Home / Romansa / Pernikahan Sinetronable / 4. Kedatangan Mantan

Share

4. Kedatangan Mantan

Author: Vika VPutri
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Mas Arga, ada kecoa!" Aku menggoncang tubuh Mas Arga. Tetapi, bukannya bangun, dia malah menarik selimut. Ish! Ini orang lagi cosplay jadi batu apa gimana? Masa ada orang teriak-teriak dia enggak denger?

"Dasar manusia setengah bonsai! Enggak ada peduli-pedulinya sama orang!"

Merasa usahaku telah sia-sia, akhirnya aku pun menarik selimut yang membungkus tubuhnya dan membaringkan tubuh di sebelah Mas Arga dengan meletakkan guling sebagai pembatasnya.

***

"Hoam!" Aku menguap sambil merenggangkan otot tangan. Matahari sudah meninggi, jam di HP pun sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Aku menoleh ke sisi kiri, tapi suamiku tidak ada, mungkin Mas Arga sudah bangun sejak pagi tadi.

Aku berjalan dengan gontai ke luar kamar sambil memperhatikan sekeliling. Kosong. Kamar mandi kosong, dapur, dan ruang keluarga juga kosong. Di mana Mas Arga?

Meja makan pun masih kosong. Tidak ada roti atau apa pun yang bisa kumakan pagi ini. Ah, jadi kangen Ibu. Setiap pagi-pagi sekali pasti beliau sudah menyiapkan nasi goreng dan segelas teh hangat untuk kami. Namun, pagi ini?

Aku mengambil HP lalu memencet nomor Ibu. Setelah terhubung, aku pun langsung menjauhkan HP dari telinga karena sambutan beliau.

"Pagi-pagi udah telepon Ibu aja kamu, Ra. Masak!"

Aku menepuk kening.

"Aku mau sarapan di rumah ibu aja. Di sini gak ada bahan masakan," kataku.

"Ya ampun, Yura. Jangan aneh-aneh. Cepat masak, jangan bikin malu ibu."

Panggilan dimatikan secara sepihak. Aku mendengkus, lantas meletakkan kepala di atas meja dan kembali memejamkan mata.

"Ngantuk banget kayak abis ngapain aja."

Aku membuka mata, terlihat Mas Arga sedang mengambil air dingin di kulkas lalu menenggaknya.

"Udah sarapan?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Belumlah. Udah dibilangin kalau aku gak bisa masak juga."

"Mau diajarin?"

"Males."

Mas Arga mendekat. "Biar kayak di sinetron, Ra. Masak bareng, tidur bareng, mandi bareng."

Aku melotot. "Gak!"

Mas Arga terkekeh. "Ya udah, kita beli aja. Aku juga belum belanja sama sekali. Nanti sore, ya, sama kamu."

Aku menarik napas panjang. "Aku belum bisa jadi istri. Kenapa, sih, Mas Arga harus nikahin aku segala?"

Dia tak menjawab. Namun, justru berjalan ke arah pintu sambil berteriak. "Aku mau beli bubur ayam. Ikut, nggak?"

***

Sore ini, aku benar-benar diajak Mas Arga belanja bulanan. Aku masih melongo di depan pintu swalayan sambil menenteng keranjang.

"Jangan di situ! Ngalangin orang mau lewat."

Aku maju selangkah, lalu berhenti lagi.

"Kenapa, sih?" tanyanya.

"Kita mau belanja apa? Aku gak ngerti."

"Segitunya, Ra? Serius kamu gak pernah belanja bulanan sama sekali?"

"Nganterin ibu doang, tapi cuma duduk di parkiran," jawabku sambil berjalan ke deretan camilan.

Tanganku bergerak mengambil beberapa bungkus makanan ringan berbagai macam rasa. Tanpa sadar keranjang kecil yang kupegang sudah penuh dengan jajanan.

Mas Arga mendekat. Mengambil beberapa jajanan di keranjang, lalu meletakkan ke tempatnya kembali. "Bukan beli beginian juga, Ra. Nih, daftar belanjaan yang harus kita beli." Laki-laki itu menyerahkan HP.

Aku membaca daftar belanjaan yang harus dibeli dan mulai berjalan mendekati rak yang harus dituju.

"Sini keranjangnya, aku aja yang bawa. Biar romantis."

Aku benar-benar dibuat melongo dengan sikap Mas Arga. Umurnya sudah tua tapi kenapa masih kayak seumuranku gini, ya?

"Yura?" Aku menoleh pada sumber suara. Mbak Aida?

Aku langsung berjalan mendekatinya. "Mbak Aida, ngapain di sini?"

"Biasa. Belanja bulanan."

Aku mengangguk, meski merasa aneh. Kenapa Mbak Aida belanja bulanan sampai ke sini? Padahal di dekat rumah kami juga ada swalayan.

"Sama siapa, Ai?" tanya Mas Arga.

"Sendirian aja, Mas. Suami udah kerja. Kamu nggak kerja?"

"Belum. Besok baru mulai kerja. Kasihan Yura juga masih kangen kayaknya." Mas Arga tertawa.

Aku melotot. Sudah berapa kali aku melotot hari ini, ya? Heran. Kelakuan Mas Arga kenapa aneh-aneh banget, sih?

Mbak Aida hanya tersenyum sekilas, lalu meletakkan keranjang bawaannya di tangan Mas Arga dan berjalan sambil menggandeng lenganku.

"Mau beli apa aja, Ra?" tanya Mbak Aida.

"Enggak tahu, Mbak. Bingung."

"Beda banget, ya, Mas. Yura sama aku." Mbak Aida terkekeh sambil menoleh ke belakang. Sementara aku? Udah mirip banget sama obat nyamuk elektrik. Nyala, tapi gak ada asapnya sama sekali.

***

Semenjak pulang dari swalayan sampai sekarang di dalam mobil menuju rumah pun aku lebih banyak diam. Pura-pura mendengarkan obrolan mereka padahal aslinya tidak peduli sama sekali.

Mbak Aida yang katanya kangen dengan adiknya itu pun ikut pulang bersama kami. Awalnya Mas Arga menolak, tapi karena aku takut Mbak Aida marah. Aku pun membujuk Mas Arga agar dia mengizinkan.

Mobil menepi di depan pagar, aku langsung turun dan membuka pagar besi lantas menguncinya kembali saat mobil sudah parkir di garasi.

Mas Arga membuka bagasi untuk mengambil belanjaan dan memintaku membuka pintu utama. Aku sedikit melirik, sejak tadi Mbak Aida masih mencuri-curi pandang kepada mantan pacarnya. Itu membuatku curiga.

"Aku masakin, ya. Pasti Yura belum masak, kan?" Mbak Aida berjalan ke dapur tanpa diminta.

Aku dan Mas Arga saling bertatapan. Alis kunaikturunkan, tapi malah Mas Arga menarik tangan dan membawaku masuk ke dalam kamar.

"Suruh pulang!" perintahnya.

"Gak."

"Ya udah, biar aku yang suruh dia pulang."

"Jangan diusir. Dia kakakku, loh."

"Tapi, gak seharusnya dia di sini, Ra."

"Kenapa? Mas Arga masih cinta?"

Dia menyugar rambut. "Aku telepon Bapak sekarang."

Aku hendak merebut HP dari tangan Mas Arga, tapi adegan yang terjadi setelah kejadian itu sungguh memalukan. Kami sama-sama terjatuh di ranjang dengan posisi tubuhku berada di bawah tubuhnya. Harus disensor!

Mas Arga terlihat menelan ludah sambil menyeringai. Kini giliran dia yang menaikturunkan alis. Apes!

"Waktunya sarapan," katanya.

Aku menutup mata dan menahan napas dengan spontan. Pasrah dengan adegan yang akan terjadi setelah ini sambil menghitung dalam hati.

Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam. Tujuh. Delapan. Sembilan. Sepuluh. Kenapa belum dicium juga? Eh.

"Wajah kamu merah banget, Ra. Aku jadi bingung harus cium bagian mana dulu."

Bug!

Aku menendang perutnya menggunakan lutut. Napas masih tersengal-sengal ketika aku berlari ke luar dan meninggalkan Mas Arga yang masih blingsatan di kamar.

"Woi, Ra! Jangan kabur kamu, ya!" teriak Mas Arga dari kamar.

Aku yang kepalang ngos-ngosan cuma bisa mesem saat ketemu sama Mbak Aida di luar.

"Kenapa, Ra? Berantakan banget rambutnya? Kalian berantem?" tanya Mbak Aida.

Tuhan, pengen ditelan bumi saja aku rasanya! Kenapa, sih, aku harus dapat suami kayak dia? Bisa enggak kalau ditukar sama Kim Young Dae aja? Atau paling enggak yang lain, deh.

Related chapters

  • Pernikahan Sinetronable   5. Nyebelin!

    "Habis dikerjain, ya?" Mbak Aida tertawa. "Arga emang suka gitu," lanjutnya.Aku hanya nyengir kuda. Tak paham dan tak mau paham apa maksudnya. Lagian males juga nanggepinnya. Pasti setelah ini Mbak Aida bakal cerita kenangan waktu pacaran sama Mas Arga dulu."Nyebelin gitu, Arga orangnya romantis, kok, Ra. Dulu sering banget lupa jemput, tapi paginya beli bunga. Aku tadinya mau marah jadi nggak bisa."Kan, kaaan!"Tapi, kamu kan nggak suka bunga, Ra. Jadi, kayaknya beda cerita kalau di kamu. Gagal romantis gitu."Aku hanya mengangguk sambil memakan camilan di toples sembari memperhatikan Mbak Aida yang mencuci sayuran yang terdiri dari kubis, wortel, brokoli, dan juga sawi hijau di baskom. Bisa kutebak kalau dia akan memasak capcay."Lupa gak beli udang. Mau masak capcay, kan?" tanyaku sambil membantu mengupas bawang."Arga alergi sama udang. Jangan masakin dia seafood, ya. Dia juga gak suka pedes."Aku mengangguk."Arga suka banget capcay buatan aku, Ra. Sini aku ajarin masak.""En

  • Pernikahan Sinetronable   6. Mari Kita Coba!

    "Kerja yang bener, ya. Nanti aku jemput," katanya sambil mengacak rambut. Aku menatapnya dengan malas lalu kembali duduk di meja kasir."Yang diacak rambutnya siapa, yang berantakan siapa." Lilis meracau, aku mendongak. Dia masih menatap punggung Mas Arga yang sudah menjauh."Awas naksir!" sahutku."Hatiku berantakan, Ra. Kamu serius gak suka sama dia? Good looking gitu.""Ambil ajalah kalah suka.""Serius? OTW jadi pelakor!" Lilis mengambil sesuatu dari dalam saku.Aku makin mengernyit melihat Lilis mengoleskan lipstik merah menyala di bibirnya."Dah pantes jadi pelakor belum?" tanya Lilis yang kujawab dengan toyoran di kepalanya.***Jam dua sore. Satu jam lagi waktu pergantian sif, aku menghitung jumlah uang dan menyamakannya dengan nominal di komputer. Sebelum pergantian sif begini, uang yang terkumpul selama sif pertama akan dipisahkan dengan jadwal sif berikutnya.Setelah memastikan jumlah uang dengan yang tertera di layar monitor itu sama, aku mengikat pendapatan sejak pagi tad

  • Pernikahan Sinetronable   7. Apa?!

    Semenjak minum obat dari Mas Arga tadi, perutku sudah mulai membaik. Namun, sudah hampir jam sebelas malam, tapi mataku masih belum bisa diajak terpejam juga. Aku berguling ke kanan dan ke kiri, tapi cuma gerah doang yang ada.Sayup aku mendengar suara nada dering dari luar kamar. Ini sudah hampir tengah malam, tapi kenapa Mas Arga masih menerima panggilan?Aku berjalan ke dapur karena perut terasa kosong, sepertinya bakso tiga porsi tadi benar-benar sudah tidak menempati ruang di lambungku lagi. Tanpa memedulikan Mas Arga yang sedang berbicara entah dengan siapa, aku melewatinya begitu saja tanpa bertanya.Aku mengambil air dari dispenser lalu menarik kursi di meja makan. Tanganku terulur hendak menjangkau apel di piring, tapi terhalang oleh cekalan Mas Arga. Aku menyentak, tapi dia justru terbahak."Laper lagi?" tanyanya."Masalah buat situ?" Aku kembali meraih apel dan langsung menggigitnya.Mas Arga duduk di depanku sambil memperhatikan. Matanya tidak berkedip sama sekali, membua

  • Pernikahan Sinetronable   8. Jebakan Arga

    Aku membelalak. Ini salah. Bukan. Bukan karena aku suka sama Mas Arga, tapi ucapan Mbak Aida ini benar-benar bibit masalah."Mbak, sadar. Kamu udah nikah sama Mas Imran. Jangan ngadi-adi ngomongnya, dosa!""Aku serius, Ra. Aku gak rela kamu nikah sama dia." Mbak Aida tiba-tiba tergugu."Udah! Udah!Mending Mbak Aida pulang. Jangan ke sini lagi, bahaya. Bibit dosa jangan makin dipupuk, nanti malah subur kayak jenggot bapak. Mbak, jangan main-main sama pernikahan, Mas Imran itu orang baik. Rela gak rela emang udah kayak gini kenyataannya.""Kamu gak tahu gimana rasanya kehilangan, Ra. Kamu gak tahu, kan, gimana rasanya sayang sama orang, tapi orang itu udah bukan milik kamu lagi.""Ya emang aku gak tahu dan gak mau tahu. Kalau mau mungkin udah dari dulu aku pacaran juga. Gak usah makin ngelantur gitu ngomongnya," kataku mulai kalut. Bisa-bisa aku kepancing emosi juga kalau begini urusannya."Aku nginep di sini. Semalam aja.""Enggak! Ayo, Yura anter pulang." Aku mengambil tas miliknya da

  • Pernikahan Sinetronable   Part 9 Siapa?

    Aku sengaja menunggu. Benar saja, Mas Arga pasti hanya menggoda, tapi dia sama sekali tidak berani menyentuhku. Jangan-jangan memang benar ucapan Lilis, bahwa sebenarnya Mas Arga ini pura-pura mau padahal aslinya hanya untuk menutupi malu. Ah, aku jadi penasaran.Aku membalikkan tubuh. Posisi Mas Arga masih seperti malam-malam biasanya. Terpejam dengan tangan yang diletakkan di atas kening. Pelan-pelan kupindahkan guling di antara kami dan mulai merapatkan tubuh."Dingin, ya, Mas." Meski gemetar, tapi tanganku akhirnya berhasil melingkar di atas perutnya. Ini namanya uji nyali!Bisa kurasakan kalau Mas Arga terkejut, karena setelah itu dia terlihat gugup. Sementara aku berusaha menahan tawa dengan sekuat tenaga."Katanya gak boleh pegang-pegang dulu." Tangannya memindahkan tanganku.Namun, aku kembali melingkarkan tangan dan merapatkan tubuh, memeluknya."Dingin," kataku. "Ah, elah. Bikin gagal ngantuk aja, Ra. Ya udah sini, kita saling menghangatkan."Aku gelagapan ketika Mas Arga

  • Pernikahan Sinetronable   10. Maksudnya Apa?

    10.Aku kembali menunduk karena merasa tidak kenal dengan laki-laki yang celingukan di depan sana. Lilis menyenggol lengan, memberi isyarat agar aku menemui orang itu sebelum warung penuh."Samperin, gih. Bukan pengemis dia."Aku tertawa. Lalu, menghampiri laki-laki itu."Masnya siapa, ya?" tanyaku ketika menghampirinya."Ah, iya. Kenalin, nama saya Edo."Aku menjabat tangannya. "Ada keperluan apa, Mas Edo?""Ternyata kamu cantik banget, ya." Dia menggelengkan kepala sambil tersenyum.Bau-bau buaya."Maksudnya apa, ya? Maaf banget, Mas, soalnya saya sibuk. Ini jam kerja." Intonasiku mulai meninggi."Eh, iya, astaga. Maaf. Aku ke sini karena disuruh sama Aida. Sore nanti, kamu disuruh ke rumah. Oh, iya. Aku temen kerjanya dulu, kebetulan tempat kerjaku deket-deket sini juga. Pulang jam tiga, kan? Nanti bisa bareng. Bye!" Dia melambai tanpa menunggu jawabanku.Meresahkan. Bukan Lilis namanya kalau tidak langsung menanyakan tentang siapa laki-laki tadi. Aku hanya menjawab sekenanya karen

  • Pernikahan Sinetronable   11. Si Nyebelin!

    11Tubuhku bersentuhan dengan benda lembut. Aku membuka mata, lalu memejam kembali ketika harus melihat wajah Mas Arga, lagi dan lagi.Rupanya Mas Arga membaringkan tubuhku di kasur. Badanku rasanya seperti tak bertulang. Lemas dan pusing."Boleh, ya, Ra?" bisik Mas Arga.Aku menggulingkan tubuh. "Gak!""Puasa terooos!"Bibirku tertarik ke atas. Emang enak?!Aku bisa merasakan kalau Mas Arga ikut berbaring di belakangku. Tubuhku menegang ketika tangan Mas Arga melingkar di pinggang. Dia benar-benar memelukku dari belakang."Please, jangan marah. Sebentar aja, Ra," bisiknya. Anehnya, aku benar-benar tidak marah dan tidak bergerak. Hanya diam dan menikmati embusan napasnya yang hangat menjalar di punggung. Ada sensasi aneh yang terasa saat Mas Arga mengeratkan pelukannya.Jantungku berdebar kencang. Rasanya mirip banget kayak waktu disuruh Ibu menemui kang kredit lingerie. Ngeri-ngeri sedap."Unboxing, ya, Ra?"Aku menyikut perutnya hingga laki-laki itu tertawa dan menarik tangan yang

  • Pernikahan Sinetronable   12. Nasihat Bapak

    12"Mas Arga ngomong apaan, sih? Yang sakit siapa yang ngelantur siapa."Aku melewatinya. Lalu, kembali duduk dan meletakkan dagu di meja.Mas Arga mendekat, lantas melakukan hal yang sama."Ra, maaf. Semalam aku ngelakuin itu tanpa sepengetahuan kamu. Aku minta maaf." Wajahnya tidak bercanda."Mas, bohong, kan?"Dia menggeleng. Aku mulai panik, jangan-jangan obat yang aku minum semalam itu obat tidur? Jadi, aku sudah ternodai? Sudah tidak suci lagi?Namun, tiba-tiba saja Mas Arga menyemburkan tawa. Kencang sekali. Aku memutar bola mata dengan malas, lalu melempar celemek pada laki-laki mesum yang sedang memegangi perutnya itu."Wajah kamu lucu."Aku mencebik. Lucu katanya?Dasar otak mesum!Mas Arga kembali pada kompornya. Tangannya cukup lihai ketika mulai memasukkan bumbu di wajan. Aku mendekat, lalu melongok pada wajan di atas kompor."Lah, gak usah pakai daun jeruk, ah. Aku gak suka. Bumbuin bawang ama cabe aja udah!" protesku."Nasi goreng daun jeruk, kan, enak.""Gak enak, aneh

Latest chapter

  • Pernikahan Sinetronable   17. Kejutan

    Pagi ini, aku seperti memulai hari baru. Aku bahkan sudah tidak mengusir Mas Arga lagi dan memintanya tidur di luar. Semalaman, Mas Arga menceritakan banyak hal. Anehnya, aku mulai menyukai kebiasaannya yang banyak bicara itu.Aku menopang dagu di meja, sambil memperhatikan Mas Arga yang sedang menuang nasi goreng di piring. Aku menghirup aroma nasi goreng yang membuat perut semakin keroncongan."Selamat sarapan, Cinta." Dia mengecup pipi.Aku mulai melahap nasi goreng buatan Mas Arga. Lalu, membulatkan mata ketika merasakan sensasi pedas yang memenuhi indera perasa."Wow. Pedes banget. Mas Arga bisa makan pedes?" tanyaku saat melihatnya mulai melahap nasi di piringnya."Aku belajar menyukai semua hal tentang kamu, Ta."Aku tersenyum. "Harusnya jangan. Nanti malah bikin Mas Arga kenapa-kenapa.""Kamu khawatir?"Aku langsung mengatupkan bibir. Salah ngomong ternyata.Mas Arga menggeser kursinya hingga ke sampingku. Tangan kirinya melingkar di perutku, sedangkan tangan kanannya masih sib

  • Pernikahan Sinetronable   16. Meleleh

    Warning! Part ini menyebabkan baper.--"Tuh, kan, basah lagi rambutnya."Mas Arga tertawa. Sementara aku hanya membuang muka, tak mau menatapnya. Aku masih sibuk mengeringkan rambut karena satu jam lagi harus berangkat bekerja. Mas Arga memutuskan untuk berangkat di jam yang sama, agar kami juga bisa pulang sama-sama. Tentunya agar kejadian semalam yang katanya ketiduran itu tidak terulang kembali.Kami memang bekerja di rumah makan yang sama. Rumah makan dengan 33 cabang yang tersebar di kota Jogjakarta. Hanya saja aku bekerja di bagian kasir, sedangkan Mas Arga menjadi SPV. Jam kerjanya sama, hanya jadwal sif yang sedikit berbeda. Aku dua sif dan seorang SPV ada jadwal tiga sif."Habis gajian besok aku udah ada janji sama Lilis.""Harusnya jangan libur barengan gitu, kasihan yang lain. Satu-satu aja, dong.""Udah sepakat, kok. Nanti kita juga gantian.""Tiga hari juga?""Lilis sehari, aku yang tiga hari.""Kalau gitu aku ambil jatah liburnya barengan kamu ajalah.""Ish. Kok, gitu?"

  • Pernikahan Sinetronable   15. First

    Tangan Mas Arga membelai pipi, seolah-olah memintaku untuk mendekat. Spontan aku memejamkan mata. Keringat dingin mulai bercucuran, apa yang akan Mas Arga lakukan?Aku menelan ludah dengan susah payah. Embusan napasnya yang hangat menyapu wajah. Aku ... tidak bisa menolak ketika jarak di antara kami benar-benar terkikis. Apakah itu tandanya, hatiku mulai menerima?"Mas, malu." Aku bergumam, sambil membuka mata. Tapi, gumaman itu hanya dianggap angin lalu oleh Mas Arga. Dia menarik tubuhnya sedikit. Lalu, kembali menatapku dengan lekat, seakan-akan sedang meminta persetujuan."Boleh?" tanyanya lirih.Aku diam sebentar, lalu mengangguk meski ragu. Bibir itu mulai mendekat, lalu akhirnya menempel lekat. Selama beberapa saat kami tenggelam. Rasanya seperti sedang melayang atas sesuatu yang memabukkan.Malam ini, kami benar-benar melebur dalam balutan kasih sebagai pasangan halal. ***Aku mengerjap. Matahari sudah meninggi, cahayanya masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Aku menggera

  • Pernikahan Sinetronable   14. Sweet

    Aku celingukan. Lalu, melotot ketika melihat Lilis sedang bersembunyi di bawah meja kasir. Dia yang ngajak gibah, aku pula yang kena masalah.Mas Arga masih memasang wajah datar. Sementara aku mulai salah tingkah. Kenapa bisa tidak sadar kalau ternyata mobil Mas Arga terparkir di halaman, ya?"Gak usah bayar. Biar aku aja nanti yang bayar.""Ini suap? Biar gak kena hukuman, kan?""Enggak gitu. Lilis yang mulai."Aku menarik tangan Lilis agar dia keluar dari persembunyian."Maaf, Mas. Yura yang ngajak duluan," kata Lilis sambil meremas lenganku."Emang bukan salah kamu, tapi salah Yura. Tenang aja, dia yang akan dapet hukuman dari saya."Aku mengerucutkan bibir. Kena lagi, kan?Aku menghindar saat Mas Arga hendak mengacak rambutku lagi. Dia tertawa."Pinter, ya, sekarang," katanya."Jangan ngacak-acak rambut terus, males sisiran.""Rambutku aja yang diacak, Mas." Lilis menyahut. Aku menyenggol lengannya.Mas Arga hanya tersenyum, lalu berpamitan."Masya Allah ganteng banget jodoh orang

  • Pernikahan Sinetronable   13. Gara-gara Lilis

    13"Ra."Aku mendongak. "Iya, Pak?""Di sini gak ada gula?"Aku menyemburkan tawa. "Ada, kok. Mau ditambahin?"Bapak menggeleng sambil terkekeh. "Jangan terlalu tegang begitu. Kayak lagi ngomong sama tukang kredit langganan Ibu saja."Kami terbahak bersama. Namun, senyumku langsung memudar ketika Bapak kembali bicara."Arga banyak berubah selepas putus dengan Aida. Sepertinya dia jadi banyak bicara sekarang.""Memangnya dulu enggak banyak bicara, Pak?"Aku mencoba mengingat saat Mas Arga sering mengantar Mbak Aida pulang. Aku yang tidak pernah peduli pada mereka atau memang saat berpacaran dengan Mbak Aida, Mas Arga itu tidak banyak bicara? Entahlah.Beliau hanya tersenyum kecil. "Masuk sore, ya? Bapak jadi kangen jemput kamu waktu pulang malam lagi."Kali ini aku benar-benar dibuat mellow. Ah, Bapak. Sepertinya baru kemarin kita berangkat kerja bersama. Aku yang selalu ketiduran saat menunggu jemputan dari Bapak. Lalu, akhirnya kita akan berhenti di pasar malam hanya agar aku tidak m

  • Pernikahan Sinetronable   12. Nasihat Bapak

    12"Mas Arga ngomong apaan, sih? Yang sakit siapa yang ngelantur siapa."Aku melewatinya. Lalu, kembali duduk dan meletakkan dagu di meja.Mas Arga mendekat, lantas melakukan hal yang sama."Ra, maaf. Semalam aku ngelakuin itu tanpa sepengetahuan kamu. Aku minta maaf." Wajahnya tidak bercanda."Mas, bohong, kan?"Dia menggeleng. Aku mulai panik, jangan-jangan obat yang aku minum semalam itu obat tidur? Jadi, aku sudah ternodai? Sudah tidak suci lagi?Namun, tiba-tiba saja Mas Arga menyemburkan tawa. Kencang sekali. Aku memutar bola mata dengan malas, lalu melempar celemek pada laki-laki mesum yang sedang memegangi perutnya itu."Wajah kamu lucu."Aku mencebik. Lucu katanya?Dasar otak mesum!Mas Arga kembali pada kompornya. Tangannya cukup lihai ketika mulai memasukkan bumbu di wajan. Aku mendekat, lalu melongok pada wajan di atas kompor."Lah, gak usah pakai daun jeruk, ah. Aku gak suka. Bumbuin bawang ama cabe aja udah!" protesku."Nasi goreng daun jeruk, kan, enak.""Gak enak, aneh

  • Pernikahan Sinetronable   11. Si Nyebelin!

    11Tubuhku bersentuhan dengan benda lembut. Aku membuka mata, lalu memejam kembali ketika harus melihat wajah Mas Arga, lagi dan lagi.Rupanya Mas Arga membaringkan tubuhku di kasur. Badanku rasanya seperti tak bertulang. Lemas dan pusing."Boleh, ya, Ra?" bisik Mas Arga.Aku menggulingkan tubuh. "Gak!""Puasa terooos!"Bibirku tertarik ke atas. Emang enak?!Aku bisa merasakan kalau Mas Arga ikut berbaring di belakangku. Tubuhku menegang ketika tangan Mas Arga melingkar di pinggang. Dia benar-benar memelukku dari belakang."Please, jangan marah. Sebentar aja, Ra," bisiknya. Anehnya, aku benar-benar tidak marah dan tidak bergerak. Hanya diam dan menikmati embusan napasnya yang hangat menjalar di punggung. Ada sensasi aneh yang terasa saat Mas Arga mengeratkan pelukannya.Jantungku berdebar kencang. Rasanya mirip banget kayak waktu disuruh Ibu menemui kang kredit lingerie. Ngeri-ngeri sedap."Unboxing, ya, Ra?"Aku menyikut perutnya hingga laki-laki itu tertawa dan menarik tangan yang

  • Pernikahan Sinetronable   10. Maksudnya Apa?

    10.Aku kembali menunduk karena merasa tidak kenal dengan laki-laki yang celingukan di depan sana. Lilis menyenggol lengan, memberi isyarat agar aku menemui orang itu sebelum warung penuh."Samperin, gih. Bukan pengemis dia."Aku tertawa. Lalu, menghampiri laki-laki itu."Masnya siapa, ya?" tanyaku ketika menghampirinya."Ah, iya. Kenalin, nama saya Edo."Aku menjabat tangannya. "Ada keperluan apa, Mas Edo?""Ternyata kamu cantik banget, ya." Dia menggelengkan kepala sambil tersenyum.Bau-bau buaya."Maksudnya apa, ya? Maaf banget, Mas, soalnya saya sibuk. Ini jam kerja." Intonasiku mulai meninggi."Eh, iya, astaga. Maaf. Aku ke sini karena disuruh sama Aida. Sore nanti, kamu disuruh ke rumah. Oh, iya. Aku temen kerjanya dulu, kebetulan tempat kerjaku deket-deket sini juga. Pulang jam tiga, kan? Nanti bisa bareng. Bye!" Dia melambai tanpa menunggu jawabanku.Meresahkan. Bukan Lilis namanya kalau tidak langsung menanyakan tentang siapa laki-laki tadi. Aku hanya menjawab sekenanya karen

  • Pernikahan Sinetronable   Part 9 Siapa?

    Aku sengaja menunggu. Benar saja, Mas Arga pasti hanya menggoda, tapi dia sama sekali tidak berani menyentuhku. Jangan-jangan memang benar ucapan Lilis, bahwa sebenarnya Mas Arga ini pura-pura mau padahal aslinya hanya untuk menutupi malu. Ah, aku jadi penasaran.Aku membalikkan tubuh. Posisi Mas Arga masih seperti malam-malam biasanya. Terpejam dengan tangan yang diletakkan di atas kening. Pelan-pelan kupindahkan guling di antara kami dan mulai merapatkan tubuh."Dingin, ya, Mas." Meski gemetar, tapi tanganku akhirnya berhasil melingkar di atas perutnya. Ini namanya uji nyali!Bisa kurasakan kalau Mas Arga terkejut, karena setelah itu dia terlihat gugup. Sementara aku berusaha menahan tawa dengan sekuat tenaga."Katanya gak boleh pegang-pegang dulu." Tangannya memindahkan tanganku.Namun, aku kembali melingkarkan tangan dan merapatkan tubuh, memeluknya."Dingin," kataku. "Ah, elah. Bikin gagal ngantuk aja, Ra. Ya udah sini, kita saling menghangatkan."Aku gelagapan ketika Mas Arga

DMCA.com Protection Status