Kepulangannya disambut bahagia oleh Mama Silvi. Namun wanita tua itu sedikit menghindari Ayesha. Ia hanya menyapa seadanya, membuat wanita berhijab ungu tersebut memilih diam saja.
“Arzen tidur di kamar daddy, ya,” tawar Mama Silvi dengan senyum cerah.“Terserah, Oma. Aku bisa tidur di kamar mommy juga tidak masalah.”“Biarkan Arzen memilih kamar yang diinginkan, Ma,” sela Alfan, ia tak mau membuat sang anak tidak nyaman dengan berada di satu ruangan yang sama. Walaupun ia menginginkannya.“Jika tidak keberatan aku ingin di kamarmu, Om.”Alfan mengangguk dengan senyum lebar.“Lho kok om, panggil dia daddy dong,” sahut Mama Silvi terdengar tak terima.“Sudahlah, Ma. Jangan memancing keributan,” bisik Papa Andre melerai. Sejak pertengkaran dengan Ayesha, sikap istrinya memang berubah.Dulu Mama Silvi adalah seseorang yang ada di garda terdepan jika menyangkut tentang Ayesha, tetapi kini semuanya berubah. Bisa jadMalam semakin larut, tetapi mata enggan terpejam membuat Ayesha memilih mencari udara segar. Duduk di taman belakang sendirian, menatap kegelapan di depan mata dalam diam.Tanpa tahu bahwa ada seseorang yang tengah mengamati dengan hati yang berdesir nyeri. Keinginan untuk merengkuh wanita itu sangat kuat, terapi tak kuasa dilakukan. Alfan menyadari kesalahannya yang telah menyakiti Ayesha. Semua yang dilakukan telah membuat wanita itu menderita.Alfan sadar bahwa ia yang telah melukai berkali-kali. Mengharapkan sesuatu akan kembali seperti sebelumnya, hanyalah sebuah mimpi yang mungkin tak akan pernah terjadi. Luka dan kecewa itu akan tetap bersarang dan menghantui.Seperti sebuah takdir, Ayesha yang saat itu menatap lurus, tiba-tiba menoleh dan mendongak. Hingga ia menemukan keberadaan Alfan yang saat ini tengah menatapnya.Keduanya bertatapan dalam diam, walaupun jarak di antara mereka lumayan jauh, tetapi tak memadamkan gejolak yang ada di dal
Bumi berputar, waktu silih berganti menyapa, hari, minggu dan bulan terlewati begitu saja.Hidup harus terus berjalan, walaupun keadaan tidak sejalan dengan yang diinginkan.Sejak kembali ke Bali, Ayesha menyibukkan diri dengan mulai aktivitas baru. Wanita itu memilih kembali membuka butik dengan nama AA Store, yang diambil dari namanya dan Arzen.Semuanya berjalan dengan lancar walau ia, kadang mengalami sedikit kesulitan.Jika ditanya tentang perasaan, maka jawabannya sama. Ia masih mencintai lelaki itu, tetapi ia tak mau menjadikan perasaan itu sebagai beban. Biarkan semuanya berjalan seperti sebelumnya, jika Tuhan berkehendak maka jodoh tidak akan salah alamat.Oh ya, Ayesha juga lupa mengatakan bahwa saat ia ke Jakarta, ternyata Marvin datang mencarinya beberapa kali. Bahkan sempat menanyakan alamat yang ada di Jakarta, karena ingin menyusul. Namun Nena memilih menjawab tidak tahu, karena saat itu ia tidak bisa dihubungi.Hubungannya dengan Mama Silvi juga sudah membaik. Mereka su
Saat ini Ayesha sedang dalam perjalanan menuju alamat mantan suaminya, karena beberapa menit yang lalu sang anak menghubungi dengan panik.Untunglah jalanan yang dilalui lumayan lenggang, hingga tak butuh waktu lama ia telah sampai di alamat yang dituju.“Assalamu’alaikum,” ucap Ayesha, mengintip ke dalam rumah yang tak tertutup.Sudah beberapa kali Ayesha mengucapkan salam, tetapi tak ada sahutan. Membuatnya berinisiatif menghubungi Arzen dan tak lama remaja itu muncul dari lantai dua.“Ayo, Mom!” Arzen menyeret ibunya.“Hei, tidak sopan kamu tarik-tarik begini. Ayahmu mana?” desis Ayesha sedikit kesal.“Ada di atas.”“Panggil saja dia ke bawah. Biar dia bertemu mommy di sini saja, rasanya tidak pantas jika mommy masuk ke rumah tanpa izin.”“Om Alfan pingsan, Mom!” jawab Arzen, membuat sang ibu seketika ikut menoleh ke arahnya.“Ya, aku menghubungi mommy karena tidak tahu harus menghubungi siapa.”“Di mana dia sekarang?” tanya Ayesha mendongak, menatap ke arah lantai dua.“Ya masih t
Pembicaraan tersebut didengar oleh Arzen yang ada di gawang pintu. Remaja itu memilih mematung di sana, mendengar obrolan kedua orang tuanya yang sepertinya sama-sama menahan perasaan.“Mom!”Ayesha menoleh. “Ada apa, Zen?” tanyanya dengan senyum canggung.Arzen mendekat dan bisa melihat jelas bahwa lelaki itu masih terbaring dengan mata sayu, juga wajah yang pucat.“Bagaimana keadaanmu, Om?” tanyanya sambil duduk di samping sang ibu.“Sudah lebih baik. Terima kasih kamu sudah datang, Nak.” Alfan melemparkan senyum teduh kepada sang anak. Walaupun panggilan om tentu saja membuatnya terluka.“Tentu saja. Jika aku tidak datang, mungkin kamu sudah tewas karena kejang,” sahut Arzen dengan tajam, membuat Ayesha segera menoleh dengan tatapan mengancam.“Jaga bicaramu, Zen. Tidak sopan kamu bicara dengan orang tua seperti itu,” hardik Ayesha penuh peringatan.Namun justru hal lain dilakukan oleh Alfan, lelaki itu terkekeh pelan sambil berkata, “Dia benar-benar mewarisi dirimu, Aye. Ucapannya
Sejak kedatangannya, Alfan masih setia duduk di teras, ditemani secangkir kopi hitam buatan Ayesha. Sayangnya wanita itu meminta Nena yang mengantarnya, tetapi Alfan tahu bahwa kopi itu adalah buatan mantan sang mantan .Sudah pukul setengah tujuh pagi, dari dalam rumah sudah terdengar suara teriakan Arzen, pekikan kesal Ayesha dan tawa Nena yang lumayan keras.Diam-diam Alfan tersenyum, membayangkan keutuhan keluarga dengan suasana hangat, pasti bahagia sekali.Terdengar suara pintu terbuka dan sosok Arzen muncul. Remaja itu mencium punggung tangan sang ayah sopan dan bergumam, “Gerak cepat juga, ya.” Diakhiri tawa pelan.“Iya, takut ditikung yang lain. Saingannya banyak,” jawab Alfan sambil mengusap kepala sang anak.“Di suruh mommy masuk, kasihan katanya. Om pasti belum sarapan.”“Mommy yang menyuruhmu? Wah, ternyata diam-diam dia masih menaruh perhatian.” Alfan tersenyum manis.“Itulah yang membuatku heran. Banyak lelaki yang mengejarnya, tapi justru pengecut yang diharapkan.” Arze
Setelah menyelesaikan pekerjaan, Ayesha berniat makan siang di luar. Namun, urung saat tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan Alfan yang membawa berbagai makanan kesukaannya.Awalnya ia merasa aneh dan heran, tetapi tak banyak bertanya karena ia tahu bahwa Arzen yang mungkin telah memberikan alamat ini.“Semoga makanan ini masih menjadi favoritmu,” ucap Alfan dengan senyum canggung.“Terima kasih,” sahut Ayesha tak kalah gugup. Bahkan saat kulit keduanya tak sengaja bersentuhan, ada getaran dan aliran listrik yang langsung menyengat.“Duduklah, aku akan siapkan piring lebih dulu. Oh, ya, kamu mau minum apa?” tanya Ayesha dengan kepala menunduk.“Air putih dan kopi, jika tidak keberatan.”Ayesha mengangguk dan keluar dari ruangan menuju dapur kecil di sudut tempat tersebut.Beberapa karyawan dengan penuh keingintahuan langsung menyerbunya dengan berbagai pertanyaan, tentang siapa lelaki itu. Ayesha terkenal baik, tetapi ia memang tidak terlalu suka mengatakan apa pun tentang hidupny
Keduanya pulang dengan tubuh basah kuyup, sebab Arzen mengajak Alfan bermain-main dengan air.Senyum dan tawa dari Arzen bagaikan obat yang mampu melipur segala penyesalan Alfan. Wajah remaja itu benar-benar membuatnya semakin bersemangat untuk merajut asa yang hampir sirna.Kini yang diinginkan Alfan bukan lagi tentang harta, warisan atau apa pun lagi di dunia. Namun, anak dan mantan istrinya kembali ke dalam hidupnya.Sesampainya di rumah, mereka disambut dengan senyum manis Ayesha yang begitu manis dan meneduhkan. Wanita itu menatap keduanya dengan alis terangkat saat menyadari tubuh keduanya basah kuyup.“Arzen, segera bersihkan dirimu!” Perintah Ayesha dengan tegas.“Oke, Mom. Aku mandi dulu, Om,” sahutnya, tak lupa ia berpamitan dengan sang ayah.Setelah kepergian Arzen, Ayesha menatap tajam mantan suaminya. Ia berdecak kesal, kemudian pergi begitu saja. Tak sampai sepuluh menit wanita itu kembali dan mengulurkan handuk.“Di sini tidak ada pakaian lelaki, pakailah handuk itu, da
Menunggu Ayesha diperiksa, Alfan tak bisa duduk dengan tenang. Lelaki itu mondar-mandir seperti sebuah setrika yang tak bisa diam.Sementara Arzen dan Nena duduk dengan tenang, sesekali melempar tatapan saling menguatkan yang menenangkan.Sejak dinyatakan sembuh, baru sekali ini Ayesha kembali drop. Semenjak menginjakkan kaki kembali ke Indonesia, wanita itu melupakan cek up rutin yang selalu dilakukan, seperti yang selalu diingatkan oleh kedua orang tuanya.Tak lama dokter keluar dari ruangan dan Alfan langsung menyerbu dengan berbagai pertanyaan tentang kondisi pasien.“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pasien baik-baik saja, hanya kelelahan dan demam tinggi yang membuatnya tak sadarkan diri. Kami akan melakukan cek up menyeluruh untuk melihat perkembangan terkait,” jelas dokter dengan name tag dr. Irna Narulita.“Begini dok, kebetulan pasien pernah punya riwayat kanker otak. Saya hanya khawatir jika penyakit itu kembali bersarang di tubuhnya.”Dokter wanita itu mengangguk mengert
“Ternyata suamiku ini memiliki banyak pengagum. Bahkan ada yang melamar meski sudah tahu jika sudah memilki istri. Apakah aku harus bersyukur atau justru takut, ya. Bagaimana menurutmu, Mas?” sindir Ayesha.“Aku benar-benar tidak mengenal mereka. Tiba-tiba datang dan melamar begitu saja.” Meski sama-sama bergelut dalam dunia bisnis, sepertinya Alfan tak begitu mengenal pasangan suami istri tersebut. Mungkin karena ia baru melebarkan sayapnya di kota ini atau bagaimana, yang pasti wajah mereka tak terlalu populer hingga Alfan dengan mudah mengenalinya.“Mereka bahkan menawarimu sebuah perusahaan dan akan memastikan seluruh bisnismu akan maju. Tawaran yang menggiurkan. Apa wanita itu cantik?” kata Ayesha. Ia mendengus jengkel meski kedua orang tamu tidak tahu diri itu sudah meninggalkan ruangan.“Putri mereka yang mana saja aku pun juga tidak tahu. Benar-benar aneh,” bantah Alfan.“Jika putrinya menyukaimu sejak pandangan pertama artinya pernah ada interaksi di antara kalian, Mas. Kamu
Setelah beberapa minggu berlalu, akhirnya berita tentangnya dan sang suami mereda dan tergantikan oleh berita panas lainnya.Butiknya telah kembali buka. Bahkan kini lebih banyak pengunjung yang datang dari kalangan pejabat dan beberapa istri-istri pengusaha.Tentu saja mereka bukan hanya datang karena sekadar tertarik dengan rancangan pakaiannya. Namun, beberapa dari mereka ada yang mencoba menjalin pertemanan.Entah itu benar-benar tulus atau menginginkan hal lain.Beberapa kali juga ia mendapatkan undangan untuk masuk ke dalam group sosialita.Ayesha hanya menanggapinya dengan senyum tipis seperti biasa.Setelah ujian selalu ada kebahagiaan. Tidak akan ada kehidupan yang akan berjalan lurus dan mulus. Selalu ada rintangan dan halangan.Begitulah kehidupan.Ayesha yang baru saja mengambil air dari dapur, tidak sengaja mendengar suara Dewi yang sedang berbicara dengan seseorang melalui ponsel. Ia menajamkan pendengaran untuk mengetahui isi obrolan tersebut. Namun, saat berjalan mende
Keesokan paginya berita tentang kejadian semalam membuat namanya dan nama butiknya terseret dalam berita surat kabar.Saat membacanya Ayesha masih bisa bernapas lega karena apa yang terjadi padanya tidak sampai terekspos keluar. Bukan karena tidak ingin nama baiknya hancur, kini ia kembali menyandang nama Herlambang yang membuatnya harus menjaga nama baik suaminya juga.Alfan mengusap bahunya lembut dan mengatakan kalimat yang menenangkan, bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Mom, kudengar semalam mommy keluar. Ke mana?” tanya Arzen duduk di meja makan.Remaja itu sama sekali tidak tahu bahwa ada polisi yang menghampiri ke rumah mereka. Karena kebiasaan Arzen memang setelah masuk kamar, ia jarang keluar jika tidak perlu sesuatu.“Ya, mommy ada urusan.”“Are you okay, Mom?”“Sure, Son.” Melemparkan senyum tipis yang tulus.“Kamu tidak perlu cemas. Berita itu tidak akan keluar,” bisik Alfan pelan.“Aku ha
Hi, boleh absen dong yang masih setia baca cerita ini? Komen di setiap bab agar aku tahu bahwa kalian masih ada di sini. Makasih.♡♡♡“Maaf, Nyonya. Di bawah ada polisi yang ingin bertemu Anda.”Polisi, batinnya bertanya-tanya.“Ya, bilang saja suruh tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu,” kata Ayesha segera masuk kamar dan mengganti pakaian.Saat ia turun ke ruang tamu, benar ada dua polisi yang sudah menunggunya.“Selamat malam, Nyonya. Maaf jika kedatangan kami mengganggu Anda. Kami dari Polresta Denpasar mendapat surat perintah penggeledahan butik Anda untuk melengkapi bukti bahwa saudari Clara Adelin terlibat dalam kasus peredaran dan penjualan narkoba jenis sabu.”Deg!Jantung Ayesha berdebar dengan sangat keras. Ia terkejut sekaligus syok dengan apa yang baru saja didengar.“Maaf, Pak polisi. Izinkan saya bertanya lebih dulu.”Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya pe
Sebelum berangkat ia telah menghubungi suaminya dan meminta alamat kantor yang sampai saat ini belum diketahui.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, diiringi suara musik dari penyanyi favoritnya.Tidak sampai tiga puluh menit mobil yang dikendarai tiba di sebuah gedung tinggi bertuliskan HM Group. Ayesha segera memarkirkan mobilnya di basement dan menuju resepsionis.“Ruangan Tuan Alfan Fatih Herlambang di mana, ya?” tanya Ayesha sopan.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji?” tanya wanita itu dengan ramah.“Apa seorang istri perlu membuat janji untuk bertemu suaminya?” Ayesha tersenyum, tetapi kata-katanya menegaskan bahwa ia adalah istrinya.“Ah, maaf. Anda Nyonya Ayesha.” Wanita itu menunduk dan meminta maaf berkali-kali.“Mari saya antar ke ruangan beliau,” ucapnya kemudian mengarahkannya menuju lift khusus.Suara denting lift menandakan mereka telah sampai di lantai yang dituju. Lantai sepuluh, gedung teratas
Langit gelap telah berganti terang. Matahari mulai tampak malu-malu menunjukkan sinarnya.Cuaca yang masih terasa dingin membuat dua sosok lelaki di ruangan yang berbeda kembali menggulung dirinya di dalam selimut tebal yang menghangatkan.Setelah urusan dapur usai, Ayesha bergegas naik ke lantai dua dan membangunkan sang anak. Beberapa kali remaja itu menggeliat dan bergumam, tetapi tak juga membuka mata.Ayesha yang kesal langsung menarik selimutnya dengan kasar dan membuka tirai. Membiarkan cahaya pagi menembus jendela dan mengusik si pemilik kamar.“Zen! Bangun! Mommy akan menyirammu dengan air jika kamu tidak segera bangun,” ancam Ayesha dengan suara rendah.“Oh, Mommy!” keluhnya dengan suara serak. Manik cokelat itu akhirnya mengerjap, menyesuaikan diri dengan cahaya sebelum akhirnya terbuka.“Sudah. Aku bangun,” lanjutnya, ia masih duduk di tepi ranjang. Menyahut segelas air di atas nakas dan meneguknya hingga tandas. Matanya menoleh ke arah jam dinding dan terkejut saat menyad
Empat hari kemudian, mereka resmi pindah ke rumah Alfan. Lelaki itu hanya meminta anak dan istrinya membawa pakaian dan surat-surat penting lainnya.Nena juga ikut serta bersama mereka. Sebab, Ayesha sudah menganggap wanita itu seperti saudarinya.Setelah hampir dua jam merapikan kamar, Ayesha memilih merebahkan tubuhnya di ranjang. Pindahan memang membutuhkan tenaga ekstra.Alfan yang baru masuk kamar bertanya, “Sudah selesai?”“Belum. Ruang ganti masih berantakan, aku lelah sekali.”Ayesha memang tidak mau dibantu asisten untuk merapikan kamar dan ruang ganti. Ia ingin merapikannya sendiri agar tahu di mana letak ia menyimpan barang-barangnya.Alfan berjalan ke ruang ganti dan melihatnya. Memang masih sangat berantakan, beberapa koper masih teronggok dengan isi yang sudah carut marut.“Istirahat saja. Masih ada waktu besok lagi, jangan memaksakan diri.”Ayesha mengangguk. “Aku tahu. Kamar Arzen sudah selesai?”“Sudah. Nena sedang merapikannya.”Beberapa hari yang lalu Alfan sudah ke
Seminggu telah berlalu dengan cepat. Hari ini menjadi perpisahan antara Ayesha dan kedua orang tuanya.Mereka mengantar keduanya sampai di bandara. Bahkan Arzen turut libur sekolah karena ingin mengantarkan oma dan grandpa kesayangannya.Isak tangis Ayesha sudah terdengar sejak mereka dalam perjalanan. Kini, semakin keras suara tangis itu saat kedua orang tuanya semakin tak terlihat lagi dalam pandangan.Alfan merengkuh tubuh sang istri dan mencoba menenangkannya. Setelah keadaannya berangsur tenang mereka meninggalkan bandara.“Mau mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Alfan.“Langsung pulang saja,” balas Ayesha pelan, tak bersemangat.“Zen?” Menatap sang putra melalui kaca mobil. Remaja itu juga tampak tak bersemangat.“Ya, Dad.” Tatapannya kembali mengarah ke luar.Setelah sampai di rumah. Ibu dan anak itu mengurung diri di kamar sampai melewatkan makan malam.Alfan yang ada di meja makan sendirian menjadi tidak tenang. Ia meminta Nena menyiapkan makanan untuk dibawa ke kamar anak da
Masuk ke kamar sepasang suami istri itu kembali melanjutkan kegiatan yang tertunda. Kembali menyelami nikmatnya surga dunia. Mencapai nirwana tertinggi di iringi deru napas yang memburu.Dingin di luar sana sama sekali tak mendinginkan keduanya. Justru semakin memanas, bagaikan kobaran api yang baru saja disiram bensin.Membara.Peluh menetes, menjadi saksi betapa bersemangatnya mereka. Kerinduan, kasih sayang, gairah, semuanya melebur menjadi satu.Entah sudah berapa lama mereka melakukannya, Ayesha bahkan sampai tak bisa bernapas dengan lega karena terus-menerus dihabisi oleh sang suami.“Sudah, Mas. Aku lelah,” ucap Ayesha dengan suara lemah.Umur yang hampir menyentuh kepala empat sama sekali tak membuat Alfan melunak sedikit pun.Ingatan tentang saat pertama kali lelaki itu menjamah dirinya terlintas. Betapa buas dan sama sekali tak menahan diri.“Tahan sebentar lagi, Sayang,” bisik Alfan, mengecup lembut pelipis sang istri.Suara erangan panjang menjadi penutup kegiatan malam it