Dia tahu Viona akan datang padanya untuk meminta tolong. Biaya pengobatan Tirta tidaklah sedikit. Dengan Viona yang hanya hidup sendiri dan baru bekerja satu minggu yang lalu, mustahil dia bisa bertahan.
"Aku akan melakukan apa pun sebagai imbalannya," lanjut Viona setelah mengusap wajahnya yang basah. "Asal Mas Padma mau meminjamiku uang untuk membayar biaya pengobatan Tirta. Aku mohon!"
Padma menekuk kedua lututnya hingga tubuhnya sejajar dengan Viona yang menatapnya penuh harap. "Kamu mau melakukan apa pun?" ulangnya lambat.
"Ya. Demi kesembuhan Tirta, aku akan melakukan apa pun sebagai imbalannya."
Padma tersenyum miring. Dia sangat menikmati ekspresi yang tergambar di wajah Viona. Putus asa, rapuh dan ketakutan. Persis seperti yang dia harapkan.
Sejauh ini, semuanya berjalan dengan rencana. Dia masih memiliki segudang rencana lain untuk membuat Viona menderita, sampai di titik perempuan itu mengiba agar dia menghabisi nyawanya.
"Baiklah
Viona tersentak begitu mendengar nada sinis yang keluar dari mulut Padma. Dia tidak sadar sedari tadi memerhatikan lelaki itu."Tidak ada,” balas Viona ketus lalu memalingkan pandangannya ke depan. Menghindari tatapan Padma yang menusuk.Deretan mobil mewah yang terparkir di halaman rumah menyambut pandangan Viona begitu mereka tiba. Tidak heran karena orang tua Padma memang masuk ke dalam jajaran Crazy Rich Jakarta, yang fotonya sering masuk media sosial.Dan itu dibuktikan dengan betapa megahnya rumah yang berdiri di hadapan Viona saat ini. Rumah tiga lantai bergaya Eropa yang didominasi cat putih dan dipercantik dengan jendela jendela besar tiap lantai.Dibanding rumah lainnya, rumah orang tua Padma terlihat mencolok. Belum apa-apa, Viona sudah bisa membayangkan seperti apa sikap mertuanya nanti."Apa kamu harus terlihat kampungan seperti itu?"Lagi-lagi Viona tersentak kaget mendengar suara tinggi Padma. Rupanya tanpa sadar dia kembali larut dalam lamunan saat memandang rumah oran
Mereka semua sontak menoleh ke arah sumber suara lalu sama-sama menjauhkan diri dari Viona dan menghentikan apa pun yang mereka lakukan pada perempuan itu.Viona menoleh lalu mengerjapkan mata berulang kali. Itu adalah Padma yang menatap semua orang dengan penuh kemarahan."Mas Padma! Aku hanya memberi perempuan matre ini pelajaran."Sepupu Padma mencoba mendekati Padma, namun lelaki itu mengangkat tangannya."Berhenti di sana, Vita!" ujarnya tegas dengan kemarahan yang tertahan. "Kamu berhutang maaf padanya."Viona dilanda keheranan, Padma membelanya di hadapan sepupunya? Ini ajaib sekali. Sebelum ini Padma hanya diam bahkan tersenyum puas saat dia menjadi bahan pembicaraan.Tetapi tunggu dulu, kali ini aura lelaki itu begitu berbeda. Tak ada aura kelam yang menyelimuti lelaki itu. Padma sama normalnya seperti Padma yang Viona kenal saat menjadi kakak iparnya dulu."Untuk apa aku meminta maaf pada perempuan murahan seperti dia, Mas?"Padma baru akan menjawab ketika mendengar erangan
Seulas senyum maklum terbit di wajah Bik Sari yang dipenuhi keriput. Dia tahu betul bagaimana hubungan kedua majikannya di rumah ini. Wajar jika Viona tidak tahu apa pun tentang urusan lan."Nggak bilang apa-apa sama Bibik, Mbak."Viona manggut-manggut. Satu hal yang dia syukuri, tidak ada yang memusuhinya di rumah ini-selain Padma tentunya. Semua ART bersikap baik padanya meski dia hanyalah istri yang tidak diinginkan.Tidak ada yang berpikir seperti orang di luar sana, yang menuduhnya membunuh Yuanita agar bisa menikah dengan Padma dan memoroti kekayaannya.Orang lain tidak pernah tahu bagaimana kacaunya perasaan Viona setiap malam, karena merasa sudah merebut Padma dari Yuanita yang sudah tiada-meskipun kenyataannya bukan begitu.Dia bahkan tidak berani lagi melihat foto pernikahan Padma dan Yuanita yang masih tergantung di beberapa ruangan. Desakan rasa bersalah itu semakin menguat setiap kali melihat foto itu."Nasi gorengnya nggak enak, Mbak?"Viona tersentak saat mendengar suar
"Aku mohon." Viona berbisik lirih. "Aku sudah lama tidak menjenguk Tirta. Sebentar saja."Satu tangan Padma terangkat untuk mengusap lengan telanjang Viona naik turun. Usapannya terasa begitu lambat hingga membuat Viona panas dingin. Bisakah dia kabur sekarang?Demi apapun juga, Viona lebih suka menunggu Tirta di kamarnya alih-alih bersama Padma dan menjalankan tugasnya sebagai istri. Dia bahkan sudah mual membayangkan melakukan itu bersama Padma."Kamu lupa janjimu, hm?" Rahang Padma mengeras."J-Janji apa?" Viona membeku saat hidung mancung Padma menyusuri lehernya. Mengendus pelan sebelum melabuhkan kecupan yang membuat tubuhnya kian mengigil."Kamu berjanji akan melayaniku jika aku sudah membayar biaya pengobatan Tirta. Aku sudah memenuhi janjiku. Sekarang giliranmu. Jangan pura-pura lupa, Viona!" Padma menggeram marah.Masalahnya Viona memang benar-benar lupa karena memikirkan kondisi Tirta yang tak kunjung bangun dari komanya."Aku tidak bisa." Viona menguatkan diri untuk mengat
Dia segera menggeledah laci meja kerja Padma yang untungnya tidak dikunci dan menemukan apa yang dia cari pada laci pertama yang dia buka.Sebuah buku harian hitam yang pernah Viona lihat beberapa kali karena Yuanita tak pernah bercerita apa isi buku itu.Setelah menutup laci dan memastikan tidak ada yang berubah di ruang kerja itu, Viona segera keluar dari sana. Tidak lupa mematikan lampu sebelum kembali mengunci pintu.Begitu sampai di kamarnya sendiri, perut Viona mendadak dihantam rasa mual yang hebat. Dia berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan isi perutnya di sana.Butuh waktu beberapa menit bagi Viona untuk mencerna apa yang terjadi padanya. Sejak beberapa hari terakhir dia sering mual dan muntah tanpa alasan yang jelas.Dan kemungkinan hanya ada dua. Dia sedang sakit atau—Viona menutup mulutnya sendiri begitu menyadari kemungkinan kedua."Aku tidak mungkin hamil, kan?" bisiknya dengan raut cemas.Saat merenggut kehormatannya malam itu, Viona ingat betul Padma tidak menggunakan
Seperti biasa, kasak-kusuk tentang dirinya masih santer berembus di kalangan pegawai The Union. Apalagi Padma tidak pernah memberikan klarifikasi sampai detik ini.Panggilan 'Pembunuh', 'Gold Digger' dan 'Si Muka Dua' sudah kenyang Viona terima. Sekuat tenaga dia mengabaikannya dan memilih fokus pada pekerjaan.Tepat jam sembilan malam, Viona sampai di rumah.Dia rindu Sabda dan aroma tubuhnya yang wangi khas bayi. Tetapi sebelum menemui putranya itu, Viona harus memberitahu Padma tentang kehamilannya."Bik, Mas Padma udah pulang dari kantor, kan?" tanyanya pada Bik Sari yang baru turun dari lantai dua."Udah, Mbak. Ada di ruang kerjanya sekarang. Wajah Bik Sari tampak gelisah. "Mbak Dita mau ketemu Tuan?"Viona mengangguk. "Ada yang mau saya bicarakan."Kegelisahan yang tergambar di wajah Bik Sari kian menjadi-jadi. "Lebih baik besok, Mbak. Nanti Tuan marah kalau diganggu jam segini."Alih-alih setuju dengan saran Bik Sari, Viona justru merasa perempuan paruh baya itu menyembunyikan
Viona terkesiap dengan serangan tiba-tiba dari Padma. Dia tahu apa yang lelaki itu inginkan sekarang. Tetapi demi Tuhan, Viona tidak ingin melakukannya lagi.Dia jijik dengan sikap Padma yang membawa perempuan murahan ke rumah. Dia juga khawatir terhadap keselamatan janin yang ada dalam kandungannya saat ini.Bagaimana kalau Padma bersikap kasar dan menyakiti janin mereka?Lagipula tubuh Viona masih belum biasa dengan sentuhan Padma. Dia bahkan harus bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perut setelah Padma menyentuhnya dua hari yang lalu."Bercintalah denganku, Viona," bisik Padma saat bibirnya menyapu sepanjang rahang Viona, lalu terus turun menyusuri kehangatan leher Viona dan menghirup dalam-dalam aroma vanila yang menguar dari sana.Sementara satu tangannya menelusup ke balik tengkuk Viona. Mengusapnya dengan lembut sebelum turun ke dadanya untuk melucuti kancing kemeja perempuan itu.Padma tidak tahu apa yang merasuki tubuhnya. Tetapi sejak dia menyentuh Viona dua mal
"Dari mana saja kamu?"Langkah Viona yang melintasi ruang tamu terhenti. Dia memutar tubuhnya dan mendapati Padma duduk di sofa ruang tamu dengan satu kaki ditumpukan pada kaki lainnya.Tidak perlu menjadi cenayang untuk tahu Padma sedang diliputi kemarahan. Dari matanya yang berkilat tajam, rahang mengeras dan tangan yang terkepal, Viona tahu sebentar lagi suami iblisnya akan beraksi.Entah melontarkan kata-kata tajam yang menyakitkan atau mengintimidasinya dengan sentuhan fisik yang jelas-jelas dia hindari. Iblis yang satu itu pasti punya segudang rencana dalam otak kriminalnya.Namun, Viona tak peduli.Malam ini dia tidak punya tenaga meladeni sikap Padma yang berubah-ubah. Yang dia inginkan hanya meringkuk di atas tempat tidur sambil memeluk Sabda yang beraroma minyak telon."Bukan urusan Mas lan." Viona melengos lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar.Tadi Bu Retno sudah mengirim pesan dan memberitahu Sabda sudah terlelap tanpa drama. Bayi kecil itu rupanya benar-benar menuruti
Air mata langsung bergulir di wajah Rosma. "Maaf, Mbak. Rasanya aku nggak mau hidup lagi setelah membuat Mbak Viona kecewa," ujarnya parau."Ya Tuhan!" seru Viona tertahan. "Bukankah kita sudah sepakat untuk menganggap semuanya selesai? Apa kamu tidak memikirkan perasaan ibu dan adik-adikmu?"Viona benar-benar tidak mengerti mengapa Rosma senekat ini. Padahal setelah keluar dari rumah, dia masih berkomunikasi secara rutin dengan Rosma.Viona kira Rosma baik-baik saja dan mulai melanjutkan hidup karena gadis itu selalu terdengar ceria jika dia menelepon.Isak tangis Rosma masih terdengar. Viona menghela napas keras lalu beranjak mendekat dan mengusap kepala gadis itu."Bagi sebagian orang yang depresi dan punya masalah yang begitu berat, bunuh diri jadi jalan keluar agar terbebas dari penderitaan yang mereka tanggung."Tapi kamu masih punya saya untuk diajak bicara. Kamu anggap saya apa? Tolong, Ros, jangan lakukan hal-hal seperti ini lagi. Keluargamu di Medan sangat membutuhkan kamu.
Viona baru sadar kalau Alfie dan Padma seperti dua orang yang terjebak dalam satu tubuh. Keduanya memiliki kepribadian yang benar-benar bertolak belakang.Bahkan sejak Alfie masih menaruh dendam di awal pernikahan mereka yang pertema, lelaki itu sudah menunjukkan sikap posesifnya dengan mengatakan, "Aku tidak suka berbagi istri".Wajar jika sekarang dia juga melakukan hal yang sama, apakagi lelaki itu terang-terangan sudah menyatakan cintanya.[Cemburunya pada Padma sama seperti dia cemburu pada lelaki lain yang mendekati kamu. Dan itu mungkin terjadi karena dia menempatkan Padma sebagai orang lain yang bisa 'merebut' kamu dari dia.[Atau kemungkinan lain, dia bisa saja merasa tidak cukup layak untuk kamu jika dibanding Padma yang lebih 'manusiawi'. Sebenarnya ini bisa kamu ketahui kalau kalian mau deep talk. Saya sendiri sudah bicara pada Alfie, tetapi belum berhasil.]Pesan terakhir dari sang terapis-lah membuat Viona dilanda kegamangan selama berhari-hari, bahkan hingga detik ini.
"Kamu baik-baik saja?"Viona tersentak ketika merasakan tepukan di bahunya. Dia menoleh dan mendapati Mandala sedang menatapnya tajam. Rupanya dia melamun di tengah-tengah rapat yang sangat penting."Maaf, Pak," balas Viona cepat dengan raut sesal di wajahnya.Mandala menggeleng tanda tak suka lalu memberi isyarat agar mencatat Viona mencatat poin-poin penting yang sedang disampaikan Alfie. Viona mengangguk lalu buru-buru meraih notes-nya.Bukan hal yang mudah untuk memfokuskan pikirannya pada Alfie yang sedang bicara di depan, tanpa teringat pada betapa rumitnya hubungan mereka dalam lima hari terakhir.Alfie benar-benar merealisasikan ucapannya.Sejak pagi itu, dia tidak pernah pulang ke rumah. Lelaki itu hanya akan muncul di kantor pada momen tertentu, dan membiarkan Padma mengambil alih sisanya.Di rumah, jangan harap Alfie akan muncul. Hanya ada Padma di samping Viona dan Sabda. Bukannya Viona tidak senang akan kehadiran Padma, tetapi dia merasa ada yang hilang dalam dirinya seja
Saat membuka mata, rasa sakit menghantam kepala Viona hingga dia mengerang pelan. Tak hanya itu, perutnya juga bergolak hebat.Dengan tergesa Viona menyibak selimut, lalu berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya di toilet. Ini pasti karena bergelas-gelas wine yang dia minum semalam. Seharusnya dia memang tidak menyentuh minuman itu.Setelah merasa perutnya tak lagi terasa mual, Viona menekan tombol flush lalu berdiri dengan tubuh sedikit limbung.Dia membasuh wajahnya di wastafel dan terkejut saat menyadari dirinya sudah memakai sehelai kaus putih kebesaran yang bisa dipastikan bukan miliknya. Kaus kebesaran itu menjulur sampai menutupi setengah pahanya.Wajah Viona memanas.Pasti Padma yang memakaikan kaus ini setelah pergulatan mereka semalam. Dia mengigit bibir dan merasakan desiran di dadanya saat mengingat apa yang terjadi antara dirinya dan Padma.Sambil mengulum senyum, Viona keluar dari kamar mandi. Dia kembali terkejut saat melihat sesosok lelaki tampan yang suda
Viona kembali menuang wine ke dalam gelas dan menghabiskannya dalam beberapa tegukan karena cegukannya tidak kunjung berhenti.Dia lantas memicingkan mata pada Padma karena pandangannya mulai mengabur. "Kamu pasti mau mengerjaiku lagi, kan, Al? Aku tahu kamu sedang menyamar menjadi Mas Padma seperti dulu. Kali ini aku tidak akan tertipu, Al. Hik!"Ah, sial! Kenapa cegukan ini tidak mau berhenti? Dan kenapa tubuhnya terasa gerah juga? Padahal mereka sedang di rooftop dan udara malam ini cukup dingin."Aku bukan Alfie, Viona. Ini benar-benar aku." Padma meraih kedua bahu Viona agar perempuan itu percaya padanya.Viona terkekeh dengan wajah makin memerah dan tatapan yang sayu. "Kamu bohong... kamu bohong," racaunya. "Kamu pasti hanya ingin mengerjaiku, kan? Kali ini aku tidak akan tertipu, Al."Padma berdecak halus. Dia tahu Alfie memang pernah menyamar menjadi dirinya, lalu mengatakan hal yang sama persis seperti yang dia katakan tadi.Alfie bahkan mengarang cerita bahwa dia menyukai Vi
"Kita merayakan rumah baru ini. Ayo kita buat banyak kenangan baru yang indah bersama-sama." Padma mengangkat gelas dan membenturkannya ke gelas Viona pelan. "Cheers!""Cheers." Viona menyesap perlahan wine di gelasnya. Rasanya sama persis seperti yang pernah diberikan oleh Alfie malam itu."Dance with me?"Viona tersentak begitu menaruh gelasnya yang sudah kosong ke atas meja. Dia menatap bingung pada tangan Padma yang terulur padanya.Belum sempat dia bertanya, suara musik klasik sudah mengalun lembut dari ponsel Padma yang diletakkan di atas meja. Padma mengedip. "Ayolah, kamu belum pernah dansa denganku, kan?"Viona meraih uluran tangan Padma, lalu bangkit dan mengikuti lelaki itu menuju area kosong di samping meja makan. Dadanya berdebar penuh antisipasi saat Padma merengkuh pinggangnya dengan lembut.Sebenarnya apa yang Padma inginkan? Kenapa sikapnya sangat tidak biasa?Orang bilang cinta pertama tak akan pernah pudar.Viona pikir itu omong kosong karena buktinya dia bisa menci
Suara itu berbeda. Bukan Alfie, tetapi Padma Bahu Viona sedikit terkulai meski senyum masih bertahan di wajahnya."Hai, Mas. Maaf, aku ketiduran." Viona merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena tanpa sadar dia tertidur di sofa ruang tamu saat menunggu Alfie pulang."It's okay. Kamu pasti capek. Maaf ya, aku nggak bantu kamu." Padma mengusap kepala Viona lembut lalu duduk di sampingnya.Viona mengerjap lalu tersenyum kikuk. "Mas Padma kan kerja. Lagipula, petugas jasa pindahannya juga cekatan. Jadi aku nggak merasa capek sama sekali."Rasanya sangat aneh berhadapan dengan Padma yang hangat, setelah sekian lama dia menghadapi Alfie, yang sikapnya jauh berbeda."Mas Padma udah pulang dari tadi?" Viona mengalihkan rasa gugup yang tiba-tiba merasukinya. Entah kenapa dia merasa sorot mata Padma sedikit berbeda dari biasanya."Lumayan.""Kenapa nggak membangunkan aku?"Padma kembali tersenyum. Alih-alih menjawab pertanyaan Viona, dia justru mengamati perempuan itu dengan lekat hing
Mengingat Padma adalah lelaki yang sangat supel dan punya banyak teman. Berbeda jauh dengan Alfie yang eksklusif dan nyaris tidak punya teman selain Mandala."Bibik kurang tahu, Mbak. Mbak Viola juga nggak pernah ke rumah ini lagi. Mbak Viona pernah ketemu lagi?"Viona menggeleng. Terakhir kali dia bertemu Viola adalah di pesta itu. Padma juga tidak pernah mengatakan apa-apa, selain minta maaf atas kelakuan sepupu jauhnya itu.Pantas saja Viola tampak begitu marah saat bertemu dengannya hingga menyiramnya dengan air got dan menuduhnya yang tidak-tidak.Lalu apa yang akan terjadi jika keluarga Padma tahu tentang pernikahan ini? Viona tidak berani membayangkannya meski cepat atau lambat mereka semua pasti akan tahu.Semoga saja Viola sudah melupakan apa yang terjadi di masa lalu hingga tidak perlu ada drama lagi saat mereka bertemu nanti. Siapa yang bisa menyangka keluarga Padma ternyata sangat rumit?"Sejak kapan Bik Sari tahu Rosma suka Mas Padma?" Viona kembali bertanya berhubung dia
Pagi ini Viona terbangun tanpa Alfie di sampingnya.Setelah semalam membuatnya merana, Alfie menghilang lagi entah ke mana. Dia baru kembali satu jam kemudian, lalu tidur di sampingnya dan memeluknya seolah tidak terjadi apa-apa.Dan pagi ini sepertinya lelaki itu berangkat ke Bandung lebih awal tanpa membangunkannya lebih dahulu. Meninggalkan perasaan yang sangat tidak nyaman saat Viona terbangun pagi ini.Dengan hati masygul dan kepala berat karena hasratnya yang tidak tuntas, Viona bangkit dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi. Hari ini ada banyak hal yang harus dikerjakan karena mereka pindahan.20 menit kemudian, dia turun ke lantai satu dan langsung menuju kamar Sabda. Ternyata bayi itu masih tidur pulas sambil memeluk guling ulatnya.Viona memutuskan ke dapur dan menyiapkan makanan untuk Sabda agar bayi itu bisa langsung makan setelah bangun tidur nanti.Bik Sari yang sedang mengemas beberapa barang di dapur berkali-kali mencuri pandang pada Viona yang tampak murung. Jiwa '