Home / Romansa / Pernikahan Nona Smith / Bab 5_ Membenci Ayah

Share

Bab 5_ Membenci Ayah

Author: Khoirul N.
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Ketika Smith turun dari ojek yang mengantarnya pulang, ada sebuah mobil mewah yang juga berhenti di depan gerbang rumahnya.

Smith sangat mengenal mobil itu. Maka, ia yang baru saja merogoh saku bajunya untuk membayar jasa tukang ojek, dengan terburu-buru kembali mengambil helm yang diletakkan di atas kaca spion. Smith memakai helm itu lagi sembari duduk di belakang tukang ojek yang masih berada di atas motor bebek.

"Berhenti atau saya laporkan Anda ke polisi!" teriak seorang lelaki paruh baya yang baru keluar dari dalam mobil. Membuat tukang ojek yang telah menyalakan mesin motornya menjadi gugup dan menelan ludahnya.

Lelaki itu tampak gagah dengan setelan jas bermerk berwarna hitam. Ia juga mengenakan sepatu hitam yang tersemir sempurna tanpa terlihat sedikitpun debu.

"Siapa Nona sebenarnya? Apa Nona ini pencuri, kriminal, pesakitan, atau apa?" tanya tukang ojek berbisik-bisik sambil sedikit menoleh ke belakang. Kentara sekali kalau tukang ojek itu ketakutan. Ia merasa terancam lantaran khawatir membonceng seorang buronan.

"Bukan. Sudahlah Pak, nyalakan lagi motor Bapak dan pergi dari sini secepatnya!" ujar Smith sambil menepuk pundak tukang ojek.

"Sasmitha! Turun dan cepat masuk! Sedangkan kau tukang ojek, ambil ini dan pergilah dari sini."

Tukang ojek yang menerima uang seratus ribu rupiah, langsung menyalakan mesin dan tancap gas.

***

Ruang tamu terlihat sangat megah dan apik dengan ornamen-ornamen dinding yang menawan. Lantai marmer mengkilat, guci-guci besar, sofa panjang dengan warna merah bata yang elegan, dan lampu hias raksasa dengan cahaya terang menjadikan ruang tamu itu sangat cukup untuk membuat orang yang melihatnya berdecak kagum.

Kemewahan ruang tersebut semakin lengkap dengan adanya sebuah lukisan keluarga berukuran 2 x 2 meter. Itu adalah potret dari ayah, ibu, dan seorang gadis kecil yang manis.

Akan tetapi ruangan itu senyap saja, seolah tidak ada kehidupan di sana. Padahal, kini tengah duduk dua orang di sofa yang berbeda.

"Mengapa kau tidak memakai mobil yang ayah belikan?"

Smith tidak menyahut. Ia hanya duduk dengan wajah malas, tanpa melihat lelaki yang bertanya padanya.

"Sasmitha, mau sampai kapan kau bersikap kekanak-kanakan seperti ini? Lihatlah dirimu, kau sudah dewasa. Semestinya kau bisa lebih bijak dalam bertindak dan mengerti mana yang baik untukmu sendiri."

Smith masih tidak menyahut. Ia malah berdiri dan hendak meninggalkan ayahnya.

"Sasmitha, ayah belum selesai bicara," ujar Hendry dengan suara lebih lantang pada putrinya yang telah menaiki tangga.

Seperti biasa, lelaki itu pada akhirnya hanya merebahkan tubuhnya ke sofa sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Dalam saat-saat matanya terpejam, segala hal buruk yang telah ia lakukan di masa silam pada istri pertamanya terlintas dalam pikirannya. Hal itulah yang membuat dirinya mengerti mengapa Smith bersikap demikian padanya.

Hendry Sasongko adalah seorang konglomerat dengan jumlah kekayaan yang tidak akan habis sampai tujuh keturunan. Ia memiliki sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, misalnya pertambangan timah, batu bara, juga minyak. Kesemuanya sukses besar dengan omset yang luar biasa menggiurkan.

Selain itu bisnisnya di bidang properti juga tidak kalah mentereng. Sejumlah aset berharga miliknya tersebar di berbagai kota besar.

Berkat usahanya yang terus menghasilkan pundi-pundi uang itu mengantarkan Hendry masuk dalam jajaran orang paling kaya di Indonesia.

Akan tetapi, segala kekayaan yang dimiliki Hendry nyatanya tidak membuat lelaki itu bisa benar-benar bahagia. Hubungannya dengan putri semata wayangnya itu telah memburuk sejak kematian istri pertamanya, saat Smith masih duduk di bangku kelas VIII.

Dan sampai detik ini, keadaan tidak kunjung membaik juga. Kemarahan dan kekecewaan putrinya seperti tidak berkurang sejumput pun. Bahkan Henry merasa Smith semakin benci padanya.

***

Smith duduk di atas lantai dengan punggung menempel di tempat tidur. Kedua lututnya tertekuk dengan dua tangan yang bertumpu di atasnya. Smith meletakkan dahinya ke tangan.

Dalam posisi duduk dengan wajah yang tersembunyi itu, pundak Smith terlihat turun naik. Tapi tidak ada isakan yang terdengar sebab Smith menggigit bibirnya agar tetap tertutup rapat.

Sesekali Smith mengambil napas dari mulutnya, sebab lubang hidungnya tertutup oleh lendir yang keluar bersama air mata.

Smith selalu merasa sesak dadanya setiap kali melihat wajah sang ayah. Ia tidak bisa melupakan wajah menyedihkan almarhum ibunya ketika berhadapan dengan Hendry.

Bagi Smith, tidak ada orang yang lebih ia benci ketimbang sang ayah. Bahkan terkadang pikiran liarnya membayangkan betapa bahagia hidupnya jika Hendry lenyap dari muka bumi.

Entah di tangan perampok atau di mulut buaya, ia bersumpah untuk tidak akan menangisi kematian ayah paling buruk sepanjang masa itu.

Padahal ketika masih kecil, tidak ada orang yang lebih dicintai dan disayangi Smith daripada sang ayah. Bahkan ibunya sekalipun.

Ketika itu di mata Smith, Hendry merupakan ayah paling hebat sedunia, yang sangat bertanggung jawab, pekerja keras, gigih, sabar, dan penyayang.

Smith bisa murung sepanjang hari ketika sang ayah terpaksa mesti meninggalkannya untuk bekerja. Gadis itu akan dengan setia menunggu kedatangan ayahnya di halaman rumah seperti seekor anak kucing yang menanti majikannya pulang.

Kadang-kadang Smith kecil yang manis akan menangis dengan sekencang-kencangnya ketika waktu pulang sang ayah telah tiba, tapi Hendry belum juga tampak batang hidungnya.

Ada kalanya ketika sifat manjanya sedang kumat, Smith akan mengunci rapat mulutnya ketika sang ibu hendak menyuapinya. Semakin sering sang ibu memintanya untuk membuka mulut, semakin kuat ia menempelkan kedua bibirnya. Dan Smith baru akan makan, hanya jika Hendry yang menyuapinya.

Maka, Hendry terkadang pulang di waktu istirahat hanya untuk menyuapi gadis mungilnya. Untung saja jarak dari rumah ke tempat bekerja Hendry tidak terlalu jauh.

Tapi segala sesuatunya berubah ketika usaha yang dirintis Hendry semakin maju dan bertambah banyak.

Kesuksesan yang diraih sang ayah diikuti dengan munculnya kebiasaan baru, yakni sering pulang larut malam, pulang dalam keadaan mabuk, bahkan juga pergi entah kemana dan baru akan pulang ke rumah dua atau tiga hari kemudian.

Sialnya, bukan hanya kebiasaan Hendry yang berubah, melainkan juga perangainya. Hendry menjadi seorang yang lebih mudah marah dan kerap membesarkan dirinya sebagai seorang pengusaha sukses yang sangat terhormat.

Sikap penyayang Hendry mulai terkikis dan digantikan dengan sifat arogan yang menyebalkan. Hendry sering marah besar untuk masalah-masalah sepele, misalnya kopi yang kurang pahit, menu sarapan yang tidak sesuai dengan keinginannya, sampai dengan wajah sang istri yang dibilang membosankan.

Bahkan Hendry yang dulunya selalu berusaha untuk menuruti permintaan Smith meski keadaan perekonomian ketika itu masih pas-pasan, berubah menjadi acuh tak acuh pada apa yang diinginkan putrinya itu.

Singkatnya, Hendry sudah tidak memiliki waktu lagi untuk keluarganya. Ia sibuk sendiri dengan urusannya yang seperti tidak pernah selesai. Entah urusan pekerjaan ataupun urusan lainnya.

Namun, andai kata hanya itu masalahnya, mungkin Smith tidak akan menderita lara batin akut yang sangat sulit untuk disembuhkan.

Sakit hati yang membuat semua rasa cinta kasih Smith pada sang ayah terkubur dalam-dalam, tertutup oleh kemarahan, kekecewaan, juga kebencian yang tidak terhingga.

Pasalnya, saat Smith duduk di bangku kelas 5 SD, kekasaran Hendry pada sang istri semakin menjadi-jadi. Hendry tidak hanya akan mengoceh, mengumpat, dan mengeluarkan kata-kata menyakitkan saja. Melainkan sampai memukul istrinya setiap kali terjadi perselisihan di antara mereka.

Kali pertama Smith melihat perlakuan kasar Hendry terjadi pada tengah malam di ruang tamu. Ketika itu Hendry tidak hanya menampar istrinya, tetapi juga sempat mencengkeram leher sang istri hingga terbatuk-batuk.

Smith yang sudah tidur di kamarnya, tidak mendengar dengan jelas apa yang menyebabkan kedua orang tuanya ribut. Tapi ketika ia bangun dan pergi ke ruang tamu, ibunya sudah menjadi sasaran amukan sang ayah.

Kaugnay na kabanata

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 6_ Perubahan yang Mengundang Lara

    Smith kecil tidak tahu harus berbuat apa. Ia jelas tidak tega melihat ibunya diperlakukan dengan begitu buruk. Tapi, ia juga takut pada ayahnya.Smith belum pernah melihat Hendry demikian menyeramkan. Selama ini, perlakuan kasar Hendry terjadi di belakang Smith. Ketika di hadapan putrinya, Hendry selalu berusaha menahan amarahnya. Ia bersikap manis kepada sang istri.Kalaupun Hendry dan Lisa berselisih di depan putrinya, Hendry tidak sampai main tangan. Selain itu, salah satu di antara mereka biasanya akan mengambil jeda dan meminta Smith untuk lekas masuk ke dalam kamarnya.Dan dari sekian banyak kesalahan yang diperbuat Hendry, hal yang membuat Smith merasa mustahil untuk bisa memaafkan sang ayah adalah karena pengkhianatan yang dilakukan pada keluarga.Saat itu Smith menemani ibunya untuk check up ke dokter. Sang ibu yang mengidap hipertensi sudah merasa tidak

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 7_ Pelukan yang Diharapkan

    Smith-lah orang pertama yang menemukan Lisa pingsan tidak berdaya.Ketika itu Smith baru saja pulang sekolah. Seperti biasa, ia akan duduk sebentar di ruang tamu, menunggu jus segar buatan pembantunya. Ia merebahkan sejenak tubuhnya ke sofa sambil menutup mata.Smith berusaha untuk menenangkan diri dan menanggalkan segala pikiran yang mengganggunya selama di sekolah. Tentu saja soal ayahnya yang tempo hari terlihat berbahagia bersama perempuan lain di taman kota.Smith tidak mau ibunya sampai curiga pada sikapnya lagi. Ia akan berusaha untuk bersikap ceria dan energik sebagaimana biasanya, melupakan pemandangan buruk yang dipertontonkan sang ayah di tempat umum, yang mencolok kedua matanya dan menyakiti perasaannya."Bi Ipah, bagaimana keadaan Ibu hari ini?" tanya Smith sambil melepas sepatunya."Alhamdulillah Non, sepertinya Nyonya sudah lebih baik lagi. Beliau sedang beristirahat di kamarnya. Bi

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 8_ Pengabdian Seorang Anak

    Sudah tiga hari Smith dan ibunya berada di rumah. Tapi Hendry tidak juga datang atau sekadar menelpon.Walau Smith tidak pernah lagi menghubungi ayahnya, tapi ia selalu bersemangat melihat ponselnya jika berdering ada panggilan masuk, ataupun berbunyi ketika sebuah pesan diterima. Dan Smith selalu kecewa karena yang ia harapkan tidak juga memberi atau menanya kabar."Sas, ibu ingin buang air kecil," ujar Lisa lirih. Tapi mengagetkan Smith yang melamun memikirkan ayahnya."Iya, Bu."Smith selalu memasang senyum semanis-manisnya. Ia akan sangat sabar dan telaten merawat sang ibu.Bagi Smith, bersama ibunya adalah kebahagiaan tidak ternilai. Mau seperti apapun lelahnya mengurusi segala keperluan dan kebutuhan sang ibu, Smith tidak pernah mengeluh atau sekadar menunjukkan wajah capai.Tapi Lisa, tentu saja ia merasa kasihan pada putrinya. Smith tidak pernah tidur nyenyak di malam hari k

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 9_ Tetap Ada Sayang

    "Non, apa Non sudah tidur?" suara Bibi Ipah yang disertai bunyi ketukan pintu mengagetkan Smith yang tertidur di lantai. Gadis itu menangis sampai ketiduran.Smith duduk dan mengusap wajahnya. Ia juga merapikan rambutnya."Sebentar, Bi."Smith berdiri dan menarik napas panjang. Lalu berjalan mendekati pintu. Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya dengan mengembangkan senyum."Ada apa Bi Ipah?" tanya Smith setelah membuka pintu."Nona belum makan malam. Nanti perut Nona bisa sakit," ujar Bibi Ipah sambil meletakkan makanan di meja.Smith melihat jam dinding di kamarnya. Jarum yang paling pendek berada di antara angka 10 dan 11.Smith tersenyum haru. Bibi Ipah tidak pernah berubah, selalu perhatian dan peduli padanya. Smith pun tetap sama, selalu membuat perempuan yang sudah tua itu menjadi sangat berat pekerjaannya karena dirinya."Segera makan ya,

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 10_ Teman untuk Nona Smith

    Smith melangkah. Ia tidak peduli dengan suara Hendry yang terus memanggilnya.Sesaat ada sesal di hatinya lantaran telah meletakkan selimutnya di tubuh sang ayah. Semestinya orang seperti itu tidak pantas untuk diperlakukan dengan baik. Begitulah gerutunya dalam benak."Sasmitha! Ayah mohon, katakanlah sesuatu."Kali ini Smith yang telah berada di atas tangga menghentikan langkah kakinya. Ia menarik napas panjang untuk melapangkan dadanya yang selalu sesak saat berada di dekat ayahnya.Bukan hal mudah bagi Smith untuk bisa berbicara pada Hendry. Ia mesti kuat mengendalikan segala emosinya yang selalu membesar hanya karena melihat wajah ayahnya.Selama ini Smith memang tidak banyak bicara. Segala keluhan, kebencian, dan kemarahan pada sang ayah selalu ia telan begitu saja. Semuanya belum pernah sampai terutarakan.Benar, walaupun Smith sangat marah dan benci kepada Hendry, ia tidak p

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 11_ Tekad Janu

    "Aku? Aku sedang melihatmu menulis. Siapa orang yang kau maksud dalam tulisanmu itu? Apa itu kekasihmu?"Smith tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia hanya menggeleng sambil memasukkan semua barang yang telah ia keluarkan dari dalam tasnya. Lantas berdiri dan berjalan meninggalkan Janu."Tunggu, Smith! Tunggu!" ujar Janu sambil berlari mengejar Smith.Tapi smith tidak peduli. Ia terus berjalan bahkan dengan langkah yang semakin cepat.Sampai akhirnya Janu berdiri di depan Smith. Ia menghadang gadis itu agar tidak lagi meninggalkannya."Minggir!" ujar Smith dengan wajah datar."Tidak. Kita perlu bicara. Aku tidak suka kau mengabaikanku begitu saja. Setidaknya, duduklah sebentar dan mari kita berbincang. Besok lusa tugas sudah harus dikumpulkan. Tapi kita bahkan belum pernah berdiskusi sama sekali.""Tidak perlu. Biar aku mengerjakannya sendiri.""Mana bis

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 12_ Tamu yang Tidak Diinginkan

    Janu menjadi semakin bertanya-tanya, siapakah sebenarnya si gadis singa jantan itu? Smith adalah orang yang sangat misterius bagi Janu. Pikiran dan tingkahnya tidak bisa ditebak.Jika mengacu dari cerita Pak Hadi, sepertinya ia adalah seorang yang berada, yang memiliki banyak harta. Tapi jika itu memang benar, mengapa Smith seolah-olah menutupi segalanya? Ia terlihat sederhana. Bahkan sangat sederhana.Janu pun menanyakan keanehan itu kepada Pak Hadi. Tapi ia tidak mendapat banyak informasi perihal tersebut.Pak Hadi juga tidak tahu pasti tentang hal itu. Ia hanya mengatakan bahwa Smith selalu datang ke rumahnya dengan menaiki angkutan umum yang berisi perkakas-perkakas tertentu yang di bawah Smith untuk keluarganya."Nona Smith selalu carter angkot, Mas. Dan memberi istri saya amplop tebal berisi uang pecahan seratus ribuan. Nona smith tidak pernah menceritakan banyak hal tentang dirinya atau keluarganya. Dia hany

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 13_ Kunjungan Saudara Sambung

    Smith berjalan menuju pintu dengan wajah malas. Wajah itu tidak berubah sedikit pun ketika ia membuka pintunya. Bahkan menjadi semakin malas ketika melihat siapa orang di balik pintu rumahnya."Untuk apa kau ke rumahku malam-malam begini? Apa tidak bisa bertamu besok saja? Pulanglah! Aku sedang malas untuk menerima tamu," ujar Smith sambil menoleh ke belakang sesaat. Melihat seorang tamu lainnya yang tengah duduk di lantai, yang membuatnya sudah ingin tidur saja."Aku hanya datang membawa makan malam untuk ayah. Mama membuatkan makanan ini secara khusus. Ini menu kesukaan ayah, nasi goreng spesial pakai udang," kata gadis tinggi semampai yang rambut panjangnya diikat rapi itu."Apa kau pikir aku peduli? Lagipula ayahmu tidak ada di sini. Jadi pulanglah! Aku sangat lelah."Smith memegang kepalanya dengan tangan kiri. Entah bagaimana rasa pening langsung ada di sana. Sementara tangan kanannya di gerak-gerakkan sebagai

Pinakabagong kabanata

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 186_ Suka dalam Duka

    Janu menelan ludah setelah mengetahui yang sebenarnya terjadi. Ia menghembuskan napas panjang, menyayangkan kecelakaan yang sampai menewaskan Sinta."Janu, Ayah minta maaf. Kau benar, Ayah sudah melakukan kesalahan besar. Kini semua telah terungkap. Sinta sudah menunjukkan siapa dia sebenarnya.""Tidak, Ayah sudah keliru jika meminta maaf padaku. Ayah tidak punya salah padaku," kata Janu memasang senyum lebar. Sama sekali tidak menunjukkan adanya kemarahan apalagi dendam."Tapi Ayah sudah mengusirmu dari rumah.""Tidak Ayah. Sejak awal itu bukan rumahku. Tapi sejak kecil, Smith telah tinggal dan tumbuh besar di sana. Ada banyak kenangan manis di rumah itu. Jadi, akan lebih tepat jika Ayah meminta maaf pada Smith.""Benar, itu semua benar. Ayah tahu kesalahan Ayah pada Smith tidak akan termaafkan.""Tidak Ayah. Smith sudah berjanji untuk memaafkan Ayah."Janu pun ke luar untuk memanggil Smith. Sesaat kemudian Janu kembali dengan mengga

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 185_ Kecelakaan Maut

    Bruaaakkk!"Mama!" jerit Sisil saat melihat mobil yang ditumpangi Sinta bertabrakan dengan mobil lain.Sontak saja jalanan sekitar menjadi sangat ramai. Orang-orang mulai berkerumun untuk melihat lebih dekat kecelakaan itu.Sementara itu, Smith masih berada dalam dekapan Janu. Peristiwa kecelakaan itu berada tepat di belakang mereka. Suara dua mobil yang bertubrukan itu terdengar begitu keras di telinga mereka. Kerasnya tabrakan yang terjadi bahkan sampai membuat salah satu mobil terbalik.Sisil langsung menghentikan mobilnya begitu saja, tanpa menepi dulu. Ia ke luar dengan berlinang air mata. Berlari mendekat untuk melihat keadaan mamanya."Mama ...!" jerit Sisil lebih lantang melihat mamanya mengeluarkan banyak darah dari kepala dan telinga.Smith dan Janu langsung menoleh. Mereka mengenal dengan baik suara perempuan yang berteriak itu. Smith dan Janu langsung terbelalak karena mengenal mobil yang terlibat kecelakaan lalu lint

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 184_ Permintaan Janu

    Mendadak Smith dan Janu menjadi buronan banyak orang. Anak buah Hendry dan orang-orang Sinta sedang berusaha keras melacak keberadaan pasangan muda itu. Sedangkan Sisil, diam-diam mengikuti mamanya.Baik Hendry maupun Sinta sama-sama sibuk menghubungi nomor ponsel Smith, tapi jelas tidak tersambung karena ponsel Smith ikut terbakar. Mereka lantas menghubungi Janu, tapi tidak bisa juga. Ponsel Janu terjatuh ketika lelaki itu pingsan."Bangs*t! Lihat saja, kalau aku sampai menemukan kalian, aku pastikan kalian mamp*s!" umpat Sinta sambil mengendarai mobilnya. Sesekali ia menagih informasi hasil dari pencarian anak buahnya.***"Apa kau yakin kau tidak apa-apa?" tanya Smith melihat suaminya yang masih tampak pucat."Aku baik-baik saja. Selama kau bersamaku, aku akan selalu baik," jawab Janu sambil memegang tangan istrinya. Ia juga menyunggingkan senyum yang membuat hati Smith leleh hingga tanpa sadar pipinya memerah.Di dalam angkot itu hanya a

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 183_ Buku Doa

    Dengan dada hampir meledak, Hendry membuka pintu rumahnya. Tidak cukup sampai di situ, Hendry juga berteriak-teriak memanggil sang istri.Pak Jono yang melihat hal itu, menjadi sangat takut. Ia tahu majikannya sedang sangat murka setelah mendengarkan pengakuannya.Sejujurnya Pak Jono terhitung nekat. Sinta telah melarangnya untuk mengatakan pada siapa pun bahwa majikannya itu telah pergi ke lingkungan kost Smith. Tapi Pak Jono tidak bisa menyembunyikan apa yang ia ketahui. Tuan Hendry harus tahu semuanya, begitulah pikir Pak Jono."Ada apa, Ayah?" kata Sisil yang baru saja membuka kulkas di dapur untuk mengambil air dingin. Ia Langsung berlari menghampiri sang ayah yang terdengar murka menyebut nama mamanya."Di mana mamamu?" bentak Hendry dengan urat leher yang mencuat.Sisil menelan ludah. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya sampai membentak dirinya. Sisil merasa tidak melakukan suatu kesalahan apa pun."Mama ... Mama sedang ke luar, Ayah,"

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 182_ Hati Ayah

    Sudah barang tentu kalau wajah Hendry tidak bisa menyembunyikan kecemasan yang luar biasa besar melihat lingkungan kost tempat Smith dan Janu tinggal telah hangus terbakar. Bahkan hingga kini api masih diusahakan untuk dipadamkan.Tanpa pikir panjang, Hendry langsung ke luar dari dalam mobilnya. Ia pun berlari mendekat, bertanya pada siapa saja yang ia temui terkait keberadaan putri dan menantunya. Tapi tentu saja semua yang ia tanyai menggeleng. Tidak ada satu pun yang mengenal orang bernama Smith dan Janu. Mereka bahkan tidak tahu siapa lelaki berkemeja hitam yang bertanya pada mereka.Benar, meski Hendry Sasongko adalah pengusaha sukses yang sering muncul dalam koran bisnis ataupun berita-berita di internet, bahkan televisi, kenyataannya sosoknya tidak menjadi penting dan berharga bagi orang-orang pinggiran di sana.Bagi mereka hidup adalah perjuangan tiada akhir. Tidak berjuang artinya tidak akan makan, sama dengan menggali lubang sendiri. Hal-hal terk

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 181_ Ciuman Cinta

    Janu melepas sendiri selang oksigen yang terpasang. Ia merasa kurang leluasa untuk berbicara. Tentu saja hal itu membuat Smith menanyakan kondisinya. Smith tampak sangat gusar melihat Janu yang masih pucat dan lemah."Tidak apa. Aku baik-baik saja. Melihatmu ada di hadapanku seperti ini membuatku langsung sembuh. Katakan padaku apa kau terluka? Apa ada tubuhmu yang terkena api?" kata Janu yang merasa seperti satu tahun tidak bertemu dengan istrinya."Sebagai orang yang baru sadar, kau terlalu banyak bicara," tukas Smith dengan wajah kesal, tapi hatinya sangat senang dan lega."Maafkan aku. Aku tidak bisa menahan diri. Selalu ingin berbicara saat bersamamu. Sekarang jawablah, apa kau terluka?""Tidak, aku baik-baik saja. Katakan padaku bagaimana dengan napasmu? Apa masih terasa sesak?" tanya Smith dengan jantung yang nyaris melompat ke luar."Tidak," jawab Janu yang kemudian menghela napas panjang untuk memastikan napasnya memang telah normal.

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 180_ Akhirnya Cinta

    Smith terbatuk-batuk. Tidak dipungkiri kepulan asap membuat dadanya menjadi sangat sesak. Juga penglihatan yang menjadi sangat terbatas. Ia berkedip beberapa kali karena asap itu juga membuat matanya perih.Janu masih mengira bahwa Smith yang alergi debu menjadi sangat tersiksa karena asap yang memenuhi bilik kost mereka. Ia lekas-lekas mengambil dua pakaian dari dalam lemari dan mencelupkannya ke dalam bak air. Dengan sigap Janu menutupkan baju itu ke hidung istrinya.Dari luar, suara teriakan Pak Herman memberi peringatan pada Smith dan Janu yang masih terperangkap api. Pak Herman menjadi sangat was-was melihat dua sandal yang ada di depan pintu kost nomor empat. Asal tahu saja, bagian depan bilik, termasuk atap dan pintu telah dipenuhi api. Tidak ada jalan bagi Smith dan Janu untuk ke luar."Smith jangan biarkan kain ini lepas dari mulutmu. Aku akan mengambil selimut," kata Janu setengah berteriak. Ia bersicepat menarik selimut putih yang ada di atas ranjang.

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 179_ Membakar Sampah

    Pagi-pagi sekali Sinta telah rapi. Ia mengendap diam-diam ke luar dari kamar, tidak ingin diketahui oleh Hendry. Sinta akan melakukan pekerjaan besar hari ini. Sebuah pekerjaan yang akan sangat menyenangkan jika sampai berhasil dilakukan.Dengan cepat Sinta berjalan menuju lantai dasar. Ia bahkan membuka pintu rumah dengan hati-hati agar tidak ada orang rumah yang mendengar.Sinta tersenyum lebar saat melihat Pak Jono sedang mengelap mobil. Ia pun bergegas menghampiri Pak Jono."Pak, cepat antarkan aku!" perintah Sinta tanpa basa-basi. Semakin cepat ia pergi, akan semakin baik."Ke mana Nyonya?" tanya Pak Jono keheranan. Biasanya majikannya itu lebih memilih untuk ke luar dengan mengemudikan mobil sendiri. Selain itu, hari masih terlalu pagi untuk Nyonya Sinta bangun.Satu-satunya alasan Sinta memilih untuk ke luar diantar Pak Jono adalah lantaran ia tidak tahu pasti lokasi yang dituju sebab belum pernah ke sana. Meski Sinta mengantungi alamatnya,

  • Pernikahan Nona Smith   Bab 178_ Malaikat Maut Smith

    Pak Jono menghembuskan napas panjang, bingung dengan tujuan dari sang majikan yang memintanya mengantar ke satu tempat dan berpindah ke tempat lain, tanpa tahu apa yang ingin dilakukan.Pak Jono mengamati ekspresi wajah sang majikan yang tampak tetap berkerut dahinya. Ia juga bisa melihat gurat kecemasan yang membuat sang majikan menatap ke arah jendela mobil, memandang entah."Tuan ... " panggil Pak Jono akhirnya setelah tidak mampu lagi menahan rasa ingin tahunya."Ada apa Pak Jono?" sahut Hendry masih dengan kening mengernyit."Apa ... tadi Tuan ingin menemui Bibi Ipah?""Ya," jawab Hendry cepat dan singkat. Seolah sebagai tanda tidak boleh ada dialog lagi sesudahnya.Entah mengapa jawaban Hendry itu membuat Pak Jono menelan ludah. Sejujurnya Pak Jono ingin bertanya lebih lanjut menyoal tujuan majikannya itu menemui Bibi Ipah padahal hari sudah larut dan semestinya majikannya itu tahu kalau panti tentu sudah tutup.Pak Jono j

DMCA.com Protection Status