= Salah satu klub malam di kota CA. Jam 11.00 malam =Di salah satu meja dekat pojokan, tampak gerombolan beberapa orang pria berkumpul dan tertawa-tawa. Mereka semuanya tampak gembira tapi satu sama lain saling tahu, tawa canda itu hanyalah kamuflase dari betapa stress-nya kehidupan mereka saat ini. Tapi tentu saja, tidak akan ada seorang pun mengakuinya. Empat orang itu adalah teman satu alumni, yang membentuk geng sejak jaman sekolah. Mereka tergabung dalam 1 kelompok yang sama karena satu dari dua alasan, latar belakang orangtua atau mereka adalah salah satu dari pria-pria populer di sekolah. Setelah lulus, keempat orang itu berpisah karena mengambil kampus berbeda kota namun hubungan pertemanan itu tetap berlangsung hingga sekarang. Setiap beberapa tahun sekali, biasanya salah satu dari mereka akan menginisiasi temu kangen untuk saling mengetahui kabar masing-masing. Hal ini karena ada dari mereka telah menikah, atau memutuskan pindah ke negara lain. Hari ini adalah pertemuan m
= Rumah Harrington. Keesokan paginya, jam 06.30 ="Greg. Mengenai tadi malam, kita harus bicara."Meletakkan piring terakhir di rak, pria itu menoleh padanya dan tatapannya sedingin salju yang mulai turun."Kalau kamu minta cerai maka silahkan bermimpi, Red. Sampai kapan pun, aku tidak akan menceraikanmu.""Kenapa?""Karena kamu isteriku. Aku menginginkanmu sebagai isteriku, Red. Aku tidak main-main saat memintanya."Selama beberapa saat, keduanya saling menatap tajam sampai akhirnya Lily memijat pelipisnya."Baiklah. Aku minta maaf sudah membuatmu tidak nyaman, Greg. Bukan maksudku menuduhmu seperti itu, karena tadinya aku fikir kamu menikah denganku hanya karena rasa bersalah. Kamu harus tahu, aku sudah memaafkanmu karena peristiwa 5 tahun lalu dan tidak ingin membebanimu dengan itu. Aku juga tidak mau menghalangimu untuk dapat bersama wanita yang benar-benar kamu inginkan dan cintai. Aku tidak sejahat itu untuk membalas dendam padamu, Rory."Ekspresi Gregroy yang berubah drastis, m
"Duduklah, Liliana."Tersenyum ragu, Lily mengambil tempat di depan Rod. Keduanya dipisahkan dengan sebuah meja kayu besar yang terbentang. Tampak jelas, ini adalah tempat biasanya pria tua itu bekerja. Saat mengingat peristiwa tadi malam, ia cukup bersyukur Gregory masih punya cukup akal sehat untuk membawanya ke kamar tidur.Mengamati ekspresi wanita muda di depannya, mata Rod menelisik meja besar di depannya. Tampak pria itu sedikit memundurkan tubuh ke kursinya dan jari telunjuknya mengarah ke atas meja itu."Jangan katakan kalau kalian melakukannya di atas sini?"Pertanyaan itu membuat Lily malu setengah mati. Sekuat tenaga, wanita itu menahan keinginan untuk lari dari sana. "Ti- Tidak, paman Rod. Aku dan Greg tidak melakukannya di sini.""Oh, baguslah kalau begitu."Komentar santai itu membuat Lily mendongak dan menatap Rod yang sedang membuka laci-laci kerjanya. Setelah menemukan yang dicarinya, raut pria tua itu sumringah. Tampak ia mengeluarkan beberapa barang dan sedikit men
"Jadi, kalian berdua bisa membantuku kan?"Pasangan di depannya tampak saling berpandangan, sampai sang pria akhirnya menatap tamu di depannya."Georgie. Kami kira ini bukan ide bagus. Menyembunyikan anak itu dari ayahnya-""Aku tidak menyembunyikannya, Rod! Aku hanya melindunginya dari dominasi pria itu dan keluarganya!""Sebenarnya, dominasi seperti apa yang kau maksud Georgie? Karena aku masih tidak mengerti.""Keluarga Mave ingin mengambilnya dariku! Dengan alasan memberikan pendidikan dan lingkungan yang baik untuk anak itu. Kalau kau jadi aku, apa kau akan memberikan anakmu begitu saja, Shannon?"Cukup bingung dengan kata-kata temannya, wanita bernama Shannon itu berkata hati-hati."Apa yang salah dengan memberikan pendidikan yang baik pada anakmu, Georgie? Dengan latar belakang suamimu, bukannya ia lebih dari mampu untuk membiayai kehidupan anakmu hingga ia cukup umur nanti? Kehidupannya akan sangat terjamin ke depannya.""Maksudmu, Benedict akan lebih bahagia bila bersama deng
Butuh waktu beberapa bulan bagi pasangan Harrington untuk membuat Gregory terbiasa dengan kehadiran anggota baru. Awalnya sulit, tapi anak itu sepertinya cukup mudah diberikan pengertian karena kemampuan kognitifnya yang baik. Dengan ketelatenan, pada akhirnya ia dapat menerima sosok kecil itu dan bahkan memanggilnya dengan 'frere' menggantikan 'Frederick' yang masih cukup sulit diucapkan lidah cadelnya.Seiring berjalannya waktu, anak itu pun mulai belajar mengungkapkan diri dan perasaan melalui kata-kata. Ia sudah bisa mengatakan dirinya marah, senang, sedih pada orangtua angkatnya. Anak itu juga tampak menganggap Frederick sebagai adik lelakinya dan sering mengajaknya bermain bersama.Sayangnya, kebahagiaan kecil itu retak saat kehadiran Georgiana kembali dalam hidupnya."Akhirnya, kau mau datang juga Georgie. Setelah sekian lama."Tidak memberikan tanggapan terhadap kata-kata dingin Rod, Georgiana menatap Shannon."Kapan kalian akan pindah?""Minggu depan. Aku tidak mengira kau aka
"Jadi. Bagaimana pendapatmu, Gregory?"Tampang remaja tanggung itu hanya datar dan dirinya menoleh ke arah halaman. Matahari sore menyinari wajahnya, membuat profile remaja yang sedang duduk itu terlihat seperti siluet yang sempurna."Terserah saja."Jawaban tidak peduli itu membuat Shannon menatap suaminya. Tampak Rod menghela nafasnya dalam."Kid. Kalau kau memang tidak mau tinggal di sini, lebih baik kau bilang sekarang. Kau harus tahu, kalau kau memutuskan tinggal maka kau harus ikut aturan. ATURANKU. Kau tidak bisa seenaknya seperti waktu kau tinggal bersama ibumu. Kau mengerti?"Seperti yang diduganya, anak muda itu tidak menjawab. Ia malah menumpukan satu tangan ke pipinya dan kembali memandang halaman di depannya dengan tatapan tidak peduli.Tahu suaminya mulai naik pitam, Shannon menepuk bahu Rod dan mengangguk."Greg. Kami akan bicara dengan maman-mu sebentar. Kau masih punya waktu memikirkannya, sebelum mengambil keputusan. Ingat, kau bukan hanya akan tinggal selama 1-2 bul
= Rumah sakit St. Collins. Jam 13.00 ="Bagaimana papa?"Mendongak menatap suaminya, Lily mengangguk. "Sudah lebih baik. Setelah makan siang, ia telah diberi obat yang dapat membantunya untuk tidur."Terasa tangan pria itu mengelus kepalanya dan mer*mas bahunya pelan. Seperti biasa, sentuhan dari lelaki itu selalu mampu membuat tubuh Lily merasa rileks dan terlindungi."Lily. Ada yang perlu aku bicarakan denganmu. Penting. Papa-mu bisa ditinggal sebentar?"Merapihkan selimut ayahnya, kembali Lily mengangguk. Ia pun berdiri hati-hati dari duduknya."Tentu. Mau di kantin saja sekalian makan siang? Aku cukup lapar."Mengambil tangan isterinya, tatapan Gregory terlihat melembut. Ia menarik tangan mungil itu pelan."Ayo. Aku juga sudah lapar."Beberapa menit kemudian, pasangan itu telah menghabiskan hidangan yang ada di depan mereka hingga tandas. Sangat jelas, kalau keduanya kelaparan.Melap mulutn
Beberapa jam kemudian, tampak empat pria tadi berdansa dengan liar di antara kerumunan orang-orang yang tidak mengenal satu sama lain. Suara musik membahana di sekitar mereka, disertai dengan kilasan-kilasan cahaya lampu membutakan. Hormon-hormon yang kelaparan secara otomatis mencari pasangannya, dan beberapa dari pasangan itu melipir untuk mencari pojokan gelap demi memuaskan h*sratnya.Merasakan elusan di adik kecilnya, Fred menunduk dan tampaklah di depannya sosok gadis berusia tidak lebih dari 20 tahun yang dari tadi memepetnya di lantai dansa. Gadis itu memeluk lehernya erat dan mereka pun berciuman panas. Pria itu menanggapi dengan menangkup pipi b*kong wanita itu kencang dan memberi r*masan di sana. Ia mulai ter*ngsang. Seluruh otot-ototnya terasa berkedut meminta pelepasan. Memberi tekanan pada pinggang si gadis, Fred mengamati wajahnya lebih intens. Di antara kumpulan kabut n*fsu dan minuman keras yang tadi diteguknya, pikiran pria itu masih waras dan me
= Beberapa minggu, hampir satu bulan setelah kejadian di apartemen Kyle ="Apa yang kau lakukan, Kyle? Bukan seperti ini rencana kita! Kau bilang hanya ingin membuat Fred dan Andrea putus dengan membuatnya cemburu padaku! Tidak pernah kau bilang akan menyebarkan foto-foto Frederick yang seperti itu di kampus!" Kekehan terdengar dari Kyle yang masih santai dengan dumbbell-nya. Ia asyik menatap bayangannya sendiri."Memangnya kenapa? Semuanya mulus, kan? Frederick terkena batunya, seperti keinginan kita.""Tapi tidak dengan Andrea! Tidak ada rencana membuat Andrea dikeluarkan, bruv! Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas! Aku akan mengatakannya pada prof. Dec untuk mempertimbangkan kembali!"Melihat Keith akan keluar ruangan dengan marah, dengan santai Kyle meletakkan dumbbell-nya ke lantai."Memangnya apa yang mau kau bilang ke orangtua itu? Kalau aku yang menyebarkan foto-foto Frederick? Apa kau punya bukti aku yang melakukann
Selama beberapa waktu, Lorelai latihan bersama Kyle di ruangan gym milik pria itu. Apartemen Kyle cukup mewah dan pria itu merubah salah satu kamar tamunya menjadi ruangan latihan yang berisi beberapa peralatan mahal. Pria itu senang menghabiskan waktu di sana untuk latihan, sekaligus mengagumi dirinya sendiri karena dinding-dindingnya diubah menjadi cermin yang besar dan memenuhi ruangan.Tampak lelaki itu membantu Lorelai untuk melakukan peregangan dan tangannya berada di perut gadis itu yang rata. Matanya yang hijau menelusuri tubuh gadis itu yang meski masih berusia 15 tahun, tapi sudah terbentuk sempurna. Kedua asetnya tampak menggiurkan dan kakinya yang jenjang terlihat seksi. Gadis itu sangat seksi, dan sayangnya ia tidak tertarik. Ia jauh lebih tertarik pada kakak-kakak lelakinya yang s*alnya, justru menunjukkan rasa tidak suka padanya.Karena kesal, tanpa sadar salah satu telapak Kyle justru mer*mas d*da Lorelai kuat dan membuat gadis itu tertegun. Kedua p
= Flashback hampir 18 tahun yang lalu. Salah satu cafe, kota CA. Amerika ="Aku akan melakukannya malam ini. Kau ikut?"Pria muda di depannya tampak menunduk menatap minumannya sendiri. Tampangnya gugup."Kyle... Apa kau yakin-""Kau ini mau membantuku atau tidak!?" Nada suara saudaranya yang tinggi membuat Keith mendongak. Ia menelan ludah saat melihat ekspresi Kyle yang keras dan penuh kemarahan."Aku tentu saja mau membantumu, bruv. Tapi cara ini...""Kau sudah lupa yang dilakukan orang s*alan itu padaku? Dia menghajarku habis-habisan, mate! Dan dia melakukannya setelah mel*cehkan aku! Saudaranya pun tahu kekurangan orang kurang ajar itu, tapi malah diam saja dan justru memusuhiku! Kau tahu dia tidak suka padaku, kan?"Menghela nafasnya, Keith memandang Kyle skeptis. "Tapi dia tidak ada hubungannya, bruv. Apa kau tega memanfaatkannya? Anak itu masih polos dan tidak harus bertanggungjawab untuk kelakuan kakak
Mata indah Claudia membesar, dan wanita itu perlahan mundur ke belakang."Keith...?"Di depan matanya, terlihat Keith menggenggam benda besi berkilat di tangannya. Pria itu menodongkannya ke arahnya dengan raut muka yang kosong dan datar.Jantung Claudia berdebar kencang dan ia mengangkat kedua tangannya hati-hati."Keith. Turunkan benda berbahaya itu. Kau tidak tahu cara menggunakannya."Komentar itu membuat Keith akhirnya mengeluarkan dengusan dan juga tawa kecil. Tatapannya tampak geli."Kau bilang, aku tidak tahu caranya? Justru aku sangat tahu, Kyle. Apa kau tidak tahu kalau paman Keifer sering mengajakku berburu menggantikanmu? Kau yang terlalu pengecut melihat darah, sering bersembunyi di balik alasan latihan untuk pertandingan. Aku bukan banci seperti dirimu, Kyle Young karena aku sangat tahu bagaimana cara menggunakan senjata api. Apapun jenisnya!"Rahang Claudia mengeras dan terdengar aliran nafas yang kencang
= Salah satu apartemen mewah. Kota NY. Sekitar 5 hari kemudian =Dalam apartemen yang hampir kosong itu, terserak beberapa kotak sudah penuh yang terisi berbagai macam barang. Apartemen yang tadinya mewah dan rapih itu kini terlihat kotor dan tidak terpelihara. Beberapa pajangannya sudah tidak ada karena dijual. Sisanya, sebagian masuk ke dalam kotak. Tampak seseorang yang sedang berdiri di tengah ruangan terlihat frustasi dan melempar ponselnya kesal ke arah sofa. Ia hampir saja membantingnya tadi ke lantai, kalau tidak ingat keadaannya saat ini.Salah satu kakinya menendang kotak yang berisi barang yang asal-asalan dimasukkan ke dalamnya."S*alan!?"Sangat kesal, Claudia berteriak sangat kencang dalam ruangan itu beberapa kali. Ia sangat frustasi, tapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Ayahnya masuk penjara, sepupunya menghilang entah ke mana. Ia sendiri tidak bisa ke kantor YnY Inc. karena perusahaannya telah disegel dan masih menung
Setelah kepergian Maverick, pasangan suami-isteri itu tampak membereskan meja makan. Menatap Lily yang tengah melipat lap-nya, Gregory sedikit bersender ke meja pantry."Bagaimana menurutmu dia?""Dia? Maksudmu ayahmu?""Hmm."Menyimpan lap-nya di meja pantry, Lily ikut bersender di sebelah suaminya. Wanita itu tampak berfikir."Dia sebenarnya mirip denganmu. Kaku seperti kanebo kering. Pertama melihatnya pun aku sedikit takut.""Kanebo kering? Memangnya, aku sekaku itu?"Pertanyaan itu membuat Lily tertawa kecil. "Memangnya kamu tidak sadar? Kamu itu kaku, Greg. Dari dulu sampai sekarang, banyak orang yang takut padamu. Anak magang di kantor pun begitu. Mereka lebih suka bertanya pada Mike dibanding padamu. Mungkin kalau tidak sekaku itu, akan banyak orang mendekatimu. Termasuk para agen pemasaran di sebelah kantor kita."Baru sadar dengan kata-katanya, Lily terdiam. Wanita itu tampak berfikir dan memandang sua
"KEITH!? KAU MEMANG B*NGSAT!? B*JINGAN KAU!?"Tidak terhindar lagi, sebuah bogem yang keras mendarat di wajah Keith yang mulus dan membuat tubuh pria tampan itu terdorong ke tembok. Fred hampir saja maju lagi, saat melihat tetesan darah di lantai. Pria itu segera menahan saudara angkatnya yang juga ingin mendaratkan hantaman di wajah tamunya."Jangan, Greg. Dia terjangkit HIV. Lebih baik hati-hati."Kata-kata itu membuat Gregory mundur dan menghela nafasnya. Sepertinya, ia memang tidak boleh berbuat tindakan kekerasan lagi. Kepalanya menggeleng dan ia menyerahkan keputusan pada Fred yang menepuk pundaknya. Tampak bibir adiknya memberikan senyuman kecut padanya."Biar aku yang membereskannya. Hal ini tidak akan pernah selesai kalau dilanjutkan dengan kekerasan.""Enak saja kau ngomong begitu! Kau sudah puas karena telah menghajarnya, Frederick!"Kembali Fred menepuk pundak Gregory. "Sudahlah. Aku cukup khilaf tadi."Kedua
= Apartemen Gregory & Lily =Suara pintu yang tertutup membuat Lily menongolkan kepalanya dari dapur. "Greg? Kamu datang?""Yes, baby. Aku sudah pulang." Gregory menggantungkan mantelnya ke lemari dan menyimpan ranselnya.Langkah pria itu membawanya ke dapur. "Kamu masak apa?"Raut Lily tampak bersalah dan ia meringis. "Maaf, aku tidak memasak. Aku hanya menghangatkannya saja. Tapi aku pulang dari rumah sudah cukup sore, dan tidak sempat kalau masak."Memeluk isterinya, Gregory memberinya ciuman sayang. "Tidak masalah, Red. Asal jangan membuatmu capek saja, aku tidak masalah memakan masakan jadi."Bibir wanita itu mencium suaminya beberapa kali dan menariknya ke meja makan."Hanya sekali saja. Aku janji, kalau nanti rumah kita sudah jadi, aku akan memasak makanan enak untukmu."Pria itu terkekeh dan keduanya mulai menikmati makan malam mereka. Setelahnya, pasangan itu bersantai di ruang keluarga sambil menonton
= Kantor konsultan Ashley & associates. Kota SD ="Bagaimana kabarmu?""Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya, Tuan Rothschild."Jawaban yang tulus itu membuat Maverick mengerjap. Ia menatap sosok anaknya yang terlihat jauh lebih lembut dan lebih positif dibanding tahun kemarin. Sangat jelas, pria itu bahagia dengan kehidupannya.Pria baya itu menghela nafasnya dalam. Matanya menelusuri sejumlah orang yang tampak lalu-lalang di luar ruangan kantor Gregory yang berjendela kaca. Semua orang tampak sibuk, mencerminkan cukup banyak project yang diterima konsultan akhir-akhir ini. Dalam hatinya, Maverick merasa bangga untuk anaknya."Aku tidak melihat isterimu. Dia tidak datang hari ini?"Suara rendah Gregory terdengar melembut samar. "Lily sedang ada di rumah kami, mengurus interior-nya."Kepala Maverick berpaling dan memandang anaknya. "Kalian sudah punya rumah sendiri?""Baru saja jadi, tapi interiornya