Matahari telah menampakkan sinar keemasannya di ufuk timur, semburat warna jingga dan merah perlahan menghilang. Alya telah bangun sejak pukul lima pagi tadi, setelah membersihkan rumah terlebih dahulu dan memasukkan baju kotor ke mesin cuci ia mulai berkutat di dapur.
Adrian mencium harum aroma nasi goreng saat keluar dari kamarnya, perutnya langsung berbunyi nyaring. Masakan gadis itu membuatnya berselera makan dan ia jadi mudah lapar, padahal sebelumnya hampir tak pernah ia makan secara teratur. Ia berjalan menuju dapur, nasi goreng ampela ati dan kerupuk udang sudah siap di meja makan.
"Selamat pagi, Tuan." Alya menyapa sambil meletakkan piring berisi telur mata sapi setengah matang.
"Pagi, kalau begini caranya perutku akan semakin gendut." Adrian menggumam sambil mengambil sepiring nasi goreng.
"Iya, Tuan?" Alya bertanya karena mendengar gumaman lelaki itu.
"Kamu tiap hari masak enak begini bikin perutku tambah besar." Setelah berkata demikian Adrian melahap makanannya, sedang Alya hanya tersenyum menanggapi dan bersyukur jika Tuannya ini menyukai rasa masakannya.
Setelah membersihkan meja dan piring kotor Alya membuka lagi laci dapur, mengeluarkan tepung terigu dan mentega juga mengeluarkan beberapa butir telur dari dalam kulkas. Hari ini ia ingin membuat cemilan yaitu donat dengan toping keju dan coklat. Kebetulan waktu belanja dengan Adrian beberapa hari yang lalu ia sudah membeli bahan-bahannya.
Sedang Adrian sendiri sudah berkutat di depan laptopnya di ruang tamu. Ia membawa pekerjaannya ke rumah menyelesaikan beberapa hal. Sesekali ia memperhatikan Alya yang sedang sibuk di dapur. Gadis itu terlihat bahagia, sesekali terdengar ia bersenandung kecil sambil tangannya bergerak entah melakukan apa. Cukup lama Adrian memandangi gadis itu dan tanpa sengaja tatapan mata keduanya bertemu, membuat Adrian salah tingkah dan pura-pura melihat ke arah lain.
Sepiring donat dengan toping coklat dan keju di bawa Alya menuju tempat Adrian. Ia meletakkannya di meja kemudian kembali lagi ke dapur mengambil segelas besar coklat hangat. Adrian tertarik untuk mencicipi donat buatan gadis itu, diambilnya satu buah donat dan memakannya.
"Donat buatanmu enak? Kamu punya bakat di bidang memasak." Puji Adrian setelah menyelesaikan kunyahan terakhirnya.
"Terima kasih, Tuan. Ibu saya suka membuatkan saya donat, saya selalu mengamati beliau tiap kali membuat makanan ini. Itu sebabnya saya hapal resepnya, kadang kalau kangen sama ibu saya membuat donat sendiri." Wajah gadis itu berubah sendu matanya berkaca-kaca.
"Eh maaf kalau aku mengingatkanmu tentang ibumu, lebih baik kamu duduk dan bantu aku menghabiskannya." Adrian merasa bersalah dan mencoba menghibur gadis itu.
Belum sempat Alya mendaratkan pantatnya di kursi, ia merasakan sesuatu yang tidak enak di perutnya. Gegas ia berlari menuju kamar, membuat Adrian terkejut akan tingkah gadis itu. Ia kemudian menyusul khawatir terjadi sesuatu dengan gadis itu.
"Alya, ada apa?" Lelaki itu mengetuk pintu kamar Alya, tak ada jawaban dari gadis itu, membuat Adrian mengetuk berkali-kali.
"Maaf, Tuan. Bisa bantu saya?" Kepala gadis itu menyembul dari pintu yang kemudian terbuka, hanya kepalanya saja, sedang tubuhnya ia sembunyikan di balik pintu.
"Ada apa?" Adrian masih terlihat khawatir.
"Bisa belikan saya pembalut, kemarin saya lupa tidak membelinya." Gadis itu berkata cukup pelan tapi masih bisa didengar Adrian.
"Apa?" Adrian membulatkan matanya, terkejut karena permintaan gadis itu.
"Tolong, Tuan. Keburu banjir ini." Gadis itu meringis, dan demi mendengar kata banjir membuat Adrian berlalu tanpa berpikir panjang lagi.
Ia meraih dompet yang ada di meja kemudian setengah berlari menuju pintu. Terdengar teriakan samar sebelum ia menutup pintu, seperti mengatakan sesuatu yang bersayap. Masih setengah berlari ia keluar dari lift di lantai dasar menuju supermarket terdekat. Di sana ia bingung dimana tempat benda bersayap itu berada, ia berkeliling mencari. Adrian frustasi karena tidak kunjung menemukan benda yang dicarinya, ia berputar terus tapi tidak juga ketemu.
Akhirnya dengan mengesampingkan rasa malu, ia bertanya pada seorang penjaga yang saat itu tengah menata barang.
"Mbak, bisa bantu saya?" Adrian mendekati penjaga perempuan itu.
"Iya, Bapak. Ada yang bisa saya bantu?" Gadis itu tersenyum dengan ramah.
"Saya mencari benda yang biasa di pakai wanita." Adrian berkata dengan pelan takut ada yang mendengar. Sebenarnya ia juga kesal pada gadis penjaga toko ini, bisa-bisanya dirinya dipanggil 'Bapak'. Padahal tampangnya juga tidak terlalu tua, tapi Adrian tidak punya banyak waktu untuk protes pada pegawai tadi.
"Maksudnya, Pak?" Gadis itu tak mengerti benda apa yang dicari Adrian.
"Seperti benda yang bersayap." Adrian berkata sambil sedikit membungkuk juga menekankan pada kata bersayap.
"Oh mari, Bapak, ikut saya." Gadis itu melangkah sambil sedikit menahan tawa.
Ia menunjukkan kepada Adrian dimana benda bersayap itu berada. Adrian melongo melihat ada berbagai macam benda bersayap tadi, ia ingin menghubungi Alya tetapi sadar jika gadis itu tidak punya ponsel. Akhirnya ia mengambil beberapa merk biar nanti gadis itu memilih sendiri.
Adrian pulang dengan membawa dua kresek besar berisi barang pesanan Alya, ia tidak menghiraukan jika banyak pasang mata melihatnya dengan pandangan heran, tak jarang dari mereka yang terkikik geli. Sesampainya di rumah segera Adrian mengetuk pintu kamar Alya.
"Saya di kamar mandi, Tuan." Alya menjawab dari arah kamar mandi dengan posisi seperti tadi hanya kepalanya saja yang menyembul keluar.
"Ini." Adrian menyerahkan dua kresek besar ke arah gadis itu.
Alya melongo sesaat, tetapi tangannya hanya mengambil satu kresek saja kemudian menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Sedang Adrian yang sudah kesal dari tadi meletakkan kresek yang tersisa begitu saja di depan kamar mandi, ia lalu melangkah ke ruang tamu.
Alya sudah keluar dari kamar mandi, dibawanya dua kresek besar tadi ke ruang tamu. Ia mendapati Adrian tidur telentang di sofa dengan lengan menutupi matanya.
"Tuan, kenapa beli sebanyak ini?" Pertanyaan yang sempat ia tahan tadi saat di kamar mandi ia utarakan juga.
"Kamu pikir aku tahu yang mana yang kamu pakai ?" Adrian berkata setengah membentak pada gadis itu, kemudian bangun dari tidurnya dan duduk di sofa.
"Lain kali pastikan kebutuhan pribadimu tidak ada yang terlupa!" Adrian mengemasi laptop dan barang-barang lainnya, melangkah menuju kamarnya sendiri dan menutup pintu dengan keras.
Alya menyesali kebodohannya, meminta tolong sang majikan untuk membelikan sesuatu yang mungkin belum pernah dilakukannya. Namun mau bagaimana lagi, Alya terpaksa melakukannya karena memang situasinya sudah mendesak. Saat di supermarket kemarin ia lupa tidak membeli kebutuhan yang satu itu.
Ia berjanji akan meminta maaf pada majikannya nanti kalau suasana hati lelaki itu sudah cukup baik. Gadis itu kemudian membawa bungkusan tadi --yang menurutnya bisa untuk persediaan selama satu tahun-- ke dalam kamar. Lalu kembali lagi untuk membereskan piring dan gelas yang ada di ruang tamu.
Adrian sendiri juga merasa bersalah karena sudah berlaku sedikit kasar pada Alya. Gadis itu mungkin benar-benar lupa membeli benda bersayap itu saat mereka belanja di supermarket beberapa waktu lalu. Ia kemudian berniat meminta maaf pada Alya. Adrian mengganti bajunya, ia memilih mengenakan kaos polo lengan pendek berwarna biru dan celana jeans warna senada, ia berniat mengajak gadis itu keluar. Adrian keluar dari kamarnya dan mendekati kamar Alya kemudian mengetuk pintunya.
"Iya, Tuan." Alya menyembulkan kepalanya dari pintu yang setengah terbuka.
"Ganti bajumu dan ikut aku keluar." Adrian berkata dan setelah itu berlalu begitu saja dari hadapan gadis itu. Alya bingung, meski begitu ia tetap melakukan perintah lelaki itu. Adrian sendiri sedang menunggu Alya sambil memainkan ponselnya.
"Saya sudah siap, Tuan." Alya berdiri tak jauh dari tempat Adrian duduk. Tampilannya sederhana tapi tetap cantik meski hanya mengenakan celana kulot warna krem dan atasan lengan pendek warna coklat. Wajahnya hanya di poles dengan bedak tabur biasa, tanpa ada tambahan riasan apapun, sedang rambutnya dibiarkan tergerai dengan dua jepit di sisi sebelah kanannya.
Adrian sedikit terpana dengan gadis itu karena kecantikannya yang sangat alami. Namun, ia berhasil menguasai keadaan. Setelah itu mereka kemudian keluar dari apartemen dan menuju lift ke lantai bawah. Mobil yang mereka kendarai telah meninggalkan apartemen, mereka harus sedikit sabar karena lalu lintas lumayan ramai waktu libur seperti ini.
Mobil merayap perlahan karena jalanan yang macet, suara klakson saling bersahutan meminta mobil yang ada di depan mereka untuk cepat bergerak. Satu jam kemudian mereka baru tiba di mall, waktu yang cukup lama untuk jarak yang cukup dekat. Mereka berdua memasuki mall yang ramai, Alya dibuat takjub dengan bangunan luas bertingkat tiga ini. Ini baru pertama kali bagi dirinya belanja di tempat semewah ini.
Ia dibuat terpukau dengan banyaknya baju dengan model kekinian yang di pajang di beberapa toko. Juga deretan tas dengan beragam model dan warna juga menarik perhatiannya, apalagi hiasan dan ornamen cantik yang menggantung di langit-langit mall juga yang terpajang di beberapa tempat sepanjang jalan masuk.
Adrian membawa gadis itu menuju sebuah butik ternama yang tak hanya menjual baju, tetapi juga tas, sepatu dan beragam aksesoris lainnya. Ia menyuruh gadis itu memilih pakaian mana saja yang ia suka. Sedang lelaki itu menunggu di sofa yang disediakan pengelola butik. Alya mengangguk meski bingung, gadis itu kemudian berkeliling mencari pakaian. Ia mengamati satu persatu modelnya, memegangnya jika merasa baju itu pas dengan seleranya. Tapi saat melihat bandrolnya Alya tercengang, butuh beberapa bulan gajinya untuk bisa membeli baju ini.
Ia kembali ke tempat Adrian duduk tanpa membawa satu barang pun. Adrian mengernyitkan dahi heran, seolah bertanya kenapa ia tidak memilih beberapa baju. Akhirnya ia sadar mungkin gadis ini bingung memilih. Ia lalu memanggil salah seorang penjaga untuk membantunya, setelah menginstruksikan barang apa saja yang sekiranya dibutuhkan gadis itu.
Beberapa saat kemudian Alya dan penjaga tadi mendatangi Adrian, di tangan penjaga itu ada beberapa tumpuk pakaian dengan berbagai warna dan model, juga beberapa tas dan sepatu. Setelah meminta Alya mencoba semua pakaian itu, ia meminta penjaga tadi membawanya ke meja kasir. Alya merasa tidak enak pada Adrian karena sudah membelikannya barang sebanyak ini.
Namun, Adrian tidak ingin ditolak. Sambil menjinjing beberapa tas, mereka menuju counter hp. Alya hanya menunggu di depan karena tidak mengerti tentang barang elektronik yang satu itu, sedang Adrian sibuk dengan penjaga counter memilih ponsel mana yang akan ia beli. Lelaki itu kemudian beranjak setelah menemukan model yang cocok dan membayar harganya. Namun, saat sampai di depan counter ia tak mendapati Alya, juga barang-barang yang mereka beli tadi.
Lelaki itu berjalan kesana kemari mencari Alya, tetapi gadis itu tidak terlihat di mana pun. Adrian kemudian bertanya pada petugas keamanan yang sedang berdiri tak jauh dari tempat Alya menunggu tadi. Ia menjelaskan ciri-ciri gadis itu kepada petugas keamanan tersebut, mereka mengarahkan telunjuknya ke toilet. Adrian pun bergegas menuju ke sana, dan menunggu di depan toilet wanita dengan harap-harap cemas, karena tidak mungkin ia masuk ke dalam.
Tiga puluh menit menunggu tetapi tidak ada tanda-tanda dari gadis itu. Lelaki itu mengumpat frustasi, kemana Alya sebenarnya. Dengan langkah gontai dan Adrian berniat menuju meja informasi. Saat berada di dekat tangga darurat yang lumayan sepi, sayup-sayup ia mendengar suara tangis perempuan. Dengan langkah perlahan Adrian mendekati asal suara, dan bernapas lega saat melihat gadis itu duduk di anak tangga paling bawah dengan posisi menangis sambil menekuk lutut.
Menyadari kedatangan seseorang membuat Alya mendongakkan kepalanya, gadis itu lalu menghambur memeluk Adrian, membuat lelaki itu terpaku akibat gerakan tiba-tiba dari gadis itu, dan membiarkannya menangis beberapa saat.
"Maaf, Tuan. Tadi sa-saya tersesat setelah dari toilet. Sa-saya lupa arah menuju Tu-Tuan berada, tadinya saya kira Tuan meninggalkan saya." Gadis itu menjelaskan dengan terbata-bata masih disertai isakan.
"Jangan bodoh, mana mungkin aku meninggalkan kamu di sini." Adrian sedikit menutupi debaran dadanya akibat pelukan tadi.
"Maaf, Tuan. Sudah membuat Anda khawatir." Alya berkata dengan nada penuh penyesalan.
Mereka berdua meninggalkan mall karena dirasa sudah cukup untuk hari ini, ditambah lagi suasana hati Alya yang tidak cukup baik setelah kejadian tersesat tadi.
"Terima kasih atas pemberiannya, Tuan. Tapi kenapa harus sebanyak ini ?" Alya mengutarakan pertanyaan yang dari tadi mengganjal di hatinya. Mereka telah sampai di apartemen saat hari sudah menjelang sore."Aku hanya tidak ingin orang menilaimu kampungan, anggap saja itu bonus. Jadi kau harus bekerja dengan giat dan menuruti semua perintahku." Adrian kemudian berlalu menuju kamarnya.Alya tetap merasa tidak enak hati, pasalnya barang-barang yang dibeli untuknya hari ini setara dengan satu tahun gajinya. Mau menolak pun percuma, karena Adrian termasuk tipe orang yang tidak suka dibantah. Gadis itu kemudian membawa barang-barang itu ke kamar, ia lalu membersihkan diri di kamar mandi sebelum menyiapkan makan malam.Makan malam telah siap, dan mereka berdua seperti biasa makan da
Alya bangun lebih pagi hari ini karena semalam ia hampir tak dapat memejamkan matanya. Ia masih berpikir bahwa semua ini salah, tetapi ia tidak bisa berbuat apapun. Gadis itu mendekati jendela dan menyibak tirainya, diluar langit masih terlihat gelap dengan bintang yang saling berkerlip meski suara kokok ayam terdengar bersahutan. Matanya memanas teringat akan ibunya, andai wanita itu masih ada tentu ia tak akan gelisah seperti ini.Gadis itu memandang keluar jendela, tetapi pikirannya melayang jauh. Ia tahu bahwa keputusan menerima pernikahan pura-pura ini salah. Namun, ia mempunya pemikiran lain. Ia menerima imbalan yang diberikan Adrian, gadis itu berniat mengubah nasibnya. Ia akan menggunakan uang itu nanti sebagai modal memulai kehidupan baru di tempat lain. Setelah kontrak pernikahan mereka selesai, gadis itu berencana pergi jauh meninggalkan kota ini dan memulai usaha baru, dimana tak
Hingar-bingar pernikahan cucu di keluarga Hadinata telah berakhir, runah bergaya klasik modern itu kembali pada rutinitasnya semula. Bibi Marina sudah pulang beberapa saat setelah pesta selesai. Ia tidak bisa meninggalkan villa terlalu lama. Meski sedikit terkejut dan tidak menyangka tentang pernikahan ini, tetapi wanita itu memberi wejangan pada Alya bagaimana bersikap sebagai seorang istri. Ia juga berpesan pada gadis itu untuk lebih menjaga sikap karena ada nama besar Hadinata yang harus ia bawa mulai dari sekarang.Mama Merline Wijaya juga sudah meninggalkan Indonesia beberapa jam yang lalu. Sama halnya dengan Bibi Marina, sebelum pergi wanita yang masih terlihat cantik itu juga memberikan beberapa wejangan untuk Alya. Ia juga memberitahu bagaiman sifat putranya yang harus dipahami gadis itu dan apa makanan kesukaannya. Wanita itu juga berharap agar keduanya tidak menunda memberinya
Setelah menyelesaikan sarapan pagi dan berpamitan yang sedikit drama dengan Kakek Hadinata Alya dan Adrian akhirnya meninggalkan rumah besar itu. Kakek Hadinata sebenarnya berat melepas mereka kembali ke apartemen."Kalian yakin benar-benar ingin meninggalkan pria tua ini?" Tanyanya saat keduanya bersiap hendak pergi."Kek, please. Sudah kubilang kami ingin privasi." Adrian sebenarnya merasa bersalah juga, tapi jika tetap disini bisa-bisa kebohongan pernikahan mereka akan terbongkar."Baiklah, tapi lekas beri Kakek kalian ini cicit. Sekarang pergilah!" Pria tua itu meninggalkan mereka dan mengambil sebuah buku besar di meja dan membawanya ke kursi yang berada di balkon kamarnya.Mereka berdua meninggalkan pria tua itu, dalam hati Adrian berjanji jika waktunya sudah tepat ia akan membahagiakan sang kakek. Bagaimanapun juga pria tua itu orang yang paling berarti dalam hidupnya. Dua buah koper sudah dim
Sinar mentari pagi perlahan mulai menyapa, meninggalkan jejak tetesan embun di dedaunan. Pagi yang cerah secerah suasana hati Alya. Hari ini adalah hari pertama gadis itu akan memulai kelas menasaknya. Meski kelas akan dilaksanakan nanti tepat pukul satu siang, tetapi gadis itu sudah menunjukkan semangatnya sejak ia membuka mata.Kelas yang akan ia ikuti nanti berlangsung selama empat jam dalam tiga hari saja, yaitu setiap hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Gadis itu menyiapkan sarapan pagi dengan sesekali bersenandung, setelah selesai memasak sambil menunggu Adrian keluar dari kamarnya, ia membersihkan rumah dan mencuci baju. Ia mengerjakan semuanya dengan cepat, berharap tak ada yang terlewat saat akan ditinggal nantinya.Beberapa saat kemudian Adrian keluar dari kamarnya. Kali ini ia mengenakan kemeja slimfit berwarna abu-abu dengan da
Sudah beberapa Minggu berlalu sejak Alya mengikuti kelas memasak, Adrian merasa banyak perubahan pada gadis itu. Menu yang disajikan untuknya tiap hari juga semakin beragam, selain itu Alya juga terlihat semakin ceria. Setiap hari ada saja yang ia ceritakan, mulai dari materi yang diterimanya, teman-teman sekelasnya bahkan guru memasaknya."Pria yang waktu itu ngobrol sama kamu siapa namanya?" Tanya Adrian saat mereka sedang menikmati makan malam."Yang mana?" Alya mencoba mengingat siapa yang dimaksud Adrian. Di kelasnya hanya ada tiga murid pria, dan mereka semua juga baik terhadap Alya."Yang kamu bilang dia mentor di kelasmu." Adrian membantu gadis itu mengingat pria yang dimaksud."Oh, namanya Chef Julian. Sela
Adrian kembali ke apartemennya setelah semalam ia menginap di rumah David dan tidak mendapati Alya ada di sana. Ia melirik jam dinding yang jarumnya menunjukkan pukul tiga sore. Hari ini pria itu tidak masuk kantor karena minum cukup banyak semalam. Adrian memutuskan untuk duduk sebentar di sofa, ia merasa kepalanya masih agak berat.Ponsel di sakunya bergetar dan ia mendapati nama sang kakek tertera di layar."Hallo, Kek. Ada apa?""Ada proyek yang harus ditinjau di Bandung. Apa kamu bisa menggantikan Kakek kesana?""Berapa lama?""Tiga hari saja paling lambat seminggu."
Adrian sudah bersiap berangkat ke kota Bandung, tak lupa berkali-kali ia mengingatkan Alya agar tidak terlalu dekat dengan Adrian. Ia juga mengingatkan agar gadis itu memberi kabar keberadaannya setiap saat. Tingkahnya sudah mirip ibu yang akan meninggalkan putrinya. Alya hanya mengangguk kadang ia mengedikkan bahu jika apa yang dikatakan Adrian tidak masuk akal."Jangan lupa pesanku, jangan dekat-dekat pria itu. Dan selalu hubungi aku kapanpun dan dimanapun kamu berada." ucapnya sekali lagi sebelum pria itu memasuki mobilnya."Jangan lupa juga kunci pintu dan jendela sebelum kamu meninggalkan apartemen. Selesai kursus kamu harus langsung pulang, jangan mampir kemana-mana." Lanjutnya lagi."Apa Tuan batal berangkat aja ya, wakilkan tugas ini pada David. Jadi Tuan bisa mendam
Adrian menatap wajah Alya yang tengah terbaring di brankar rumah sakit, tangannya sedari tadi tak pernah lepas menggenggam tangan Alya. Raut wajahnya terlihat gembira setelah mendengar diagnosis dari dokter tadi. Beberapa saat kemudian tubuh Alya mulai bergerak, mata wanita itu mulai terbuja perlahan. "A-aku dimana?" Wanita itu bingung karena tidak mengenali ruangan tempatnya berbaring saat ini. "Kita di rumah sakit, Sayang," ucap Adrian sambil mencium tangan Alya. Alya kemudian mengingat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu. "Kamu hamil, Sayang, kamu hamil. Kita akan segera punya anak." lanjut Adrian sambil tak henti mencium tangan istrinya, setitik air mata luruh di pipinya. Ia tidak dapat lagi menyembunyikan kebahagiaan karena sebentar lagi akan menjadi ayah. "Aku hamil?" tanya Alya lirih, ia juga senang dan tanpa terasa ikut meneteskan air mata. Satu tangannya meraba perutnya yang masih rata, ia tidak menyangka di rahimnya ada janin yang tumbuh hasil buah cinta mereka. "Ak
Adrian dan Natasha, keduanya sama-sama terkejut saat tiba-tiba seseorang membuka pintu. Dengan cepat Natasha melepaskan tangannya dari leher Adrian."Ma-maaf, Pak Adrian, sa-saya hanya mau melapor kalau semuanya sudah siap." Maya, sekretaris Adrian melaporkan kesiapan konferensi pers yang akan dilakukan Adrian, wajahnya tampak terkejut melihat pemandangan di dalam ruangan bosnya itu."Oke, Maya, terima kasih." Adrian bernapas lega, karena kehadiran Maya membantunya lepas dari ulah Natasha."Aku ada urusan, bisa kau pergi sekarang?" Adrian sengaja mengusir Natasha.Wanita itu kembali mendekati Adrian, tetapi lelaki itu telah lebih dahulu berdiri dan sengaja menghindar.
Pukul sepuluh malam Adrian mengajak Alya untuk pulang ke rumah mereka sendiri. Sebenarnya Alya menolak karena kasihan dengan Kakek Hadinata. Namun, melihat suasana hati Adrian yang tidak cukup baik setelah kejadian makan malam tadi, ia akhirnya menyetujui ajakan Adrian."Jadi, kalian memilih meninggalkan kakek sendirian lagi," ucap pria tua itu saat keduanya berpamitan untuk pulang."Aku butuh ketenangan kalau Kakek menginginkan segera punya cucu." ucap Adrian enteng dan mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari Alya.Kakek Hadinata memandang dua orang yang tengah berdiri tak jauh darinya itu dengan lekat. Ia tahu cucunya sengaja menghindar dari dirinya."Kalau itu akan membuatmu berhasil dalam waktu dekat, silahkan," ucap pria itu sambil menekan kata berhasil."Tunggu saja." Adrian segera berbalik dan melangkah meninggalkan kakeknya. Sedang Alya yang bingung harus berbuat apa l
Acara gathering sudah berakhir, Adrian melanjutkan pekerjaannya sedangkan Alya menemani Kakek Hadinata pulang ke rumah atas permintaan pria tua itu. Mereka berdua sedang berbincang di halaman belakang."Adrian lahir dan tumbuh di rumah ini, dia anak yang periang dan lincah." Kakek Hadinata memulai percakapan sambil berdiri menghadap tanaman mawar putih. Alya berdiri di samping pria tua itu sambil mendengarkan pria itu bercerita tanpa berniat menyela."Setelah kepergian Ayahnya akibat kecelakaan itu dia jadi berubah, agak susah diatur."Alya bisa membayangkan kehidupan seorang anak, apalagi anak laki-laki saat kehilangan seorang ayah. Mungkin rasanya seperti kehilangan arah, sama dengan dirinya saat ditinggal sang ibu.
Alya menatap pantulan dirinya di cermin, merasa puas dengan penampilannya kali ini. Rok span dengan panjang di bawah lutut berwarna hitam dipadu dengan blouse berwarna emas dengan model balon di lengannya. Ia juga menyapukan riasan tipis di wajah ditambah lipstik warna peach, terlihat segar dan cantik.Di luar kamar Adrian tengah sibuk memberi arahan kepada anak buahnya melalui sambungan telepon. Pria itu juga sudah tampak rapi dengan setelan jas berwarna hitam.Alya keluar dari kamar dan mendekati Adrian, kegugupan tampak jelas di raut wajahnya."Kamu sudah siap?" tanya Adrian saat ia menyadari kehadiran Alya."Sudah, tetapi aku merasa sedikit gugup." Alya berkata sambil menautkan kedua tangannya.Adrian memasukkan ponsel ke dalam saku, lalu melangkah mendekati Alya kemudian memeluknya seolah memberi kekuatan pada wanita itu."Kamu tidak perlu cemas, a
Setelah kepergian Adrian, Natasha tertawa bahagia. Ia merasa usahanya untuk memisahkan Adrian dan Alya akan berhasil."Ada gunanya juga koin ini." Natasha memandangi koin pecahan lima ratus rupiah yang tadi ia letakkan di meja. Ia sengaja menggunakan benda itu untuk membuat tanda merah seperti bekas ciuman di leher dan juga dadanya.šššAdrian semakin frustasi karena tidak kunjung menemukan Alya, ia menepikan mobilnya di bahu jalan yang sepi. Kepalanya berpikir kira-kira kemana perginya Alya, kepalanya mendongak ke atas menatap bintang-bintang yang berkilauan seolah mengejeknya.Adrian mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, yang ia dapati hanya kelap-kelip lampu jalanan. Pria itu segera beranjak saat matanya menatap sebuah gedung di hadapannya, ia baru ingat kalau belum memeriksa bekas apartemen yang ia tinggali sebelumnya.Segera Adrian memacu mobilnya kesana, dan
Alya mematut dirinya di cermin, celana pensil berwarna krem dengan paduan blouse warna putih tampak cantik di badannya. Ia menyapukan bedak tipis-tipis di wajahnya, menambahkan blush on berwarna peach lalu mengoleskan lipstik warna nude. Alya lalu beranjak dari meja riasnya setelah dirasa penampilannya sudah cukup sempurna. Mengambil ponsel yang ditinggalkannya di atas kasur dan mengecek jam, sudah waktunya Adrian pulang kerja.Alya kemudian menunggu suaminya pulang di sofa ruang tamu sambil memainkan handphonenya. Sesekali Alya menengok ke depan, barangkali Adrian sudah pulang dan ia yang tidak mendengar suaranya. Tetapi nihil, garasi masih tetap kosong dan Adrian memang belum pulang.Satu jam, dua jam, bahkan sampai menjelang malam Adrian belum datang juga. Bahkan Alya sengaja melewatkan makan malam agar dia bisa mengajak Adrian makan nasi Padang. Entah kenapa seharian ini Alya begitu ingin makan nasi Padang. Apalagi ketika membayangkan sa
Adrian merasa kepalanya pusing, setelah kepergian Natasha pria itu dihadapkan dengan masalah perusahaan. Dimulai dari investor yang beberapa waktu lalu ia temui ternyata batal untuk menjalin kerjasama dengan perusahaannya. Belum lagi masalah internal di bagian keuangan yang salah menginput data. Bisa dipastikan perusahaan mengalami kekacauan.Untungnya masalah bisa segera diatasi, meski begitu Adrian berencana untuk melakukan evaluasi kerja lebih cepat untuk semua karyawannya.Waktu sudah semakin sore, sudah waktunya untuk pulang kerja. Adrian masih membereskan berkas-berkas di mejanya saat ia mendengar bunyi pintu diketuk lalu kemudian dibuka."Masih lembur, Bos." tanya David sambil memasuki ruangan Adrian."Sebentar lagi mau pulang, ada apa?" Adrian menjawab pertanyaan David sambil tetap melanjutkan aktivitasnya."Hari ini sungguh melelahkan, bagaimana kalau kita mi
"Apa! Hamil?" Alya tak percaya dengan usulan yang diutarakan oleh Adrian. Pria itu sendiri hanya terkekeh melihat reaksi Alya, ia pun meninggalkan wanita itu menuju ke kamar setelah sebelumnya sempat mengacak rambut Alya.Alya berdecak sebal melihat kelakuan Alya, tetapi kemudian dia meraba perutnya. Ia ingat jika sempat memikirkan hal yang serupa beberapa waktu lalu. Dan sekarang Adrian berkata seperti tadi, meski dirinya tahu jika pria itu berkata dengan nada bercanda.Alya melamun hingga beberapa saat sambil tetap memegangi perutnya. Ia tak menyadari jika Adrian sudah berdiri di belakangnya dengan setelan jas yang rapi dan bersiap untuk berangkat kerja. Melihat Alya yang tak segera beranjak dari duduknya, pria itu memeluknya dari belakang."Masih ada waktu untuk membuatmu bisa hamil." Bisik Adrian di telinga Alya yang membuat perempuan itu tersipu."Ish, kamu kira bisa segampang itu. Yang sudah me