Pagi-pagi sekali sekitar pukul enam pagi. Firna sudah pergi dari rumah Jihan. Dan sekarang dia ada di depan rumah minimalis milik Danu. Tiba-tiba air matanya luruh tatakla ia mengingat kejadian di mana Danu begitu mesra dengan wanita lain yang ternyata istri barunya.Hatinya terasa begitu sesak, bagaikan dilongsori ribuan batu kerikil yang semakin lama semakin terasa sakit dan sesak. Dulu ia sama sekali tidak terpikirkan akan ada di posisi ini. Mungkin karena ia berpikir dan bertindak tidak menggunakan hati nuraninya tapi mengikuti hawa nafsunya saja. Hanya karena Danu cinta pertamanya sehingga ketika bertemu kembali dengan Danu cinta yang dulu mulai bersemi lagi.Bodohnya lagi, saat dulu dirinya tahu ternyata Danu sudah beristri harusnya ia yang mengalah karena secara tidak langsung dirinya telah menjadi duri dalam rumah tangga Jihan dan Danu kala itu. Namun apa yang dia lakukan? Dia terus bertahan, dirinya tidak mau mengalah hanya karena rasa yang bernama cinta.Firna mencoba untuk
Viona marah saat tahu dirinya adalah istri ketiga. Meksipun istri pertama sudah resmi bercerai namun tetap saja dirinya adalah sebagai istri ketiga. Saking marahnya, ia melupakan niatnya untuk membawa baju kerja milik Danu. Ia memilih pergi meninggalkan Firna yang tersenyum puas, puas karena bisa membuat Viona dan Danu akan melakukan perang dunia.Langkah Viona begitu lebar saat dirinya sudah tiba di kediamannya. Bahkan mobilnya saja ia parkir sembarangan karena ingin secepat mungkin bertemu dengan Danu. Pintu ia buka dengan kerasnya, saking keras sampai-sampai terdengar bunyi nyaring yang ditimbulkan dari peraduan gagang pintu depan dinding.Langkahnya kembali ia percepat saat menaiki anak tangga. Dan tepat di depan pintu kamar, kamar dirinya dan Danu ia berhenti sejenak. Menarik napas banyak-banyak mengumpulkan tenaga untuk memaki-maki pada Danu. Karena sudah berbohong. Sungguh ia tidak suka jika harus dibohongin Seperti ini.Brak!!!Pintu dibuka dengan lebar oleh Viona. Sontek me
Danu memasang wajah marah saat melihat Firna berdiri di depan pintu masuk rumahnya, sekarang dia tahu apa penyebab Viona marah karena mengetahui fakta jika dirinya memiliki istri selain dirinya.Dengan amarah yang tertahan bahkan saking marahnya tangannya sampai terkepal, jalannya begitu cepat dan jangan lupa raut wajahnya berubah jadi merah padam.Dari kejauhan saja Danu sudah melihat senyum mengejek dari Firna, seolah-olah senyum itu mengartikan 'rasain aku sudah membuat rumah tanggamu hancur!'. Pemikiran itu membuat rasa marah pada diri Danu semakin membara.Firna yang memang tengah bersidekap tangan di atas perutnya, seraya menyenderkan punggungnya ke daun pintu menahan langkah Danu. "Kejutan, Mas Danu! Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah baik?" tanya Firna, padahal makna dari pertanyaan ini adalah sebuah sindiran, karena dia yakin telah terjadi sesuatu yang besar pada Danu dan Viona.Firna tahu jika saat ini Danu sedang dalam mo
Jihan begitu khawatir saat Firna tidak kunjung kembali. Padahal sudah sejak pagi Firna pergi namun sudah siang seperti ini Jihan belum melihat tanda-tanda Firna pulang.Jihan takut kalau Vina kenapa-napa atau mungkin Danu berbuat macam-macam pada Firna. Jihan terus saja mondar-mandir ia tidak bisa diam, ia tidak bisa tenang sebelum melihat Firna ada di hadapannya.Entah kenapa ia merasa iba saat melihat Firna ada di posisi seperti ini. dia tahu bagaimana rasa sakitnya ada di posisi seperti ini sebab dulu pun dia mengalaminya. Dari kejauhan Mario yang baru saja sampai di rumah Jihan hanya bisa mengerutkan keningnya tatkala melihat Jihan tidak mau diam. Mario menghampiri Jihan lalu memegangi pundaknya hingga Jihan terlonjak kaget."Jihan," panggil Mario seraya memegangi pundaknya."Astaghfirullahaladzim." ucap kaget Jihan seraya memegangi dadanya yang berdegup kencang."Mas Mario, kamu mengagetkanku saja," ungkap Jihan."Maaf, jika kedatangan Mas membuat kamu terkejut. Lagian kamu
JANGAN PERGIJihan menoleh pada sumber suara saat seseprang memanggil dirinya.Jihan tersenyum senang saat orang yang memanggilnya adalah Firna. Wanita yang dulu menjadi madunya.Jihan langsung beranjak dan menghampiri Firna, ia begitu terlihat lega dengan kedatangn Firna kembali.“Firna kamu dari mana saja? Kenapa begitu lama? Aku mengkhawatirkan kamu.”Firna berusaha untuk tersenyum, hatinya memang tengah bersedih, tapi ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya karena merasa ada yang peduli padanya.“Kau mengkhawatirkan aku Jihan?” tanya Firna pada Jihan.“Tentu saja, aku takut kamu diapa-apain Mas Danu.” terang Jihan jujur.Di detik berikutnya Firna malah menangis tersedu-sedu, ia langsung memeluk tubuh Jihan. Tangisnya begitu terdengar memilukan, Jihan tahu saat ini Firna tengah tidak baik-baik saja. Hatinya terluka dan pastinya kecewa.Cinta dan kesetiaannya harus ternodai oleh kelakuan Danu ynag begitu suka menikah tanpa sepengetahuan istrinya.Jihan terus mengusap punggung Fi
Satu bulan berlalu begitu cepat. Selama satu bulan itu juga Firna tidak pernah bertemu lagi dengan Danu. Bahkan Danu pun tidak pernah menghubunginya, datang menemui Jihan dan anak-anaknya pun tidak pernah. Danu seolah-olah hilang ditelan bumi.Atas bujukan dari Jihan pula, akhirnya Firna pun bersedia tinggal bersama Jihan. Alasannya karena Firna sudah tidak memiliki siapapun lagi. Jika pun ia harus kembali ke Jakarta dan tinggal di rumah Danu, itu jauh tidak mungkin. Karena ia sudah bukan istri Danu lagi.Firna selalu berusaha kuat menjalani kehidupan barunya. Jika Jihan saja bisa bangkit, kenapa dia tidak bisa? Itulah kalimat-kalimat yang selalu ia jadikan patokan. Kalimat-kalimat yang selalu ia jadikan moodboster dikala teringat akan pengkhianatan Danu.Lima tahun hidup bersama tak ada lagi artinya, kebersamaan mereka selama itu hanya jadi sebuah kenangan yang tidak ingin ia ingat untuk selamanya."Mama,"Seseorang mengagetkan dirinya dari belakang, hingga Firna yang tengah melamun
jihan terduduk di teras belakang rumahnya seorang sendiri. tangannya terlihat tengan memegang sebuh figura. Tangan satunya lagi sibuk mengelus foto yang ada di figura. Tiba-tiba dia menitikan air mata. Ia rindu, rindu pada ibunya yang lima tahun lalu sudah menghadap ilahi. Ia ingat bagaimana baiknya sosok Ibu tercinta. Bahkan di saat dirinya ada di posisi terpuruk, saat tahu Danu menikah lagi. Sungguh ibunya menjadi obat, ia selalu menguatkan dirinya. Kebanyakan orang tua jika anaknya disakiti maka dia akan ikut campur, lalu meminta untuk bercerai. Tapi ibunya? Sama sekali tidak meminta dirinya untuk bercerai. Ibunya hanya berpesan pilihlah yang menurutmu terbaik. Karena kamu sendiri yang akan menjalaninya bukan ibu.Sungguh dia begitu butuh dorongan seperti itu. Dia butuh sosok yang bisa mensuport dirinya untuk tetap bisa berbahagia, menghidupi kedua ankanya. meksipun tanpa soosk danu di hidupnya."Bu, andai makam ibu dekat. Mungkin aku saat ini tengah menangis di atas pusara ibu
Raisya menutup kedua mata Jihan, lalu langkahnya ia tuntutan menuju suatu tempat yang tidak Jihan ketahui.Jihan terus saja memohon pada Raisya untuk memberi tahu dirinya. Akan dibawa ke mana dirinya hingga kedua matanya harus ditutup."Raisya, Reno, sebenarnya umma mau dibawa ke mana? Jangan bikin umma takut!" Ujar Jihan kepada kedua anaknya."Kejutan Umma, Raisya kalau bilang ke Umma bukan kejutan dong," ujar Raisya ia sampai cekikikan bareng Reno."Umma sabar aja, ya, pokoknya ini kejutan" Sambung Reno dan lagi-lagi kedua adik kakak itu cekikikan."Oh gitu, ya, main rahasia - rahasiaan sama Umma. Awas, ya." Tak lama Raisya dan Reno berhenti di sebuah taman komplek yang sengaja mereka sewa, hingga langkah Jihan pun ikut terhenti. "Udah sampai? Berarti udah bisa dibuka tutup matanya, ya? Mata Umma udah mulai sakit, lo," keluh Jihan dan memang akhir-akhir ini matanya selalu sakit. Mungkin efek kurang tidur dan terus saja berjam-jam di depan komputer. "Belum Umma. Sekarang Umma ikut