Meredith mengangguk dengan tulus. "Jeremy, apapun yang kau tanyakan, aku akan menjawabnya dengan jujur.""Oke." Sepasang mata hitam dan dalam Jeremy menatap Meredith. "Apa kau benar-benar melihat si bajingan Tanner dan Madeline berduaan?""Ya! Aku benar-benar melihat mereka dengan kedua mataku sendiri!" Meredith menjawab tanpa memikirkannya lebih dulu.Kedua mata hitam Jeremy perlahan menjadi suram dan ada suatu rasa dingin di mata tak berdasar itu.Merasakan aliran udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi berat di luar batas normal, Meredith panik, namun dia masih bersikeras. "Jeremy, apa yang aku katakan itu semuanya benar! Jeremy, kau harus percaya padaku...""Percaya padamu..."Jeremy mengulangi dua kata itu bersamaan dengan munculnya segaris warna cemoohan di kedua matanya."Dia juga bicara padaku dengan cara yang sama saat itu, ingin aku mempercayainya.""Apa?" Meredith menatap Jeremy yang tanpa senyum. "Jeremy..."Pria itu membuka bibir tipisnya sedikit. "Aku sudah memberimu kesemp
"Jeremy! Jeremy, kau harus percaya padaku! Kau tak bisa menghukumku hanya karena omong kosong si Tanner gila itu! Apa kau lupa hari-hari ketika kita berada di pantai? Kau mengatakan kalau aku adalah gadis paling polos dan paling baik yang pernah kau temui! Kau mengatakan bahwa dirimu akan selalu bersamaku dan menjadikan aku pengantinmu, bahwa kau akan melindungiku dan mempercayaiku selamanya. Jeremy, Jeremy, Jeremy!"Sampai di titik ini, Meredith tak menyangka kalau Jeremy akan mengabaikannya.Melihat mobil sport itu meluncur semakin jauh, Meredith menghentakkan kakinya dalam amarah."Pelacur kau Madeline! Tak bisakah kau mati dengan tenang?!"Dia berbalik dengan marah dan memasuki villa. Melihat Jackson yang membawa tas sekolahnya dan menuju ke luar, Meredith melangkah maju sambil menyuruh pelayannya untuk pergi membeli sayuran. Perginya si pelayan hanya menyisakan dirinya dan Jackson di rumah.Jackson menatap Meredith, sepasang mata hitamnya yang indah dipenuhi dengan sikap defensif
Madeline menatap sepasang mata sedalam lautan di depannya dengan rasa ingin tahu. "Ada apa?""Aku harap kau bisa membantuku menemukan kebenaran," ucap Jeremy lembut, sepasang matanya yang dalam memohon dengan antisipasi.Setelah Madeline dengan tenang mendengarkan apa yang Jeremy ingin ia bantu, ia terkejut.Ia diam sesaat sebelum akhirnya mengangguk."Oke, saya akan membantu Anda.""Terima kasih." Jeremy lega.Pada saat ini, Madeline samar-samar melihat senyum tipis di sepasang mata Jeremy, namun senyum itu hanya sekejap berada di sana. Madeline tak pernah mengira ia bisa menjadi dirinya sendiri lagi.Jeremy membawanya ke sebuah salon kecantikan. Madeline melihat Jeremy menunjukkan selembar foto ke penata rias, dan orang itu mengangguk untuk menunjukkan kemengertian mereka.Madeline tak tahu foto apa yang Jeremy tunjukkan pada penata rias itu, namun satu jam kemudian ia melihat dirinya sendiri di cermin.Rambut panjang, gelap, dan halusnya membingkai wajahnya bersih dan anggun, member
Tetap saja bukan dia."Baguslah kalau begitu." Madeline tersenyum, puas. "Saya dengar kalau Mr. Whitman sangat membenci Madeline. Gadis itu sudah meninggal selama tiga tahun. Mengapa Anda masih menyimpan semua baju lamanya di kamar Anda?"Jeremy menatap wajah Madeline dalam-dalam saat mendengar kata-kata itu. "Bagaimana kau tahu kalau semua ini adalah baju mantan istriku?"Madeline tersenyum kalem. "Tebakan yang sangat mudah, bukan?"Mendengar pertanyaan retorik itu, Jeremy tersenyum, "Benar."Pada saat yang bersamaan, Meredith mengontak Tanner yang baru saja keluar dari rumah sakit.Tanner tak mendapatkan apa-apa tadi malam, karena ketakutan setengah mati oleh kemunculan tiba-tiba sesosok 'hantu'. Dia juga dipukuli habis-habisan oleh Jeremy sampai kehilangan satu gigi. Yang dia dapatkan hanyalah kerugian dua kali lipat.Dia langsung keluar dari rumah sakit begitu mendengar kalau menambal gigi akan menghabiskan biaya puluhan ribu dolar.Sebagai penipu, di mana dia bisa mendapatkan uang
Melihat Tanner menyerang, Madeline mengingat kembali semua kekejaman yang telah dilakukan laki-laki itu padanya.Setelah momen yang berlangsung sekejap itu, saat dirinya akhirnya bereaksi untuk menyerang balik, tiba-tiba sebuah embusan angin menderu dari belakangnya.Kedua telapak tangan Jeremy yang hangat memegangi bahunya erat-erat, membawanya ke samping.Madeline langsung dikelilingi oleh nafas hangat yang familiar namun terasa asing. Sebelum bisa melihat dengan jelas, ia melihat tangan Tanner menyapu udara sebelum akhirnya tubuh laki-laki itu menabrak pohon. Disusul dengan tangan kanan Jeremy membalikkan tubuh Tanner.Tanner tiba-tiba berteriak, "Aduh, aduh!" Namun, Jeremy tidak berhenti. Dia mengangkat kakinya, mengarahkannya ke lutut Tanner dan menendang laki-laki itu dengan kejam, memaksa Tanner untuk berlutut sebelum sekali lagi menendangnya jatuh.Madeline mengira Jeremy ingin terus memberi Tanner pelajaran, namun tiba-tiba pria itu memeluknya erat-erat, khawatir."Jangan taku
Orang yang mencari Tanner sudah pasti adalah Meredith.Madeline tahu betul, namun menurutnya Jeremy pasti tidak tahu.Pria itu selalu percaya pada Meredith secara membabi buta.Juga karena sebelumnya Jeremy telah memanjakan Meredith berulang kali hingga membuatnya sangat terluka.Namun, jika pria itu benar-benar ingin menutupi perbuatan Meredith, mengapa dia mengambil upaya ekstra untuk meminta Madeline berpura-pura menjadi dirinya yang dulu untuk mengorek semua fakta dari Tanner?Madeline mengira Jeremy akan segera pergi setelah menurunkannya, namun ia tak menyangka pria itu ternyata malah mengikutinya ke pintu apartemen.“Bolehkah aku masuk dan duduk sebentar?” Jeremy membuka sepasang bibirnya dengan ringan, meminta.Saat itu sudah larut malam. Madeline ingin menolak, tapi ia melihat tangan Jeremy yang berdarah dan memutuskan untuk membuka pintu agar pria itu bisa masuk. “Masuklah.”Ia tak berpikir kalau dirinya merasa kasihan pada Jeremy. Ia hanya ingin mendapatkan beberapa informas
Saat suara Madeline terdengar, pelukan Jeremy menjadi kosong.Sebentuk rasa kesepian yang tak berujung sejenak memenuhi hatinya. Dia sepertinya baru saja pulang setelah tersesat.Melihat wajah di hadapannya, Jeremy menyadari bahwa dia baru saja kehilangan kontrol atas ketenangannya.Dia bahkan telah menunjukkan pada wanita di depannya ini sisi sedih dan suram dari dirinya yang tidak diketahui siapa pun. Lagi pula, dia sangat merindukan pelukannya, bahkan mengharapkan gadis itu untuk merasa kasihan padanya dan memeluknya erat-erat…Ini adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.Namun dia tahu bahwa dia hanya seperti ini, semuanya karena wajah ini.Wajah yang hampir identik dengannya saat itu.“Bukankah kau bilang akan datang besok? Kenapa kau pulang begitu tiba-tiba?” Madeline mengembalikan Jeremy ke alam sadarnya dengan suaranya yang sedikit ceria.Baru kemudian dia menyadari sesuatu dan mengingat apa yang baru saja Madeline katakan. 'Tunangan saya ada di sini.’Tunangan?“Ad
Madeline menggelengkan kepalanya. “Aku masih belum cukup baik menanganinya. Jika tidak, dia tak akan mencurigaiku lagi dan lagi sebagai mantan istrinya yang terkutuk itu.”Madeline membawa kegetiran dalam emosinya ketika mengucapkan lima kata terakhir, namun dengan cepat ia tersenyum pada Felipe.“Jangan khawatirkan aku. Aku bukan lagi Madeline Crawford yang konyol dan bodoh. Aku tidak akan mengecewakanmu lewat kesempatan kelahiran kembali yang kau berikan padaku.”Felipe melengkungkan kedua sudut bibirnya dan tersenyum. Ada sentuhan misteri di mata yang terang dan dalam itu.Madeline membantunya melepas mantel yang telah basah oleh air hujan dan memberinya perlengkapan mandi baru.Felipe mandi dan setelah selesai, mengenakan jubah mandi putih, menyeka beberapa helai rambutnya yang basah dengan handuk kering.Dia memasuki kamar Madeline dengan santai. Melihat gadis kecil imut itu tidur di atas tempat tidur, Felipe perlahan membungkuk dan mendaratkan ciuman penuh kasih di pipi Lilly.“F