Udara dingin pukul lima pagi tak menyurutkan niat Alya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu berjibaku dengan kegiatan mencuci baju sebanyak dua ember cat besar, belum lagi cucian piring sisa makan semalam yang menumpuk. Pekerjaan seperti ini sudah menjadi sarapan sehari-hari.
Namanya Alya Kharisma, gadis berusia sembilan belas tahun ini sudah menjadi seorang piatu sejak kelas enam SD. Ibunya meninggal karena penyakit demam berdarah. Ia lalu tinggal berdua dengan Banu, ayahnya, yang bekerja di pabrik pengolahan teh. Menginjak kelas tujuh SMP sang ayah membawa pulang seorang perempuan bernama Rima untuk dijadikan ibu sambung bagi Alya.Sejak saat itu kehidupan Alya yang tenang mulai berubah. Rima memperlakukan Alya layaknya di sinetron sebagai seorang ibu tiri yang kejam, tak peduli meski ada sang ayah. Sang ayah juga seperti kerbau yang dicocok hidungnya, menuruti semua perkataan istri keduanya itu.Namun, hari ini Alya lebih bersemangat dari biasanya, karena hari ini ia akan mulai bekerja menggantikan Bibi Marina. Bibi Marina memang saudara jauh ibunya, selama ini ia yang membantu biaya sekolah gadis itu tanpa sepengetahuan ayahnya. Sejak kedatangan Rima, gaji ayahnya dipegang seluruhnya oleh wanita itu. Bahkan untuk biaya sekolah Alya pun tidak diberikannya. Tak ayal setiap hari Alya harus bekerja paruh waktu di tempat Paklik Tomo membuat kerajinan dari bambu.Bibi Marina yang mengetahui itu lalu meminta Alya berhenti bekerja dan fokus bersekolah, ia berjanji akan menanggung biaya sekolahnya dengan catatan Alya harus bekerja menggantikan dirinya di villa keluarga Hadinata saat sudah lulus nanti. Tepat pukul tujuh Alya menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya. Setelah mengemas beberapa pakaian dalam tas, karena Bibi Marina menghendaki ia tinggal di villa."Rapi amat pagi-pagi begini, mau kemana?" tanya Rima dengan tatapan menyelidik dari atas ke bawah."Mau kerja." jawab Alya pendek sambil memakai sepatunya."Oh, mau kerja jadi babu kayak saudara ibumu itu toh." ucap Rima mengejek sambil menghempaskan pantatnya di kursi."Baguslah, setidaknya berkurang satu jatah memberi makan anak orang. Pekerjaan itu memang cocok buatmu." ejek perempuan itu lagi."Enggak apa-apa jadi babu ketimbang jadi benalu yang sukanya menggerogoti inangnya. Tante enggak lupa kan kalau selama ini menumpang di rumah kami." Alya menjawab tak kalah pedasnya sembari menekankan kata menumpang, membuat muka ibu tirinya geram karena marah.Alya segera beranjak pergi setelah mengucapkan kata-kata itu tanpa memperdulikan teriakan ibu tirinya yang penuh umpatan dan segala nama binatang. Gadis itu mengayuh sepedanya menuju villa tempat Bibi Marina bekerja. Sepanjang perjalanan bibirnya tak berhenti menggumamkan nyanyian. Selain merasa bahagia karena punya pekerjaan sendiri, ia juga berusaha menutupi kesedihan hatinya karena ulah ibu tirinya. Ayah yang dulu ia banggakan pun kini sudah tak bisa diharapkan lagi.Setelah tiga puluh menit mengayuh sepeda sampailah Alya di depan sebuah villa mewah dengan dua lantai, gadis itu menunggu di depan pagar yang menjulang tinggi setelah memencet bel. Seorang penjaga berpakaian hitam keluar dari posnya dan membuka gerbang itu untuk Alya. Setelah mengatakan tujuannya, Alya masuk ke dalam dengan diantar penjaga tadi. Rupanya, Bibi Marina sudah menunggu Alta di depan pintu dapur.Bibi Marina lalu menjelaskan apa tugas Alya selama bekerja disini yaitu menyiapkan kebutuhan pemilik villa. Ia juga boleh membantu memasak kalau pemilik rumah sedang ada keperluan di luar. Di villa ini memang ada tiga orang ART yang bertugas membersihkan villa, sedangkan Bibi Marina bertugas memasak merangkap kepala ART.Setelah menerima arahan dari Bibi Marina Alya menuju ke lantai atas tempat majikannya berada. Kata sang bibi majikannya tadi sudah bangun dan meminta seseorang membantunya di atas. Alya berjalan menuju kamar yang berada di ujung tangga yang ternyata kamar Adrian, kemudian mengetuknya. Karena tidak ada jawaban setelah mengetuk berkali-kali gadis itu membuka pintu kamar. Ia lalu berinisiatif membersihkan kamar yang terlihat berantakan.Alya terkejut karena tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan dari kamar mandi, gadis itu menoleh dan mendapati seorang lelaki dengan kulit yang putih dan hanya memakai handuk yang melilit di pinggang. Mulutnya menganga karena baru kali ini ia melihat pria setampan ini. Wajahnya yang bersih dengan hidung mancung dan bibir tipis mirip aktor Adipati Dolken. Air yang menetes dari rambutnya yang sedikit basah membuat wajahnya terlihat segar."Ma-maaf Tu-tuan. Saya kira tidak ada orang." ucap Alya dengan gugup dan takut."Siapa kamu?" tanya lelaki itu dengan sorot mata yang tajam."Sa-saya pegawai baru Tu-tuan." Alya menjawab dengan takut dan lirih, "Saya ambilkan baju ganti ya, Tuan." Tanpa menunggu persetujuan lelaki itu Alya membuka lemari di hadapannya. Diambilnya kaos lengan panjang berwarna hijau botol juga celana khaki warna coklat. Ia merasa udara di luar cukup dingin makanya mengambil baju tersebut dan meletakkannya di atas kasur."Ini baju ganti Anda, Tuan," ucap Alya sambil tetap berdiri di dekat ranjang. Sedang Adrian yang sedari tadi hanya melihat tingkah gadis di depannya sambil menyandarkan punggung di pintu dan kedua tangan menyilang di dada."Apa kamu akan berdiri di situ terus kalau aku ganti baju?" Tanya Adrian dingin.Alya yang menyadari keadaan langsung bergerak dengan salah tingkah meninggalkan kamar. Ia kemudian berlari menuju ke dapur.Adrian berniat memilih sendiri baju yang akan dikenakannya, tapi saat menoleh ke ranjang dan melihat pakaian yang dipilihkan gadis itu membuat ia mengurungkan niatnya.Alya dan Bibi Marina tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi di meja ketika Adrian turun, ia berjalan dengan tenang menuju meja makan. Ia mengambil sepotong sandwich yang sudah tersedia di meja lalu memakannya. Sedang Alya berdiri di tak jauh di sampingnya sambil menuang susu yang sudah dipanaskan ke dalam teko. Adrian berniat mengambil ponsel yang diletakkan di saku celananya. Namun, gerakan Adrian yang tiba-tiba membuatnya menyenggol tangan Alya. Membuat panci susu yang dipegang gadis itu terlepas, setengah dari isinya tertumpah di meja dan mengenai tangan Adrian.Keduanya memekik bersamaan, yang satu karena kaget sedang yang lainnya karena kepanasan. Bibi Marina yang berada di dekat kompor langsung tergopoh mendekati mereka. Diambilnya selembar tisu untuk membersihkan tangan tuannya, sedang Alya mengambil serbet untuk lap meja dari tumpahan susu."Maaf, Tuan," ucap Alya sambil tangannya mengelap meja."Kamu nggak bisa hati-hati?" Tanya Adrian dengan muka merah menahan marah."Maaf, Tuan, tadi saya terkejut karena gerakan Tuan." Alya mencoba membela diri."Tapi setidaknya kamu bisa berdiri sedikit lebih jauh, kan,""Ma-maaf, Tuan."Adrian seketika meninggalkan meja makan menuju ke kamar mengganti bajunya yang basah di bagian lengan."Bukan aku yang salah kok," gumam Alya sambil membersihkan bekas tumpahan susu di meja dan kursi."Dasar orang aneh, mentang-mentang kaya bisa seenaknya saja." Alya masih tetap mengomel, kali ini sambil mengepel lantai di bawah meja."Kalau kerja itu yang bener!" Ujar Adrian sambil melangkah menuruni tangga dan sudah mengganti bajunya yang basah."Setelah ini kamu bersihkan kamarku." Lelaki itu berbicara sambil berjalan ke atas lagi. Alya hanya mengangguk meski lelaki itu tak melihatnya.Selesai membersihkan dapur Alya bergegas menuju lantai atas untuk membersihkan kamar milik tuannya sambil membawa peralatan bersih-bersih. Mulut gadis itu menganga sesaat setelah membuka pintu. Dilihatnya baju-baju berserakan di ranjang, padahal lelaki itu hanya perlu mengganti baju saja."Dasar orang aneh." Gumam Alya sambil menata kembali kamar yang lebih mirip kapal pecah itu.Adrian berdiri sambil bersandar di tembok pembatas balkon, tangannya sibuk memainkan ponsel sambil sesekali pandangannya melihat ke dalam kamar di mana Alya sedang bekerja. Sejak pertama melihat gadis itu Adrian seolah terkena sihir, atau mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.Gadis itu memang tampak sederhana wajahnya cantik berbentuk bulat telur, rambut panjangnya sedikit bergelombang di bagian bawah. Terlihat sangat manis saat dikuncir dan tersisa beberapa bagian di samping kiri dan kanan dahinya. Ia merasakan debaran aneh di jantungnya saat melihat gadis itu, debaran yang sama saat ia jatuh cinta pada Natasha.Mengingat Natasha membuat Adrian nelangsa lagi, ia kemudian melihat ke layar ponsel dalam genggamannya. Membuka kembali galeri foto yang penuh dengan gambar mereka berdua. Senyum keduanya yang mereka
Adrian menghempaskan tubuhnya di ranjang, ia merasa lelah hari ini. Bukan lelah secara fisik tapi lebih pada pikirinnya. Ia mengingat lagi kejadian di pasar tadi yang begitu tiba-tiba, hingga tak menyadari bahwa ia bersikap seperti orang bodoh. Namun, ia kemudian tersenyum kala mengingat momen senam hamil tadi. Dimana ia bisa leluasa memandang wajah Alya dari dekat.Wajah yang entah mengapa bisa membuat hatinya bergetar, lalu aroma jasmin yang sempat terhidu tatkala ia melingkarkan tangan di pinggang gadis itu. Adrian menggelengkan kepalanya cepat, mencoba menghalau rasa dan pikiran aneh yang berkelindan di kepala. Ia kemudian bangkit dan mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya.Puluhan panggilan tak terjawab dari David, asisten pribadinya. Ia mengumpat kesal, mengingat jika sebelumnya ia berpesan tak ingin diganggu untuk bebe
Mobil yang dikendarai Adrian dan Alya melaju menyusuri jalanan berbukit menuju ke rumah Alya, mereka berdua saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Alya dengan pikirannya tentang sang ayah sepeninggalnya nanti, sedangkan Adrian sibuk dengan debaran di dadanya yang melaju lebih cepat dari biasanya. Untuk menyembunyikan kecanggungan diantara keduanya Adrian menyalakan musik dari radio tape di mobilnya yang mengalunkan lagu berjudul 'Sempurna' dari Gita Gutawa.Kau begitu sempurnaDi mataku kau begitu indahKau membuat dirikuAkan selalu memujamuDi setiap langkahkuKu kan s'lalu memikirkan dirimu
Adrian dan Alya sudah bersiap untuk berangkat setelah mereka menyelesaikan sarapan, barang-barang yang akan mereka bawa pun sudah masuk ke dalam bagasi mobil. Alya yang sudah menyelesaikan sarapannya lebih dahulu di dapur khusus pembantu sedang berpamitan dengan teman-temannya. Mereka saling memeluk dan meminta maaf."Bi, maafin Alya ya, dan terima kasih atas bantuan Bibi selama ini." Ucap Alya sambil mencium tangan Bibi Marina lalu memeluknya."Iya sama-sama, Nduk. Bibi juga minta maaf kalau ada salah sama kamu." Ucap Bibi Marina sembari mengelus puncak kepala gadis itu.Alya tak kuasa menahan lelehan air mata yang mulai jatuh di pipinya. Bibi Marina adalah satu-satunya orang yang peduli padanya setelah kepergian ibunya. Ia biasa berkeluh kesah dengan wanita itu tentang Aya
Matahari telah menampakkan sinar keemasannya di ufuk timur, semburat warna jingga dan merah perlahan menghilang. Alya telah bangun sejak pukul lima pagi tadi, setelah membersihkan rumah terlebih dahulu dan memasukkan baju kotor ke mesin cuci ia mulai berkutat di dapur.Adrian mencium harum aroma nasi goreng saat keluar dari kamarnya, perutnya langsung berbunyi nyaring. Masakan gadis itu membuatnya berselera makan dan ia jadi mudah lapar, padahal sebelumnya hampir tak pernah ia makan secara teratur. Ia berjalan menuju dapur, nasi goreng ampela ati dan kerupuk udang sudah siap di meja makan."Selamat pagi, Tuan." Alya menyapa sambil meletakkan piring berisi telur mata sapi setengah matang."Pagi, kalau begini caranya perutku akan semakin gendut." Adrian menggumam sambil
"Terima kasih atas pemberiannya, Tuan. Tapi kenapa harus sebanyak ini ?" Alya mengutarakan pertanyaan yang dari tadi mengganjal di hatinya. Mereka telah sampai di apartemen saat hari sudah menjelang sore."Aku hanya tidak ingin orang menilaimu kampungan, anggap saja itu bonus. Jadi kau harus bekerja dengan giat dan menuruti semua perintahku." Adrian kemudian berlalu menuju kamarnya.Alya tetap merasa tidak enak hati, pasalnya barang-barang yang dibeli untuknya hari ini setara dengan satu tahun gajinya. Mau menolak pun percuma, karena Adrian termasuk tipe orang yang tidak suka dibantah. Gadis itu kemudian membawa barang-barang itu ke kamar, ia lalu membersihkan diri di kamar mandi sebelum menyiapkan makan malam.Makan malam telah siap, dan mereka berdua seperti biasa makan da
"Kamu harus segera menikah!" Perintah dari Kakek Hadinata pada Adrian, cucunya, saat mereka berdua menikmati makan malam membuat Adrian membelalakkan kedua matanya."Kek, kenapa harus seperti ini?" Adrian tahu jika kakeknya tidak pernah suka dibantah. Tetapi ini soal pernikahan yang ia sendiri tidak yakin akan bisa mewujudkannya."Kau pewarisku satu-satunya," jawab Kakek Hadinata setelah ia mengusap mulutnya dengan tisu yang tersedia di meja makan."Kau harus segera punya pendamping agar bisa menggantikan posisiku." Kakek Hadinata memandang lekat cucunya.Pria yang berusia hampir tujuh puluh tahun ini merupakan pemilik kerajaan bisnis Hadinata Group. Ia hanya memiliki seorang putra yaitu Abraham Hadinata -- Ay
Sudah sepekan berlalu sejak lamaran di restoran waktu itu. Beberapa kali sudah Adrian mencoba meyakinkan Natasha akan permintaannya, bahkan laki-laki itu rela merendah padanya. Tapi Natasha tetap tak bergeming. Bahkan, semua kontak yang terhubung dengan Adrian diblokir oleh gadis itu. Membuat pria itu tak lagi berharap banyak.Pagi ini Adrian memutuskan untuk libur kerja sehari, ia menelpon David asistennya agar membatalkan semua jadwal hari ini. Ia beralasan pada David kalau hari ini dirinya sedang tidak enak badan. Setelah memasak mi instant berkuah dengan beberapa potongan cabai dan dua telur, sesuatu yang sangat jarang dilakukan seorang Adrian.Ia membawa mangkuknya menuju ruang tengah dan duduk di karpet berwarna merah maroon. Menyalakan televisi dan mengganti saluran secara asal, menontonnya sambil menikmati semangkuk mi yang barusan dibuatnya. Ia berharap mi kuah pedas ini bisa mengembalikan mood nya yang sedikit memburuk.Sebuah saluran televisi menayangkan be
"Terima kasih atas pemberiannya, Tuan. Tapi kenapa harus sebanyak ini ?" Alya mengutarakan pertanyaan yang dari tadi mengganjal di hatinya. Mereka telah sampai di apartemen saat hari sudah menjelang sore."Aku hanya tidak ingin orang menilaimu kampungan, anggap saja itu bonus. Jadi kau harus bekerja dengan giat dan menuruti semua perintahku." Adrian kemudian berlalu menuju kamarnya.Alya tetap merasa tidak enak hati, pasalnya barang-barang yang dibeli untuknya hari ini setara dengan satu tahun gajinya. Mau menolak pun percuma, karena Adrian termasuk tipe orang yang tidak suka dibantah. Gadis itu kemudian membawa barang-barang itu ke kamar, ia lalu membersihkan diri di kamar mandi sebelum menyiapkan makan malam.Makan malam telah siap, dan mereka berdua seperti biasa makan da
Matahari telah menampakkan sinar keemasannya di ufuk timur, semburat warna jingga dan merah perlahan menghilang. Alya telah bangun sejak pukul lima pagi tadi, setelah membersihkan rumah terlebih dahulu dan memasukkan baju kotor ke mesin cuci ia mulai berkutat di dapur.Adrian mencium harum aroma nasi goreng saat keluar dari kamarnya, perutnya langsung berbunyi nyaring. Masakan gadis itu membuatnya berselera makan dan ia jadi mudah lapar, padahal sebelumnya hampir tak pernah ia makan secara teratur. Ia berjalan menuju dapur, nasi goreng ampela ati dan kerupuk udang sudah siap di meja makan."Selamat pagi, Tuan." Alya menyapa sambil meletakkan piring berisi telur mata sapi setengah matang."Pagi, kalau begini caranya perutku akan semakin gendut." Adrian menggumam sambil
Adrian dan Alya sudah bersiap untuk berangkat setelah mereka menyelesaikan sarapan, barang-barang yang akan mereka bawa pun sudah masuk ke dalam bagasi mobil. Alya yang sudah menyelesaikan sarapannya lebih dahulu di dapur khusus pembantu sedang berpamitan dengan teman-temannya. Mereka saling memeluk dan meminta maaf."Bi, maafin Alya ya, dan terima kasih atas bantuan Bibi selama ini." Ucap Alya sambil mencium tangan Bibi Marina lalu memeluknya."Iya sama-sama, Nduk. Bibi juga minta maaf kalau ada salah sama kamu." Ucap Bibi Marina sembari mengelus puncak kepala gadis itu.Alya tak kuasa menahan lelehan air mata yang mulai jatuh di pipinya. Bibi Marina adalah satu-satunya orang yang peduli padanya setelah kepergian ibunya. Ia biasa berkeluh kesah dengan wanita itu tentang Aya
Mobil yang dikendarai Adrian dan Alya melaju menyusuri jalanan berbukit menuju ke rumah Alya, mereka berdua saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Alya dengan pikirannya tentang sang ayah sepeninggalnya nanti, sedangkan Adrian sibuk dengan debaran di dadanya yang melaju lebih cepat dari biasanya. Untuk menyembunyikan kecanggungan diantara keduanya Adrian menyalakan musik dari radio tape di mobilnya yang mengalunkan lagu berjudul 'Sempurna' dari Gita Gutawa.Kau begitu sempurnaDi mataku kau begitu indahKau membuat dirikuAkan selalu memujamuDi setiap langkahkuKu kan s'lalu memikirkan dirimu
Adrian menghempaskan tubuhnya di ranjang, ia merasa lelah hari ini. Bukan lelah secara fisik tapi lebih pada pikirinnya. Ia mengingat lagi kejadian di pasar tadi yang begitu tiba-tiba, hingga tak menyadari bahwa ia bersikap seperti orang bodoh. Namun, ia kemudian tersenyum kala mengingat momen senam hamil tadi. Dimana ia bisa leluasa memandang wajah Alya dari dekat.Wajah yang entah mengapa bisa membuat hatinya bergetar, lalu aroma jasmin yang sempat terhidu tatkala ia melingkarkan tangan di pinggang gadis itu. Adrian menggelengkan kepalanya cepat, mencoba menghalau rasa dan pikiran aneh yang berkelindan di kepala. Ia kemudian bangkit dan mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya.Puluhan panggilan tak terjawab dari David, asisten pribadinya. Ia mengumpat kesal, mengingat jika sebelumnya ia berpesan tak ingin diganggu untuk bebe
Adrian berdiri sambil bersandar di tembok pembatas balkon, tangannya sibuk memainkan ponsel sambil sesekali pandangannya melihat ke dalam kamar di mana Alya sedang bekerja. Sejak pertama melihat gadis itu Adrian seolah terkena sihir, atau mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.Gadis itu memang tampak sederhana wajahnya cantik berbentuk bulat telur, rambut panjangnya sedikit bergelombang di bagian bawah. Terlihat sangat manis saat dikuncir dan tersisa beberapa bagian di samping kiri dan kanan dahinya. Ia merasakan debaran aneh di jantungnya saat melihat gadis itu, debaran yang sama saat ia jatuh cinta pada Natasha.Mengingat Natasha membuat Adrian nelangsa lagi, ia kemudian melihat ke layar ponsel dalam genggamannya. Membuka kembali galeri foto yang penuh dengan gambar mereka berdua. Senyum keduanya yang mereka
Udara dingin pukul lima pagi tak menyurutkan niat Alya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu berjibaku dengan kegiatan mencuci baju sebanyak dua ember cat besar, belum lagi cucian piring sisa makan semalam yang menumpuk. Pekerjaan seperti ini sudah menjadi sarapan sehari-hari.Namanya Alya Kharisma, gadis berusia sembilan belas tahun ini sudah menjadi seorang piatu sejak kelas enam SD. Ibunya meninggal karena penyakit demam berdarah. Ia lalu tinggal berdua dengan Banu, ayahnya, yang bekerja di pabrik pengolahan teh. Menginjak kelas tujuh SMP sang ayah membawa pulang seorang perempuan bernama Rima untuk dijadikan ibu sambung bagi Alya.Sejak saat itu kehidupan Alya yang tenang mulai berubah. Rima memperlakukan Alya layaknya di sinetron sebagai seorang ibu tiri yang kejam, tak peduli meski ada sang ayah. Sang ayah juga seperti kerbau yang dicocok hidungnya, menuruti semua perkataan istri keduanya itu.Namun, hari ini Alya lebih bersemangat dari biasanya, ka
Sudah sepekan berlalu sejak lamaran di restoran waktu itu. Beberapa kali sudah Adrian mencoba meyakinkan Natasha akan permintaannya, bahkan laki-laki itu rela merendah padanya. Tapi Natasha tetap tak bergeming. Bahkan, semua kontak yang terhubung dengan Adrian diblokir oleh gadis itu. Membuat pria itu tak lagi berharap banyak.Pagi ini Adrian memutuskan untuk libur kerja sehari, ia menelpon David asistennya agar membatalkan semua jadwal hari ini. Ia beralasan pada David kalau hari ini dirinya sedang tidak enak badan. Setelah memasak mi instant berkuah dengan beberapa potongan cabai dan dua telur, sesuatu yang sangat jarang dilakukan seorang Adrian.Ia membawa mangkuknya menuju ruang tengah dan duduk di karpet berwarna merah maroon. Menyalakan televisi dan mengganti saluran secara asal, menontonnya sambil menikmati semangkuk mi yang barusan dibuatnya. Ia berharap mi kuah pedas ini bisa mengembalikan mood nya yang sedikit memburuk.Sebuah saluran televisi menayangkan be
"Kamu harus segera menikah!" Perintah dari Kakek Hadinata pada Adrian, cucunya, saat mereka berdua menikmati makan malam membuat Adrian membelalakkan kedua matanya."Kek, kenapa harus seperti ini?" Adrian tahu jika kakeknya tidak pernah suka dibantah. Tetapi ini soal pernikahan yang ia sendiri tidak yakin akan bisa mewujudkannya."Kau pewarisku satu-satunya," jawab Kakek Hadinata setelah ia mengusap mulutnya dengan tisu yang tersedia di meja makan."Kau harus segera punya pendamping agar bisa menggantikan posisiku." Kakek Hadinata memandang lekat cucunya.Pria yang berusia hampir tujuh puluh tahun ini merupakan pemilik kerajaan bisnis Hadinata Group. Ia hanya memiliki seorang putra yaitu Abraham Hadinata -- Ay