Sepasang mata Madeline menyipit melihat reaksi syok Jeremy. “Ada yang salah, Jeremy? Ini aku… Madeline.” “...” Madeline! Nama itu menghunjam langsung ke jantung Jeremy bagaikan sebilah pisau tajam, menghabisi nafasnya. Madeline melengkungkan kedua sudut bibirnya dengan anggun saat menerima tatapan tajam Jeremy. Ia mencondongkan tubuhnya semakin dekat. “Kenapa, Mr. Whitman? Saya pikir Andalah yang bilang pada saya untuk menghadiri perayaan hari jadi ini sebagai mantan istri Anda?” Suara lembut Madeline membungkus jantung Jeremy yang berpacu bagaikan jaring-jaring rapat.Mendengar jawaban wanita itu, Jeremy merasakan degup jantungnya perlahan melambat. ‘Jadi begitu, heh?’Menatap penampakan cantik Madeline yang bagaikan sebuah lukisan, dia merasa hatinya tenggelam dalam kesendirian. Namun, Jeremy memastikan untuk menyimpan perasaan itu dalam dirinya sendiri. Cepat namun pasti, dia menjawab dengan sebuah seringai hangat dan menggoda. “Kau di sini.” Madeline tersenyum. “Yeah, ini
Madeline tersenyum santai. “Apakah Anda melihat itu dengan kedua mata Anda sendiri, Mrs. Montgomery? Bagaimana Anda bisa sangat yakin kalau Madeline Crawford adalah benar-benar gadis tak tahu malu seperti yang Anda klaim?” “Tentu saja, aku yakin! Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa tak tahu malu dan tak punya belas kasihannya Madeline Crawford! Berkali-kali dia menyakiti putri dan cucuku yang berharga. Kematian adalah hukuman paling ringan bagi perempuan seperti dia!” Eloise mengencangkan rahangnya, melontarkan kata demi kata yang ditetesi kebencian dan rasa jijik yang dia rasakan pada Madeline. Seolah-olah kematian tidak cukup untuk memulihkan kebencian di hatinya. Beberapa detik kemudian, Madeline mendengar sebuah dengusan mencemooh dari Eloise. “Meskipun kau mungkin berpenampilan sama dengan Madeline Crawford, Miss Vera, aku harap kau menahan diri untuk tidak bertindak tanpa rasa malu seperti perempuan itu!” Dengan tatapan merendahkan, Eloise meninggalkan Madeline
Kulit wajah Tanner memucat saat dirinya menunjuk Madeline yang saat ini sedang mencuci tangan. Terkejut, dia merangkak naik dari lantai dengan tangan di dinding karena kekuatan sepertinya telah menghilang dari kakinya. Ini adalah pertama kalinya dia berpartisipasi dalam perayaan kalangan kelas atas seperti ini. Akibatnya, dia minum dalam jumlah yang banyak untuk memanfaatkan situasi sebesar-besarnya. Di bawah pengaruh alkohol, senyum menawan Madeline melayang-layang di dalam penglihatannya. Wajah gadis itu terduplikasi saat sosok-sosok itu mulai mendekatinya. Dia tak bisa bernafas! Terlalu takut untuk menatap mata Madeline, dia mulai tergagap dan bergumam. “Mad-Madeline Crawford! Kenapa kau terus menggangguku? Orang yang seharusnya kau cari adalah Meredith! Bukan aku!” Melihat Tanner gemetar ketakutan di hadapannya, Madeline melangkah dengan sepatu hak tingginya bersama dengan seulas senyuman di kedua bibirnya yang melengkung. “Kau bertanya padaku kenapa arwah Madeline menghantui
‘Untuk memulai lagi semuanya dari awal itu lebih gampang diucapkan daripada dikerjakan, Jeremy.’‘Untuk semua rasa sakit yang kau beri dan semua bekas luka fatal dan luka yang kau tinggalkan padaku tak akan pernah bisa dihapus!’ ‘Fakta bahwa aku mencintaimu adalah salah satu masa laluku.’ ‘Satu-satunya yang tersisa untukmu adalah kebencian!’Sesaat kemudian, Eloise berjalan mendekat diikuti Meredith di belakangnya. “Anda terlihat gembira, Old Master. Apa yang Anda dan nona ini sedang bicarakan?” “’Nona ini’ apa? Ini Madeline.” Tuan tua itu menekankan kata-kata itu dengan ketidaksenangan. “Bukan, Grandpa. Ini bukan Madeline. Madeline sudah mati tiga tahun lalu. Nona ini adalah Miss Vera Quinn, dia memang mirip dengan Madeline.” Meredith menerangkan sambil tersenyum, kemudian berbalik ke Jeremy. “Aku benar, ‘kan, Jeremy?” Tersenyum dia sangat yakin kalau Jeremy akan mencondongkan tubuhnya dan berbicara di telinganya. Alih-alih, pria itu malah mengerutkan keningnya dalam ketidaksukaa
Tanner Long! Gelandangan ini! Bagaimana dia bisa masuk? Kebingungan dan rasa tak tenang mengendap di perut meredith. Tanner masih menunjuk Vera, mengklaim bahwa wanita itu adalah hantu dengan mata membelalak lebar-lebar dan ketakutan tergambar di seluruh wajahnya! Itu hanya bisa berarti bahwa dia telah salah mengira Vera sebagai Madeline dan menjadi syok karenanya. Menjadi syok berarti dia nantinya bisa mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak dia katakan! Akan tetapi, kedua bibir Madeline melengkung melihat teriakan ketakutan Tanner. Dari kedua sudut matanya, ia melihat kecemasan melintasi ekspresi Meredith. Kemudian, Madeline mendekati Tanner dengan tatapan bingung. Saling mengunci tatapan dengan Madeline, ketakutan Tanner bertambah saat dia mulai berteriak. “Aaah! I-in-ini benar-benar… Ini kamu!” Ditambah dengan pengaruh alkohol, dia yakin tanpa sedikit pun keraguan bahwa hantu Madeline telah datang menghantuinya! Untuk semua hal-hal keji yang telah dia perbuat dalam hidupn
Tanner benar-benar ketakutan, wajahnya semakin pucat sedangkan kedua pupil matanya membesar karena rasa ngeri. “Pergi kau Madeline! Berhenti menggangguku! Aku… Aku hanya mengerjakan perintah orang yang sudah membayarku!” “Tanner Long!” Meredith dengan segera menyela laki-laki itu dan dengan gugup memanggil para pengawal. “Cepat, bawa laki-laki ini keluar!” Tanner menunjuk Meredith dengan jarinya yang gemetar, tidak mempedulikan kata-kata gadis itu. “Madeline Crawford! Kalau… Kalau kau ingin menghantui seseorang untuk membalas dendam, maka hantui dia! Semua itu adalah perintah Meredith!” Dengan kata-kata Tanner, Meredith merasa tubuhnya perlahan mendingin. Merasakan badai es yang dahsyat berputar-putar di sekelilingnya, dia tak bisa membayangkan ekspresi wajah Jeremy.. “Apa yang terjadi? Siapa laki-laki itu? Apa yang dia maksud?” Mrs. Whitman bergegas mendekat untuk bertanya. Meredith dengan panik berusaha mengganti topik pembicaraan. “Mrs. Whitman! Ini adalah Tanner Long. Dia da
Begitulah, kebenaran atas apa yang terjadi dulu akhirnya terungkap berkat ocehan Tanner. Ekspresi Jeremy seketika menggelap saat tatapan haus darah yang tak terkendali berkobar di kedua matanya. Dalam kemarahannya, dia mengirimkan sebuah tinju yang langsung menghantam keras pipi Tanner. Tanner terhuyung ke belakang, kehilangan pijakan kakinya. Pikirannya mendadak limbung dikarenakan pukulan itu. Gelas-gelas anggur dan piring-piring jatuh berhamburan di lantai dikarenakan benturan pada meja panjang di belakang Tanner. Akan tetapi, Jeremy tidak berhenti. Sebaliknya, dia menarik Tanner ke atas untuk mengirimkan dua pukulan lagi. Darah menetes dari kedua sudut bibir Tanner pada saat wajahnya menjadi tak berbentuk.Namun, tak seorang pun berani menghentikan Jeremy. Saat itu juga, pria itu tampak menakutkan dan terlalu menakutkan. Semua orang merasa kalau terlalu dekat dengannya akan membuat mereka terbakar oleh api amarah yang melanda dirinya. Jeremy terus berpikir bahwa dirinya tel
Meredith tak peduli tentang apa yang dipikirkan Old Master Whitman. Yang penting baginya adalah apa yang dipikirkan Jeremy. Matanya yang berkaca-kaca menoleh untuk melihat pria yang membeku itu. “Kau percaya padaku, benar ‘kan, Jeremy?” Nada suara Meredith lembut saat dia mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Jeremy, mencoba membuat pria itu percaya padanya.Sebaliknya, yang dia dapatkan hanyalah tatapan dingin yang dipenuhi keraguan yang menyapu tajam wajah Meredith dari kedua sudut mata Jeremy. Tanpa memberinya jawaban, pria itu pergi. “Jeremy, Jeremy…” Merasa terluka, air mata mulai berjatuhan secara kooperatif saat Meredith melihat sosok Jeremy yang menjauh. Eloise mulai menghiburnya dengan simpatik. "Tidak apa-apa, Meredith. Jeremy pintar. Aku yakin dia tak akan percaya pada kebohongan seperti itu!” Meredith mengangguk dan menghapus air matanya. “Aku akan pergi mencarinya.” “Meredith.” Eloise mendesah sedih. Mengangkat pandangannya, dia memelototi Madeline dengan ketid