JANGAN PERGIJihan menoleh pada sumber suara saat seseprang memanggil dirinya.Jihan tersenyum senang saat orang yang memanggilnya adalah Firna. Wanita yang dulu menjadi madunya.Jihan langsung beranjak dan menghampiri Firna, ia begitu terlihat lega dengan kedatangn Firna kembali.“Firna kamu dari mana saja? Kenapa begitu lama? Aku mengkhawatirkan kamu.”Firna berusaha untuk tersenyum, hatinya memang tengah bersedih, tapi ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya karena merasa ada yang peduli padanya.“Kau mengkhawatirkan aku Jihan?” tanya Firna pada Jihan.“Tentu saja, aku takut kamu diapa-apain Mas Danu.” terang Jihan jujur.Di detik berikutnya Firna malah menangis tersedu-sedu, ia langsung memeluk tubuh Jihan. Tangisnya begitu terdengar memilukan, Jihan tahu saat ini Firna tengah tidak baik-baik saja. Hatinya terluka dan pastinya kecewa.Cinta dan kesetiaannya harus ternodai oleh kelakuan Danu ynag begitu suka menikah tanpa sepengetahuan istrinya.Jihan terus mengusap punggung Fi
Satu bulan berlalu begitu cepat. Selama satu bulan itu juga Firna tidak pernah bertemu lagi dengan Danu. Bahkan Danu pun tidak pernah menghubunginya, datang menemui Jihan dan anak-anaknya pun tidak pernah. Danu seolah-olah hilang ditelan bumi.Atas bujukan dari Jihan pula, akhirnya Firna pun bersedia tinggal bersama Jihan. Alasannya karena Firna sudah tidak memiliki siapapun lagi. Jika pun ia harus kembali ke Jakarta dan tinggal di rumah Danu, itu jauh tidak mungkin. Karena ia sudah bukan istri Danu lagi.Firna selalu berusaha kuat menjalani kehidupan barunya. Jika Jihan saja bisa bangkit, kenapa dia tidak bisa? Itulah kalimat-kalimat yang selalu ia jadikan patokan. Kalimat-kalimat yang selalu ia jadikan moodboster dikala teringat akan pengkhianatan Danu.Lima tahun hidup bersama tak ada lagi artinya, kebersamaan mereka selama itu hanya jadi sebuah kenangan yang tidak ingin ia ingat untuk selamanya."Mama,"Seseorang mengagetkan dirinya dari belakang, hingga Firna yang tengah melamun
jihan terduduk di teras belakang rumahnya seorang sendiri. tangannya terlihat tengan memegang sebuh figura. Tangan satunya lagi sibuk mengelus foto yang ada di figura. Tiba-tiba dia menitikan air mata. Ia rindu, rindu pada ibunya yang lima tahun lalu sudah menghadap ilahi. Ia ingat bagaimana baiknya sosok Ibu tercinta. Bahkan di saat dirinya ada di posisi terpuruk, saat tahu Danu menikah lagi. Sungguh ibunya menjadi obat, ia selalu menguatkan dirinya. Kebanyakan orang tua jika anaknya disakiti maka dia akan ikut campur, lalu meminta untuk bercerai. Tapi ibunya? Sama sekali tidak meminta dirinya untuk bercerai. Ibunya hanya berpesan pilihlah yang menurutmu terbaik. Karena kamu sendiri yang akan menjalaninya bukan ibu.Sungguh dia begitu butuh dorongan seperti itu. Dia butuh sosok yang bisa mensuport dirinya untuk tetap bisa berbahagia, menghidupi kedua ankanya. meksipun tanpa soosk danu di hidupnya."Bu, andai makam ibu dekat. Mungkin aku saat ini tengah menangis di atas pusara ibu
Raisya menutup kedua mata Jihan, lalu langkahnya ia tuntutan menuju suatu tempat yang tidak Jihan ketahui.Jihan terus saja memohon pada Raisya untuk memberi tahu dirinya. Akan dibawa ke mana dirinya hingga kedua matanya harus ditutup."Raisya, Reno, sebenarnya umma mau dibawa ke mana? Jangan bikin umma takut!" Ujar Jihan kepada kedua anaknya."Kejutan Umma, Raisya kalau bilang ke Umma bukan kejutan dong," ujar Raisya ia sampai cekikikan bareng Reno."Umma sabar aja, ya, pokoknya ini kejutan" Sambung Reno dan lagi-lagi kedua adik kakak itu cekikikan."Oh gitu, ya, main rahasia - rahasiaan sama Umma. Awas, ya." Tak lama Raisya dan Reno berhenti di sebuah taman komplek yang sengaja mereka sewa, hingga langkah Jihan pun ikut terhenti. "Udah sampai? Berarti udah bisa dibuka tutup matanya, ya? Mata Umma udah mulai sakit, lo," keluh Jihan dan memang akhir-akhir ini matanya selalu sakit. Mungkin efek kurang tidur dan terus saja berjam-jam di depan komputer. "Belum Umma. Sekarang Umma ikut
Usai Acara perayaan hari jadi Jihan, semua kembali keaktivitas masing-masing. Tentunya aktivitas untuk mempersiapkan pernikahan Jihan dan Mario. Bukan pernikahan sederhana melainkan sebuah pernikahan besar. Awalnya Jihan menang ingin melangsungkan pernikahan sederhana. Sebab ia tahu diri, ia hanyalah seorang janda bagaimana nanti anggapan orang-orang tentangnya?Namun, Bu Widia kekeh jika pernikahan cucunya akan meriah. Bahkan Bu Widia terus mengatakan pada Jihan untuk tidak merasa dirinya rendah. Menyandang predikat janda bukanlah sesuatu yang buruk. Terlebih Bu Widia tahu sepak terjal kehidupan Jihan.Terkadang kita pun perlu bersikap masa bodoh! Bodo amat atau apa pun itu terhadap komentar orang. Mereka belum tentu benar, suci dari dosa. Yang terpenting kita pasrahkan semua pada pemilik kehidupan.Mario sengaja tidak pulang, ia masih ingin bersama Jihan. Sebab Sudah lima hari mereka tidak saling bertemu, rindu yang Mario miliki sudah menumpuk penuh."Mas, sebaiknya pulang saja. Is
Rombongan mempelai pria sudah datang, Mario terlihat pangling dengan stelan baju pengantin serba putih. Kedatangan Mario disambut oleh Raisya dan Reno. Mereka berdiri disisi kanan dan kiri memegangi tangan Mario.Terlihat dengan jelas, raut kebahagiaan di wajah-wajah mereka. Bahkan Mario dan kedua anak Jihan terus saja saling menebar senyum kebahagian. Saat Mario dituntun untuk duduk di kursi pelaminan, kedua anak Jihan membisikkan sesuatu di telinga Mario. Sesuatu yang membuat Mario menganggukkan dan mengelus kepala mereka bergantian."Om, pasti akan jadi suami terbaik untuk Umma kalian. Dan om akan menyayangi kalian. Pegang janji om, ya, kalau om langgar om siap mendapatkan hukuman dari kalian." Tutur Mario sukses membuat Raisya dan Reno tersenyum.Acara akad pun akan segera dilaksanakan. Pengantin wanita sengaja tidak dipertemukan terlebih dahulu dengan pengantin pria, sebelum kata sah terucap. Dengan suasana khidmat dan khusu Mario siap untuk mengucapkan ijab Kabul sebagai tanda
Mario frustrasi, ia tidak tahu harus cari ke mana lagi Nayla. Raisya dan Reno mereka terus saja menanyakan di mana Umma, di mana Umma. Bagaimana ia mau menjawab, dirinya saja tidak tahu di mana keberadaan Jihan. "Firna barang kali kamu tahu tempat tinggal Danu selain di perumahan graha, karena aku yakin Danu membawanya ke sana." Ucap Mario pada Firna."Mas Danu tidak pernah memberi tahu apa pun selain rumah itu." Jelas Firna.Mario benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Mau lapor polisi pun percuma karena hilangnya Jihan belum ada dua puluh empat jam. Ia pun tidak tahu sebenarnya apa motif Danu membawa kabur Jihan. Yang Mario tahu Danu sudah menikah lagi lalu apa hubungannya dengan membawa Jihan? Lalu seketika ia teringat pada sosok istri Danu, Mario yakin dia pasti mengetahui sesuatu."Firna aku mau tanya, apa kamu tahu di mana rumah istri Danu?" Tanya Mario."Iya, aku tahu. Kenapa?""Kita harus ke sana. Aku yakin dia pasti tahu sesuatu.""Kau benar. Kalau begitu ayo biar aku ant
Mario berusaha ke sana ke mari untuk menemukan jejak Danu yang membawa Jihan pergi. Termasuk ke rumah sakit jiwa, ia ingin bertemu Viona. Dia tahu Viona kemungkinan tidak akan bisa menjawab setiap pertanyaan yang ia tanyakan. Tapi barang kali malah akan dapat petunjuk dari Viona.Dan di sinilah sekarang Mario, di depan pintu kamar rumah sakit jiwa milik Viona. Sebelum masuk, Mario melihat terlebih dahulu dari balik kaca pintu. Sungguh keadaan Viona begitu sangat kacau, ia hanya diam dengan tatapan kosong bak mayat hidup, dia hidup tapi diam layaknya mayat.Dengan keyakinan, Mario membuka pintu kamar tersebut lalu masuk. Ia berjalan perlahan sangat perlahan.Dia ingat pesan dokter, jika ingin menemui Viona jangan terlalu gaduh, karena ia tidak menyukai kegaduhan, jika seperti itu maka ia akan mengamuk."Halo Viona selamat siang." Sapa Mario lalu ia duduk di kursi kayu yang ada di sana. Posisi Viona tengah duduk melamun."Apakah kau ingat padaku? Aku Mario calon suami Jihan." Ujar Mari