Tanner benar-benar ketakutan, wajahnya semakin pucat sedangkan kedua pupil matanya membesar karena rasa ngeri. “Pergi kau Madeline! Berhenti menggangguku! Aku… Aku hanya mengerjakan perintah orang yang sudah membayarku!” “Tanner Long!” Meredith dengan segera menyela laki-laki itu dan dengan gugup memanggil para pengawal. “Cepat, bawa laki-laki ini keluar!” Tanner menunjuk Meredith dengan jarinya yang gemetar, tidak mempedulikan kata-kata gadis itu. “Madeline Crawford! Kalau… Kalau kau ingin menghantui seseorang untuk membalas dendam, maka hantui dia! Semua itu adalah perintah Meredith!” Dengan kata-kata Tanner, Meredith merasa tubuhnya perlahan mendingin. Merasakan badai es yang dahsyat berputar-putar di sekelilingnya, dia tak bisa membayangkan ekspresi wajah Jeremy.. “Apa yang terjadi? Siapa laki-laki itu? Apa yang dia maksud?” Mrs. Whitman bergegas mendekat untuk bertanya. Meredith dengan panik berusaha mengganti topik pembicaraan. “Mrs. Whitman! Ini adalah Tanner Long. Dia da
Begitulah, kebenaran atas apa yang terjadi dulu akhirnya terungkap berkat ocehan Tanner. Ekspresi Jeremy seketika menggelap saat tatapan haus darah yang tak terkendali berkobar di kedua matanya. Dalam kemarahannya, dia mengirimkan sebuah tinju yang langsung menghantam keras pipi Tanner. Tanner terhuyung ke belakang, kehilangan pijakan kakinya. Pikirannya mendadak limbung dikarenakan pukulan itu. Gelas-gelas anggur dan piring-piring jatuh berhamburan di lantai dikarenakan benturan pada meja panjang di belakang Tanner. Akan tetapi, Jeremy tidak berhenti. Sebaliknya, dia menarik Tanner ke atas untuk mengirimkan dua pukulan lagi. Darah menetes dari kedua sudut bibir Tanner pada saat wajahnya menjadi tak berbentuk.Namun, tak seorang pun berani menghentikan Jeremy. Saat itu juga, pria itu tampak menakutkan dan terlalu menakutkan. Semua orang merasa kalau terlalu dekat dengannya akan membuat mereka terbakar oleh api amarah yang melanda dirinya. Jeremy terus berpikir bahwa dirinya tel
Meredith tak peduli tentang apa yang dipikirkan Old Master Whitman. Yang penting baginya adalah apa yang dipikirkan Jeremy. Matanya yang berkaca-kaca menoleh untuk melihat pria yang membeku itu. “Kau percaya padaku, benar ‘kan, Jeremy?” Nada suara Meredith lembut saat dia mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Jeremy, mencoba membuat pria itu percaya padanya.Sebaliknya, yang dia dapatkan hanyalah tatapan dingin yang dipenuhi keraguan yang menyapu tajam wajah Meredith dari kedua sudut mata Jeremy. Tanpa memberinya jawaban, pria itu pergi. “Jeremy, Jeremy…” Merasa terluka, air mata mulai berjatuhan secara kooperatif saat Meredith melihat sosok Jeremy yang menjauh. Eloise mulai menghiburnya dengan simpatik. "Tidak apa-apa, Meredith. Jeremy pintar. Aku yakin dia tak akan percaya pada kebohongan seperti itu!” Meredith mengangguk dan menghapus air matanya. “Aku akan pergi mencarinya.” “Meredith.” Eloise mendesah sedih. Mengangkat pandangannya, dia memelototi Madeline dengan ketid
Tatapan Jeremy tampak sangat muskil dan rumit. Dia menggenggam erat pergelangan tangan ramping Madeline, mengencangkan cengkeramannya inci demi inci untuk tidak membiarkan gadis itu melepaskan diri.Dia tak bisa melepaskan tangan gadis ini lagi. Dia tak bisa...Madeline bersikap santai dan tenang di depan semua keraguan Jeremy.Ia melengkungkan kedua sudut bibirnya, seolah-olah menunjukkan kekesalannya. "Jika saya tidak salah ingat, Mr. Whitman, Anda berjanji pada saya kalau Anda tak akan lagi mencurigai saya sebagai mantan istri Anda, Madeline Crawford."Mendengar jawaban gadis itu, antisipasi di mata Jeremy seakan langsung padam dan cengkeramannya pada tangan Madeline berangsur-angsur mengendur.Madeline menarik tangannya dan menyesap isi gelasnya. "Sejujurnya, sangat menjengkelkan setiap saat diperlakukan sebagai orang mati. Jika bukan karena saya takut akan rasa sakit, saya akan benar-benar mempertimbangkan untuk memberikan diri saya sebuah transformasi total."Tiba-tiba Jeremy men
...Meredith awalnya ingin memanfaatkan hari baik itu yang merupakan perayaan hari jadi Whitman Corporation yang ke-50 dan meminjam kekuatan media untuk membantu menegakkan identitas serta statusnya. Dia tak menyangka kemunculan Tanner dan Vera akan sepenuhnya mengganggu rencananya!Tak hanya itu, namun ternyata banyak terdapat berbagai macam pencarian yang dilakukan di internet yang tak bagus buatnya.Meredith hanya bisa meminta bantuan Eloise untuk menghilangkan semua pencarian itu.Meskipun semua opini publik itu telah diredam, dia masih merasa tidak nyaman jika menyangkut Jeremy.Meredith tak pernah melihat Jeremy lagi di sepanjang malam yang berlalu. Saluran teleponnya selalu sibuk ketika dia meneleponnya hingga Meredith bahkan bertanya-tanya apakah nomornya sudah diblokir.Khawatir Jeremy akan percaya semua yang dikatakan Tanner, pagi harinya Meredith pergi ke vila Jeremy untuk menunggunya. Dia juga sengaja memilih untuk tidak mengganggu atau memasuki rumah. Dia terus menunggu d
Meredith mengangguk dengan tulus. "Jeremy, apapun yang kau tanyakan, aku akan menjawabnya dengan jujur.""Oke." Sepasang mata hitam dan dalam Jeremy menatap Meredith. "Apa kau benar-benar melihat si bajingan Tanner dan Madeline berduaan?""Ya! Aku benar-benar melihat mereka dengan kedua mataku sendiri!" Meredith menjawab tanpa memikirkannya lebih dulu.Kedua mata hitam Jeremy perlahan menjadi suram dan ada suatu rasa dingin di mata tak berdasar itu.Merasakan aliran udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi berat di luar batas normal, Meredith panik, namun dia masih bersikeras. "Jeremy, apa yang aku katakan itu semuanya benar! Jeremy, kau harus percaya padaku...""Percaya padamu..."Jeremy mengulangi dua kata itu bersamaan dengan munculnya segaris warna cemoohan di kedua matanya."Dia juga bicara padaku dengan cara yang sama saat itu, ingin aku mempercayainya.""Apa?" Meredith menatap Jeremy yang tanpa senyum. "Jeremy..."Pria itu membuka bibir tipisnya sedikit. "Aku sudah memberimu kesemp
"Jeremy! Jeremy, kau harus percaya padaku! Kau tak bisa menghukumku hanya karena omong kosong si Tanner gila itu! Apa kau lupa hari-hari ketika kita berada di pantai? Kau mengatakan kalau aku adalah gadis paling polos dan paling baik yang pernah kau temui! Kau mengatakan bahwa dirimu akan selalu bersamaku dan menjadikan aku pengantinmu, bahwa kau akan melindungiku dan mempercayaiku selamanya. Jeremy, Jeremy, Jeremy!"Sampai di titik ini, Meredith tak menyangka kalau Jeremy akan mengabaikannya.Melihat mobil sport itu meluncur semakin jauh, Meredith menghentakkan kakinya dalam amarah."Pelacur kau Madeline! Tak bisakah kau mati dengan tenang?!"Dia berbalik dengan marah dan memasuki villa. Melihat Jackson yang membawa tas sekolahnya dan menuju ke luar, Meredith melangkah maju sambil menyuruh pelayannya untuk pergi membeli sayuran. Perginya si pelayan hanya menyisakan dirinya dan Jackson di rumah.Jackson menatap Meredith, sepasang mata hitamnya yang indah dipenuhi dengan sikap defensif
Madeline menatap sepasang mata sedalam lautan di depannya dengan rasa ingin tahu. "Ada apa?""Aku harap kau bisa membantuku menemukan kebenaran," ucap Jeremy lembut, sepasang matanya yang dalam memohon dengan antisipasi.Setelah Madeline dengan tenang mendengarkan apa yang Jeremy ingin ia bantu, ia terkejut.Ia diam sesaat sebelum akhirnya mengangguk."Oke, saya akan membantu Anda.""Terima kasih." Jeremy lega.Pada saat ini, Madeline samar-samar melihat senyum tipis di sepasang mata Jeremy, namun senyum itu hanya sekejap berada di sana. Madeline tak pernah mengira ia bisa menjadi dirinya sendiri lagi.Jeremy membawanya ke sebuah salon kecantikan. Madeline melihat Jeremy menunjukkan selembar foto ke penata rias, dan orang itu mengangguk untuk menunjukkan kemengertian mereka.Madeline tak tahu foto apa yang Jeremy tunjukkan pada penata rias itu, namun satu jam kemudian ia melihat dirinya sendiri di cermin.Rambut panjang, gelap, dan halusnya membingkai wajahnya bersih dan anggun, member