Share

Bab 5. Rasa Ini

Penulis: Aksara Rindu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Adrian menghempaskan tubuhnya di ranjang, ia merasa lelah hari ini. Bukan lelah secara fisik tapi lebih pada pikirinnya. Ia mengingat lagi kejadian di pasar tadi yang begitu tiba-tiba, hingga tak menyadari bahwa ia bersikap seperti orang bodoh. Namun, ia kemudian tersenyum kala mengingat momen senam hamil tadi. Dimana ia bisa leluasa memandang wajah Alya dari dekat.

Wajah yang entah mengapa bisa membuat hatinya bergetar, lalu aroma jasmin yang sempat terhidu tatkala ia melingkarkan tangan di pinggang gadis itu. Adrian menggelengkan kepalanya cepat, mencoba menghalau rasa dan pikiran aneh yang berkelindan di kepala. Ia kemudian bangkit dan mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya.

Puluhan panggilan tak terjawab dari David, asisten pribadinya. Ia mengumpat kesal, mengingat jika sebelumnya ia berpesan tak ingin diganggu untuk beberapa saat. Dengan terpaksa ia menghubungi lelaki itu. Rupanya ada file yang harus segera dipelajari Adrian yang sudah di kirim lewat Email. Adrian sempat marah beberapa saat pada David lewat telepon karena ia tidak membawa laptop, dengan terpaksa lelaki itu mempelajari file itu dari hp.

(Jangan terlalu lama bermain-main, ingat waktumu tinggal beberapa minggu lagi) 

Sebuah pesan masuk dari sang kakek membuat Adrian makin frustasi. Belum selesai ia dengan pekerjaannya sudah dapat pesan penuh intimidasi dari kakeknya. Ia serasa ingin berteriak, akhirnya ditinggalkannya ponsel itu di kamar, mengabaikan pekerjaan dan juga pesan kakeknya. Ia berjalan menuju balkon, menghirup udara perlahan kemudian menghembuskannya, seolah ia baru saja terbebas dari rasa sesak.

Lamat-lamat ia mendengar suara dua orang wanita yang berbicara, ia kemudian melihat melalui tembok pembatas, di bawah sana dua orang wanita yang salah satunya adalah Alya sedang berbicara, lebih tepatnya bersitegang meski tidak dengan suara keras. Terbukti dari raut wajah keduanya yang sama-sama tidak enak untuk dilihat.

Adrian mengamati sebentar siapa wanita yang bersama Alya, untuk mengobati rasa penasarannya lelaki itu kemudian turun ke bawah. Di dapur ia melihat Bibi Marina duduk dengan gelisah, sesekali ia berdiri melihat ke pintu di samping dapur yang terhubung ke luar, kemudian duduk lagi.

"Ada apa?" Tanya Adrian sambil menuang air putih dari dispenser ke dalam gelas. 

Pertanyaan Adrian membuat wanita itu terkejut karena ia tidak menyadari kedatangan Adrian.

"Eh, anu … itu, Tuan." Bibi Marina bingung ingin menjawab apa. 

"Siapa wanita yang di depan itu?" Tanya Adrian sambil duduk di kursi makan.

"Oh, itu, ibu tiri Alya, Tuan," jawab Bibi Marina pelan.

"Oh." Jawab Adrian sambil berlalu menuju ke ruang tengah. 

Dari jendela di ruangan itu  ia bisa melihat seseorang sedang berjalan masuk ke rumah. Kemudian terdengar suara Bibi Marina bertanya ada apa lalu tak terdengar lagi suara apapun, mungkin mereka berbincang di kamar. Adrian mengamati sekeliling rumah, tiga orang asisten sedang bersih-bersih di lantai atas, itu berarti hanya ada Alya dan Bibi Marina di dalam. 

Adrian berjalan mengendap-endap seperti maling, menuju kamar di belakang dapur. Sesampai di depan pintu kamar tujuan ia mendengar suara isakan, pria itu kemudian mengintip dan memasang telinga.

"Nggak usah kamu hiraukan si Rima itu." Terdengar suara Bibi Marina.

"Aku heran, Bi. Apa yang disukai Ayah dari perempuan itu, kerjaannya hanya menghabiskan uang Ayah saja?" Tanya Alya masih diiringi Isak tangis.

"Entahlah, Nduk." Jawab Bibi Marina.

"Dia kesini mau minta uang katanya buat Ayah yang sedang sakit. Aku nggak percaya, Bi. Bisa saja dia bohong, memang saat berangkat kesini Ayah belum pulang kerja." Jawab Alya lagi.

"Nanti  biar Bibi cari tahu ya, Nduk. Sekarang kamu diam, jangan nangis. Nggak enak kalau Den Adrian dengar nanti."

Disaat bersamaan salah seorang asisten yang tadinya bersih-bersih di atas mendadak turun dan mendapati Adrian sedang berdiri di depan kamar Bibi Marina. Adrian meletakkan jari telunjuknya di mulut sebagai isyarat gadis itu untuk diam, dengan bingung gadis itupun mengangguk, sedang Adrian kembali ke meja dapur. 

Bibi Marina terkejut mendapati tuannya berada di dapur sekembalinya ia dari kamar.

"Oh, Den. Saya kira masih di ruang tengah. Saya pamit mau keluar sebentar." Ucapnya pada Adrian.

"Mau kemana?" Tanya lelaki itu.

"Tadi sepertinya ada belanjaan yang terlupa, mau saya beli di toko dekat sini saja." Bibi Marina mengungkapkan alasannya. Adrian bisa menangkap kalau selain mau belanja wanita ini akan menemui perempuan yang tadi berbicara dengan Alya.

"Saya antar." Ucap Adrian kemudian dan sebelum Bibi Marina menolak lelaki itu sudah berjalan ke depan meninggalkannya.

"Ada apa dengan Alya? Tadi aku lihat perempuan yang bersamanya tidak berbicara dengan baik?" Tanya Adrian dan membuatnya tertegun sesaat, kenapa ia jadi peduli dengan gadis itu?

"Tuan mendengar mereka bicara?" Tanya Bibi Marina dengan raut wajah yang cemas.

"Oh, tidak. Aku hanya melihat dari atas kalau mereka seperti sedang bertengkar." Jawab Adrian yang tidak sepenuhnya bohong.

Bibi Marina kemudian bercerita tentang siapa Alya dan bagaimana kehidupannya bersama ayah dan ibu tirinya. Adrian mulai tahu permasalahan yang dialami gadis itu.

"Lalu Bibi mau apa ke rumahnya?" Tanya Adrian ingin tahu.

"Ingin melihat benarkah ayahnya Alya sakit, bukan bibi sendiri yang kesana, tapi orang lain." Jawab wanita itu yang membuat Adrian tak mengerti.

Keduanya berhenti di sebuah rumah yang lumayan besar, temboknya berwarna oranye wortel di bagian separuh atas dan separuh ke bawah sampai teras berkeramik warna coklat. Daun pintu berwarna hitam terbuka sebelum kami memasuki rumah Bibi Marina.

Wanita itu mempersilahkan Adrian masuk, lalu memanggil seorang pemuda dan berbicara sesuatu. Kemudian pemuda itu pun pergi, sedang Bibi Marina berjalan ke dapur berniat membuatkan Adrian minuman. Adrian menunggu dengan mengawasi sekeliling, pohon-pohon alpukat dan jambu berjejer di belakang rumah. 

Tidak lama kemudian Bibi Marina kembali ke ruang tamu sambil membawa nampan berisi segelas besar sirup jeruk dingin.

"Siapa tadi?" Tanya Adrian setelah meminum sirupnya. 

"Itu Karsa, orang yang saya suruh ke rumah Alya, nah itu dia sudah kembali." Tunjuk Bibi Marina pada pemuda tadi yang terlihat berjalan memasuki halaman rumah. Bibi Marina menyambut pemuda itu dan berbincang sebentar di depan, lalu setelahnya terlihat ia memberikan uang kepada lelaki tadi.

"Benar dugaan saya, si Banu itu nggak sakit." Ucap Bibi Marina saat ia kembali ke ruang tamu.

"Banu?" Tanya Adrian.

"Itu bapaknya Alya, memang si Rima itu. Sudah nggak pernah mau memenuhi kebutuhan Alya, masih tega minta uang sama gadis itu." Ucap Bibi Marina dengan nada marah karena merasa kesal dengan ini tiri Alya.

"Bagaimana kalau Alya ikut saya ke kota saja, Bi." Tiba-tiba Adrian mengungkapkan sarannya dan itu membuat Bibi Marina terkejut.

"Maksud, Den Adrian?" Tanya Bibi Marina memastikan maksud dari tuannya.

"Saya butuh asisten di apartemen, Bi. Bibi kan tahu saya tidak begitu cocok tinggal sama Kakek. Biar Alya bisa membantu bersih-bersih dan menyiapkan keperluan saya." Jawab Adrian menjelaskan maksud ucapannya tadi.

"Nanti saya bicara dengan anaknya ya, Den." Bibi Marina terlihat menyetujui usul Adrian.

"Kalau itu Bibi atur aja lah." Ucap Adrian kemudian.

"I-iya, Den." Bibi Marina kemudian bimbang, apakah yang akan dilakukan ini benar. Tapi kalau masih disini kasihan Alya. 

Keduanya kemudian kembali ke villa setelah beberapa saat mampir di kios terdekat guna membeli barang. Adrian langsung menuju ke kamarnya di lantai atas, sedang Bibi Marina lekas menemui Alya.

"Den Adrian mau mengajak kamu ke kota, Nduk. Dia butuh asisten di apartemennya." Bibi Marina berkata kepada Alya saat keduanya tengah menyiapkan makan malam.

"Tapi, bagaimana dengan Bibi, bukankah bulan ini akhir masa kerja Bibi." Tanya Alya karena ingat dia disini untuk menggantikan Bibi Marina.

"Mungkin aku akan melatih salah satu dari mereka saja." Jawab wanita itu sambil mengamati ketiga gadis yang sedang membersihkan area belakan.

"Tapi aku takut, Bi. Den Adrian sepertinya galak" ucap Alya kemudian, sedang Bibi Marina hanya tersenyum menanggapi.

"Sebenarnya Dwn Adrian itu orang baik, nanti lama-kelamaan kamu akan terbiasa."

"Tapi, Bi …." Alya menggantung kalimatnya.

"Nduk, kesempatan tidak akan datang dua kali, sudah saatnya kamu meraih impianmu sendiri." Bibi Marina menasehati Alya sembari mengelus puncak kepala gadis itu.

"Bagaimana dengan Ayah, Bi?" Alya mengutarakan apa yang menjadi ganjalan hatinya.

"Biarkan Ayahmu hidup dengan pilihannya, kamu sudah sering mengingatkannya bukan? Tapi dia tetap bergeming, jadi biarkan saja." Ucap wanita itu lagi.

Alya menghela napas, sebenarnya berat bagi dirinya meninggalkan sang Ayah, karena bagaimanapun juga dialah keluarganya. Namun, jika mengingat tidak ada perhatian lagi untuknya sejak datangnya Tante Rima di sisi Ayahnya, membuat Alya berpikir. Apalagi mulai saat itu ayahnya seolah lupa jika ia punya seorang putri. Gadis itu berjanji dalam hati kalau dirinya harus sukses.

"Kapan Den Adrian akan berangkat, Bi?" Tanya Alya sambil mengambilkan mangkok sayur.

"Waktunya disini tinggal dua hari lagi." Jawab Bibi Marina sambil tangannya memasukkan sayur yang telah matang ke dalam mangkuk.

"Besok aku pulang dulu, mau pamit sama Ayah." Alya berkata sambil membawa mangkuk berisi sayur tadi lalu diletakkan di meja.

"Boleh, sekarang panggil Den Adrian, bilang makan malam sudah siap!" Perintah Bibi Marina dan Alya pun lalu melangkah menuju lantai atas untuk memanggil Adrian.

"Bagaimana, Bi. Apa gadis itu bersedia ikut ke kota?" Tanya Adrian sesaat setelah menyelesaikan makan malamnya.

"Alhamdulillah dia bersedia, Den. Besok pagi dia minta ijin pulang mau pamit sama Ayahnya." Jelas Bibi Marina sambil membereskan meja bekas makan malam.

"Kalau tidak boleh?" Tanya Adrian sedikit ragu, dalam pikirannya gadis itu dijadikan sapi perah oleh ibu tirinya jika tetap di sini.

"Pasti boleh, Den. Mereka, apalagi ibu tirinya itu mata duitan." Ucap wanita itu lagi.

"Tahu darimana, Bi?" 

"Ya, tahulah, Den. Orang dia kerjaannya ngabisin duit Ayahnya Alya." Ucap Bibi Marina lagi.

"Ya sudah, bilang gadis itu kalau aku yang akan mengantarnya nanti." Adrian berkata setelah mengelap mulutnya dengan tisu lalu beranjak pergi.

Keesokan harinya selepas sarapan Adrian sudah bersiap untuk mengantar Alya. Ia meminta Bibi Marina memanggil gadis itu dan menunggunya di mobil. Alya sendiri ternyata sudah menunggu dari tadi di pos satpam, Adrian terpukau sesaat melihat penampilan gadis itu. Celana kulot warna krem dipadu dengan kaos lengan pendek berwarna putih membuat Alya terlihat cantik. Apalagi hari ini rambut gadis itu tergerai, membuatnya tampak memesona. Sungguh indah makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini.

Bab terkait

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 6. Gadis Yang Malang

    Mobil yang dikendarai Adrian dan Alya melaju menyusuri jalanan berbukit menuju ke rumah Alya, mereka berdua saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Alya dengan pikirannya tentang sang ayah sepeninggalnya nanti, sedangkan Adrian sibuk dengan debaran di dadanya yang melaju lebih cepat dari biasanya. Untuk menyembunyikan kecanggungan diantara keduanya Adrian menyalakan musik dari radio tape di mobilnya yang mengalunkan lagu berjudul 'Sempurna' dari Gita Gutawa.Kau begitu sempurnaDi mataku kau begitu indahKau membuat dirikuAkan selalu memujamuDi setiap langkahkuKu kan s'lalu memikirkan dirimu

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 7. Berangkat Ke Kota

    Adrian dan Alya sudah bersiap untuk berangkat setelah mereka menyelesaikan sarapan, barang-barang yang akan mereka bawa pun sudah masuk ke dalam bagasi mobil. Alya yang sudah menyelesaikan sarapannya lebih dahulu di dapur khusus pembantu sedang berpamitan dengan teman-temannya. Mereka saling memeluk dan meminta maaf."Bi, maafin Alya ya, dan terima kasih atas bantuan Bibi selama ini." Ucap Alya sambil mencium tangan Bibi Marina lalu memeluknya."Iya sama-sama, Nduk. Bibi juga minta maaf kalau ada salah sama kamu." Ucap Bibi Marina sembari mengelus puncak kepala gadis itu.Alya tak kuasa menahan lelehan air mata yang mulai jatuh di pipinya. Bibi Marina adalah satu-satunya orang yang peduli padanya setelah kepergian ibunya. Ia biasa berkeluh kesah dengan wanita itu tentang Aya

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 8. Drama Benda Bersayap

    Matahari telah menampakkan sinar keemasannya di ufuk timur, semburat warna jingga dan merah perlahan menghilang. Alya telah bangun sejak pukul lima pagi tadi, setelah membersihkan rumah terlebih dahulu dan memasukkan baju kotor ke mesin cuci ia mulai berkutat di dapur.Adrian mencium harum aroma nasi goreng saat keluar dari kamarnya, perutnya langsung berbunyi nyaring. Masakan gadis itu membuatnya berselera makan dan ia jadi mudah lapar, padahal sebelumnya hampir tak pernah ia makan secara teratur. Ia berjalan menuju dapur, nasi goreng ampela ati dan kerupuk udang sudah siap di meja makan."Selamat pagi, Tuan." Alya menyapa sambil meletakkan piring berisi telur mata sapi setengah matang."Pagi, kalau begini caranya perutku akan semakin gendut." Adrian menggumam sambil

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 9. Perjanjian Pernikahan

    "Terima kasih atas pemberiannya, Tuan. Tapi kenapa harus sebanyak ini ?" Alya mengutarakan pertanyaan yang dari tadi mengganjal di hatinya. Mereka telah sampai di apartemen saat hari sudah menjelang sore."Aku hanya tidak ingin orang menilaimu kampungan, anggap saja itu bonus. Jadi kau harus bekerja dengan giat dan menuruti semua perintahku." Adrian kemudian berlalu menuju kamarnya.Alya tetap merasa tidak enak hati, pasalnya barang-barang yang dibeli untuknya hari ini setara dengan satu tahun gajinya. Mau menolak pun percuma, karena Adrian termasuk tipe orang yang tidak suka dibantah. Gadis itu kemudian membawa barang-barang itu ke kamar, ia lalu membersihkan diri di kamar mandi sebelum menyiapkan makan malam.Makan malam telah siap, dan mereka berdua seperti biasa makan da

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 10. Pernikahan

    Alya bangun lebih pagi hari ini karena semalam ia hampir tak dapat memejamkan matanya. Ia masih berpikir bahwa semua ini salah, tetapi ia tidak bisa berbuat apapun. Gadis itu mendekati jendela dan menyibak tirainya, diluar langit masih terlihat gelap dengan bintang yang saling berkerlip meski suara kokok ayam terdengar bersahutan. Matanya memanas teringat akan ibunya, andai wanita itu masih ada tentu ia tak akan gelisah seperti ini.Gadis itu memandang keluar jendela, tetapi pikirannya melayang jauh. Ia tahu bahwa keputusan menerima pernikahan pura-pura ini salah. Namun, ia mempunya pemikiran lain. Ia menerima imbalan yang diberikan Adrian, gadis itu berniat mengubah nasibnya. Ia akan menggunakan uang itu nanti sebagai modal memulai kehidupan baru di tempat lain. Setelah kontrak pernikahan mereka selesai, gadis itu berencana pergi jauh meninggalkan kota ini dan memulai usaha baru, dimana tak

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 10. Bosan

    Hingar-bingar pernikahan cucu di keluarga Hadinata telah berakhir, runah bergaya klasik modern itu kembali pada rutinitasnya semula. Bibi Marina sudah pulang beberapa saat setelah pesta selesai. Ia tidak bisa meninggalkan villa terlalu lama. Meski sedikit terkejut dan tidak menyangka tentang pernikahan ini, tetapi wanita itu memberi wejangan pada Alya bagaimana bersikap sebagai seorang istri. Ia juga berpesan pada gadis itu untuk lebih menjaga sikap karena ada nama besar Hadinata yang harus ia bawa mulai dari sekarang.Mama Merline Wijaya juga sudah meninggalkan Indonesia beberapa jam yang lalu. Sama halnya dengan Bibi Marina, sebelum pergi wanita yang masih terlihat cantik itu juga memberikan beberapa wejangan untuk Alya. Ia juga memberitahu bagaiman sifat putranya yang harus dipahami gadis itu dan apa makanan kesukaannya. Wanita itu juga berharap agar keduanya tidak menunda memberinya

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab. 12 Suasana Hati

    Setelah menyelesaikan sarapan pagi dan berpamitan yang sedikit drama dengan Kakek Hadinata Alya dan Adrian akhirnya meninggalkan rumah besar itu. Kakek Hadinata sebenarnya berat melepas mereka kembali ke apartemen."Kalian yakin benar-benar ingin meninggalkan pria tua ini?" Tanyanya saat keduanya bersiap hendak pergi."Kek, please. Sudah kubilang kami ingin privasi." Adrian sebenarnya merasa bersalah juga, tapi jika tetap disini bisa-bisa kebohongan pernikahan mereka akan terbongkar."Baiklah, tapi lekas beri Kakek kalian ini cicit. Sekarang pergilah!" Pria tua itu meninggalkan mereka dan mengambil sebuah buku besar di meja dan membawanya ke kursi yang berada di balkon kamarnya.Mereka berdua meninggalkan pria tua itu, dalam hati Adrian berjanji jika waktunya sudah tepat ia akan membahagiakan sang kakek. Bagaimanapun juga pria tua itu orang yang paling berarti dalam hidupnya. Dua buah koper sudah dim

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 13. Kelas Pertama

    Sinar mentari pagi perlahan mulai menyapa, meninggalkan jejak tetesan embun di dedaunan. Pagi yang cerah secerah suasana hati Alya. Hari ini adalah hari pertama gadis itu akan memulai kelas menasaknya. Meski kelas akan dilaksanakan nanti tepat pukul satu siang, tetapi gadis itu sudah menunjukkan semangatnya sejak ia membuka mata.Kelas yang akan ia ikuti nanti berlangsung selama empat jam dalam tiga hari saja, yaitu setiap hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Gadis itu menyiapkan sarapan pagi dengan sesekali bersenandung, setelah selesai memasak sambil menunggu Adrian keluar dari kamarnya, ia membersihkan rumah dan mencuci baju. Ia mengerjakan semuanya dengan cepat, berharap tak ada yang terlewat saat akan ditinggal nantinya.Beberapa saat kemudian Adrian keluar dari kamarnya. Kali ini ia mengenakan kemeja slimfit berwarna abu-abu dengan da

Bab terbaru

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 37

    Adrian menatap wajah Alya yang tengah terbaring di brankar rumah sakit, tangannya sedari tadi tak pernah lepas menggenggam tangan Alya. Raut wajahnya terlihat gembira setelah mendengar diagnosis dari dokter tadi. Beberapa saat kemudian tubuh Alya mulai bergerak, mata wanita itu mulai terbuja perlahan. "A-aku dimana?" Wanita itu bingung karena tidak mengenali ruangan tempatnya berbaring saat ini. "Kita di rumah sakit, Sayang," ucap Adrian sambil mencium tangan Alya. Alya kemudian mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. "Kamu hamil, Sayang, kamu hamil. Kita akan segera punya anak." lanjut Adrian sambil tak henti mencium tangan istrinya, setitik air mata luruh di pipinya. Ia tidak dapat lagi menyembunyikan kebahagiaan karena sebentar lagi akan menjadi ayah. "Aku hamil?" tanya Alya lirih, ia juga senang dan tanpa terasa ikut meneteskan air mata. Satu tangannya meraba perutnya yang masih rata, ia tidak menyangka di rahimnya ada janin yang tumbuh hasil buah cinta mereka. "Ak

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 36.

    Adrian dan Natasha, keduanya sama-sama terkejut saat tiba-tiba seseorang membuka pintu. Dengan cepat Natasha melepaskan tangannya dari leher Adrian."Ma-maaf, Pak Adrian, sa-saya hanya mau melapor kalau semuanya sudah siap." Maya, sekretaris Adrian melaporkan kesiapan konferensi pers yang akan dilakukan Adrian, wajahnya tampak terkejut melihat pemandangan di dalam ruangan bosnya itu."Oke, Maya, terima kasih." Adrian bernapas lega, karena kehadiran Maya membantunya lepas dari ulah Natasha."Aku ada urusan, bisa kau pergi sekarang?" Adrian sengaja mengusir Natasha.Wanita itu kembali mendekati Adrian, tetapi lelaki itu telah lebih dahulu berdiri dan sengaja menghindar.

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 35

    Pukul sepuluh malam Adrian mengajak Alya untuk pulang ke rumah mereka sendiri. Sebenarnya Alya menolak karena kasihan dengan Kakek Hadinata. Namun, melihat suasana hati Adrian yang tidak cukup baik setelah kejadian makan malam tadi, ia akhirnya menyetujui ajakan Adrian."Jadi, kalian memilih meninggalkan kakek sendirian lagi," ucap pria tua itu saat keduanya berpamitan untuk pulang."Aku butuh ketenangan kalau Kakek menginginkan segera punya cucu." ucap Adrian enteng dan mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari Alya.Kakek Hadinata memandang dua orang yang tengah berdiri tak jauh darinya itu dengan lekat. Ia tahu cucunya sengaja menghindar dari dirinya."Kalau itu akan membuatmu berhasil dalam waktu dekat, silahkan," ucap pria itu sambil menekan kata berhasil."Tunggu saja." Adrian segera berbalik dan melangkah meninggalkan kakeknya. Sedang Alya yang bingung harus berbuat apa l

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 34

    Acara gathering sudah berakhir, Adrian melanjutkan pekerjaannya sedangkan Alya menemani Kakek Hadinata pulang ke rumah atas permintaan pria tua itu. Mereka berdua sedang berbincang di halaman belakang."Adrian lahir dan tumbuh di rumah ini, dia anak yang periang dan lincah." Kakek Hadinata memulai percakapan sambil berdiri menghadap tanaman mawar putih. Alya berdiri di samping pria tua itu sambil mendengarkan pria itu bercerita tanpa berniat menyela."Setelah kepergian Ayahnya akibat kecelakaan itu dia jadi berubah, agak susah diatur."Alya bisa membayangkan kehidupan seorang anak, apalagi anak laki-laki saat kehilangan seorang ayah. Mungkin rasanya seperti kehilangan arah, sama dengan dirinya saat ditinggal sang ibu.

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Part 33

    Alya menatap pantulan dirinya di cermin, merasa puas dengan penampilannya kali ini. Rok span dengan panjang di bawah lutut berwarna hitam dipadu dengan blouse berwarna emas dengan model balon di lengannya. Ia juga menyapukan riasan tipis di wajah ditambah lipstik warna peach, terlihat segar dan cantik.Di luar kamar Adrian tengah sibuk memberi arahan kepada anak buahnya melalui sambungan telepon. Pria itu juga sudah tampak rapi dengan setelan jas berwarna hitam.Alya keluar dari kamar dan mendekati Adrian, kegugupan tampak jelas di raut wajahnya."Kamu sudah siap?" tanya Adrian saat ia menyadari kehadiran Alya."Sudah, tetapi aku merasa sedikit gugup." Alya berkata sambil menautkan kedua tangannya.Adrian memasukkan ponsel ke dalam saku, lalu melangkah mendekati Alya kemudian memeluknya seolah memberi kekuatan pada wanita itu."Kamu tidak perlu cemas, a

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Part 32

    Setelah kepergian Adrian, Natasha tertawa bahagia. Ia merasa usahanya untuk memisahkan Adrian dan Alya akan berhasil."Ada gunanya juga koin ini." Natasha memandangi koin pecahan lima ratus rupiah yang tadi ia letakkan di meja. Ia sengaja menggunakan benda itu untuk membuat tanda merah seperti bekas ciuman di leher dan juga dadanya.💗💗💗Adrian semakin frustasi karena tidak kunjung menemukan Alya, ia menepikan mobilnya di bahu jalan yang sepi. Kepalanya berpikir kira-kira kemana perginya Alya, kepalanya mendongak ke atas menatap bintang-bintang yang berkilauan seolah mengejeknya.Adrian mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, yang ia dapati hanya kelap-kelip lampu jalanan. Pria itu segera beranjak saat matanya menatap sebuah gedung di hadapannya, ia baru ingat kalau belum memeriksa bekas apartemen yang ia tinggali sebelumnya.Segera Adrian memacu mobilnya kesana, dan

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 31

    Alya mematut dirinya di cermin, celana pensil berwarna krem dengan paduan blouse warna putih tampak cantik di badannya. Ia menyapukan bedak tipis-tipis di wajahnya, menambahkan blush on berwarna peach lalu mengoleskan lipstik warna nude. Alya lalu beranjak dari meja riasnya setelah dirasa penampilannya sudah cukup sempurna. Mengambil ponsel yang ditinggalkannya di atas kasur dan mengecek jam, sudah waktunya Adrian pulang kerja.Alya kemudian menunggu suaminya pulang di sofa ruang tamu sambil memainkan handphonenya. Sesekali Alya menengok ke depan, barangkali Adrian sudah pulang dan ia yang tidak mendengar suaranya. Tetapi nihil, garasi masih tetap kosong dan Adrian memang belum pulang.Satu jam, dua jam, bahkan sampai menjelang malam Adrian belum datang juga. Bahkan Alya sengaja melewatkan makan malam agar dia bisa mengajak Adrian makan nasi Padang. Entah kenapa seharian ini Alya begitu ingin makan nasi Padang. Apalagi ketika membayangkan sa

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Part 30

    Adrian merasa kepalanya pusing, setelah kepergian Natasha pria itu dihadapkan dengan masalah perusahaan. Dimulai dari investor yang beberapa waktu lalu ia temui ternyata batal untuk menjalin kerjasama dengan perusahaannya. Belum lagi masalah internal di bagian keuangan yang salah menginput data. Bisa dipastikan perusahaan mengalami kekacauan.Untungnya masalah bisa segera diatasi, meski begitu Adrian berencana untuk melakukan evaluasi kerja lebih cepat untuk semua karyawannya.Waktu sudah semakin sore, sudah waktunya untuk pulang kerja. Adrian masih membereskan berkas-berkas di mejanya saat ia mendengar bunyi pintu diketuk lalu kemudian dibuka."Masih lembur, Bos." tanya David sambil memasuki ruangan Adrian."Sebentar lagi mau pulang, ada apa?" Adrian menjawab pertanyaan David sambil tetap melanjutkan aktivitasnya."Hari ini sungguh melelahkan, bagaimana kalau kita mi

  • Pernikahan Tanpa Cinta   Bab 29

    "Apa! Hamil?" Alya tak percaya dengan usulan yang diutarakan oleh Adrian. Pria itu sendiri hanya terkekeh melihat reaksi Alya, ia pun meninggalkan wanita itu menuju ke kamar setelah sebelumnya sempat mengacak rambut Alya.Alya berdecak sebal melihat kelakuan Alya, tetapi kemudian dia meraba perutnya. Ia ingat jika sempat memikirkan hal yang serupa beberapa waktu lalu. Dan sekarang Adrian berkata seperti tadi, meski dirinya tahu jika pria itu berkata dengan nada bercanda.Alya melamun hingga beberapa saat sambil tetap memegangi perutnya. Ia tak menyadari jika Adrian sudah berdiri di belakangnya dengan setelan jas yang rapi dan bersiap untuk berangkat kerja. Melihat Alya yang tak segera beranjak dari duduknya, pria itu memeluknya dari belakang."Masih ada waktu untuk membuatmu bisa hamil." Bisik Adrian di telinga Alya yang membuat perempuan itu tersipu."Ish, kamu kira bisa segampang itu. Yang sudah me

DMCA.com Protection Status