Home / Romansa / Pernikahan Sinetronable / 6. Mari Kita Coba!

Share

6. Mari Kita Coba!

Author: Vika VPutri
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kerja yang bener, ya. Nanti aku jemput," katanya sambil mengacak rambut. Aku menatapnya dengan malas lalu kembali duduk di meja kasir.

"Yang diacak rambutnya siapa, yang berantakan siapa." Lilis meracau, aku mendongak. Dia masih menatap punggung Mas Arga yang sudah menjauh.

"Awas naksir!" sahutku.

"Hatiku berantakan, Ra. Kamu serius gak suka sama dia? Good looking gitu."

"Ambil ajalah kalah suka."

"Serius? OTW jadi pelakor!" Lilis mengambil sesuatu dari dalam saku.

Aku makin mengernyit melihat Lilis mengoleskan lipstik merah menyala di bibirnya.

"Dah pantes jadi pelakor belum?" tanya Lilis yang kujawab dengan toyoran di kepalanya.

***

Jam dua sore. Satu jam lagi waktu pergantian sif, aku menghitung jumlah uang dan menyamakannya dengan nominal di komputer. Sebelum pergantian sif begini, uang yang terkumpul selama sif pertama akan dipisahkan dengan jadwal sif berikutnya.

Setelah memastikan jumlah uang dengan yang tertera di layar monitor itu sama, aku mengikat pendapatan sejak pagi tadi dan memasukkannya ke dalam pouch. Tak lupa juga untuk menguncinya di dalam laci. Setelah selesai, aku dan Lilis biasanya bergantian makan sebelum pulang.

"Udah dijemput, tuh, Ra!" Lilis menyikut lenganku.

"Biarin. Masih sepuluh menit lagi."

"Makan dulu sana, biar aku yang jaga."

Aku pun beringsut ke dapur dan mengambil jatah makanan. Semua karyawan yang bekerja di sini mendapatkan fasilitas makan gratis selama tiga kali. Untuk sayur, kita bebas mau makan sayur apa saja. Beda dengan lauk, biasanya cuma telor, tempe dan tahu yang boleh dimakan. Sementara ayam dan semacamnya kita dikenakan biaya lima ribu per potongnya.

"Ra, duluan, ya." 

Aku mengacungkan jempol sambil terus melahap ca kangkung di piring. Masa bodoh dengan Mas Arga yang sudah menunggu di luar, aku justru menambah nasi dan sambal di piring. Satu per satu karyawan yang masuk sif pagi mulai berpamitan, digantikan dengan karyawan lain yang akan bekerja sampai jam sebelas malam.

"Sini bagi dua."

Aku tersedak ketika Mas Arga tiba-tiba duduk di depanku sambil mengambil alih makananku dan mulai melahapnya. Setelah susah payah menelan nasi yang belum terkunyah sempurna, aku pun menenggak air putih di botol.

"Ditungguin malah asyik makan," cibirnya.

Aku memperhatikan cara makannya. Kayak orang kesurupan. Baru semenit piring berpindah tangan, tapi isinya langsung habis seketika.

"Laper apa doyan?" tanyaku.

"Laper. Kalau doyannya, kan, sama kamu."

Dih!

"Pulang duluan aja, aku masih mau muter-muter." Aku berdiri.

"Muter-muter aja. Di sini? Aku lihatin."

"Maksudnya jalan-jalan, elah! Mau ke Taman Denggung dulu."

"Pulang ajalah. Gak suka keramaian aku."

"Lah, siapa yang ngajakin Mas Arga? Aku mau berangkat sendiri."

"Mau ketemu sama selingkuhan, ya?"

Kalau bukan karena harga diri, sudah kujambak rambut Mas Arga sekarang juga. Nyebelin banget. Bikin naik darah aja!

***

Mobil Mas Arga menepi di bawah pohon besar, lalu memintaku turun duluan karena dia harus mencari tempat untuk parkir. Aku bergeming, malas rasanya kalau harus bersama Mas Arga ke manapun perginya. Seharusnya enggak kayak gini.

"Sebentar doang. Segitunya sampai gak mau pisah sama aku, Ra."

Aku mengusap wajah. Sampai malu mau melototin dia tiap hari. Tetapi, kalau enggak dipelototi dia enggak ngerti-ngerti.

"Mas Arga pulang aja, deh. Aku malu kalau harus jalan berduaan."

"Solusinya cuma satu. Kita harus punya anak dulu biar bisa jalan bertiga."

"Enggak gitu juga maksudnya, Ronaldo! Aku mau sendirian. Gak mau berdua atau bertiga apalagi bersepuluh!" Aku langsung turun dan berlari menjauh.

Semilir angin yang berembus langsung menenangkan. Namun, aroma bakso ternyata lebih menyenangkan. Aku langsung berlari ke dalam tenda bakso dan memesan satu porsi bakso jumbo.

"Udah laper lagi?"

Aku langsung memonyongkan bibir. Kenapalah harus muncul lagi orang ini?

"Bayar sendiri kalau mau ikutan makan!" protesku ketika Mas Arga ikut duduk.

Dia menjentikkan jari. Sombong!

"Kayaknya Aida gak rakus banget sama makanan. Kok, bisa beda sama kamu, ya?"

Aku langsung berdiri dan berteriak. "Bang, baksonya jadi tiga porsi! Dia yang bayar!"

Mas Arga menelan ludah. Syukurin!

***

Entah sudah berapa kali aku bolak-balik kamar mandi gara-gara makan bakso di taman tadi. Mas Arga juga sedari tadi masih mengomel panjang pendek, tapi tak kupedulikan.

"Besok-besok jangan cuma tiga porsi. Sekalian aja sama abang-abangnya dipesen."

Aku melengos sambil menahan nyeri di perut.

"Ke klinik aja kita, Ra."

Aku semakin meringis kesakitan. Niat hati ingin ngerjain suami malah aku sendiri yang kena sialnya. Emang pembawa sial itu Mas Arga!

"Aku teleponin Ibu aja, ya." Mas Arga meraih HP di meja. Aku sudah tak tahan lagi, lalu terbirit-birit ke kamar mandi.

"Ra, buruan. Ibu mau bicara." Suara ketukan pintu dari luar membuat hajatku berhenti di tengah jalan. Aku memang tipe orang yang kalau ke kamar mandi enggak boleh ada satu orang pun yang mengganggu. 

Akhirnya setelah selesai, aku pun berjalan hingga membuka pintu sambil memegangi perut.

"Halo, Bu."

"Alhamdulillah, Yura. Kamu hamil, Nak? Ya Allah bahagianya hati ibu, Ra. Kamu ngidam apa? Jangan nyusahin suamimu, ya."

Aku mengusap telinga setelah menjauhkan benda itu dari sana.

"Siapa yang hamil? Orang Yura kebanyakan makan sambel," jawabku.

"Pokoknya besok Ibu ke sana sama Bapak, ya. Ibu bawakan nasi gudeg komplit kesukaan kamu."

Wah, rejeki nemplok, eh, rejeki nomplok ini namanya. Sikat!

"Pagi-pagi banget, ya, Bu," pintaku.

"Siap! Delapan enam!"

Yes! Aku mematikan sambungan telepon lalu kembali meringis. Mas Arga yang sempat menghilang pun kembali datang dengan membawa segelas air dan juga obat.

"Minum obatnya, Ra."

Aku memicing. "Obat apaan, nih? Jangan-jangan obat tidur biar Mas Arga bisa cari kesempatan dalam ketiduran lagi."

"Kamu pikir kita lagi main sinetron? Besok juga kamu bakalan mau sendiri tanpa dipaksa. Mau diminum gak ini obatnya?"

Demi kesehatan cacing di perut, akhirnya aku menerima obat dari tangan Mas Arga dan menelannya.

Aku baru sadar kalau sejak pulang tadi sudah buang angin di depan Mas Arga berkali-kali. Mana aromanya aduhai sekali, terbukti karena sekarang pun Mas Arga sedang menutup hidungnya.

Baguslah. Dengan begitu akan makin ilfeel dia lama-lama.

"Mas Arga tidur di luar aja kalau gak mau mabok," suruhku.

"Yaelah. Gagal lagi, dong, malam ini?"

"Sana! Sana!"

Aku mendorong tubuhnya hingga berhasil keluar dari kamar. Setelah Mas Arga pergi, aku pun menelepon Lilis. Mengabarkan betapa sedihnya para cacing di perutku karena ulah Mas Arga.

"Lagian ngapain juga nyiksa diri sendiri? Pinter amat jadi orang!" cerocosnya.

"Biar dia ilfeel aja. Dia dah tua tapi kayak ABG labil tahu, gak?"

"Heleh. Kulitnya doang itu. Biasanya orang begitu malah nyalinya ciut, Ra. Coba aja."

"Apanya yang dicoba?"

"Coba aja ladenin kalau dia ngegoda. Pasti bakal kicep, dah!"

Emang iya, ya? Baiklah. Mari kita cobaaa ....

Related chapters

  • Pernikahan Sinetronable   7. Apa?!

    Semenjak minum obat dari Mas Arga tadi, perutku sudah mulai membaik. Namun, sudah hampir jam sebelas malam, tapi mataku masih belum bisa diajak terpejam juga. Aku berguling ke kanan dan ke kiri, tapi cuma gerah doang yang ada.Sayup aku mendengar suara nada dering dari luar kamar. Ini sudah hampir tengah malam, tapi kenapa Mas Arga masih menerima panggilan?Aku berjalan ke dapur karena perut terasa kosong, sepertinya bakso tiga porsi tadi benar-benar sudah tidak menempati ruang di lambungku lagi. Tanpa memedulikan Mas Arga yang sedang berbicara entah dengan siapa, aku melewatinya begitu saja tanpa bertanya.Aku mengambil air dari dispenser lalu menarik kursi di meja makan. Tanganku terulur hendak menjangkau apel di piring, tapi terhalang oleh cekalan Mas Arga. Aku menyentak, tapi dia justru terbahak."Laper lagi?" tanyanya."Masalah buat situ?" Aku kembali meraih apel dan langsung menggigitnya.Mas Arga duduk di depanku sambil memperhatikan. Matanya tidak berkedip sama sekali, membua

  • Pernikahan Sinetronable   8. Jebakan Arga

    Aku membelalak. Ini salah. Bukan. Bukan karena aku suka sama Mas Arga, tapi ucapan Mbak Aida ini benar-benar bibit masalah."Mbak, sadar. Kamu udah nikah sama Mas Imran. Jangan ngadi-adi ngomongnya, dosa!""Aku serius, Ra. Aku gak rela kamu nikah sama dia." Mbak Aida tiba-tiba tergugu."Udah! Udah!Mending Mbak Aida pulang. Jangan ke sini lagi, bahaya. Bibit dosa jangan makin dipupuk, nanti malah subur kayak jenggot bapak. Mbak, jangan main-main sama pernikahan, Mas Imran itu orang baik. Rela gak rela emang udah kayak gini kenyataannya.""Kamu gak tahu gimana rasanya kehilangan, Ra. Kamu gak tahu, kan, gimana rasanya sayang sama orang, tapi orang itu udah bukan milik kamu lagi.""Ya emang aku gak tahu dan gak mau tahu. Kalau mau mungkin udah dari dulu aku pacaran juga. Gak usah makin ngelantur gitu ngomongnya," kataku mulai kalut. Bisa-bisa aku kepancing emosi juga kalau begini urusannya."Aku nginep di sini. Semalam aja.""Enggak! Ayo, Yura anter pulang." Aku mengambil tas miliknya da

  • Pernikahan Sinetronable   Part 9 Siapa?

    Aku sengaja menunggu. Benar saja, Mas Arga pasti hanya menggoda, tapi dia sama sekali tidak berani menyentuhku. Jangan-jangan memang benar ucapan Lilis, bahwa sebenarnya Mas Arga ini pura-pura mau padahal aslinya hanya untuk menutupi malu. Ah, aku jadi penasaran.Aku membalikkan tubuh. Posisi Mas Arga masih seperti malam-malam biasanya. Terpejam dengan tangan yang diletakkan di atas kening. Pelan-pelan kupindahkan guling di antara kami dan mulai merapatkan tubuh."Dingin, ya, Mas." Meski gemetar, tapi tanganku akhirnya berhasil melingkar di atas perutnya. Ini namanya uji nyali!Bisa kurasakan kalau Mas Arga terkejut, karena setelah itu dia terlihat gugup. Sementara aku berusaha menahan tawa dengan sekuat tenaga."Katanya gak boleh pegang-pegang dulu." Tangannya memindahkan tanganku.Namun, aku kembali melingkarkan tangan dan merapatkan tubuh, memeluknya."Dingin," kataku. "Ah, elah. Bikin gagal ngantuk aja, Ra. Ya udah sini, kita saling menghangatkan."Aku gelagapan ketika Mas Arga

  • Pernikahan Sinetronable   10. Maksudnya Apa?

    10.Aku kembali menunduk karena merasa tidak kenal dengan laki-laki yang celingukan di depan sana. Lilis menyenggol lengan, memberi isyarat agar aku menemui orang itu sebelum warung penuh."Samperin, gih. Bukan pengemis dia."Aku tertawa. Lalu, menghampiri laki-laki itu."Masnya siapa, ya?" tanyaku ketika menghampirinya."Ah, iya. Kenalin, nama saya Edo."Aku menjabat tangannya. "Ada keperluan apa, Mas Edo?""Ternyata kamu cantik banget, ya." Dia menggelengkan kepala sambil tersenyum.Bau-bau buaya."Maksudnya apa, ya? Maaf banget, Mas, soalnya saya sibuk. Ini jam kerja." Intonasiku mulai meninggi."Eh, iya, astaga. Maaf. Aku ke sini karena disuruh sama Aida. Sore nanti, kamu disuruh ke rumah. Oh, iya. Aku temen kerjanya dulu, kebetulan tempat kerjaku deket-deket sini juga. Pulang jam tiga, kan? Nanti bisa bareng. Bye!" Dia melambai tanpa menunggu jawabanku.Meresahkan. Bukan Lilis namanya kalau tidak langsung menanyakan tentang siapa laki-laki tadi. Aku hanya menjawab sekenanya karen

  • Pernikahan Sinetronable   11. Si Nyebelin!

    11Tubuhku bersentuhan dengan benda lembut. Aku membuka mata, lalu memejam kembali ketika harus melihat wajah Mas Arga, lagi dan lagi.Rupanya Mas Arga membaringkan tubuhku di kasur. Badanku rasanya seperti tak bertulang. Lemas dan pusing."Boleh, ya, Ra?" bisik Mas Arga.Aku menggulingkan tubuh. "Gak!""Puasa terooos!"Bibirku tertarik ke atas. Emang enak?!Aku bisa merasakan kalau Mas Arga ikut berbaring di belakangku. Tubuhku menegang ketika tangan Mas Arga melingkar di pinggang. Dia benar-benar memelukku dari belakang."Please, jangan marah. Sebentar aja, Ra," bisiknya. Anehnya, aku benar-benar tidak marah dan tidak bergerak. Hanya diam dan menikmati embusan napasnya yang hangat menjalar di punggung. Ada sensasi aneh yang terasa saat Mas Arga mengeratkan pelukannya.Jantungku berdebar kencang. Rasanya mirip banget kayak waktu disuruh Ibu menemui kang kredit lingerie. Ngeri-ngeri sedap."Unboxing, ya, Ra?"Aku menyikut perutnya hingga laki-laki itu tertawa dan menarik tangan yang

  • Pernikahan Sinetronable   12. Nasihat Bapak

    12"Mas Arga ngomong apaan, sih? Yang sakit siapa yang ngelantur siapa."Aku melewatinya. Lalu, kembali duduk dan meletakkan dagu di meja.Mas Arga mendekat, lantas melakukan hal yang sama."Ra, maaf. Semalam aku ngelakuin itu tanpa sepengetahuan kamu. Aku minta maaf." Wajahnya tidak bercanda."Mas, bohong, kan?"Dia menggeleng. Aku mulai panik, jangan-jangan obat yang aku minum semalam itu obat tidur? Jadi, aku sudah ternodai? Sudah tidak suci lagi?Namun, tiba-tiba saja Mas Arga menyemburkan tawa. Kencang sekali. Aku memutar bola mata dengan malas, lalu melempar celemek pada laki-laki mesum yang sedang memegangi perutnya itu."Wajah kamu lucu."Aku mencebik. Lucu katanya?Dasar otak mesum!Mas Arga kembali pada kompornya. Tangannya cukup lihai ketika mulai memasukkan bumbu di wajan. Aku mendekat, lalu melongok pada wajan di atas kompor."Lah, gak usah pakai daun jeruk, ah. Aku gak suka. Bumbuin bawang ama cabe aja udah!" protesku."Nasi goreng daun jeruk, kan, enak.""Gak enak, aneh

  • Pernikahan Sinetronable   13. Gara-gara Lilis

    13"Ra."Aku mendongak. "Iya, Pak?""Di sini gak ada gula?"Aku menyemburkan tawa. "Ada, kok. Mau ditambahin?"Bapak menggeleng sambil terkekeh. "Jangan terlalu tegang begitu. Kayak lagi ngomong sama tukang kredit langganan Ibu saja."Kami terbahak bersama. Namun, senyumku langsung memudar ketika Bapak kembali bicara."Arga banyak berubah selepas putus dengan Aida. Sepertinya dia jadi banyak bicara sekarang.""Memangnya dulu enggak banyak bicara, Pak?"Aku mencoba mengingat saat Mas Arga sering mengantar Mbak Aida pulang. Aku yang tidak pernah peduli pada mereka atau memang saat berpacaran dengan Mbak Aida, Mas Arga itu tidak banyak bicara? Entahlah.Beliau hanya tersenyum kecil. "Masuk sore, ya? Bapak jadi kangen jemput kamu waktu pulang malam lagi."Kali ini aku benar-benar dibuat mellow. Ah, Bapak. Sepertinya baru kemarin kita berangkat kerja bersama. Aku yang selalu ketiduran saat menunggu jemputan dari Bapak. Lalu, akhirnya kita akan berhenti di pasar malam hanya agar aku tidak m

  • Pernikahan Sinetronable   14. Sweet

    Aku celingukan. Lalu, melotot ketika melihat Lilis sedang bersembunyi di bawah meja kasir. Dia yang ngajak gibah, aku pula yang kena masalah.Mas Arga masih memasang wajah datar. Sementara aku mulai salah tingkah. Kenapa bisa tidak sadar kalau ternyata mobil Mas Arga terparkir di halaman, ya?"Gak usah bayar. Biar aku aja nanti yang bayar.""Ini suap? Biar gak kena hukuman, kan?""Enggak gitu. Lilis yang mulai."Aku menarik tangan Lilis agar dia keluar dari persembunyian."Maaf, Mas. Yura yang ngajak duluan," kata Lilis sambil meremas lenganku."Emang bukan salah kamu, tapi salah Yura. Tenang aja, dia yang akan dapet hukuman dari saya."Aku mengerucutkan bibir. Kena lagi, kan?Aku menghindar saat Mas Arga hendak mengacak rambutku lagi. Dia tertawa."Pinter, ya, sekarang," katanya."Jangan ngacak-acak rambut terus, males sisiran.""Rambutku aja yang diacak, Mas." Lilis menyahut. Aku menyenggol lengannya.Mas Arga hanya tersenyum, lalu berpamitan."Masya Allah ganteng banget jodoh orang

Latest chapter

  • Pernikahan Sinetronable   17. Kejutan

    Pagi ini, aku seperti memulai hari baru. Aku bahkan sudah tidak mengusir Mas Arga lagi dan memintanya tidur di luar. Semalaman, Mas Arga menceritakan banyak hal. Anehnya, aku mulai menyukai kebiasaannya yang banyak bicara itu.Aku menopang dagu di meja, sambil memperhatikan Mas Arga yang sedang menuang nasi goreng di piring. Aku menghirup aroma nasi goreng yang membuat perut semakin keroncongan."Selamat sarapan, Cinta." Dia mengecup pipi.Aku mulai melahap nasi goreng buatan Mas Arga. Lalu, membulatkan mata ketika merasakan sensasi pedas yang memenuhi indera perasa."Wow. Pedes banget. Mas Arga bisa makan pedes?" tanyaku saat melihatnya mulai melahap nasi di piringnya."Aku belajar menyukai semua hal tentang kamu, Ta."Aku tersenyum. "Harusnya jangan. Nanti malah bikin Mas Arga kenapa-kenapa.""Kamu khawatir?"Aku langsung mengatupkan bibir. Salah ngomong ternyata.Mas Arga menggeser kursinya hingga ke sampingku. Tangan kirinya melingkar di perutku, sedangkan tangan kanannya masih sib

  • Pernikahan Sinetronable   16. Meleleh

    Warning! Part ini menyebabkan baper.--"Tuh, kan, basah lagi rambutnya."Mas Arga tertawa. Sementara aku hanya membuang muka, tak mau menatapnya. Aku masih sibuk mengeringkan rambut karena satu jam lagi harus berangkat bekerja. Mas Arga memutuskan untuk berangkat di jam yang sama, agar kami juga bisa pulang sama-sama. Tentunya agar kejadian semalam yang katanya ketiduran itu tidak terulang kembali.Kami memang bekerja di rumah makan yang sama. Rumah makan dengan 33 cabang yang tersebar di kota Jogjakarta. Hanya saja aku bekerja di bagian kasir, sedangkan Mas Arga menjadi SPV. Jam kerjanya sama, hanya jadwal sif yang sedikit berbeda. Aku dua sif dan seorang SPV ada jadwal tiga sif."Habis gajian besok aku udah ada janji sama Lilis.""Harusnya jangan libur barengan gitu, kasihan yang lain. Satu-satu aja, dong.""Udah sepakat, kok. Nanti kita juga gantian.""Tiga hari juga?""Lilis sehari, aku yang tiga hari.""Kalau gitu aku ambil jatah liburnya barengan kamu ajalah.""Ish. Kok, gitu?"

  • Pernikahan Sinetronable   15. First

    Tangan Mas Arga membelai pipi, seolah-olah memintaku untuk mendekat. Spontan aku memejamkan mata. Keringat dingin mulai bercucuran, apa yang akan Mas Arga lakukan?Aku menelan ludah dengan susah payah. Embusan napasnya yang hangat menyapu wajah. Aku ... tidak bisa menolak ketika jarak di antara kami benar-benar terkikis. Apakah itu tandanya, hatiku mulai menerima?"Mas, malu." Aku bergumam, sambil membuka mata. Tapi, gumaman itu hanya dianggap angin lalu oleh Mas Arga. Dia menarik tubuhnya sedikit. Lalu, kembali menatapku dengan lekat, seakan-akan sedang meminta persetujuan."Boleh?" tanyanya lirih.Aku diam sebentar, lalu mengangguk meski ragu. Bibir itu mulai mendekat, lalu akhirnya menempel lekat. Selama beberapa saat kami tenggelam. Rasanya seperti sedang melayang atas sesuatu yang memabukkan.Malam ini, kami benar-benar melebur dalam balutan kasih sebagai pasangan halal. ***Aku mengerjap. Matahari sudah meninggi, cahayanya masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Aku menggera

  • Pernikahan Sinetronable   14. Sweet

    Aku celingukan. Lalu, melotot ketika melihat Lilis sedang bersembunyi di bawah meja kasir. Dia yang ngajak gibah, aku pula yang kena masalah.Mas Arga masih memasang wajah datar. Sementara aku mulai salah tingkah. Kenapa bisa tidak sadar kalau ternyata mobil Mas Arga terparkir di halaman, ya?"Gak usah bayar. Biar aku aja nanti yang bayar.""Ini suap? Biar gak kena hukuman, kan?""Enggak gitu. Lilis yang mulai."Aku menarik tangan Lilis agar dia keluar dari persembunyian."Maaf, Mas. Yura yang ngajak duluan," kata Lilis sambil meremas lenganku."Emang bukan salah kamu, tapi salah Yura. Tenang aja, dia yang akan dapet hukuman dari saya."Aku mengerucutkan bibir. Kena lagi, kan?Aku menghindar saat Mas Arga hendak mengacak rambutku lagi. Dia tertawa."Pinter, ya, sekarang," katanya."Jangan ngacak-acak rambut terus, males sisiran.""Rambutku aja yang diacak, Mas." Lilis menyahut. Aku menyenggol lengannya.Mas Arga hanya tersenyum, lalu berpamitan."Masya Allah ganteng banget jodoh orang

  • Pernikahan Sinetronable   13. Gara-gara Lilis

    13"Ra."Aku mendongak. "Iya, Pak?""Di sini gak ada gula?"Aku menyemburkan tawa. "Ada, kok. Mau ditambahin?"Bapak menggeleng sambil terkekeh. "Jangan terlalu tegang begitu. Kayak lagi ngomong sama tukang kredit langganan Ibu saja."Kami terbahak bersama. Namun, senyumku langsung memudar ketika Bapak kembali bicara."Arga banyak berubah selepas putus dengan Aida. Sepertinya dia jadi banyak bicara sekarang.""Memangnya dulu enggak banyak bicara, Pak?"Aku mencoba mengingat saat Mas Arga sering mengantar Mbak Aida pulang. Aku yang tidak pernah peduli pada mereka atau memang saat berpacaran dengan Mbak Aida, Mas Arga itu tidak banyak bicara? Entahlah.Beliau hanya tersenyum kecil. "Masuk sore, ya? Bapak jadi kangen jemput kamu waktu pulang malam lagi."Kali ini aku benar-benar dibuat mellow. Ah, Bapak. Sepertinya baru kemarin kita berangkat kerja bersama. Aku yang selalu ketiduran saat menunggu jemputan dari Bapak. Lalu, akhirnya kita akan berhenti di pasar malam hanya agar aku tidak m

  • Pernikahan Sinetronable   12. Nasihat Bapak

    12"Mas Arga ngomong apaan, sih? Yang sakit siapa yang ngelantur siapa."Aku melewatinya. Lalu, kembali duduk dan meletakkan dagu di meja.Mas Arga mendekat, lantas melakukan hal yang sama."Ra, maaf. Semalam aku ngelakuin itu tanpa sepengetahuan kamu. Aku minta maaf." Wajahnya tidak bercanda."Mas, bohong, kan?"Dia menggeleng. Aku mulai panik, jangan-jangan obat yang aku minum semalam itu obat tidur? Jadi, aku sudah ternodai? Sudah tidak suci lagi?Namun, tiba-tiba saja Mas Arga menyemburkan tawa. Kencang sekali. Aku memutar bola mata dengan malas, lalu melempar celemek pada laki-laki mesum yang sedang memegangi perutnya itu."Wajah kamu lucu."Aku mencebik. Lucu katanya?Dasar otak mesum!Mas Arga kembali pada kompornya. Tangannya cukup lihai ketika mulai memasukkan bumbu di wajan. Aku mendekat, lalu melongok pada wajan di atas kompor."Lah, gak usah pakai daun jeruk, ah. Aku gak suka. Bumbuin bawang ama cabe aja udah!" protesku."Nasi goreng daun jeruk, kan, enak.""Gak enak, aneh

  • Pernikahan Sinetronable   11. Si Nyebelin!

    11Tubuhku bersentuhan dengan benda lembut. Aku membuka mata, lalu memejam kembali ketika harus melihat wajah Mas Arga, lagi dan lagi.Rupanya Mas Arga membaringkan tubuhku di kasur. Badanku rasanya seperti tak bertulang. Lemas dan pusing."Boleh, ya, Ra?" bisik Mas Arga.Aku menggulingkan tubuh. "Gak!""Puasa terooos!"Bibirku tertarik ke atas. Emang enak?!Aku bisa merasakan kalau Mas Arga ikut berbaring di belakangku. Tubuhku menegang ketika tangan Mas Arga melingkar di pinggang. Dia benar-benar memelukku dari belakang."Please, jangan marah. Sebentar aja, Ra," bisiknya. Anehnya, aku benar-benar tidak marah dan tidak bergerak. Hanya diam dan menikmati embusan napasnya yang hangat menjalar di punggung. Ada sensasi aneh yang terasa saat Mas Arga mengeratkan pelukannya.Jantungku berdebar kencang. Rasanya mirip banget kayak waktu disuruh Ibu menemui kang kredit lingerie. Ngeri-ngeri sedap."Unboxing, ya, Ra?"Aku menyikut perutnya hingga laki-laki itu tertawa dan menarik tangan yang

  • Pernikahan Sinetronable   10. Maksudnya Apa?

    10.Aku kembali menunduk karena merasa tidak kenal dengan laki-laki yang celingukan di depan sana. Lilis menyenggol lengan, memberi isyarat agar aku menemui orang itu sebelum warung penuh."Samperin, gih. Bukan pengemis dia."Aku tertawa. Lalu, menghampiri laki-laki itu."Masnya siapa, ya?" tanyaku ketika menghampirinya."Ah, iya. Kenalin, nama saya Edo."Aku menjabat tangannya. "Ada keperluan apa, Mas Edo?""Ternyata kamu cantik banget, ya." Dia menggelengkan kepala sambil tersenyum.Bau-bau buaya."Maksudnya apa, ya? Maaf banget, Mas, soalnya saya sibuk. Ini jam kerja." Intonasiku mulai meninggi."Eh, iya, astaga. Maaf. Aku ke sini karena disuruh sama Aida. Sore nanti, kamu disuruh ke rumah. Oh, iya. Aku temen kerjanya dulu, kebetulan tempat kerjaku deket-deket sini juga. Pulang jam tiga, kan? Nanti bisa bareng. Bye!" Dia melambai tanpa menunggu jawabanku.Meresahkan. Bukan Lilis namanya kalau tidak langsung menanyakan tentang siapa laki-laki tadi. Aku hanya menjawab sekenanya karen

  • Pernikahan Sinetronable   Part 9 Siapa?

    Aku sengaja menunggu. Benar saja, Mas Arga pasti hanya menggoda, tapi dia sama sekali tidak berani menyentuhku. Jangan-jangan memang benar ucapan Lilis, bahwa sebenarnya Mas Arga ini pura-pura mau padahal aslinya hanya untuk menutupi malu. Ah, aku jadi penasaran.Aku membalikkan tubuh. Posisi Mas Arga masih seperti malam-malam biasanya. Terpejam dengan tangan yang diletakkan di atas kening. Pelan-pelan kupindahkan guling di antara kami dan mulai merapatkan tubuh."Dingin, ya, Mas." Meski gemetar, tapi tanganku akhirnya berhasil melingkar di atas perutnya. Ini namanya uji nyali!Bisa kurasakan kalau Mas Arga terkejut, karena setelah itu dia terlihat gugup. Sementara aku berusaha menahan tawa dengan sekuat tenaga."Katanya gak boleh pegang-pegang dulu." Tangannya memindahkan tanganku.Namun, aku kembali melingkarkan tangan dan merapatkan tubuh, memeluknya."Dingin," kataku. "Ah, elah. Bikin gagal ngantuk aja, Ra. Ya udah sini, kita saling menghangatkan."Aku gelagapan ketika Mas Arga

DMCA.com Protection Status