Matahari telah menampakkan sinar keemasannya di ufuk timur, semburat warna jingga dan merah perlahan menghilang. Alya telah bangun sejak pukul lima pagi tadi, setelah membersihkan rumah terlebih dahulu dan memasukkan baju kotor ke mesin cuci ia mulai berkutat di dapur.
Adrian mencium harum aroma nasi goreng saat keluar dari kamarnya, perutnya langsung berbunyi nyaring. Masakan gadis itu membuatnya berselera makan dan ia jadi mudah lapar, padahal sebelumnya hampir tak pernah ia makan secara teratur. Ia berjalan menuju dapur, nasi goreng ampela ati dan kerupuk udang sudah siap di meja makan.
"Selamat pagi, Tuan." Alya menyapa sambil meletakkan piring berisi telur mata sapi setengah matang.
"Pagi, kalau begini caranya perutku akan semakin gendut." Adrian menggumam sambil mengambil sepiring nasi goreng.
"Iya, Tuan?" Alya bertanya karena mendengar gumaman lelaki itu.
"Kamu tiap hari masak enak begini bikin perutku tambah besar." Setelah berkata demikian Adrian melahap makanannya, sedang Alya hanya tersenyum menanggapi dan bersyukur jika Tuannya ini menyukai rasa masakannya.
Setelah membersihkan meja dan piring kotor Alya membuka lagi laci dapur, mengeluarkan tepung terigu dan mentega juga mengeluarkan beberapa butir telur dari dalam kulkas. Hari ini ia ingin membuat cemilan yaitu donat dengan toping keju dan coklat. Kebetulan waktu belanja dengan Adrian beberapa hari yang lalu ia sudah membeli bahan-bahannya.
Sedang Adrian sendiri sudah berkutat di depan laptopnya di ruang tamu. Ia membawa pekerjaannya ke rumah menyelesaikan beberapa hal. Sesekali ia memperhatikan Alya yang sedang sibuk di dapur. Gadis itu terlihat bahagia, sesekali terdengar ia bersenandung kecil sambil tangannya bergerak entah melakukan apa. Cukup lama Adrian memandangi gadis itu dan tanpa sengaja tatapan mata keduanya bertemu, membuat Adrian salah tingkah dan pura-pura melihat ke arah lain.
Sepiring donat dengan toping coklat dan keju di bawa Alya menuju tempat Adrian. Ia meletakkannya di meja kemudian kembali lagi ke dapur mengambil segelas besar coklat hangat. Adrian tertarik untuk mencicipi donat buatan gadis itu, diambilnya satu buah donat dan memakannya.
"Donat buatanmu enak? Kamu punya bakat di bidang memasak." Puji Adrian setelah menyelesaikan kunyahan terakhirnya.
"Terima kasih, Tuan. Ibu saya suka membuatkan saya donat, saya selalu mengamati beliau tiap kali membuat makanan ini. Itu sebabnya saya hapal resepnya, kadang kalau kangen sama ibu saya membuat donat sendiri." Wajah gadis itu berubah sendu matanya berkaca-kaca.
"Eh maaf kalau aku mengingatkanmu tentang ibumu, lebih baik kamu duduk dan bantu aku menghabiskannya." Adrian merasa bersalah dan mencoba menghibur gadis itu.
Belum sempat Alya mendaratkan pantatnya di kursi, ia merasakan sesuatu yang tidak enak di perutnya. Gegas ia berlari menuju kamar, membuat Adrian terkejut akan tingkah gadis itu. Ia kemudian menyusul khawatir terjadi sesuatu dengan gadis itu.
"Alya, ada apa?" Lelaki itu mengetuk pintu kamar Alya, tak ada jawaban dari gadis itu, membuat Adrian mengetuk berkali-kali.
"Maaf, Tuan. Bisa bantu saya?" Kepala gadis itu menyembul dari pintu yang kemudian terbuka, hanya kepalanya saja, sedang tubuhnya ia sembunyikan di balik pintu.
"Ada apa?" Adrian masih terlihat khawatir.
"Bisa belikan saya pembalut, kemarin saya lupa tidak membelinya." Gadis itu berkata cukup pelan tapi masih bisa didengar Adrian.
"Apa?" Adrian membulatkan matanya, terkejut karena permintaan gadis itu.
"Tolong, Tuan. Keburu banjir ini." Gadis itu meringis, dan demi mendengar kata banjir membuat Adrian berlalu tanpa berpikir panjang lagi.
Ia meraih dompet yang ada di meja kemudian setengah berlari menuju pintu. Terdengar teriakan samar sebelum ia menutup pintu, seperti mengatakan sesuatu yang bersayap. Masih setengah berlari ia keluar dari lift di lantai dasar menuju supermarket terdekat. Di sana ia bingung dimana tempat benda bersayap itu berada, ia berkeliling mencari. Adrian frustasi karena tidak kunjung menemukan benda yang dicarinya, ia berputar terus tapi tidak juga ketemu.
Akhirnya dengan mengesampingkan rasa malu, ia bertanya pada seorang penjaga yang saat itu tengah menata barang.
"Mbak, bisa bantu saya?" Adrian mendekati penjaga perempuan itu.
"Iya, Bapak. Ada yang bisa saya bantu?" Gadis itu tersenyum dengan ramah.
"Saya mencari benda yang biasa di pakai wanita." Adrian berkata dengan pelan takut ada yang mendengar. Sebenarnya ia juga kesal pada gadis penjaga toko ini, bisa-bisanya dirinya dipanggil 'Bapak'. Padahal tampangnya juga tidak terlalu tua, tapi Adrian tidak punya banyak waktu untuk protes pada pegawai tadi.
"Maksudnya, Pak?" Gadis itu tak mengerti benda apa yang dicari Adrian.
"Seperti benda yang bersayap." Adrian berkata sambil sedikit membungkuk juga menekankan pada kata bersayap.
"Oh mari, Bapak, ikut saya." Gadis itu melangkah sambil sedikit menahan tawa.
Ia menunjukkan kepada Adrian dimana benda bersayap itu berada. Adrian melongo melihat ada berbagai macam benda bersayap tadi, ia ingin menghubungi Alya tetapi sadar jika gadis itu tidak punya ponsel. Akhirnya ia mengambil beberapa merk biar nanti gadis itu memilih sendiri.
Adrian pulang dengan membawa dua kresek besar berisi barang pesanan Alya, ia tidak menghiraukan jika banyak pasang mata melihatnya dengan pandangan heran, tak jarang dari mereka yang terkikik geli. Sesampainya di rumah segera Adrian mengetuk pintu kamar Alya.
"Saya di kamar mandi, Tuan." Alya menjawab dari arah kamar mandi dengan posisi seperti tadi hanya kepalanya saja yang menyembul keluar.
"Ini." Adrian menyerahkan dua kresek besar ke arah gadis itu.
Alya melongo sesaat, tetapi tangannya hanya mengambil satu kresek saja kemudian menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Sedang Adrian yang sudah kesal dari tadi meletakkan kresek yang tersisa begitu saja di depan kamar mandi, ia lalu melangkah ke ruang tamu.
Alya sudah keluar dari kamar mandi, dibawanya dua kresek besar tadi ke ruang tamu. Ia mendapati Adrian tidur telentang di sofa dengan lengan menutupi matanya.
"Tuan, kenapa beli sebanyak ini?" Pertanyaan yang sempat ia tahan tadi saat di kamar mandi ia utarakan juga.
"Kamu pikir aku tahu yang mana yang kamu pakai ?" Adrian berkata setengah membentak pada gadis itu, kemudian bangun dari tidurnya dan duduk di sofa.
"Lain kali pastikan kebutuhan pribadimu tidak ada yang terlupa!" Adrian mengemasi laptop dan barang-barang lainnya, melangkah menuju kamarnya sendiri dan menutup pintu dengan keras.
Alya menyesali kebodohannya, meminta tolong sang majikan untuk membelikan sesuatu yang mungkin belum pernah dilakukannya. Namun mau bagaimana lagi, Alya terpaksa melakukannya karena memang situasinya sudah mendesak. Saat di supermarket kemarin ia lupa tidak membeli kebutuhan yang satu itu.
Ia berjanji akan meminta maaf pada majikannya nanti kalau suasana hati lelaki itu sudah cukup baik. Gadis itu kemudian membawa bungkusan tadi --yang menurutnya bisa untuk persediaan selama satu tahun-- ke dalam kamar. Lalu kembali lagi untuk membereskan piring dan gelas yang ada di ruang tamu.
Adrian sendiri juga merasa bersalah karena sudah berlaku sedikit kasar pada Alya. Gadis itu mungkin benar-benar lupa membeli benda bersayap itu saat mereka belanja di supermarket beberapa waktu lalu. Ia kemudian berniat meminta maaf pada Alya. Adrian mengganti bajunya, ia memilih mengenakan kaos polo lengan pendek berwarna biru dan celana jeans warna senada, ia berniat mengajak gadis itu keluar. Adrian keluar dari kamarnya dan mendekati kamar Alya kemudian mengetuk pintunya.
"Iya, Tuan." Alya menyembulkan kepalanya dari pintu yang setengah terbuka.
"Ganti bajumu dan ikut aku keluar." Adrian berkata dan setelah itu berlalu begitu saja dari hadapan gadis itu. Alya bingung, meski begitu ia tetap melakukan perintah lelaki itu. Adrian sendiri sedang menunggu Alya sambil memainkan ponselnya.
"Saya sudah siap, Tuan." Alya berdiri tak jauh dari tempat Adrian duduk. Tampilannya sederhana tapi tetap cantik meski hanya mengenakan celana kulot warna krem dan atasan lengan pendek warna coklat. Wajahnya hanya di poles dengan bedak tabur biasa, tanpa ada tambahan riasan apapun, sedang rambutnya dibiarkan tergerai dengan dua jepit di sisi sebelah kanannya.
Adrian sedikit terpana dengan gadis itu karena kecantikannya yang sangat alami. Namun, ia berhasil menguasai keadaan. Setelah itu mereka kemudian keluar dari apartemen dan menuju lift ke lantai bawah. Mobil yang mereka kendarai telah meninggalkan apartemen, mereka harus sedikit sabar karena lalu lintas lumayan ramai waktu libur seperti ini.
Mobil merayap perlahan karena jalanan yang macet, suara klakson saling bersahutan meminta mobil yang ada di depan mereka untuk cepat bergerak. Satu jam kemudian mereka baru tiba di mall, waktu yang cukup lama untuk jarak yang cukup dekat. Mereka berdua memasuki mall yang ramai, Alya dibuat takjub dengan bangunan luas bertingkat tiga ini. Ini baru pertama kali bagi dirinya belanja di tempat semewah ini.
Ia dibuat terpukau dengan banyaknya baju dengan model kekinian yang di pajang di beberapa toko. Juga deretan tas dengan beragam model dan warna juga menarik perhatiannya, apalagi hiasan dan ornamen cantik yang menggantung di langit-langit mall juga yang terpajang di beberapa tempat sepanjang jalan masuk.
Adrian membawa gadis itu menuju sebuah butik ternama yang tak hanya menjual baju, tetapi juga tas, sepatu dan beragam aksesoris lainnya. Ia menyuruh gadis itu memilih pakaian mana saja yang ia suka. Sedang lelaki itu menunggu di sofa yang disediakan pengelola butik. Alya mengangguk meski bingung, gadis itu kemudian berkeliling mencari pakaian. Ia mengamati satu persatu modelnya, memegangnya jika merasa baju itu pas dengan seleranya. Tapi saat melihat bandrolnya Alya tercengang, butuh beberapa bulan gajinya untuk bisa membeli baju ini.
Ia kembali ke tempat Adrian duduk tanpa membawa satu barang pun. Adrian mengernyitkan dahi heran, seolah bertanya kenapa ia tidak memilih beberapa baju. Akhirnya ia sadar mungkin gadis ini bingung memilih. Ia lalu memanggil salah seorang penjaga untuk membantunya, setelah menginstruksikan barang apa saja yang sekiranya dibutuhkan gadis itu.
Beberapa saat kemudian Alya dan penjaga tadi mendatangi Adrian, di tangan penjaga itu ada beberapa tumpuk pakaian dengan berbagai warna dan model, juga beberapa tas dan sepatu. Setelah meminta Alya mencoba semua pakaian itu, ia meminta penjaga tadi membawanya ke meja kasir. Alya merasa tidak enak pada Adrian karena sudah membelikannya barang sebanyak ini.
Namun, Adrian tidak ingin ditolak. Sambil menjinjing beberapa tas, mereka menuju counter hp. Alya hanya menunggu di depan karena tidak mengerti tentang barang elektronik yang satu itu, sedang Adrian sibuk dengan penjaga counter memilih ponsel mana yang akan ia beli. Lelaki itu kemudian beranjak setelah menemukan model yang cocok dan membayar harganya. Namun, saat sampai di depan counter ia tak mendapati Alya, juga barang-barang yang mereka beli tadi.
Lelaki itu berjalan kesana kemari mencari Alya, tetapi gadis itu tidak terlihat di mana pun. Adrian kemudian bertanya pada petugas keamanan yang sedang berdiri tak jauh dari tempat Alya menunggu tadi. Ia menjelaskan ciri-ciri gadis itu kepada petugas keamanan tersebut, mereka mengarahkan telunjuknya ke toilet. Adrian pun bergegas menuju ke sana, dan menunggu di depan toilet wanita dengan harap-harap cemas, karena tidak mungkin ia masuk ke dalam.
Tiga puluh menit menunggu tetapi tidak ada tanda-tanda dari gadis itu. Lelaki itu mengumpat frustasi, kemana Alya sebenarnya. Dengan langkah gontai dan Adrian berniat menuju meja informasi. Saat berada di dekat tangga darurat yang lumayan sepi, sayup-sayup ia mendengar suara tangis perempuan. Dengan langkah perlahan Adrian mendekati asal suara, dan bernapas lega saat melihat gadis itu duduk di anak tangga paling bawah dengan posisi menangis sambil menekuk lutut.
Menyadari kedatangan seseorang membuat Alya mendongakkan kepalanya, gadis itu lalu menghambur memeluk Adrian, membuat lelaki itu terpaku akibat gerakan tiba-tiba dari gadis itu, dan membiarkannya menangis beberapa saat.
"Maaf, Tuan. Tadi sa-saya tersesat setelah dari toilet. Sa-saya lupa arah menuju Tu-Tuan berada, tadinya saya kira Tuan meninggalkan saya." Gadis itu menjelaskan dengan terbata-bata masih disertai isakan.
"Jangan bodoh, mana mungkin aku meninggalkan kamu di sini." Adrian sedikit menutupi debaran dadanya akibat pelukan tadi.
"Maaf, Tuan. Sudah membuat Anda khawatir." Alya berkata dengan nada penuh penyesalan.
Mereka berdua meninggalkan mall karena dirasa sudah cukup untuk hari ini, ditambah lagi suasana hati Alya yang tidak cukup baik setelah kejadian tersesat tadi.
"Terima kasih atas pemberiannya, Tuan. Tapi kenapa harus sebanyak ini ?" Alya mengutarakan pertanyaan yang dari tadi mengganjal di hatinya. Mereka telah sampai di apartemen saat hari sudah menjelang sore."Aku hanya tidak ingin orang menilaimu kampungan, anggap saja itu bonus. Jadi kau harus bekerja dengan giat dan menuruti semua perintahku." Adrian kemudian berlalu menuju kamarnya.Alya tetap merasa tidak enak hati, pasalnya barang-barang yang dibeli untuknya hari ini setara dengan satu tahun gajinya. Mau menolak pun percuma, karena Adrian termasuk tipe orang yang tidak suka dibantah. Gadis itu kemudian membawa barang-barang itu ke kamar, ia lalu membersihkan diri di kamar mandi sebelum menyiapkan makan malam.Makan malam telah siap, dan mereka berdua seperti biasa makan da
"Kamu harus segera menikah!" Perintah dari Kakek Hadinata pada Adrian, cucunya, saat mereka berdua menikmati makan malam membuat Adrian membelalakkan kedua matanya."Kek, kenapa harus seperti ini?" Adrian tahu jika kakeknya tidak pernah suka dibantah. Tetapi ini soal pernikahan yang ia sendiri tidak yakin akan bisa mewujudkannya."Kau pewarisku satu-satunya," jawab Kakek Hadinata setelah ia mengusap mulutnya dengan tisu yang tersedia di meja makan."Kau harus segera punya pendamping agar bisa menggantikan posisiku." Kakek Hadinata memandang lekat cucunya.Pria yang berusia hampir tujuh puluh tahun ini merupakan pemilik kerajaan bisnis Hadinata Group. Ia hanya memiliki seorang putra yaitu Abraham Hadinata -- Ay
Sudah sepekan berlalu sejak lamaran di restoran waktu itu. Beberapa kali sudah Adrian mencoba meyakinkan Natasha akan permintaannya, bahkan laki-laki itu rela merendah padanya. Tapi Natasha tetap tak bergeming. Bahkan, semua kontak yang terhubung dengan Adrian diblokir oleh gadis itu. Membuat pria itu tak lagi berharap banyak.Pagi ini Adrian memutuskan untuk libur kerja sehari, ia menelpon David asistennya agar membatalkan semua jadwal hari ini. Ia beralasan pada David kalau hari ini dirinya sedang tidak enak badan. Setelah memasak mi instant berkuah dengan beberapa potongan cabai dan dua telur, sesuatu yang sangat jarang dilakukan seorang Adrian.Ia membawa mangkuknya menuju ruang tengah dan duduk di karpet berwarna merah maroon. Menyalakan televisi dan mengganti saluran secara asal, menontonnya sambil menikmati semangkuk mi yang barusan dibuatnya. Ia berharap mi kuah pedas ini bisa mengembalikan mood nya yang sedikit memburuk.Sebuah saluran televisi menayangkan be
Udara dingin pukul lima pagi tak menyurutkan niat Alya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu berjibaku dengan kegiatan mencuci baju sebanyak dua ember cat besar, belum lagi cucian piring sisa makan semalam yang menumpuk. Pekerjaan seperti ini sudah menjadi sarapan sehari-hari.Namanya Alya Kharisma, gadis berusia sembilan belas tahun ini sudah menjadi seorang piatu sejak kelas enam SD. Ibunya meninggal karena penyakit demam berdarah. Ia lalu tinggal berdua dengan Banu, ayahnya, yang bekerja di pabrik pengolahan teh. Menginjak kelas tujuh SMP sang ayah membawa pulang seorang perempuan bernama Rima untuk dijadikan ibu sambung bagi Alya.Sejak saat itu kehidupan Alya yang tenang mulai berubah. Rima memperlakukan Alya layaknya di sinetron sebagai seorang ibu tiri yang kejam, tak peduli meski ada sang ayah. Sang ayah juga seperti kerbau yang dicocok hidungnya, menuruti semua perkataan istri keduanya itu.Namun, hari ini Alya lebih bersemangat dari biasanya, ka
Adrian berdiri sambil bersandar di tembok pembatas balkon, tangannya sibuk memainkan ponsel sambil sesekali pandangannya melihat ke dalam kamar di mana Alya sedang bekerja. Sejak pertama melihat gadis itu Adrian seolah terkena sihir, atau mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.Gadis itu memang tampak sederhana wajahnya cantik berbentuk bulat telur, rambut panjangnya sedikit bergelombang di bagian bawah. Terlihat sangat manis saat dikuncir dan tersisa beberapa bagian di samping kiri dan kanan dahinya. Ia merasakan debaran aneh di jantungnya saat melihat gadis itu, debaran yang sama saat ia jatuh cinta pada Natasha.Mengingat Natasha membuat Adrian nelangsa lagi, ia kemudian melihat ke layar ponsel dalam genggamannya. Membuka kembali galeri foto yang penuh dengan gambar mereka berdua. Senyum keduanya yang mereka
Adrian menghempaskan tubuhnya di ranjang, ia merasa lelah hari ini. Bukan lelah secara fisik tapi lebih pada pikirinnya. Ia mengingat lagi kejadian di pasar tadi yang begitu tiba-tiba, hingga tak menyadari bahwa ia bersikap seperti orang bodoh. Namun, ia kemudian tersenyum kala mengingat momen senam hamil tadi. Dimana ia bisa leluasa memandang wajah Alya dari dekat.Wajah yang entah mengapa bisa membuat hatinya bergetar, lalu aroma jasmin yang sempat terhidu tatkala ia melingkarkan tangan di pinggang gadis itu. Adrian menggelengkan kepalanya cepat, mencoba menghalau rasa dan pikiran aneh yang berkelindan di kepala. Ia kemudian bangkit dan mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya.Puluhan panggilan tak terjawab dari David, asisten pribadinya. Ia mengumpat kesal, mengingat jika sebelumnya ia berpesan tak ingin diganggu untuk bebe
Mobil yang dikendarai Adrian dan Alya melaju menyusuri jalanan berbukit menuju ke rumah Alya, mereka berdua saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Alya dengan pikirannya tentang sang ayah sepeninggalnya nanti, sedangkan Adrian sibuk dengan debaran di dadanya yang melaju lebih cepat dari biasanya. Untuk menyembunyikan kecanggungan diantara keduanya Adrian menyalakan musik dari radio tape di mobilnya yang mengalunkan lagu berjudul 'Sempurna' dari Gita Gutawa.Kau begitu sempurnaDi mataku kau begitu indahKau membuat dirikuAkan selalu memujamuDi setiap langkahkuKu kan s'lalu memikirkan dirimu
Adrian dan Alya sudah bersiap untuk berangkat setelah mereka menyelesaikan sarapan, barang-barang yang akan mereka bawa pun sudah masuk ke dalam bagasi mobil. Alya yang sudah menyelesaikan sarapannya lebih dahulu di dapur khusus pembantu sedang berpamitan dengan teman-temannya. Mereka saling memeluk dan meminta maaf."Bi, maafin Alya ya, dan terima kasih atas bantuan Bibi selama ini." Ucap Alya sambil mencium tangan Bibi Marina lalu memeluknya."Iya sama-sama, Nduk. Bibi juga minta maaf kalau ada salah sama kamu." Ucap Bibi Marina sembari mengelus puncak kepala gadis itu.Alya tak kuasa menahan lelehan air mata yang mulai jatuh di pipinya. Bibi Marina adalah satu-satunya orang yang peduli padanya setelah kepergian ibunya. Ia biasa berkeluh kesah dengan wanita itu tentang Aya
"Terima kasih atas pemberiannya, Tuan. Tapi kenapa harus sebanyak ini ?" Alya mengutarakan pertanyaan yang dari tadi mengganjal di hatinya. Mereka telah sampai di apartemen saat hari sudah menjelang sore."Aku hanya tidak ingin orang menilaimu kampungan, anggap saja itu bonus. Jadi kau harus bekerja dengan giat dan menuruti semua perintahku." Adrian kemudian berlalu menuju kamarnya.Alya tetap merasa tidak enak hati, pasalnya barang-barang yang dibeli untuknya hari ini setara dengan satu tahun gajinya. Mau menolak pun percuma, karena Adrian termasuk tipe orang yang tidak suka dibantah. Gadis itu kemudian membawa barang-barang itu ke kamar, ia lalu membersihkan diri di kamar mandi sebelum menyiapkan makan malam.Makan malam telah siap, dan mereka berdua seperti biasa makan da
Matahari telah menampakkan sinar keemasannya di ufuk timur, semburat warna jingga dan merah perlahan menghilang. Alya telah bangun sejak pukul lima pagi tadi, setelah membersihkan rumah terlebih dahulu dan memasukkan baju kotor ke mesin cuci ia mulai berkutat di dapur.Adrian mencium harum aroma nasi goreng saat keluar dari kamarnya, perutnya langsung berbunyi nyaring. Masakan gadis itu membuatnya berselera makan dan ia jadi mudah lapar, padahal sebelumnya hampir tak pernah ia makan secara teratur. Ia berjalan menuju dapur, nasi goreng ampela ati dan kerupuk udang sudah siap di meja makan."Selamat pagi, Tuan." Alya menyapa sambil meletakkan piring berisi telur mata sapi setengah matang."Pagi, kalau begini caranya perutku akan semakin gendut." Adrian menggumam sambil
Adrian dan Alya sudah bersiap untuk berangkat setelah mereka menyelesaikan sarapan, barang-barang yang akan mereka bawa pun sudah masuk ke dalam bagasi mobil. Alya yang sudah menyelesaikan sarapannya lebih dahulu di dapur khusus pembantu sedang berpamitan dengan teman-temannya. Mereka saling memeluk dan meminta maaf."Bi, maafin Alya ya, dan terima kasih atas bantuan Bibi selama ini." Ucap Alya sambil mencium tangan Bibi Marina lalu memeluknya."Iya sama-sama, Nduk. Bibi juga minta maaf kalau ada salah sama kamu." Ucap Bibi Marina sembari mengelus puncak kepala gadis itu.Alya tak kuasa menahan lelehan air mata yang mulai jatuh di pipinya. Bibi Marina adalah satu-satunya orang yang peduli padanya setelah kepergian ibunya. Ia biasa berkeluh kesah dengan wanita itu tentang Aya
Mobil yang dikendarai Adrian dan Alya melaju menyusuri jalanan berbukit menuju ke rumah Alya, mereka berdua saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Alya dengan pikirannya tentang sang ayah sepeninggalnya nanti, sedangkan Adrian sibuk dengan debaran di dadanya yang melaju lebih cepat dari biasanya. Untuk menyembunyikan kecanggungan diantara keduanya Adrian menyalakan musik dari radio tape di mobilnya yang mengalunkan lagu berjudul 'Sempurna' dari Gita Gutawa.Kau begitu sempurnaDi mataku kau begitu indahKau membuat dirikuAkan selalu memujamuDi setiap langkahkuKu kan s'lalu memikirkan dirimu
Adrian menghempaskan tubuhnya di ranjang, ia merasa lelah hari ini. Bukan lelah secara fisik tapi lebih pada pikirinnya. Ia mengingat lagi kejadian di pasar tadi yang begitu tiba-tiba, hingga tak menyadari bahwa ia bersikap seperti orang bodoh. Namun, ia kemudian tersenyum kala mengingat momen senam hamil tadi. Dimana ia bisa leluasa memandang wajah Alya dari dekat.Wajah yang entah mengapa bisa membuat hatinya bergetar, lalu aroma jasmin yang sempat terhidu tatkala ia melingkarkan tangan di pinggang gadis itu. Adrian menggelengkan kepalanya cepat, mencoba menghalau rasa dan pikiran aneh yang berkelindan di kepala. Ia kemudian bangkit dan mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya.Puluhan panggilan tak terjawab dari David, asisten pribadinya. Ia mengumpat kesal, mengingat jika sebelumnya ia berpesan tak ingin diganggu untuk bebe
Adrian berdiri sambil bersandar di tembok pembatas balkon, tangannya sibuk memainkan ponsel sambil sesekali pandangannya melihat ke dalam kamar di mana Alya sedang bekerja. Sejak pertama melihat gadis itu Adrian seolah terkena sihir, atau mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama.Gadis itu memang tampak sederhana wajahnya cantik berbentuk bulat telur, rambut panjangnya sedikit bergelombang di bagian bawah. Terlihat sangat manis saat dikuncir dan tersisa beberapa bagian di samping kiri dan kanan dahinya. Ia merasakan debaran aneh di jantungnya saat melihat gadis itu, debaran yang sama saat ia jatuh cinta pada Natasha.Mengingat Natasha membuat Adrian nelangsa lagi, ia kemudian melihat ke layar ponsel dalam genggamannya. Membuka kembali galeri foto yang penuh dengan gambar mereka berdua. Senyum keduanya yang mereka
Udara dingin pukul lima pagi tak menyurutkan niat Alya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu berjibaku dengan kegiatan mencuci baju sebanyak dua ember cat besar, belum lagi cucian piring sisa makan semalam yang menumpuk. Pekerjaan seperti ini sudah menjadi sarapan sehari-hari.Namanya Alya Kharisma, gadis berusia sembilan belas tahun ini sudah menjadi seorang piatu sejak kelas enam SD. Ibunya meninggal karena penyakit demam berdarah. Ia lalu tinggal berdua dengan Banu, ayahnya, yang bekerja di pabrik pengolahan teh. Menginjak kelas tujuh SMP sang ayah membawa pulang seorang perempuan bernama Rima untuk dijadikan ibu sambung bagi Alya.Sejak saat itu kehidupan Alya yang tenang mulai berubah. Rima memperlakukan Alya layaknya di sinetron sebagai seorang ibu tiri yang kejam, tak peduli meski ada sang ayah. Sang ayah juga seperti kerbau yang dicocok hidungnya, menuruti semua perkataan istri keduanya itu.Namun, hari ini Alya lebih bersemangat dari biasanya, ka
Sudah sepekan berlalu sejak lamaran di restoran waktu itu. Beberapa kali sudah Adrian mencoba meyakinkan Natasha akan permintaannya, bahkan laki-laki itu rela merendah padanya. Tapi Natasha tetap tak bergeming. Bahkan, semua kontak yang terhubung dengan Adrian diblokir oleh gadis itu. Membuat pria itu tak lagi berharap banyak.Pagi ini Adrian memutuskan untuk libur kerja sehari, ia menelpon David asistennya agar membatalkan semua jadwal hari ini. Ia beralasan pada David kalau hari ini dirinya sedang tidak enak badan. Setelah memasak mi instant berkuah dengan beberapa potongan cabai dan dua telur, sesuatu yang sangat jarang dilakukan seorang Adrian.Ia membawa mangkuknya menuju ruang tengah dan duduk di karpet berwarna merah maroon. Menyalakan televisi dan mengganti saluran secara asal, menontonnya sambil menikmati semangkuk mi yang barusan dibuatnya. Ia berharap mi kuah pedas ini bisa mengembalikan mood nya yang sedikit memburuk.Sebuah saluran televisi menayangkan be
"Kamu harus segera menikah!" Perintah dari Kakek Hadinata pada Adrian, cucunya, saat mereka berdua menikmati makan malam membuat Adrian membelalakkan kedua matanya."Kek, kenapa harus seperti ini?" Adrian tahu jika kakeknya tidak pernah suka dibantah. Tetapi ini soal pernikahan yang ia sendiri tidak yakin akan bisa mewujudkannya."Kau pewarisku satu-satunya," jawab Kakek Hadinata setelah ia mengusap mulutnya dengan tisu yang tersedia di meja makan."Kau harus segera punya pendamping agar bisa menggantikan posisiku." Kakek Hadinata memandang lekat cucunya.Pria yang berusia hampir tujuh puluh tahun ini merupakan pemilik kerajaan bisnis Hadinata Group. Ia hanya memiliki seorang putra yaitu Abraham Hadinata -- Ay