Melihat mata Madeline yang merah karena menangis, emosi akhirnya melintas di tatapan Jeremy.Dia tak bisa mengabaikan permohonan Madeline, apalagi terus melawan keinginan wanita itu."Di bawah pintu," kata Jeremy akhirnya.Madeline dengan cepat berteriak memanggil Fabian, "Ada di bawah pintu!"Fabian berjongkok dan meraba-raba, terkejut menemukan kunci di situ.Membuka pintu, dia dan Yorick kemudian berlari ke dalam lalu menggendong Lana dan Naomi yang pingsan.Karena Lana dan Naomi telah disiram bensin, bara api berhasil mengenai mereka saat mereka sedang diangkat.Syukurlah petugas pemadam kebakaran datang tepat waktu dan berhasil memadamkan api.Lana dan Naomi dibawa ke rumah sakit di mana keduanya dinyatakan tidak berada dalam bahaya yang mengancam jiwa.Namun, ujung-ujung rambut Lana yang sudah pendek terbakar dan menjadi keriting. Aroma asap memenuhi setiap helai rambutnya.Mengetahui Lana dan Naomi baik-baik saja, Madeline masuk ke mobil dengan cemas.Dia hanya bisa membayangkan
Jeremy menelan ludah. Melepaskan Madeline, dia memaksa dirinya untuk berbalik.Dia menggunakan hari ini untuk menghabiskan waktu bersama anak-anaknya.Lilian masih memanggilnya 'Tuan', tapi itu sudah cukup untuknya.Langit menjadi gelap, dan Madeline pun pulang.Jeremy meletakkan surat cerai yang baru dia tanda tangani di depannya dan merasakan sakit kepala melanda dirinya.Dengan asumsi bahwa itu adalah racun yang bekerja dengan lambat yang dikatakan Lana, dia menahan reaksinya dan memberi Madeline senyum kecil yang lembut.“Aku tak ingin kamu menderita lagi, Linnie,” katanya lembut, “Setelah melalui banyak hal, aku jadi mengerti bahwa cinta sejati tidak berarti harus memiliki. Selama kau bahagia, aku juga bahagia. Itu sudah cukup bagiku.”Mendengar kata-kata putranya, Karen bertanya dengan cemas, “Apa maksudmu, Jeremy? Apa kau benar-benar berpisah dengan Eveline?”Dia bertanya, tapi Jeremy tidak menjawab.Karen kemudian berjalan maju lalu berdiri di samping Madeline. “Mom telah melak
“Adam?”Jeremy mengikuti sosok itu dan memastikan bahwa itu benar-benar Adam.Adam tampak tidak berbeda dari sebelumnya—masih mengenakan kacamata dan bersikap santun.Namun, pria berperilaku santun seperti itu juga telah mengambil nyawa orang lain sebagai objek eksperimen.Bagaimana mungkin Jeremy bisa memaafkan Adam atas apa yang pria itu lakukan pada Madeline?Dia percaya Adam, berpikir bahwa pria itu benar-benar membantunya ketika Madeline tidak lebih dari sebuah objek eksperimen bagi pria itu.Madeline masih tidak tahu mengapa dia begitu menentang wanita itu meminum obat penghilang rasa sakit yang diberikan Adam pada wanita itu.Adam telah sampai ke kantornya untuk mengambil berkas-berkas penelitiannya. Namun, dia tak menyangka Jeremy muncul di depan pintu begitu dia duduk.Kepanikan melintas di kedua mata Adam, tapi dia langsung menenangkan dirinya."Jeremy Whitman? Ada yang bisa aku bantu?"Mengunci pintu kantor Adam di belakangnya, Jeremy berjalan ke arah Adam dengan tatapan men
Sebagai ilmuwan gila, tidak ada yang lebih membahagiakan bagi Adam daripada mencapai hasil yang dia inginkan.Namun, satu-satunya tempat yang bisa memberinya dukungan taktis yang dia butuhkan adalah geng Stygian Johnson.Dia sendiri tidak punya kemampuan, kekayaan, atau kekuasaan.Jeremy tidak sepenuhnya mempercayai pernyataan Adam, jadi dia mengambil hasil tesnya dan pergi berkonsultasi dengan profesor yang dia kenal hanya untuk menerima jawaban yang sama.Profesor itu memberitahunya soal mutasi dalam darahnya dan menyarankannya untuk melakukan pemeriksaan tubuh menyeluruh agar penyebabnya dapat ditemukan.Namun, mengetahui penyebabnya, Jeremy juga tahu bahwa pengobatan hampir mustahil dilakukan.Memikirkan kembali dua pilihan yang Adam berikan padanya, Jeremy telah membuat keputusannya sendiri.Dia bisa saja memburu Adam dan membunuhnya, tetapi kata-kata panik Madeline menghalanginya. “Jeremy, kumohon! Kembalilah padaku, kau tidak perlu membuat kesalahan lagi!""Aku tidak akan membua
Madeline bertanya dengan rasa ingin tahu, hanya untuk menemukan senyum pahit di wajah lembut Ryan."Apa kau tahu bagaimana aku menjadi seniman amatir?" Ryan bertanya.Madeline menggelengkan kepalanya dan tersenyum. “Katakan.”Ryan menoleh dan menatap Madeline. “Kau yang membuatku menjadi seperti sekarang ini.”"Aku?" Madeline bingung ketika Ryan mulai menceritakan apa yang terjadi bertahun-tahun yang lalu.Saat itu, Madeline baru saja lulus SMA. Liburan musim panas sebelum kuliah dimulai.Madeline telah menemukan pekerjaan paruh waktu di sebuah toko makanan penutup, dan ketika suatu hari dia berjalan keluar, dia menemukan sebuah lapak karya seni di pinggir jalan.Pada saat itu, Madeline belum mulai menekuni desain perhiasan, tapi seni adalah sesuatu yang menarik minatnya. Saat berjalan melewatinya, dia mendapati karya seni itu agak menarik.Karena itu, dia mengambil satu untuk dia lihat.Saat itu, seorang pemuda mendekatinya dan bertanya dengan tenang, "Apa kau menginginkannya?"Dia te
Satu bulan telah berlalu dan Madeline tidak tahu di mana Jeremy berada. Dia mendengar dari Fabian kalau Yorick telah memarahi Lana dan perempuan itu yang sudah pulang ke Negara F sekarang.Tetap saja, bagaimana mungkin omelan bisa menjadi akhir dari semua hal yang telah dilakukan Lana?Madeline tidak bisa melupakan akhir tragis kedua orangtuanya.Sementara itu, Lana menghabiskan sebulan ini di Negara F, bergaul dengan 'teman-teman dekatnya, mereka terkadang bertanya soal wanita bernama Eveline Montgomery, yang telah membuatnya berlutut dan meminta maaf pada wanita itu. Setiap kali nama Eveline disebut-sebut, Lana akan malu pada dirinya sendiri.Tidak ada yang berani mengolok-oloknya sejak dia lahir, tapi sekarang dia menjadi bahan tertawaan semua orang!Lana tidak ingin tinggal di Negara F lagi. Ke mana pun dia pergi, rasanya semua orang di sekitarnya tahu bagaimana dia berlutut di kaki Eveline untuk meminta maaf.Semakin dia memikirkannya, semakin marah perasaannya dibuatnya. Tanpa me
Lana mengira dia salah dengar, tapi dia menyaksikan dengan jelas saat kedua bibir tipis Jeremy terbuka dan mengatakan. "Rokok."Rokok.Pria itu datang untuk meminta rokok.Sepasang mata Lana bersinar, kepanikan di dalam sorot matanya seketika menghilang.Dia tertawa sendiri. Bahkan manusia yang paling kuat pun tidak akan bisa bertahan dari siksaan racun yang perlahan-lahan membunuh mereka dari dalam.Lana berjalan ke arah Jeremy, tersenyum penuh kekaguman pada fitur-fitur sedikit transparan pria itu."Aku bisa memberimu rokok itu jika kau mau, Jeremy, tapi kau harus rela menjadi milikku." Lana menyebutkan syaratnya sambil menatap Jeremy dengan hasrat di kedua matanya.Jeremy menatap senyum keji itu dan menjawab, "Baik."Lana gembira, menatap Jeremy dengan mata mabuknya ketika dia menurunkan suaranya. "Kalau begitu, lalu bagaimana kau akan membuktikan tekadmu? Aku jadi agak takut padamu sejak di hari kau memperlakukanku seperti itu demi Eveline. Yakinkan aku?"Kata-kata Lana penuh isyar
Madeline tidak mengerti tapi segera menemukan berita tentang Jeremy memasuki hotel dengan seorang wanita berambut pendek di tengah malam sebelum pergi secara terpisah keesokan harinya.Sudah sebulan sejak Madeline tidak mengetahui kabar Jeremy. Dia tak pernah menyangka akhirnya mendapatkan kabar soal pria itu dengan cara seperti ini.Orang lain mungkin tidak mengenali wanita itu, tapi hanya dengan sekali pandang Madeline tahu pasti kalau itu adalah Lana.Madeline merasakan penglihatannya menjadi gelap untuk beberapa saat, tapi dia langsung ditarik kembali ke dunia nyata ketika Ava memanggil namanya melalui telepon.“Apa Jeremy sudah gila, Maddie? Kenapa dia bisa bersama dengan Lana?” Ava mengasihani Madeline.Madeline mencengkeram ponselnya dan memaksa dirinya untuk tenang. “Kami sudah bercerai, Ava. Dengan siapa dia memutuskan untuk menghabiskan waktunya, tidak ada hubungannya denganku.”Madeline menutup telepon dengan santai meskipun hatinya bergetar.'Kenapa, Jeremy? Apa kau benar-b