“Apa, Aye? Jangan berteriak. Kamu bahkan masih terbaring di ranjang pesakitan. Jaga emosimu agar keadaanmu segera membaik.” Alfan menatap Ayesha lembut, tetapi nada suaranya seakan tengah mencemooh dirinya yang saat ini tak berdaya.
“Awas kamu!” balas Ayesha dengan kesal, ia menatap mantan suaminya tajam penuh permusuhan.“Biar aku yang menjagamu. Arzen biar pulang dengan Nena. Kasihan besok dia harus sekolah.” Namun, ucapan itu bagaikan kicauan burung yang tak mendapat respons apa pun.Ayesha kembali berbaring dengan mata terpejam. Sementara Alfan, ia segera menemui Arzen dan Nena yang ada di depan ruangan rawat. Mereka hanya diam tanpa melakukan apa pun.“Zen, pulanglah dengan Nena. Besok kamu masih harus ke sekolah. Biar ibumu, aku yang menjaganya. Setelah pulang sekolah kamu bisa datang lagi,” ucap Alfan duduk di samping sang anak.“Aku mau menemani mommy di sini. Lagipula ada kamar yang bisa kutempati.”“Percayakan ibumu padAlfan tampak tak suka ketika seorang lelaki memanggil Ayesha dengan sebutan nona senja. Lagipula kelihatannya hubungan mereka terlihat akrab. Itu bisa mengancam keberadaannya.“Sudah, Aye. Kamu harus kembali ke kamar dan istirahat,” kata Alfan menyela obrolan dua orang itu.“Oke. Semoga kamu cepat sembuh. Aku akan mengunjungimu kembali jika ada waktu. Juga maaf atas apa yang terjadi di masa lalu.” Lelaki yang tak lain Hanan itu tersenyum tulus ke arah Ayesha.“Sama-sama. Terima kasih banyak.”Setelah Hanan pergi dari hadapan mereka. Tampaknya Alfan ingin tahu apa yang dimaksud, tentang masa lalu yang dikatakan. Apa sebenarnya lelaki itu pernah memiliki hubungan serius dengan Ayesha?Tidak! Tidak boleh dibiarkan, batin Alfan.“Ada hubungan apa kamu dengan lelaki itu?”Ayesha menoleh dan tersenyum tipis. “Bukan urusanmu, Mas Alfan,” jawabnya datar.“Akan menjadi urusanku karena kamu adalah istriku.”“Mantan! Kita hanya mantan suami istri, Mas Alfan. Jangan lupa akan hal itu.” Koreksi Ay
Setelah dipastikan kondisi Ayesha baik-baik saja. Dokter mengizinkan wanita itu pulang dengan catatan harus istirahat lagi selama beberapa hari.Sambil menunggu Alfan menyelesaikan administrasi dan menebus obat, Ayesha mengecek ponsel yang beberapa hari kemarin terabaikan begitu saja.Terlalu fokus menatap ponsel, Ayesha tak menyadari kehadiran Alfan yang sudah berdiri di sebelahnya. Mata lelaki itu mengintip sedikit ke arah ponsel yang mengalihkan seluruh atensi wanita cantik itu.“Sudah siap?” tanya Alfan mengejutkan, membuat ponsel di tangan Ayesha jatuh menyentuh lantai dengan keras.“Mas Alfan!” pekik Ayesha kesal. Ia memungut kembali ponsel yang layarnya berubah menjadi hitam. “Ponselku rusak,” keluhnya sedikit kesal. Itu ponsel mahal yang belum lama ini dibeli dengan harga tiga puluh lima juta. Cukup fantastis mengingat ia adalah seorang pengangguran.“Maaf, aku tidak bermaksud mengagetkan. Kamu yang terlalu fokus menatap ke sana.” Alfan menunjuk pada ponsel yang dipegang Ayesha
Suasana pagi ini cukup cerah. Matahari menebarkan senyum, menjalankan tugas menyinari dunia. Selesai sarapan, Ayesha duduk di teras rumah bersama dengan Arzen.Belum lama mereka duduk, mata mereka teralihkan pada sosok lelaki yang baru saja datang dengan senyum menawan.Setelah mengucap salam lelaki itu mengambil duduk tepat di sebelah Arzen.“Kebetulan Arzen libur. Bagaimana kalau kita jalan-jalan?” tanya Alfan.“Kalau Arzen mau, silakan.”“Kenapa bukan Om Alfan dan mommy saja yang pergi?”Alfan menunduk dengan rona merah di pipinya. Benar-benar selalu bisa menebak isi kepalanya. Ia tahu, jika mengajak Ayesha pasti wanita itu akan menolaknya.Arzen adalah alasan yang tepat.Bisa menghabiskan waktu dengan sang anak, bonus bisa melihat ibunya.“Ayo pergi bersama.”“Ya sudah, memangnya mau ke mana?” tanya Arzen.“Terserah. Kamu bisa tentukan tempat mana yang mau dikunjungi,” kata Alfan m
Setelah menyaksikan sunset, mereka memutuskan makan lebih dulu di restoran yang ada di sepanjang tepi pantai.Senja memang indah, seperti sebuah rasa yang masih baru. Cantik dan mempesona. Namun, jika indahnya senja menjadi tolak ukur sebuah rasa, lalu gelapnya malam disebut apa.Tubuh mereka lelah. Hanya saja ketiganya benar-benar menikmati momen itu. Diam-diam bukan hanya Alfan yang puas, tetapi jauh di lubuk hati yang dalam, Ayesha sangat menikmati momen kebersamaan itu.Setelah makan, mereka memutuskan pulang. Namun di tengah jalan, ada insiden tak terduga saat Ayesha hampir saja diserempet mobil yang ugal-ugalan.“Mommy tidak apa-apa?” tanya Arzen cemas. Remaja itu langsung turun dan menghampiri sang ibu yang menepi di sisi jalan.“Kamu terluka, Ayesha?” Alfan menyusul dan segera memeluk wanita itu dengan erat.“Aku baik-baik saja.” Mendorong tubuh mantan suaminya.Syukurlah, tidak sampai tersentuh. Jika tidak mungkin ia akan terjatuh mencium aspal.“Lebih baik mommy dibonceng Om
Sejak Alfan memergoki dua lelaki yang masih mendekati Ayesha. Ia seolah menghilang dari peredaran hanya untuk meyakinkan diri, meyakinkan orang tua dan calon mertuanya.Alfan hanya akan berkabar dengan Arzen, tetapi tidak pernah lagi menghubungi Ayesha atau menemuinya.Diam-diam ketidakhadirannya menumbuhkan rindu di hati sang mantan istri.Tepat sebulan lamanya, akhirnya ia kembali menginjakkan kakinya di Bali. Di tanah yang sama dengan sang pemilik hati.Malam harinya ia mengunjungi Ayesha dan mengajak wanita itu pergi. Awalnya seperti biasa penolakan yang diterima, tetapi akhirnya menyerah dan memilih pergi.“Arzen ke mana? Kenapa aku tidak melihatnya.”“Pergi jalan-jalan bersama Nena.”Alfan mengangguk.“Mau ke mana, Mas?”“Suatu tempat,” jawab Alfan singkat berlagak misterius.“Aku rindu kamu Aye. Apa kamu tidak merindukanku?”“Tidak sama sekali.”Bohong!Sejujurnya rindu yang dirasakan juga sama besarnya. Namun, ia enggan mengatakannya. Bisa-bisa Alfan besar kepala.“Teganya kamu
“Say yes, Mom. I want to be my daddy!”Suara teriakan dari seseorang yang dikenal, membuat Ayesha mendongak. Di lantai dua terlihat sang anak mengangguk dengan antusias.Di sebelahnya ada kedua orang tuanya dan orang tua Alfan.Sejak kapan?Pertanyaan itu muncul di benak Ayesha melihat kehadiran semua orang di sana. Bagaimana bisa kedua orang tuanya juga ada di sini, kenapa ia tidak tahu.“Mommy cepat terima. Nanti kalau lama-lama, daddy akan berubah pikiran.”Apa katanya tadi. Daddy? Sejak kapan Arzen mengganti panggilan om menjadi daddy.Banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Namun, sentuhan lembut di tangan kembali menyadarkannya. Menarik dirinya pada dunia nyata, pada keadaan saat ini.“Masih mau menunggu atau sedetik lagi berubah pikiran, Mas?” tanya Ayesha tersenyum tipis.“Aku akan menunggu,” jawab Alfan yakin.Ayesha menarik tangannya untuk bangun. Menggandengnya dan berjalan ke ar
Zahra menjalani hukuman seumur hidup dengan kasus pembunuhan berencana yang mengakibatkan tiga orang tak bernyawa.Namun, sayang sekali setelah satu tahun mendekam di penjara, wanita itu kehilangan kewarasan dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa akibat percobaan bunuh diri.Wanita malang itu bukan hanya kehilangan akal sehat, ia juga kehilangan banyak hal dalam hidup karena ambisinya menghalalkan segala cara.Setelah dirawat selama dua tahun di rumah sakit jiwa, ia akhirnya dinyatakan sembuh dan harus kembali menjalani hukuman. Ia dikembalikan ke tahanan dan berakhir menjadi bulan-bulanan para penghuni lapas.Berkali-kali wanita itu terluka dan masuk rumah sakit karena dikeroyok penghuni lain yang tidak terima dengan mulutnya yang kejam.Tuhan itu adil. Siapa yang berbuat jahat maka dia akan menuai balasannya. Zahra menuai hasil dari apa yang ditanam selama ini.Hidupnya sebagai tahanan tidaklah seindah bayangan. Wanita itu bahkan b
Ternyata waktu satu bulan mampu dilewati oleh Alfan dengan susah payah. Lelaki itu sering kali mengirimkan kalimat penuh kerinduan via pesan. Kadang kala ia akan datang diam-diam dan mengikuti Ayesha bagaikan penguntit.Ia tidak bisa datang ke rumah karena pasti Papi Jacob dan Mami Tari akan memarahinya.Hingga waktu yang ditunggu pun tiba.Ayesha sudah memakai kebaya putih dengan riasan tipis yang membuat parasnya semakin terlihat menawan. Ditemani Mami Tari, ia masih duduk di kamar menunggu sang mempelai pria datang.“Aku gugup sekali, Mam,” ucap Ayesha meremas tangannya sendiri.“Wajar saja. Tidak apa-apa. Mami doakan semoga pernikahan kedua kalian akan dilimpahkan banyak berkah dan bahagia dunia akhirat,” kata Mami Tari, menyeka sudut matanya yang berair.Tak lama Arzen datang dan memberitahu bahwa calon pengantin dan keluarga besarnya telah tiba. Mereka segera keluar bersama Arzen yang menggandeng tangan sang ibu.“