"Sisil," panggil Smith menahan Sisil yang hendak membuka pintu.
"Setelah dari kamar mandi, tolong pergi ke kamar tamu untuk melihat Janu. Apakah dia sudah cukup menawan atau belum. Aku ingin kau memastikannya untukku. Jangan lupa, tolong kau berikan sedikit riasan di wajahnya. Aku ingin melihat dia lebih tampan dari sebelumnya, hingga aku lupa, ada lelaki lain yang juga hidup di bumi ini," kata Smith dengan senyum lebar. Entah dari mana ia mendapatkan kata-kata gombal seperti itu. Yang pasti ia harus menahan mual saat mengatakannya.p
Ia memberi penekanan saat mengucapkan kata 'tolong'. Smith mengenal Sisil dengan sangat baik, saudaranya itu tidak akan sanggup menolak permohonan orang lain yang membutuhkannya. Terlebih jika yang meminta adalah saudaranya sendiri.
Sisil mengangguk sembari menyunggingkan senyum yang alakadarnya. Lantas menghilang bersama tertutupnya kembali pintu kamar Smith yang dibuka sesaat.
Janu duduk di atas meja rias, menunggu Sisil mengeluarkan perlengkapan rias yang baru saja diambil dari kamar Smith karena tertinggal."Sisil, terima kasih banyak. Aku tidak menyangka jika sebentar lagi kita akan menjadi saudara. Kau sangat baik. Aku sangat beruntung bisa memiliki teman sepertimu," kata Janu tulus dari dalam hati.Sisil yang sedari tadi telah membendung sakit hatinya dan berusaha keras untuk tidak menangis, kini harus tersenyum kecut, lagi-lagi demi menunjukkan kebahagiaan palsu. Padahal, tenggorokannya sudah seperti tercekik oleh kenyataan yang membuatnya hanya menjadi teman untuk Janu, dari dulu sampai sekarang."Aku akan memberi sedikit bedak di wajahmu," ucap Sisil dengan suara parau. Meski ia telah berusaha untuk biasa saja, tetap saja tubuhnya menunjukkan apa yang sedang ia rasakan."Sisil, kenapa suaramu serak? Apa kau baik-baik saja? Kalau kau sedang tidak sehat, beristirahatlah. Aku s
Janu masih bungkam. Ia tidak ingin salah bicara dan membuat hati Sisil semakin sakit.Dalam masa-masa yang sangat tidak nyaman itu, Janu merasa waktu berjalan sangat lambat. Ia sungguh ingin keluar dari situasi tersebut dan segera menghampiri Smith.Akan tetapi Janu tidak bisa melakukannya karena walau bagaimanapun ia harus tetap tinggal untuk mendengarkan pengakuan Sisil. Menyimak cerita rahasia Sisil yang selama ini tentu membebani pikiran dan perasaan gadis itu."Apa kau juga tidak tahu jawabannya?" tanya Sisil lagi dengan suara yang terdengar semakin kesal.Janu menelan ludah dan menjawab, "Tidak. Aku tidak tahu.""Hahaha, sudah aku duga. Baiklah mari dengarkan penjelasanku baik-baik. Akan aku katakan padamu mengapa kau tidak bisa merasakan ataupun melihat semua rasa cintaku padamu selama ini. Benar, aku memang sudah gila, menjawab sendiri pertanyaan yang barusan tadi aku tanyakan padamu,"
Kamar tamu menjadi hening. Janu menunggu Sisil mengutarakan permintaannya. Sedangkan Sisil menunggu dirinya sendiri untuk siap berkata jujur."Sebenarnya, permintaanku ini sedikit gila. Tidak, tidak. Mungkin sangat gila. Dan bisa membuatmu menjadi tidak simpati lagi padaku. Bahkan mungkin juga muak. Tapi bagaimana lagi, setelah ini kau akan menjadi orang yang berbeda dengan status barumu sebagai suami dari Smith. Jadi, aku pikir ini adalah kesempatan terakhir," ucap Sisil dengan perasaan cemas.Gadis itu tidak mengerti tentang apa yang terjadi padanya sekarang. Ia tahu benar jika dirinya mengatakan permintaan konyolnya pasti akan membuat Janu jijik padanya dan berpikir bahwa dirinya adalah perempuan murahan. Tapi Sisil juga tidak sanggup untuk membendung keinginannya."Katakan saja, Sisil."Janu berusaha untuk senetral mungkin, baik nada bicara maupun ekspresi wajahnya. Meski tidak dipungkiri, ia semakin gugup
Pemuda itu berhasil membuat jantung Smith yang telah berdetak normal, kembali seperti kereta api yang melaju ekspres. Bahkan jantungnya sudah seperti mau melompat keluar.Entah bagaimana perkataan Janu seperti membiusnya. Smith belum pernah merasakan hal itu sebelumnya lantaran memang tidak ada lelaki yang berani mendekatinya.Namun yang membuat hati Smith bergetar adalah ia tahu pasti bahwa Janu tidak sedang membual. Ucapan itu bukan gombalan belaka. Smith bisa merasakan kesungguhan dan ketulusan dari janji yang dikatakan Janu barusan.Di saat yang sama, hati gadis lainnya sedang teriris perih hingga membuatnya menangis lagi. Benar, Sisil melihat dan mendengar sendiri betapa manisnya sikap Janu pada Smith. Tentu akan sangat membahagiakan jika dirinya yang berdiri di posisi Smith sekarang."Jika aku yang ada di posisi itu, pasti aku akan memeluk Janu dan tidak akan pernah melepaskannya. Tidak peduli meski selu
Teman-teman satu kelas Smith dan Janu mulai menebak-nebak perihal yang sebenarnya. Tapi secara garis besar, mereka sepakat untuk berburuk sangka pada pasangan yang mendadak menikah itu. Dalam pikiran mereka telah tertanam keyakinan bahwa Smith dan Janu telah membodohi mereka dengan memberikan undangan pernikahan orang lain yang dimanipulasi nama pengantinnya.Mereka pun sampai mengabaikan aneka hidangan dengan kelezatan khas bintang lima, yang tentu sangat jarang mereka temukan di tempat lain sebagai mahasiswa. Hidangan yang dibandrol dengan harga selangit yang mungkin melebihi biaya kuliah satu semester per porsinya.Semua nafsu makan mereka seolah tertahan lantaran rasa penasaran yang teramat besar terhadap pesta pernikahan yang luar biasa mewah itu. Mereka belum mendapat kepastian atas kebenaran praduga di benak mereka masing-masing.Para mahasiswa itu bahkan kini berdiri berjajar rapi di dekat tangga tempat mem
Sisil memejamkan matanya cukup lama saat para tamu undangan kompak mengatakan "Sah" atas ijab kabul yang baru saja dilakukan. Gadis malang itu kembali bocor matanya. Tidak sanggup menahannya karena ia belum bisa berhenti mengharapkan Janu.Meskipun demikian, dalam hatinya Sisil turut mendoakan Smith dan Janu agar hidup bahagia dan terus bersama hingga kakek nenek. Tidak lupa juga ia berdoa supaya pernikahan mereka terhindar dari godaan orang ketiga.Setelah doa dari bapak penghulu selesai, Sisil membuka matanya dengan perlahan. Ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi di hadapannya. Sisil harus tegar melihat Smith mencium tangan Janu sebagai pelengkap dari prosesi pernikahan.Apakah Sisil merasa sakit hati? Tentu saja! Dalam pikiran gadis itu, ia masih sangat ingin berada di posisi Smith, menjadi mempelai untuk Janu.Sisil tidak mengerti apakah kini kepingan hatinya yang remuk masih te
Melihat putrinya diam dengan mulut tertutup rapat, membuat Sinta semakin naik pitam. Kini kedua alisnya sudah hampir menyatu dengan wajah sangat merah seperti kepiting rebus."Sisil! Angkat kepalamu dan jawab pertanyaan Mama?" bentak Sinta dengan gigi-gigi yang digeretakkan.Sisil tetap menunduk, masih tanpa mengatakan apa pun. Hanya air matanya yang terus menetes hingga membuat gaun yang ia kenakan basah.Sinta sudah tidak tahan lagi. Sebagai putri dari pelakor bermental baja seperti dirinya, Sisil memang terlalu lemah dan sungguh mengecewakan. Padahal Sinta telah mengajarkan mental baja itu pada Sisil sejak kecil, bahwa walau apa pun yang terjadi, jangan berhenti berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Kurangi air mata dan perbanyak tindakan.Sinta juga selalu mengajarkan pada Sisil untuk mendahulukan kepentingannya di atas kepentingan orang lain. Tidak usah peduli pada urusan orang jika tidak membaw
Malam telah larut. Para pelayan dan orang-orang yang membereskan sisa-sisa pesta pernikahan Smith dan Janu telah pergi.Janu yang tetap tinggal di tempat menuruti permintaan Smith untuk menunggu orang-orang pulang, sudah tidak bisa menghitung berapa kali dirinya menguap. Semua orang tahu benar bahwa menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Terlebih jika dilakukan sendiri saja. Dan yang membuat Janu semakin bosan adalah karena ia sadar, apa yang ia lakukan itu nyaris tidak ada gunanya.Janu berusaha membuka matanya lebar-lebar untuk melihat jalan menuju kamar Smith. Entah bagaimana ia menjadi rindu pada kamar kostnya yang sangat dekat dengan pintu gerbang. Tidak seperti jarak dari beranda rumah Smith menuju kamarnya yang cukup jauh.Janu menaiki tangga perlahan. Ia bahkan menghitung banyaknya anak tangga untuk menjaga kewaspadaan."Jangan sampai kantuk ini membuatku ceroboh dan terpeleset seperti O