu padanya, matanya terlihat begitu hidup seolah-olah sepasang mata itu bisa berbicara dengannya. Ada begitu banyak emosi di dalamnya.“Saya pikir Felipe di sini, ternyata hanya Anda, Mr. Whitman.” Madeline tersenyum lembut.Seketika itu juga detak jantung Jeremy kembali normal. Dia menyipitkan kedua matanya sambil mempertahankan seulas senyum di bibirnya. “Apa kau sedang menunggu Felipe?”“Feli
Dia kembali ke alam sadarnya dan melihat Felipe berjalan ke arahnya.Madeline berjalan melewatinya, dan aroma samar-samarnya menempel di lubang hidungnya. Aroma yang keluar dari tubuh gadis itu sangat manis dan punya wangi yang unik.“Jeremy.” Ketika melihat Jeremy, Felipe dengan santai menyapa.Felipe selalu terlihat tenang dan halus, tampak seperti pria terhormat dalam setiap gerakannya.Jeremy menatap kedua orang yang bergandengan tangan itu. Dia hanya melirik mereka dengan dingin.Madeline menatap Jeremy kemudian menoleh untuk tersenyum pada Felipe. “Felipe, ayo masuk.”“Oke.” Felipe tersenyum lembut, menggandeng tangan Madeline saat memimpinnya masuk ke ruang tamu.Ibu Jeremy sedang menerima telepon. Ketika melihat Madeline dan Felipe masuk dengan bergandengan tangan, dia memutar kedua bola matanya dalam penghinaan sebelum menutup telepon.“Oh, Felipe, kau di sini,” kata Ibu Jeremy dengan suara ganjil. Lalu, dia menatap Madeline lewat kedua sudut matanya. “Jadi, kau benar-benar ak
Tatapan semua orang mendarat di wajah Jeremy yang tiba-tiba menyuarakan opininya.Ada selapis bunga es di wajah tampannya dan kedua matanya terlihat setajam alat pemecah es.“Jeremy, apapun yang terjadi aku akan menikahi Vera,” ujar Felipe dengan tenang, namun dengan intonasi tegas.“Aku tak akan membiarkan kalian menikah.” Jawaban tenang dan tanpa tergesa-gesa Jeremy menghantam Felipe. Intonasi pria itu bahkan lebih tegas dibanding Felipe.Madeline mengerutkan keningnya. “Apa maksud Anda dengan itu, Mr. Whitman? Siapa Anda mau menentang pernikahan kami?”Jeremy menekankan kedua bibirnya sembari mendaratkan tatapan sedingin es di wajah Madeline. Sepasang matanya penuh dengan infiltrasi yang intens.“Aku tak akan membiarkanmu menjadi bibiku karena wajahmu.”Intonasi pria itu dominan sedangkan ekspresinya dingin dan pasti.Madeline mencemooh. “Saya tak boleh menikahi paman Anda hanya karena saya mirip dengan mantan istri Anda? Kalau begitu, menurut Anda saya hanya cocok menikah dengan pr
Madeline datang sendirian ke rumah sakit tempat Meredith dirawat. Ada kerumunan besar berkumpul di rumah sakit. Semua orang melihat ke atap gedung.Ketika melihat itu, Madeline juga mendongakkan kepalanya. Ia bisa melihat sesosok figur putih duduk di pinggiran railing atap. Menilik dari wajahnya, itu memang Meredith.Ia dengan cepat mengambil lift yang menuju ke atap. Ia pikir Jeremy sudah ada di sana, tapi tak ada seorang pun di sana. Jeremy tidak terlihat di mana pun.Akan tetapi, tadi Jeremy terlihat khawatir. Tidakkah pria itu mengkhawatirkan Meredith?Kalau tidak, mengapa dia lari dengan tergesa-gesa?Saat merenungkan itu, ia mendengar Eloise menangis dan berteriak dalam keputusasaan di depannya. “Mer, jangan lakukan ini. Aku mohon padamu. Bisakah kau turun sekarang, tolong?”Suara Eloise sudah serak karena menangis. Itu bukti betapa besar rasa khawatirnya terhadap Meredith.Madeline tanpa sadar mengepalkan tinjunya. Ia menatap ke depan dan melihat ayah kandungnya, Sean, juga ada