Sampai di hotelnya, Gregory langsung mandi dan bekerja di laptop-nya. Selama beberapa jam, ia tenggelam dalam pekerjaannya dan baru menyadari kalau jam telah menunjukkan tengah malam. Setelah mengecek kembali layarnya, pria itu menutup alat kerjanya dan menyimpannya di meja. Ia masuk ke dalam selimut dan menyangga kepalanya dengan kedua tangannya di bantal. Pandangannya mengarah ke atas.
Mencoba untuk memejamkan matanya, pria itu menyerah untuk tidur dan akhirnya mengambil ponselnya. Tampak ia menggeser-geser layarnya sampai berhenti. Tatapan matanya meredup dan rahangnya mengeras. Tanpa diduga, mata yang biasanya memancar dingin itu memerah dan berair. Menutup matanya, Gregory baru saja akan meletakkannya kembali saat benda itu berbunyi.Nama yang tertera di layarnya, membuat pria itu berdehem pelan. Tanpa membuka isi pesan itu, Gregory langsung menelepon si pengirim pesan yang langsung menjawabnya."Rory? Kamu belum tidur?""Belum, babe. Sebenta= Kediaman keluarga Walton. Kota CA, Amerika. Jam 7.30 malam =Pipi Lily tampak bersemu merah saat ia menutup sambungan teleponnya. Hatinya berbunga-bunga tiap kali ia mendengar suara suaminya tapi kali ini, letupan itu terasa lebih menguat. Ia merasa hubungannya dengan Gregory semakin membaik meski saat ini mereka tinggal berjauhan. Ternyata bercakap-cakap dengan pria itu tidak sesulit bayangannya selama ini, terutama saat ia masih kecil dulu.Menyimpan ponselnya di saku jaket, Lily baru saja akan melangkah pergi sambil menyeret kopernya saat ia menoleh ke atas. Wanita itu terdiam sejenak dalam berdirinya, sampai akhirnya ia memutuskan untuk naik ke lantai dua. Menelusuri lorong yang familiar itu, ia berhenti di depan sebuah pintu dan membukanya pelan. Tangannya menelusuri tembok dan menekan sakelar lampu, menerangi kamar yang tadinya gelap itu.Suasana di dalam belum berubah. Masih sama seperti yang diingatnya belasan tahun lalu. Tampaknya kedua orangtua
= Salah satu restoran steak di kota CA, Amerika. Masa sekarang ="Pesanan terakhir?""Pesanan terakhir, Chef!"Mengambil pesanan dari papan, wanita itu berteriak tegas dalam dapur itu. "Ok, guys! Pesanan terakhir malam ini! Satu steak medium rare dengan..."Tidak lama setelah instruksi itu, seluruh orang yang ada di ruangan sibuk dengan tugas masing-masing. Satu-satunya wanita yang ada di sana tidak kalah cekatan, bahkan membentak pada para pria yang berbadan lebih kekar darinya. Tidak ada yang tersenyum dan semuanya serius menangani pesanan terakhir tersebut. Kesibukan di hari itu berakhir ketika lap tangan si pimpinan dapur diletakkan di meja pantry yang telah bersih dan mengkilap. Deretan para pria yang berbaris seperti tentara itu lega tapi belum ada yang berani bergerak.Senyuman cantik terpatri di bibir wanita berambut cokelat itu, membuat wajahnya jauh melembut dibanding saat masa-masa pelayanan yang menegangkan barusan.
= Universitas A. Kota CA, Amerika =Menelusuri lorong-lorong yang masih tampak ramai, tampak sosok seorang pria yang berjalan terburu-buru. Meski tampangnya cukup panik, tapi beberapa kepala menoleh dengan pandangan tertarik. Beberapa wanita yang cukup percaya diri bahkan tersenyum padanya dan dengan tatapan kurang ajar, lelaki itu balas melemparkan senyuman yang menawan pada mereka.Jeritan melengking dari para mahasiswi di belakangnya tidak dihiraukan Fred saat ia berjalan menjauhi sekumpulan lebah-lebah betina itu di belakang. Langkah kakinya akhirnya berhenti di depan sebuah pintu kayu yang kokoh. Meski sudah meninggalkan tempat ini belasan tahun, tapi tetap saja ia berdebar-debar. Ia seolah tengah di panggil ke kantor kepala sekolah karena melakukan kenakalan.Ketukannya yang mantap dijawab dengan samar dan pria itu pun membuka pintunya.Hal pertama yang dilihat Fred di dalam adalah raut sebal seorang pria berusia sekitar akhir 60-an.
Frederick Harrington bisa merasakan tubuhnya mulai gemetar. Kedua tangannya mencengkeram kuat kayu kursinya. Cairan di tenggorokannya mengering seketika, saat ia mendengar kelanjutan cerita prof. Declan yang duduk di depannya. Tampak pria tua itu tidak menyadari reaksi tamunya karena sedang tenggelam dalam masa lalu yang merupakan penyesalan terdalamnya."Butuh waktu cukup lama untuk mengetahui hal ini dan sayangnya, Garrett sudah keluar dari kampus. Kami berusaha melakukan pemanggilan kembali, terutama karena hal ini bisa dikatakan sebagai tindakan kriminal tapi gadis itu mengganti nomor kontaknya. Saat menelusuri rumahnya pun, dikatakan keluarganya sudah pindah. Tidak ada yang tahu mereka kemana, padahal kasus ini dapat diperkarakan."Mengetuk-ngetuk map yang masih terbuka itu, kembali prof. Declan menghembuskan nafasnya berat."Ini adalah penyesalanku yang terdalam, Harrington. Aku tidak mampu membelanya saat itu. Fakta yang kutemukan sudah terlambat un
= Flashback kejadian hampir 17 tahun yang lalu. Universitas A. Kota CA ="Dimana Fred?"Pria yang tadinya menunduk itu menengadah dari ponselnya dan menatap malas. "Cari di sana. Biasanya dia sedang menerima service dari salah satu gadis bodoh yang memujanya."Paham dengan maksud itu, Andrea segera melangkah ke lokasi yang ditunjuk. Jari-jarinya memegang gagang pintu dan langsung membukanya lebar. Sama sekali tidak mengira kalau pemandangan yang ada di depannya benar-benar di luar bayangannya sore itu.Wajah gadis itu membeku dan matanya terpusat pada pasangan m*sum yang sedang memepet ke tembok. Tampak tubuh seorang gadis tidak berpakaian sedang dipepet oleh pria di belakangnya. Tidak jauh berbeda dengan si gadis, lelaki itu hanya mengenakan celana jins yang sudah melorot, memperlihatkan b*kong serta pahanya yang terlihat sedang berkontraksi.Tidak perlu orang pintar untuk mencerna situasi yang sedang terjadi, dan kedua orang itu menoleh
Sejak kejadian itu, hubungan Andrea dan Fred sedikit merenggang. Keduanya masih sering berdiskusi dan juga mengobrol santai, tapi itu jika ada orang lain di sekitar mereka. Saat hanya berdua saja, tiba-tiba gadis itu menghilang atau pergi karena alasan yang tidak masuk di akal pria itu.Seiring waktu, fokusnya yang tertuju pada Andrea membuat pria muda itu tanpa sadar mulai meninggalkan kehidupan playboy-nya. Casanova yang tadinya harus selalu memiliki kencan berbeda di tiap minggunya, kini sering menghabiskan waktunya sendirian saja di rumah.Seperti malam ini, Fred duduk di dapur dan memutar-mutar gelasnya. Tampangnya termenung dan murung."Oh? Kau masih di sini?"Kepala Fred menoleh dan tampak Gregory masuk ke dapur dan membuka kulkas. Pria tinggi itu mengambil botol susu dan menuangkan isinya ke dalam mug."Kau minum susu malam-malam begini?""Aku lapar."Kembali menundukkan kepalanya, Fred bergumam pelan. "Aku rindu
Ruangan rawat itu menjadi cukup ramai dengan kehadiran para pengunjung malam itu. Mereka sampai harus sedikit diusir oleh seorang perawat, saat waktu sudah cukup larut."Tuan dan Nyonya, mohon dapat memberi waktu bagi pasien untuk istirahat dulu. Ini untuk kesembuhannya. Kalian bisa berkunjung lagi besok di jam yang sama, dan sebaiknya tidak seramai sekarang."Tidak enak dengan pengusiran itu, pasangan suami-isteri Walton akhirnya pamit. Disusul dengan anak-anak mereka beserta dengan teman-temannya. Sampai akhirnya tinggallah Rod beserta Andrea di sana.Mengusap rambut Fred yang tebal, Rod menghela nafasnya kasar. "Cepatlah sembuh, son. Jangan membuatku khawatir lagi."Mendengar itu, Fred tersenyum lebar. Ia tahu ayahnya menyayangi anak-anaknya, meski sikapnya keras."Aku akan sembuh, pap. Badanku kuat. Jangan terlalu cemas."Mengacak rambut anaknya sekali lagi, Rod mengangguk. Ia baru saja akan pergi saat menatap Andre
Beberapa minggu setelah itu berlangsung sangat cepat, dan Fred akhirnya bisa kembali dalam kehidupannya sebagai mahasiswa lagi. Sama sekali tidak tampak bekas-bekas lukanya saat pria itu datang ke kampus dan berlatih seperti biasa. Meski dilarang Rod, tapi ia berkeras membawa kampusnya menjadi juara dalam pertandingan terakhir sebelum ia memutuskan untuk mundur nanti. Semuanya berjalan baik. Perkuliahannya baik, latihannya lancar, bahkan para gadis-gadis pun kembali mulai mengelilinginya seperti biasa. Ia hanya tinggal menunjuk dengan jarinya dan mereka pun jatuh ke tangannya. Masalah terbesarnya adalah, ia tidak lagi tertarik pada mereka. Pemandangan tubuh-tubuh seksi di depan matanya menjadi hal yang sangat biasa dan membuatnya tidak bern*fsu lagi. Ia juga bosan menatap wajah-wajah yang terpoles tebal atau bahkan telah mendapat perbaikan di sana-sini dari seorang dokter ahli.Fred bosan, sampai ia mempertanyakan kejantanannya. Ia mulai meragukan dirinya masih me
= Beberapa minggu, hampir satu bulan setelah kejadian di apartemen Kyle ="Apa yang kau lakukan, Kyle? Bukan seperti ini rencana kita! Kau bilang hanya ingin membuat Fred dan Andrea putus dengan membuatnya cemburu padaku! Tidak pernah kau bilang akan menyebarkan foto-foto Frederick yang seperti itu di kampus!" Kekehan terdengar dari Kyle yang masih santai dengan dumbbell-nya. Ia asyik menatap bayangannya sendiri."Memangnya kenapa? Semuanya mulus, kan? Frederick terkena batunya, seperti keinginan kita.""Tapi tidak dengan Andrea! Tidak ada rencana membuat Andrea dikeluarkan, bruv! Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas! Aku akan mengatakannya pada prof. Dec untuk mempertimbangkan kembali!"Melihat Keith akan keluar ruangan dengan marah, dengan santai Kyle meletakkan dumbbell-nya ke lantai."Memangnya apa yang mau kau bilang ke orangtua itu? Kalau aku yang menyebarkan foto-foto Frederick? Apa kau punya bukti aku yang melakukann
Selama beberapa waktu, Lorelai latihan bersama Kyle di ruangan gym milik pria itu. Apartemen Kyle cukup mewah dan pria itu merubah salah satu kamar tamunya menjadi ruangan latihan yang berisi beberapa peralatan mahal. Pria itu senang menghabiskan waktu di sana untuk latihan, sekaligus mengagumi dirinya sendiri karena dinding-dindingnya diubah menjadi cermin yang besar dan memenuhi ruangan.Tampak lelaki itu membantu Lorelai untuk melakukan peregangan dan tangannya berada di perut gadis itu yang rata. Matanya yang hijau menelusuri tubuh gadis itu yang meski masih berusia 15 tahun, tapi sudah terbentuk sempurna. Kedua asetnya tampak menggiurkan dan kakinya yang jenjang terlihat seksi. Gadis itu sangat seksi, dan sayangnya ia tidak tertarik. Ia jauh lebih tertarik pada kakak-kakak lelakinya yang s*alnya, justru menunjukkan rasa tidak suka padanya.Karena kesal, tanpa sadar salah satu telapak Kyle justru mer*mas d*da Lorelai kuat dan membuat gadis itu tertegun. Kedua p
= Flashback hampir 18 tahun yang lalu. Salah satu cafe, kota CA. Amerika ="Aku akan melakukannya malam ini. Kau ikut?"Pria muda di depannya tampak menunduk menatap minumannya sendiri. Tampangnya gugup."Kyle... Apa kau yakin-""Kau ini mau membantuku atau tidak!?" Nada suara saudaranya yang tinggi membuat Keith mendongak. Ia menelan ludah saat melihat ekspresi Kyle yang keras dan penuh kemarahan."Aku tentu saja mau membantumu, bruv. Tapi cara ini...""Kau sudah lupa yang dilakukan orang s*alan itu padaku? Dia menghajarku habis-habisan, mate! Dan dia melakukannya setelah mel*cehkan aku! Saudaranya pun tahu kekurangan orang kurang ajar itu, tapi malah diam saja dan justru memusuhiku! Kau tahu dia tidak suka padaku, kan?"Menghela nafasnya, Keith memandang Kyle skeptis. "Tapi dia tidak ada hubungannya, bruv. Apa kau tega memanfaatkannya? Anak itu masih polos dan tidak harus bertanggungjawab untuk kelakuan kakak
Mata indah Claudia membesar, dan wanita itu perlahan mundur ke belakang."Keith...?"Di depan matanya, terlihat Keith menggenggam benda besi berkilat di tangannya. Pria itu menodongkannya ke arahnya dengan raut muka yang kosong dan datar.Jantung Claudia berdebar kencang dan ia mengangkat kedua tangannya hati-hati."Keith. Turunkan benda berbahaya itu. Kau tidak tahu cara menggunakannya."Komentar itu membuat Keith akhirnya mengeluarkan dengusan dan juga tawa kecil. Tatapannya tampak geli."Kau bilang, aku tidak tahu caranya? Justru aku sangat tahu, Kyle. Apa kau tidak tahu kalau paman Keifer sering mengajakku berburu menggantikanmu? Kau yang terlalu pengecut melihat darah, sering bersembunyi di balik alasan latihan untuk pertandingan. Aku bukan banci seperti dirimu, Kyle Young karena aku sangat tahu bagaimana cara menggunakan senjata api. Apapun jenisnya!"Rahang Claudia mengeras dan terdengar aliran nafas yang kencang
= Salah satu apartemen mewah. Kota NY. Sekitar 5 hari kemudian =Dalam apartemen yang hampir kosong itu, terserak beberapa kotak sudah penuh yang terisi berbagai macam barang. Apartemen yang tadinya mewah dan rapih itu kini terlihat kotor dan tidak terpelihara. Beberapa pajangannya sudah tidak ada karena dijual. Sisanya, sebagian masuk ke dalam kotak. Tampak seseorang yang sedang berdiri di tengah ruangan terlihat frustasi dan melempar ponselnya kesal ke arah sofa. Ia hampir saja membantingnya tadi ke lantai, kalau tidak ingat keadaannya saat ini.Salah satu kakinya menendang kotak yang berisi barang yang asal-asalan dimasukkan ke dalamnya."S*alan!?"Sangat kesal, Claudia berteriak sangat kencang dalam ruangan itu beberapa kali. Ia sangat frustasi, tapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Ayahnya masuk penjara, sepupunya menghilang entah ke mana. Ia sendiri tidak bisa ke kantor YnY Inc. karena perusahaannya telah disegel dan masih menung
Setelah kepergian Maverick, pasangan suami-isteri itu tampak membereskan meja makan. Menatap Lily yang tengah melipat lap-nya, Gregory sedikit bersender ke meja pantry."Bagaimana menurutmu dia?""Dia? Maksudmu ayahmu?""Hmm."Menyimpan lap-nya di meja pantry, Lily ikut bersender di sebelah suaminya. Wanita itu tampak berfikir."Dia sebenarnya mirip denganmu. Kaku seperti kanebo kering. Pertama melihatnya pun aku sedikit takut.""Kanebo kering? Memangnya, aku sekaku itu?"Pertanyaan itu membuat Lily tertawa kecil. "Memangnya kamu tidak sadar? Kamu itu kaku, Greg. Dari dulu sampai sekarang, banyak orang yang takut padamu. Anak magang di kantor pun begitu. Mereka lebih suka bertanya pada Mike dibanding padamu. Mungkin kalau tidak sekaku itu, akan banyak orang mendekatimu. Termasuk para agen pemasaran di sebelah kantor kita."Baru sadar dengan kata-katanya, Lily terdiam. Wanita itu tampak berfikir dan memandang sua
"KEITH!? KAU MEMANG B*NGSAT!? B*JINGAN KAU!?"Tidak terhindar lagi, sebuah bogem yang keras mendarat di wajah Keith yang mulus dan membuat tubuh pria tampan itu terdorong ke tembok. Fred hampir saja maju lagi, saat melihat tetesan darah di lantai. Pria itu segera menahan saudara angkatnya yang juga ingin mendaratkan hantaman di wajah tamunya."Jangan, Greg. Dia terjangkit HIV. Lebih baik hati-hati."Kata-kata itu membuat Gregory mundur dan menghela nafasnya. Sepertinya, ia memang tidak boleh berbuat tindakan kekerasan lagi. Kepalanya menggeleng dan ia menyerahkan keputusan pada Fred yang menepuk pundaknya. Tampak bibir adiknya memberikan senyuman kecut padanya."Biar aku yang membereskannya. Hal ini tidak akan pernah selesai kalau dilanjutkan dengan kekerasan.""Enak saja kau ngomong begitu! Kau sudah puas karena telah menghajarnya, Frederick!"Kembali Fred menepuk pundak Gregory. "Sudahlah. Aku cukup khilaf tadi."Kedua
= Apartemen Gregory & Lily =Suara pintu yang tertutup membuat Lily menongolkan kepalanya dari dapur. "Greg? Kamu datang?""Yes, baby. Aku sudah pulang." Gregory menggantungkan mantelnya ke lemari dan menyimpan ranselnya.Langkah pria itu membawanya ke dapur. "Kamu masak apa?"Raut Lily tampak bersalah dan ia meringis. "Maaf, aku tidak memasak. Aku hanya menghangatkannya saja. Tapi aku pulang dari rumah sudah cukup sore, dan tidak sempat kalau masak."Memeluk isterinya, Gregory memberinya ciuman sayang. "Tidak masalah, Red. Asal jangan membuatmu capek saja, aku tidak masalah memakan masakan jadi."Bibir wanita itu mencium suaminya beberapa kali dan menariknya ke meja makan."Hanya sekali saja. Aku janji, kalau nanti rumah kita sudah jadi, aku akan memasak makanan enak untukmu."Pria itu terkekeh dan keduanya mulai menikmati makan malam mereka. Setelahnya, pasangan itu bersantai di ruang keluarga sambil menonton
= Kantor konsultan Ashley & associates. Kota SD ="Bagaimana kabarmu?""Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya, Tuan Rothschild."Jawaban yang tulus itu membuat Maverick mengerjap. Ia menatap sosok anaknya yang terlihat jauh lebih lembut dan lebih positif dibanding tahun kemarin. Sangat jelas, pria itu bahagia dengan kehidupannya.Pria baya itu menghela nafasnya dalam. Matanya menelusuri sejumlah orang yang tampak lalu-lalang di luar ruangan kantor Gregory yang berjendela kaca. Semua orang tampak sibuk, mencerminkan cukup banyak project yang diterima konsultan akhir-akhir ini. Dalam hatinya, Maverick merasa bangga untuk anaknya."Aku tidak melihat isterimu. Dia tidak datang hari ini?"Suara rendah Gregory terdengar melembut samar. "Lily sedang ada di rumah kami, mengurus interior-nya."Kepala Maverick berpaling dan memandang anaknya. "Kalian sudah punya rumah sendiri?""Baru saja jadi, tapi interiornya