Setelah mengumpulkan segenap keberaniannya lagi, Sisil kembali mengirimkan pesan kepada Janu. Ia tidak ingin menyerah begitu saja. Ia harus memastikan apakah Janu sudah membaca pesan itu atau belum.
Sisil tidak hanya mengirimkan satu dua pesan saja. Tetapi ia langsung mengirimkan empat pesan sekaligus.
Maka, sudah pasti kalau detak jantung Sisil belum juga terkendali setelah tanda centang dua pada pesan yang ia kirim berubah warnanya menjadi biru.
Sisil menelan ludah. Matanya terus menatap lekat-lekat poselnya setelah ia melihat tulisan 'sedang mengetik' di samping foto profil sahabatnya sekaligus iparnya itu.
Sisil bahkan nyaris tidak berkedip karena jantungnya seperti berhenti menunggu balasan dari Janu yang tidak kunjung selesai mengetik.
Hal tersebut membuat Sisil bertanya-tanya, memangnya apa yang sedang diketikkan oleh pujaan hatinya itu hingga membutuhkan waktu yang begitu lama. Apakah Janu membalas pesan yang ia kirim dengan san
Pyaaar!Gelas yang dibawa Smith terjatuh ketika hendak diletakkan di atas meja yang ada di depannya. Pikiran yang kusut membuat Smith tanpa sengaja meletakkan gelas itu terlalu ke tepi.Sontak saja Janu yang sedang terlelap nyenyak langsung duduk dan mencari sumber suara itu. Ia khawatir ada maling yang menyusup masuk ke kamarnya dan tanpa sengaja menyenggol benda pecah belah.Mata Janu yang masih belum sepenuhnya terbuka, berusaha cermat saat menyisiri seluruh ruangan. Dalam kamar yang penerangannya temaram itu, Janu mendapati istrinya sedang duduk di atas sofa dengan pandangan sedikit tertunduk melihat pecahan gelas yang baru saja ia jatuhkan, yang terlihat berkilauan terkena cahaya lampu."Smith, apa terjadi sesuatu?" tanya Janu dengan wajah yang diliputi kecemasan. Pemuda itu pun langsung beranjak dan berjalan mendekati istrinya, meninggalkan segala rasa kantuk yang telah kabur jauh-jauh."Jangan-jangan, Biarkan saja! Nanti kau bisa terluka. Ak
Smith menarik napas panjang untuk melapangkan dadanya yang sesak. Entah bagaimana mimpi buruk itu sampai membuat napasnya seolah sedikit tertahan.Smith menoleh kembali pada suaminya. Ia bisa merasakan ketulusan dan perhatian dari suaminya itu, yang membuat dirinya akhirnya terdorong untuk menceritakan ketakutannya pada Janu."Sebenarnya hal yang membuatku cemas bukan hanya mimpi itu. Tetapi hubungan dari mimpi itu dengan kesalahan besar yang sudah aku lakukan," ucap Smith dengan gurat sesal di wajah. Meskipun keinginannya untuk membalas dendam pada Sinta dan Sisil lebih besar dari rumah mewah yang ia tempati, tidak bisa dipungkiri ada rasa bersalah yang menyekat hatinya lantaran telah melakukan kebohongan besar.Janu semakin penasaran. Ucapan istrinya itu membuat Janu semakin ingin tahu sebetulnya masalah apa yang telah disembunyikan oleh Smith. Sebab selama bertahun-tahun Janu mengenal Smith, belum pernah melihat gadis itu sedemikian takut seperti saat ini.
Pengakuan Smith barusan, lebih dari sekadar mengejutkan Janu. Pemuda itu bahkan berpikir bahwa Smith sedang bercanda untuk menghilangkan ketakutannya.Rasa-rasanya tidak mungkin kalau Smith melakukan kebohongan perihal kehamilannya. Itu sangat tidak masuk akal. Memangnya untuk apa Smith pura-pura hamil? Bukankah hal itu tidak ada gunanya dan bahkan sudah membuat Smith berada dalam keadaan sulit beberapa kali."Itu sangat lucu Smith. Aku senang kau berusaha mengalihkan rasa takutmu dengan bergurau. Itu sangat bagus," ucap Janu sambil meringis.Namun wajah Smith tidak menunjukkan bahwa gadis itu sedang bercanda. Smith menggeleng dengan sangat serius dan berkata, "Tidak Janu, aku belum pernah seserius ini. Dengarkan pengakuanku baik-baik, aku TIDAK hamil. Jangankan hamil, pacar saja aku tidak punya. Juga tidak pernah dekat dengan lelaki. Jangankan bersetubuh dengan seorang pemuda, berciuman saja aku tidak pernah. Jadi mana mungkin aku bisa hamil?"Janu masih
Janu mendekatkan wajahnya pada Smith. Kini jarak wajah pasangan suami istri itu hanya satu jengkal saja. Tentu saja hal itu membuat detak jantung Smith menjadi semakin tidak terkendali. Bahkan ia juga merasakan darahnya berdesir sangat cepat sehingga menimbulkan sensasi tertentu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Yang jelas ada perasaan yang membuat hatinya merasa lebih senang."Terima kasih karena kau sudah memilihku untuk menjadi partner kebohonganmu. Aku sangat bersyukur karena kau berpikir untuk melakukan kebohongan besar itu."Janu sengaja mengambil jeda. Ia ingin mengamati wajah Smith dari jarak yang begitu dekat untuk beberapa saat.Janu tidak pernah membayangkan akan memiliki istri dengan paras yang sempurna seperti Smith. Ketika Janu melihat mata Smith yang indah kecoklatan ia bisa melihat kejernihan dari hati istrinya itu. Meskipun mungkin keadaan membuat Smith telah mengubahnya menjadi seseorang yang sanga
Hari masih sangat pagi. Matahari belum terasa panas. Tapi tidak demikian dengan hati Hendry. Lelaki itu sudah merasa begitu panas hatinya karena tidak bisa berhenti memikirkan persoalan yang dibicarakan oleh Sinta tadi malam, yakni tentang kebohongan Smith dan juga tindakan Sheira kepada Sisil.Hendry sudah terlihat rapi dengan kemeja dan jas bermerek berwarna hitam yang ia kenakan. Ia sengaja bersiap lebih awal dan tidak membangunkan sang istri yang masih tertidur pulas.Hendry memang berencana untuk tidak mengajak istrinya karena kehadiran Sinta di rumah Sheira nanti, mungkin hanya akan menimbulkan keributan yang lebih besar. Sedangkan Hendry bertandang ke rumah sahabat almarhum istrinya itu dengan tujuan untuk membicarakan semua dengan baik-baik.Meskipun video yang ditunjukkan Sinta padanya sudah membuat lelaki itu begitu bernafsu ingin membalas dengan tindakan yang lebih kejam, Hendry masih berusaha untuk menangani masalah itu dengan kepala dingin. Walau ba
Sheira nyaris tersedak nasi yang ia kunyah. Laporan dari Pak Karsam mendatangkan amarah yang mendadak mencuat, merusak ketenangan pagi di kediamannya. Sudah dengan intonasi disabar-sabarkan, Sheira berkata, "Bapak ini bagaimana? Saya kan sudah bilang sejak dulu kan kalau ada Hendry datang ke rumah ini jangan pernah bukakan pintu gerbangnya walau apa pun yang ia katakan. Seharusnya Bapak melakukan tugas sesuai dengan yang saya katakan.""Iya Nyonya. Saya minta maaf. Maafkan saya karena sudah lalai dalam menjalankan tugas. Tapi Nyonya, saya tadi terpaksa membuka gerbang karena takut. Tuan Sasongko mengancam akan memenjarakan saya. Hal itu membuat saya langsung ingat pada istri dan anak-anak saya. Bagaimana nasib mereka kalau saya dipenjara?" tutur Pak Karsam yang masih tertunduk lesu.Sheira menghembuskan napas berat mendengar penjelasan dari satpamnya. Kedongkolannya pada Hendry menjadi berlipat-lipat. Sheira mengerti kalau Pak Karsam tidak sepenuhnya salah. Ia pun kemu
Hendry menelan ludah bersama semua kekesalannya. Ia sadar benar kalau apa pun yang ia ucapkan akan menjadi bumerang jika lawan bicaranya adalah Sheira. Entah bagaimana perempuan itu selalu bisa memelintir pernyataan Hendry hingga akhirnya menjadi senjata untuk menyerang."Aku akan langsung saja. Katakan padaku kenapa kau membuat putriku menangis? Kenapa kau membuat dia terlihat begitu menyedihkan dan memohon-mohon di kakimu seperti pengemis. Kau juga memiliki anak. Bagaimana perasaanmu jika aku melakukan hal yang sama kepada anakmu?" tanya Hendry yang menatap tajam sahabat almarhum istrinya."Hahaha ...." tawa Sheira menggema di ruang tamu. Perempuan itu berjalan perlahan dan duduk di sofa yang berbeda dari yang diduduki Hendry. Membuat Hendry memicingkan mata karena merasa Sheira telah mengolok-olok ucapannya. Sheira tertawa seolah apa yang dikatakan Hendry adalah banyolan yang sangat lucu."Itu tidak akan mungkin terjadi, Tuan Hendry Sasongko. Pertama, anakku
"Bangs*t! Mulutmu itu memang tidak pernah berubah. Sekarang katakan padaku apa yang kau inginkan iblis gila? Kenapa kau selalu saja mengusik keluargaku? Kenapa kau mengatakan pada Sisil bahwa Smith sedang bercanda saat bilang dirinya hamil? Kenapa kau sengaja membuat Sisil berharap banyak untuk bisa mendapatkan Janu? Katakan! Apa kau sengaja ingin merusak hubungan Smith dan Sisil?" cerca Hendry tiada henti melontarkan pertanyaan-pertanyaan. Napasnya sampai sesak. Jika saja Sheira itu laki-laki, sudah pasti Hendry akan melayangkan beberapa pukulan hingga babak belur.Sheira tersenyum miring. Ia kini juga beranjak dari sofa. Lalu berkata, "Aku tidak percaya ini. Sebagai pengusaha yang sukses logikamu itu tidak bekerja dengan baik. Dengar, sudah berapa lama kau memecatku dari pekerjaanku sebagai manajer di butik Lisa? Lalu apakah aku pernah menampakan diri di depanmu atau datang ke rumahmu untuk menemui Smith atau secara diam-diam bertemu dengannya?""Berhenti berputar-pu