‘Ava, aku tidak lupa.’‘Itulah mengapa aku kembali untuk balas dendam. Ini untukku, namun terutama juga untuk anakku.’Ketika Ava memperhatikan bagaimana Madeline tidak mengucapkan sepatah kata pun bahkan setelah sekian lama, dia berlari dan meraih tangan Madeline dengan emosional. "Maddie, tolong ikut dengan kami. Dan adalah orang yang benar-benar mencintai dan peduli padamu. Jangan tertipu oleh sampah itu!”“Hentikan bicaramu." Sela Madeline dengan tiba-tiba. “Aku sudah berkali-kali bilang padamu kalau aku bukan Madeline Crawford. Lagi pula, kenapa aku tak bisa tinggal dengan Mr. Whitman? Apa hubungan tindakannya di masa lalu dengan aku? Aku hanya tahu bahwa aku senang bersamanya. Aku juga menikmati kebersamaanku dengannya. Jadi tolong, berhentilah menggangguku!”Madeline menyelesaikan perkataannya dalam nada bicara sedingin es. Kemudian, ia menepiskan tangan Ava menjauh darinya.Ia berbalik dan memeluk lengan Jeremy, berpura-pura mesra dengan pria itu. “Jeremy, ayo kita bicara di te
Jeremy mempercepat langkahnya menuju ke tempat di mana dia baru saja melihat sosok putih itu. Jantungnya berpacu dengan sangat kencang seakan-akan siap melompat keluar dari dadanya.‘Maddie!’‘Kaukah itu, Maddie?’Dia meneriakkan nama Madeline di dalam hatinya lagi, dan lagi, begitu yakin kalau dirinya tidak sedang berhalusinasi.Akan tetapi, saat dia sampai ke makam itu, tak seorang pun ada di sana.Apa yang dia lihat beberapa saat yang lalu mungkin hanya sebuah mimpi.Hatinya membeku.Apakah dia sedang berhalusinasi karena terlalu merindukannya?Jeremy memikirkan itu sembari merasa kecil hati. Saat hendak meninggalkan makam, dia melihat sebuah jejak asap datang dari sebuah makam di dekat situ.Dia menyipitkan kedua matanya dan bergegas pergi.Dia sudah sampai di depan makam Len. Lelaki tua itu adalah kakek Madeline. Dia bisa melihat sebuah buket berisi bunga krisan putih di depan batu nisan dan sebatang lilin yang masih menyala.Benar saja, dia tidak sedang berhalusinasi sebelumnya.
Madeline mengangkat kepalanya dan kedua matanya bertemu dengan sepasang mata sipit Felipe. Kedua mata pria itu tampak ramah, membungkusnya erat-erat menjadi udara hangat.“Aku akan mendukung apapun yang kau lakukan. Namun, jika memungkinkan, aku benar-benar tak ingin kau menjalankan balas dendammu dengan cara seperti ini.”Felipe mengulurkan tangannya dan jari-jari pria itu mendarat di wajah halusnya. Dingin yang berasal dari jari-jari Felipe membuatnya bergetar.Banyak sekali rahasia yang tersembunyi di balik kedua mata Felipe yang tak berdasar. Seolah-olah seseorang akan tersedot ke dalam sepasang mata itu jika menatap dengan seksama selama lebih dari satu detik.Ketika Madeline hendak pergi dari situ, Felipe berjalan semakin dekat dengannya.Wajah tampan pria itu menjadi semakin jelas di depannya, menunjukkan sedikit dominasi dan rasa posesif yang kuat. “Dia tak layak untuk memilikimu, baik sekarang ataupun dulu.”Madeline merasakan detak jantungnya semakin cepat di saat Felipe meng
Mereka tak akan pernah menyangka orang yang sedang mereka jebak akan muncul di depan mereka secara tiba-tiba. Seketika itu juga tawa Meredith dan Rose berhenti. Wajah mereka yang sama mengerikannya dipenuhi dengan keterkejutan saat mereka menatap Madeline yang baru saja masuk.“Kau! Siapa yang menyuruhmu masuk? Berapa lama kau berdiri di luar sana? Apa saja yang sudah kau dengar?" Rose bergegas berdiri dan menunjuk Madeline saat menanyai gadis itu dengan marah.Meredith tak mengatakan apa-apa. Dia hanya melotot dan memperhatikan Madeline dengan penuh selidik.Madeline mengerutkan kedua alisnya dan tersenyum. “Kenapa? Apa kalian tadi mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak kalian katakan dan takut kalau aku akan mengetahuinya?”“...” Ekspresi Rose berubah. Dia sedikit mengalihkan pandangannya. “Kau…”“Kalau aku tidak salah, kau pasti ibu angkat Madeline. Ck ck, putri angkatmu benar-benar tercemar olehmu. Aku bertanya-tanya bagaimana seorang wanita yang berkelas dan anggun seperti Mrs.
“Vera Quinn, berani-beraninya kau menjebakku, dasar pelacur?!” Meredith meledak. Tampak mukanya yang lemah dan rapuh di video yang dia ambil benar-benar musnah tak berbekas.Dia melotot dan menggertakkan gigi-giginya saat mengambil pisau buah di meja samping tempat tidur. Dia hendak menebaskan pisau itu ke wajah Madeline. Di satu sisi, Rose sama sekali tidak menghentikan niat Meredith. Dia berharap Meredith bisa memberi pelajaran pada wanita yang menyebalkan ini.Ketika melihat pisau itu mendekatinya, Madeline teringat dua tebasan yang ditinggalkan Meredith di wajahnya dulu. Adegan itu muncul kembali di otaknya bagaikan mimpi buruk dalam kegelapan.Dia dengan cepat kembali ke alam sadarnya dan langsung menghindar dari bilah pisau yang berkilat itu.“Berhenti bersembunyi, pelacur!” Sebuah api amarah membakar di dada Meredith. Dia mengangkat pisau buah itu lagi. “Dengarkan aku, Vera Quinn. Ini adalah bagaimana aku membuat Madeline cacat dulu. Kalau kau berani membuatku marah lagi, aku ak
Meredith menyentuh wajahnya dalam kengerian. Saat dia merasakan cairan hangat dan lengket mengalir di pipinya, kedua pupil matanya mengerut. "Darah! Banyak sekali darah! Wajahku!”Dia melihat telapak tangannya yang penuh darah dan berteriak. Wajahnya jauh lebih pucat sekarang karena dia kehilangan banyak darah.Madeline mengangkat kepalanya dan melihat daging terkoyak di pipi kanan Meredith. Ia terkejut, namun pada saat yang sama, ia merasa ini benar-benar ironis. Melihat pemandangan di depannya, ia tersenyum.Ia tak menyangka suatu hari Meredith akan menjadi cacat.Apakah ini karma?“Mer, Mer, jangan takut. Jeremy ada di sini. Dia tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu!" Rose berlari ke arah gadis itu untuk menghiburnya. Di saat yang sama, dia tidak lupa melibatkan Jeremy dalam hal ini.“Jeremy, bawa Mer ke dokter untuk membalut lukanya. Jika tidak, dia akan memiliki bekas luka di wajahnya. Buruk akibatnya jika itu terjadi," kata Rose buru-buru, mendorong Meredith ke depan Jerem
‘Namun, kau belum pernah memberiku sedikit pun kehangatan sebelumnya.’‘Apa kau tahu seberapa sakitnya saat kau menikam hatiku?’‘Kau sama sekali tak tahu …’Jeremy membawa Madeline ke dokter. Setelah memastikan kalau gadis itu tak terluka, dia akhirnya merasa lega.Terlepas dari penolakan Madeline, Jeremy masih bersikeras untuk mengantarnya kembali ke apartemen.Jeremy sepertinya merasa lebih nyaman saat dia lihat bahwa Felipe tak ada di rumah.Madeline memutuskan untuk mengusir pria itu karena ia khawatir kalau Jeremy mungkin akan menyadari sesuatu. “Mr. Whitman, sebaiknya Anda pergi dan menjenguk tunangan Anda di rumah sakit.”“Sudah kubilang, dia bukan lagi tunanganku,” tukasnya dingin. Dia menatap ke dalam sepasang mata Madeline saat sebuah kilatan ganjil muncul. “Jangan panggil aku Mr. Whitman lagi saat kita bertemu lain kali. Kau bisa memanggilku dengan namaku.”Madeline menatap pria itu dalam keterkejutan. Ketika ia hendak mengatakan sesuatu, ponsel Jeremy berbunyi.Pria itu m
Apa?Setelah mendengar apa yang dikatakan Jeremy, Meredith seperti balon yang kempes. Kedua lututnya lemas dan dia mundur selangkah.Ancaman dan peringatan yang dia katakan pada Vera sebelumnya semuanya langsung muncul di kepalanya. "Dengarkan aku baik-baik, Vera Quinn, beginilah caraku membuat Madeline cacat dulu. Kalau kau berani membuatku marah lagi, aku akan membuatmu mencicipi sakit yang Madeline rasakan!’Wajah Meredith menjadi lebih pucat dari sebelumnya sementara jantungnya berpacu tak terkendali.Dia memang mengucapkan kata-kata itu tadi.Dia dibuat sangat geram oleh Vera, jadi sifat aslinya keluar dan dia membuka kesalahan-kesalahan masa lalunya.Jeremy melihat perubahan pada mata dan ekspresi Meredith. Dia berkata dalam intonasi kecewa, “Kau bilang padaku bahwa ayahmu Sean yang menyewa seseorang untuk menyayat wajah Madeline. Kurasa itu tidak benar. Kaulah yang melakukan itu.”“T-tidak, bukan begitu..." Madeline meraih lengan Jeremy. Dia menggelengkan kepalanya untuk menyang