Keduanya pulang dengan tubuh basah kuyup, sebab Arzen mengajak Alfan bermain-main dengan air.Senyum dan tawa dari Arzen bagaikan obat yang mampu melipur segala penyesalan Alfan. Wajah remaja itu benar-benar membuatnya semakin bersemangat untuk merajut asa yang hampir sirna.Kini yang diinginkan Alfan bukan lagi tentang harta, warisan atau apa pun lagi di dunia. Namun, anak dan mantan istrinya kembali ke dalam hidupnya.Sesampainya di rumah, mereka disambut dengan senyum manis Ayesha yang begitu manis dan meneduhkan. Wanita itu menatap keduanya dengan alis terangkat saat menyadari tubuh keduanya basah kuyup.“Arzen, segera bersihkan dirimu!” Perintah Ayesha dengan tegas.“Oke, Mom. Aku mandi dulu, Om,” sahutnya, tak lupa ia berpamitan dengan sang ayah.Setelah kepergian Arzen, Ayesha menatap tajam mantan suaminya. Ia berdecak kesal, kemudian pergi begitu saja. Tak sampai sepuluh menit wanita itu kembali dan mengulurkan handuk.“Di sini tidak ada pakaian lelaki, pakailah handuk itu, da
Menunggu Ayesha diperiksa, Alfan tak bisa duduk dengan tenang. Lelaki itu mondar-mandir seperti sebuah setrika yang tak bisa diam.Sementara Arzen dan Nena duduk dengan tenang, sesekali melempar tatapan saling menguatkan yang menenangkan.Sejak dinyatakan sembuh, baru sekali ini Ayesha kembali drop. Semenjak menginjakkan kaki kembali ke Indonesia, wanita itu melupakan cek up rutin yang selalu dilakukan, seperti yang selalu diingatkan oleh kedua orang tuanya.Tak lama dokter keluar dari ruangan dan Alfan langsung menyerbu dengan berbagai pertanyaan tentang kondisi pasien.“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pasien baik-baik saja, hanya kelelahan dan demam tinggi yang membuatnya tak sadarkan diri. Kami akan melakukan cek up menyeluruh untuk melihat perkembangan terkait,” jelas dokter dengan name tag dr. Irna Narulita.“Begini dok, kebetulan pasien pernah punya riwayat kanker otak. Saya hanya khawatir jika penyakit itu kembali bersarang di tubuhnya.”Dokter wanita itu mengangguk mengert
“Apa, Aye? Jangan berteriak. Kamu bahkan masih terbaring di ranjang pesakitan. Jaga emosimu agar keadaanmu segera membaik.” Alfan menatap Ayesha lembut, tetapi nada suaranya seakan tengah mencemooh dirinya yang saat ini tak berdaya.“Awas kamu!” balas Ayesha dengan kesal, ia menatap mantan suaminya tajam penuh permusuhan.“Biar aku yang menjagamu. Arzen biar pulang dengan Nena. Kasihan besok dia harus sekolah.” Namun, ucapan itu bagaikan kicauan burung yang tak mendapat respons apa pun.Ayesha kembali berbaring dengan mata terpejam. Sementara Alfan, ia segera menemui Arzen dan Nena yang ada di depan ruangan rawat. Mereka hanya diam tanpa melakukan apa pun.“Zen, pulanglah dengan Nena. Besok kamu masih harus ke sekolah. Biar ibumu, aku yang menjaganya. Setelah pulang sekolah kamu bisa datang lagi,” ucap Alfan duduk di samping sang anak.“Aku mau menemani mommy di sini. Lagipula ada kamar yang bisa kutempati.”“Percayakan ibumu pad
Alfan tampak tak suka ketika seorang lelaki memanggil Ayesha dengan sebutan nona senja. Lagipula kelihatannya hubungan mereka terlihat akrab. Itu bisa mengancam keberadaannya.“Sudah, Aye. Kamu harus kembali ke kamar dan istirahat,” kata Alfan menyela obrolan dua orang itu.“Oke. Semoga kamu cepat sembuh. Aku akan mengunjungimu kembali jika ada waktu. Juga maaf atas apa yang terjadi di masa lalu.” Lelaki yang tak lain Hanan itu tersenyum tulus ke arah Ayesha.“Sama-sama. Terima kasih banyak.”Setelah Hanan pergi dari hadapan mereka. Tampaknya Alfan ingin tahu apa yang dimaksud, tentang masa lalu yang dikatakan. Apa sebenarnya lelaki itu pernah memiliki hubungan serius dengan Ayesha?Tidak! Tidak boleh dibiarkan, batin Alfan.“Ada hubungan apa kamu dengan lelaki itu?”Ayesha menoleh dan tersenyum tipis. “Bukan urusanmu, Mas Alfan,” jawabnya datar.“Akan menjadi urusanku karena kamu adalah istriku.”“Mantan! Kita hanya mantan suami istri, Mas Alfan. Jangan lupa akan hal itu.” Koreksi Ay
Setelah dipastikan kondisi Ayesha baik-baik saja. Dokter mengizinkan wanita itu pulang dengan catatan harus istirahat lagi selama beberapa hari.Sambil menunggu Alfan menyelesaikan administrasi dan menebus obat, Ayesha mengecek ponsel yang beberapa hari kemarin terabaikan begitu saja.Terlalu fokus menatap ponsel, Ayesha tak menyadari kehadiran Alfan yang sudah berdiri di sebelahnya. Mata lelaki itu mengintip sedikit ke arah ponsel yang mengalihkan seluruh atensi wanita cantik itu.“Sudah siap?” tanya Alfan mengejutkan, membuat ponsel di tangan Ayesha jatuh menyentuh lantai dengan keras.“Mas Alfan!” pekik Ayesha kesal. Ia memungut kembali ponsel yang layarnya berubah menjadi hitam. “Ponselku rusak,” keluhnya sedikit kesal. Itu ponsel mahal yang belum lama ini dibeli dengan harga tiga puluh lima juta. Cukup fantastis mengingat ia adalah seorang pengangguran.“Maaf, aku tidak bermaksud mengagetkan. Kamu yang terlalu fokus menatap ke sana.” Alfan menunjuk pada ponsel yang dipegang Ayesha
Suasana pagi ini cukup cerah. Matahari menebarkan senyum, menjalankan tugas menyinari dunia. Selesai sarapan, Ayesha duduk di teras rumah bersama dengan Arzen.Belum lama mereka duduk, mata mereka teralihkan pada sosok lelaki yang baru saja datang dengan senyum menawan.Setelah mengucap salam lelaki itu mengambil duduk tepat di sebelah Arzen.“Kebetulan Arzen libur. Bagaimana kalau kita jalan-jalan?” tanya Alfan.“Kalau Arzen mau, silakan.”“Kenapa bukan Om Alfan dan mommy saja yang pergi?”Alfan menunduk dengan rona merah di pipinya. Benar-benar selalu bisa menebak isi kepalanya. Ia tahu, jika mengajak Ayesha pasti wanita itu akan menolaknya.Arzen adalah alasan yang tepat.Bisa menghabiskan waktu dengan sang anak, bonus bisa melihat ibunya.“Ayo pergi bersama.”“Ya sudah, memangnya mau ke mana?” tanya Arzen.“Terserah. Kamu bisa tentukan tempat mana yang mau dikunjungi,” kata Alfan m
Setelah menyaksikan sunset, mereka memutuskan makan lebih dulu di restoran yang ada di sepanjang tepi pantai.Senja memang indah, seperti sebuah rasa yang masih baru. Cantik dan mempesona. Namun, jika indahnya senja menjadi tolak ukur sebuah rasa, lalu gelapnya malam disebut apa.Tubuh mereka lelah. Hanya saja ketiganya benar-benar menikmati momen itu. Diam-diam bukan hanya Alfan yang puas, tetapi jauh di lubuk hati yang dalam, Ayesha sangat menikmati momen kebersamaan itu.Setelah makan, mereka memutuskan pulang. Namun di tengah jalan, ada insiden tak terduga saat Ayesha hampir saja diserempet mobil yang ugal-ugalan.“Mommy tidak apa-apa?” tanya Arzen cemas. Remaja itu langsung turun dan menghampiri sang ibu yang menepi di sisi jalan.“Kamu terluka, Ayesha?” Alfan menyusul dan segera memeluk wanita itu dengan erat.“Aku baik-baik saja.” Mendorong tubuh mantan suaminya.Syukurlah, tidak sampai tersentuh. Jika tidak mungkin ia akan terjatuh mencium aspal.“Lebih baik mommy dibonceng Om
Sejak Alfan memergoki dua lelaki yang masih mendekati Ayesha. Ia seolah menghilang dari peredaran hanya untuk meyakinkan diri, meyakinkan orang tua dan calon mertuanya.Alfan hanya akan berkabar dengan Arzen, tetapi tidak pernah lagi menghubungi Ayesha atau menemuinya.Diam-diam ketidakhadirannya menumbuhkan rindu di hati sang mantan istri.Tepat sebulan lamanya, akhirnya ia kembali menginjakkan kakinya di Bali. Di tanah yang sama dengan sang pemilik hati.Malam harinya ia mengunjungi Ayesha dan mengajak wanita itu pergi. Awalnya seperti biasa penolakan yang diterima, tetapi akhirnya menyerah dan memilih pergi.“Arzen ke mana? Kenapa aku tidak melihatnya.”“Pergi jalan-jalan bersama Nena.”Alfan mengangguk.“Mau ke mana, Mas?”“Suatu tempat,” jawab Alfan singkat berlagak misterius.“Aku rindu kamu Aye. Apa kamu tidak merindukanku?”“Tidak sama sekali.”Bohong!Sejujurnya rindu yang dirasakan juga sama besarnya. Namun, ia enggan mengatakannya. Bisa-bisa Alfan besar kepala.“Teganya kamu
“Ternyata suamiku ini memiliki banyak pengagum. Bahkan ada yang melamar meski sudah tahu jika sudah memilki istri. Apakah aku harus bersyukur atau justru takut, ya. Bagaimana menurutmu, Mas?” sindir Ayesha.“Aku benar-benar tidak mengenal mereka. Tiba-tiba datang dan melamar begitu saja.” Meski sama-sama bergelut dalam dunia bisnis, sepertinya Alfan tak begitu mengenal pasangan suami istri tersebut. Mungkin karena ia baru melebarkan sayapnya di kota ini atau bagaimana, yang pasti wajah mereka tak terlalu populer hingga Alfan dengan mudah mengenalinya.“Mereka bahkan menawarimu sebuah perusahaan dan akan memastikan seluruh bisnismu akan maju. Tawaran yang menggiurkan. Apa wanita itu cantik?” kata Ayesha. Ia mendengus jengkel meski kedua orang tamu tidak tahu diri itu sudah meninggalkan ruangan.“Putri mereka yang mana saja aku pun juga tidak tahu. Benar-benar aneh,” bantah Alfan.“Jika putrinya menyukaimu sejak pandangan pertama artinya pernah ada interaksi di antara kalian, Mas. Kamu
Setelah beberapa minggu berlalu, akhirnya berita tentangnya dan sang suami mereda dan tergantikan oleh berita panas lainnya.Butiknya telah kembali buka. Bahkan kini lebih banyak pengunjung yang datang dari kalangan pejabat dan beberapa istri-istri pengusaha.Tentu saja mereka bukan hanya datang karena sekadar tertarik dengan rancangan pakaiannya. Namun, beberapa dari mereka ada yang mencoba menjalin pertemanan.Entah itu benar-benar tulus atau menginginkan hal lain.Beberapa kali juga ia mendapatkan undangan untuk masuk ke dalam group sosialita.Ayesha hanya menanggapinya dengan senyum tipis seperti biasa.Setelah ujian selalu ada kebahagiaan. Tidak akan ada kehidupan yang akan berjalan lurus dan mulus. Selalu ada rintangan dan halangan.Begitulah kehidupan.Ayesha yang baru saja mengambil air dari dapur, tidak sengaja mendengar suara Dewi yang sedang berbicara dengan seseorang melalui ponsel. Ia menajamkan pendengaran untuk mengetahui isi obrolan tersebut. Namun, saat berjalan mende
Keesokan paginya berita tentang kejadian semalam membuat namanya dan nama butiknya terseret dalam berita surat kabar.Saat membacanya Ayesha masih bisa bernapas lega karena apa yang terjadi padanya tidak sampai terekspos keluar. Bukan karena tidak ingin nama baiknya hancur, kini ia kembali menyandang nama Herlambang yang membuatnya harus menjaga nama baik suaminya juga.Alfan mengusap bahunya lembut dan mengatakan kalimat yang menenangkan, bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Mom, kudengar semalam mommy keluar. Ke mana?” tanya Arzen duduk di meja makan.Remaja itu sama sekali tidak tahu bahwa ada polisi yang menghampiri ke rumah mereka. Karena kebiasaan Arzen memang setelah masuk kamar, ia jarang keluar jika tidak perlu sesuatu.“Ya, mommy ada urusan.”“Are you okay, Mom?”“Sure, Son.” Melemparkan senyum tipis yang tulus.“Kamu tidak perlu cemas. Berita itu tidak akan keluar,” bisik Alfan pelan.“Aku ha
Hi, boleh absen dong yang masih setia baca cerita ini? Komen di setiap bab agar aku tahu bahwa kalian masih ada di sini. Makasih.♡♡♡“Maaf, Nyonya. Di bawah ada polisi yang ingin bertemu Anda.”Polisi, batinnya bertanya-tanya.“Ya, bilang saja suruh tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu,” kata Ayesha segera masuk kamar dan mengganti pakaian.Saat ia turun ke ruang tamu, benar ada dua polisi yang sudah menunggunya.“Selamat malam, Nyonya. Maaf jika kedatangan kami mengganggu Anda. Kami dari Polresta Denpasar mendapat surat perintah penggeledahan butik Anda untuk melengkapi bukti bahwa saudari Clara Adelin terlibat dalam kasus peredaran dan penjualan narkoba jenis sabu.”Deg!Jantung Ayesha berdebar dengan sangat keras. Ia terkejut sekaligus syok dengan apa yang baru saja didengar.“Maaf, Pak polisi. Izinkan saya bertanya lebih dulu.”Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya pe
Sebelum berangkat ia telah menghubungi suaminya dan meminta alamat kantor yang sampai saat ini belum diketahui.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, diiringi suara musik dari penyanyi favoritnya.Tidak sampai tiga puluh menit mobil yang dikendarai tiba di sebuah gedung tinggi bertuliskan HM Group. Ayesha segera memarkirkan mobilnya di basement dan menuju resepsionis.“Ruangan Tuan Alfan Fatih Herlambang di mana, ya?” tanya Ayesha sopan.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji?” tanya wanita itu dengan ramah.“Apa seorang istri perlu membuat janji untuk bertemu suaminya?” Ayesha tersenyum, tetapi kata-katanya menegaskan bahwa ia adalah istrinya.“Ah, maaf. Anda Nyonya Ayesha.” Wanita itu menunduk dan meminta maaf berkali-kali.“Mari saya antar ke ruangan beliau,” ucapnya kemudian mengarahkannya menuju lift khusus.Suara denting lift menandakan mereka telah sampai di lantai yang dituju. Lantai sepuluh, gedung teratas
Langit gelap telah berganti terang. Matahari mulai tampak malu-malu menunjukkan sinarnya.Cuaca yang masih terasa dingin membuat dua sosok lelaki di ruangan yang berbeda kembali menggulung dirinya di dalam selimut tebal yang menghangatkan.Setelah urusan dapur usai, Ayesha bergegas naik ke lantai dua dan membangunkan sang anak. Beberapa kali remaja itu menggeliat dan bergumam, tetapi tak juga membuka mata.Ayesha yang kesal langsung menarik selimutnya dengan kasar dan membuka tirai. Membiarkan cahaya pagi menembus jendela dan mengusik si pemilik kamar.“Zen! Bangun! Mommy akan menyirammu dengan air jika kamu tidak segera bangun,” ancam Ayesha dengan suara rendah.“Oh, Mommy!” keluhnya dengan suara serak. Manik cokelat itu akhirnya mengerjap, menyesuaikan diri dengan cahaya sebelum akhirnya terbuka.“Sudah. Aku bangun,” lanjutnya, ia masih duduk di tepi ranjang. Menyahut segelas air di atas nakas dan meneguknya hingga tandas. Matanya menoleh ke arah jam dinding dan terkejut saat menyad
Empat hari kemudian, mereka resmi pindah ke rumah Alfan. Lelaki itu hanya meminta anak dan istrinya membawa pakaian dan surat-surat penting lainnya.Nena juga ikut serta bersama mereka. Sebab, Ayesha sudah menganggap wanita itu seperti saudarinya.Setelah hampir dua jam merapikan kamar, Ayesha memilih merebahkan tubuhnya di ranjang. Pindahan memang membutuhkan tenaga ekstra.Alfan yang baru masuk kamar bertanya, “Sudah selesai?”“Belum. Ruang ganti masih berantakan, aku lelah sekali.”Ayesha memang tidak mau dibantu asisten untuk merapikan kamar dan ruang ganti. Ia ingin merapikannya sendiri agar tahu di mana letak ia menyimpan barang-barangnya.Alfan berjalan ke ruang ganti dan melihatnya. Memang masih sangat berantakan, beberapa koper masih teronggok dengan isi yang sudah carut marut.“Istirahat saja. Masih ada waktu besok lagi, jangan memaksakan diri.”Ayesha mengangguk. “Aku tahu. Kamar Arzen sudah selesai?”“Sudah. Nena sedang merapikannya.”Beberapa hari yang lalu Alfan sudah ke
Seminggu telah berlalu dengan cepat. Hari ini menjadi perpisahan antara Ayesha dan kedua orang tuanya.Mereka mengantar keduanya sampai di bandara. Bahkan Arzen turut libur sekolah karena ingin mengantarkan oma dan grandpa kesayangannya.Isak tangis Ayesha sudah terdengar sejak mereka dalam perjalanan. Kini, semakin keras suara tangis itu saat kedua orang tuanya semakin tak terlihat lagi dalam pandangan.Alfan merengkuh tubuh sang istri dan mencoba menenangkannya. Setelah keadaannya berangsur tenang mereka meninggalkan bandara.“Mau mampir ke suatu tempat dulu?” tanya Alfan.“Langsung pulang saja,” balas Ayesha pelan, tak bersemangat.“Zen?” Menatap sang putra melalui kaca mobil. Remaja itu juga tampak tak bersemangat.“Ya, Dad.” Tatapannya kembali mengarah ke luar.Setelah sampai di rumah. Ibu dan anak itu mengurung diri di kamar sampai melewatkan makan malam.Alfan yang ada di meja makan sendirian menjadi tidak tenang. Ia meminta Nena menyiapkan makanan untuk dibawa ke kamar anak da
Masuk ke kamar sepasang suami istri itu kembali melanjutkan kegiatan yang tertunda. Kembali menyelami nikmatnya surga dunia. Mencapai nirwana tertinggi di iringi deru napas yang memburu.Dingin di luar sana sama sekali tak mendinginkan keduanya. Justru semakin memanas, bagaikan kobaran api yang baru saja disiram bensin.Membara.Peluh menetes, menjadi saksi betapa bersemangatnya mereka. Kerinduan, kasih sayang, gairah, semuanya melebur menjadi satu.Entah sudah berapa lama mereka melakukannya, Ayesha bahkan sampai tak bisa bernapas dengan lega karena terus-menerus dihabisi oleh sang suami.“Sudah, Mas. Aku lelah,” ucap Ayesha dengan suara lemah.Umur yang hampir menyentuh kepala empat sama sekali tak membuat Alfan melunak sedikit pun.Ingatan tentang saat pertama kali lelaki itu menjamah dirinya terlintas. Betapa buas dan sama sekali tak menahan diri.“Tahan sebentar lagi, Sayang,” bisik Alfan, mengecup lembut pelipis sang istri.Suara erangan panjang menjadi penutup kegiatan malam it