"Maaf ya Lang, aku ngerepotin kamu." ujar Anjani menatap sendu Langit yang sedang menyetir. Sementara Anjani dan Jane duduk di kursi penumpang di belakang. Anjani berhasil membujuk Jane untuk duduk manis di kursi penumpang dan mempercayakan Langit untuk mengantarnya sampai depan rumah dengan selamat.
Mendengar perkataan Anjani, ekor mata Langit melirik ke cewek itu melalui kaca, "Santai, kayak sama siapa aja lo." jawabnya.
"Memang lo siapanya Anjani, lang? Pacar?" Jane yang sudah tertidur tiba-tiba saja kembali membuka matanya dan menyeletuk asal.
"Pengennya sih gitu," balas Langit seraya melirik Anjani dengan tatapan menggodanya. Ucapan Langit berhasil membuat Anjani menunduk menyembunyikan pipinya yang bersemu. Cewek itu tersipu.
"Sialan lo!" maki Jane sambil menendang badan kursi pengemudi, praktis membuat Langit terkejut dan meringis.
"Kok lo malah marah?!" protes Langit tak terima.
"Kamu kok gitu sih, Lang?" tanya Anjani seraya menatap Langit tak percaya dengan sorot teduhnya.Kening Langit mengernyit, tak paham dengan perkataan Anjani barusan, "Gitu gimana?" jawabnya balik bertanya.Anjani bersedekap dada, memalingkan wajahnya enggan menatap insan tampan yang berdiri tegak di depannya."Kenapa kamu ngajak aku nginap di apartemen kamu? Memangnya kamu kira aku cewek apaan?" ujar Anjani sewot. Wajahnya berubah jutek, tapi tetap terlihat menggemaskan di mata Langit.Langit tertawa kecil, rasanya tangan Langit ingin sekali menguyel-uyel pipi Anjani yang sedikit menggembung itu."Ngomong apa sih, maksud gue bukan gitu kali, Jan. Apartemen gua kosong, lo bisa nginap di sana kalau lo mau.""Terus kita berduaan gitu?" ucapan Anjani masih terdengar ketus."Kalau lo gak nyaman gue di sana, gue bisa pulang ke rumah bokap. Lagian gue juga masih
Langit membuka kelopak matanya yang masih berat, cowok itu menguap dan merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Langit mengucek matanya, kesadaran Langit masih belum terkumpul penuh."Morning, Lang." seru Anjani yang keluar dari dalam kamar. Di lihat dari handuk yang melilit di kepala Anjani, sepertinya cewek itu habis mandi.Seketika Langit terkejut hingga matanya melebar. Ia kembali mengucek kedua matanya, kemudian memandang Anjani lamat-lamat seolah tidak percaya kalau sosok di depannya beneran Anjani dan bukan siluman yang sedang menjelma."Kamu kenapa, deh?" tanya Anjani sambil melangkah menghampiri Langit yang masih terduduk di atas sofa."Lupa ya kalau aku nginap di sini semalam?" ujar Anjani membuat Langit menemukan potongan puzzle ingatan yang hilang. Langit menepuk jidat, ia tertawa kecil menertawakan dirinya sendiri.Anjani mengambil selimut yang tergeletak diatas lantai, kemudia
"Lang, nanti turunin aku di depan gerbang aja."Langit menjawab permintaan Anjani dengan anggukan di kepala. Cowok itu terlalu fokus menyetir dan mendengarkan lagu kesukaan nya yang sedang mengalun di radio mobilnya.Seperti yang di lihat, pada akhirnya Anjani pasrah di antar kerumah mamah mertua nya oleh Langit. Tidak ada alasan untuk Anjani menolak tawaran dari Langit dan Langit juga tidak akan membiarkan Anjani pulang sendirian. Langit akan tetap mengantar Anjani meski cewek itu menolaknya."Jan," Usai lagu favoritnya tergantikan lagu yang lain, Langit buka suara, memanggil Anjani yang asik sendiri dengan dunianya.Anjani yang sedang menatap keluar jendela menoleh ke sumber suara yang memanggilnya, "Iya, kenapa Lang?" tanyanya.Langit tertawa kecil, kini pandangannya mengarah penuh ke Anjani karena lampu merah sedang menyala di depan sana."Apa? Kena
Anjani tidak mengerti kenapa Sean memandangnya begitu tajam. Mencekal tangannya dan menyeret Anjani masuk kedalam rumah dengan langkah tak sabaran. Anjani terus meringis dan merengek meminta Sean melambatkan langkahnya dan melepaskan cekalan di tangannya."Om, pelan-pelan kek!" rengek Anjani berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Sean, namun tidak berhasil, yang ada cekalan tangan Sean semakin mengerat.Sean menulikan pendengaran nya, ia terus melangkah cepat memasuki rumah meski Anjani terus meringis kesakitan dan merengek di belakangnya."Eh, menantu mamah yang cantik sudah datang." sambut Lucia begitu melihat kedatangan Anjani yang di gandeng Sean."Hallo, mah!"Anjani langsung melengkung kan bibirnya, tersenyum manis menyapa sang mamah mertua. Anjani berusaha menghentikan langkahnya, ia berniat mencium telapak tangan mamah mertuanya. Tapi Sean malah terus menyeret Anjani ke lantai
"Jan, kamu lihat Sean?"Anjani mengangkat alisnya, mengedarkan pandang mencari sosok Sean yang jadi pertanyaan Lucia tadi. Anjani menggaruk rambut yang tak gatal, ia kebingungan karena matanya tidak menemukan batang hidung Sean."Aku coba cari dulu ya, Ma." ujar Anjani.Lucia mengangguk, tak lupa ia juga menyuguhkan senyum manisnya untuk Anjani, "Nanti kalau udah ketemu langsung ke dalam ya, kita makan siang sama - sama." kata Lucia kemudian beranjak masuk meninggalkan Anjani yang sedang duduk menyendiri di kursi teras rumah.Anjani bangkit dari duduknya, ia meletakan secangkir gelas berisi susu coklat yang ada di genggaman nya ke atas meja. Tungkai Anjani berjalan tak tentu arah dengan mata yang terus mendengar ke kanan ke kiri.Langkah lambat Anjani perlahan mencepat, ia berlari kecil menghampiri pembantu rumah tangga Lucia yang baru saja keluar dari pintu belakang sambil membawa k
Sesampainya di apartement Anjani dan Sean langsung masuk kedalam kamar masing - masing dan membersihkan diri. Hanya butuh waktu 10 menit bagi Sean membersihkan diri, namun Anjani memakan waktu 30 menit karena ia berendam dulu dengan air hangat untuk menetralisir rasa penat di kepalanya.Banyak hal yang bersarang di kepalanya usai melewati setengah hari ini. Mulai dari pernyataan cinta dari Langit dan kejadian dimana ia harus mengaku kalau kado yang Yuna berikan untuk Lucia adalah darinya.Seharusnya Anjani tidak merasa bersalah untuk itu, karena yang menjadi dalangnya Sean. Anjani hanya manusia bodoh yang hanya mengangguk saja seperti kacung yang di beri perintah oleh majikan.Yuna: Keluar, saya di depan.Anjani yang baru saja memegang ponsel nya mengernyitkan dahi membaca pesan dari Yuna yang masuk dari beberapa menit lalu. Dengan malas Anjani bangkit dan melilitkan tubuhnya dengan handuk.&n
Kepada bunda-bunda sekalian tolong sabar, aku usahain nulis cerita ini selayak mungkin buat di baca. Kalau bunda-bunda merasa kurang puas karna cerita ini gak sesuai ekspetasi maaf ya soalnya aku nulis cerita ini sesuai kemauan aku sendiri. Makasih banyak yang udah kasih saran dan masukan nya yaaa. Stay healthy bunda-bunda sekalian❤* * *Di pagi yang cerah ini Anjani sudah memamerkan senyum manisnya di depan cermin. Menatap pantulan dirinya yang sudah terlihat rapih dan siap untuk berangkat ke sekolah. Hari ini rambut sebahu Anjani ia biarkan terurai, menambah kecantikan Anjani pagi ini.Ting!Ponsel Anjani yang tergelak diatas meja rias itu berdeting, tanda ada pesan masuk di sana.Anjani menutup botol parfume nya setelah ia menyemprot beberapa kali di badan nya, kemudian ia menaruhnya kembali di tempat semula. Lalu Anjani meraih ponselnya untuk melihat siapa pelaku
"Gue takut di tolak."Suara tawa laki-laki menggelegar di seluruh penjuru ruang kamar berwarna putih gading itu ketika Langit membuka suaranya dengan wajah tertunduk penuh kecemasan."Kok bisa ya orang seganteng lo mikir kayak gitu?" Sih lawan bicara bertanya, namanya Dewa, sahabat Langit sekaligus pelaku yang tadi tertawa begitu kencang saat mendengar pengakuan dari sahabat seperjuangannya."Lo lagi meredah untuk meroket?" gerutu Dewa yang tiba - tiba merasa geram. Bayangkan, sekarang masih jam 7 pagi, Dewa bahkan belum 30 menit memejamkan matanya setelah semalaman ia bergadang untuk menyelesaikan tugas kuliahnya yang deadline satu jam lalu. Tapi Langit datang dan mengacaukan tidurnya hanya untuk berkata seperti itu?Rasanya Dewa ingin menghancurkan bumi dan seisinya.Langit terdiam, memilih merebahkan badannya ke atas sofa panjang berwarna coklat pudar daripada merespon ucapan Dewa barusan.
"Anjani, jangan tinggalin aku." Anjani menatap nanar Langit yang terkapar di jalanan. Lelaki itu tidak sepenuhnya sadar karena efek alkohol yang habis di minumnya. Anjani mengalihkan pandangannya, tak tega menatap suaminya yang berubah kacau seperti tak terurus. Penampilannya berantakan dan tubuhnya menjadi lebih kurus dari yang terakhi ia lihat satu bulan lalu. Tangan Anjani terkepal, amarahnya terhadap Ibu mertua semakin menjadi. Satu bulan lalu, Rita meminta Anjani untuk melepaskan Langit jika memang Anjani tidak sudi untuk di madu. Lalu setelah Anjani pergi dan Langit terpuruk seperti ini, Rita tidak mengambil tindakan apapun. Mungkin sudah, tapi tidak mempan. Buktinya sejak 3 hari belakangan ini Rita selalu mencoba menemui Anjani, wanita itu meminta Anjani untuk kembali pada Langit dan membujuk Langit ke jalan yang benar seperti dulu. Katanya, sejak Anjani pergi dari rumah, Langit berubah, pria itu jadi pemabok dan
"Aku capek mas sama mamah kamu." Langit mengusap pundak Anjani. Mendengar istrinya mengeluh, ia jadi tidak enak hati. Langit tahu kalau selama ini mamahnya membuat Anjani tertekan. Bahkan bukan hanya menekan Anjani saja, namun Langit juga. Sering kali Rita menyuruh Langit untuk bersikap tegas kepada istrinya. Tapi Langit abaikan, Langit tidak ingin dirinya di kontrol penuh oleh Rita meskipun wanita itu wanita yang melahirkannya, tapi jika urusan rumah tangga, Rita tidak punya hak untuk ikut campur. Rita terlalu kebelet ingin mempunyai cucu. Maklum, Langit ini anak satu-satunya, hanya Langit dan Anjani yang bisa memberikan Rita cucu. "Sabar, mamah memang begitu. Jangan di ambil hati. Apa yang mamah omongin ke kamu tadi?" ujar Langit menegarnya. Suasana hati Anjani selalu berubah suram setiap mereka pulang dari rumah Rita. Entah apa yang Rita bicarakan kepada Anjani, tapi Langit yakin kalau yang Rita bicarakan hari ini pasti sudah kelewatan hingga membu
Anjani mengusap perutnya dengan pandangan lurus menerawang. Bibirnya terlukis senyum tipis, namun bersamaan dengan itu air matanya menetes. Ia teringat ucapan dokter lima bulan lalu, dimana dokter tersebut mengabarkan bahwa ia sedang mengandung janin usia dua minggu. Rasa bahagianya saat itu masih Anjani ingat dengan jelas. Lima bulan, ya, seharusnya saat ini kandungan Anjani berusia lima bulan. Mata kosong Anjani meneteskan air mata lagi. "Bayiku.." lirihnya menyedihkan. Sudah satu minggu ia kehilangan bayi yang di kandungnya. Anjani mengalami keguguran dan sampai saat ini cewek itu masih merasa kehilangan, penyesalan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Rasanya menyakitkan sekali. "Sudah, jangan di tangisi." Langit selalu berada di sampingnya, berusaha menegarkan dan menanamkan rasa iklas di hati istrinya itu. "Harusnya aku turutin kata mas, harusnya aku gak
Setelah gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Anjani dan Yuna, Sean memilih lari dari kota Jakarta bersama anaknya, Keenan. Bali adalah tempat tujuan Sean, berharap pulau indah itu bisa menciptakan lembaran hidup barunya dan mengikis kenangannya bersama Anjani yang sudah menjadi milik pria lain. Tapi ternyata Sean salah, niatnya untuk melupakan Anjani tidak membuahkan hasil meski tahun demi tahun berlalu. Sean sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan mantan istrinya itu. Berkencan dengan beberapa wanita hingga menjadi member eksklusif di sebuah bar mewah demi bercumbu dengan wanita berbeda disetiap malamnya. Tapi tetap tidak ada kemajuan, hidup Sean malah tambah berantakan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Sean menyerah, menuruti perintah sang mamah untuk kembali ke Jakarta setelah 4 tahun lamanya melarikan diri dari ibu kota. Sean kembali menemukan jati dirinya, namun yang membuatnya tak habis pikir, ia kembali jatuh cinta dengan gadis muda yang tinggal di seb
Beberapa tahun kemudian... Sinar matahari yang semakin terik menembus tirai jendela kamar Anjani, membuat Anjani secara spontan menutup wajahnya dengan telapak tangannya saat merasakan sengatan sinar mentari pada wajahnya. Perempuan itu mengulet kecil seraya membalikan tubuhnya, mata Anjani lantas terbuka ketika dadanya menabrak sesuatu. "Good morning, wife..." suara berat itu menyapa dengan mata yang masih tertutup rapat, tangan kekarnya menarik pinggang Anjani untuk semakin dekat lalu memeluknya. Anjani tersenyum melihat pemandangan bangun tidurnya yang luar biasa. Wajah sang suami yang masih terlelap tampak sayu, terlihat polos dan begitu menenangkan. Anjani menggerakan tangannya, mengusap pipi sang suami dengan hati-hati. "Good morning, mas Sky." Cup! Anjani mengecup pipi Langit dengan secepat kilat, membuat Langit langsung membuka matany
Jantung Anjani berdebar kencang saat kakinya satu persatu menuruni anak tangga. Cewek itu sudah cantik dengan gaun selutut yang membalut tubuhnya, membuat mata siapapun yang memandang akan takjub dan sulit berpaling darinya. Langkah Anjani berhenti, masih diambang anak tangga. Tampaknya dia tidak sanggup melanjutkan langkahnya saat suara yang saling bersahutan diruang tengah terdengar semakin jelas.Anjani memegang dadanya yang berdebar, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan nya, mencoba merilekskan diri sejenak sebelum pingsan didepan dua keluarga sang mantan suami dan mantan pacar yang melamarnya secara bersamaan.Tubuh Anjani hampir saja terjungkal saat Diandra datang dan menarik tangannya dan membawanya kedalam kamar. Anjani didudukan secara paksa di atas ranjang, sementara Diandra dan Roger bersedekap dada di hadapannya, kedua mata suami istri itu tampak kebingungan namun juga marah."Kamu kalau selingkuh main
"Jan, Jeka sudah punya pacar belum sih?"Anjani yang baru saja selesai mengaplikasikan skincare malam ke wajah langsung menoleh kearah Rena yang memandangnya serius -menunggu jawaban. Anjani mendengus samar, pasti tadi Rena melihat dirinya di jemput Jeka, bau - baunya Rena pengen minta Anjani kenalin ke Jeka.Pandangan Anjani menoleh lagi ke kaca didepannya, memasukan kapas - kapas bekas membersihkan make - up kedalam tong sampah kecil, kemudian Anjani bangkit dan merebahkan diri disamping Rena."Memangnya kenapa kalau belum?" tanya saja sambil fokus dengan ponsel digenggamannya."Yaelah pake nanya lagi, lo gak liat nih teman lo yang satu ini sudah lumutan menjomblo lima bulan lamanya.""Ah, lima bulan sih belum lama - lama amat kali. Lebay deh!"Rena memegang lengan kecil Anjani, lalu ia memasang wajah mengenaskan agar tampak menyedihkan dimata Anjani."Jan, ken
Sean mengeratkan jaketnya, angin yang berhembus malam ini membuat bulu kuduknya berdiri. Sean menyenderkan badannya pada pintu mobilnya yang terparkir didepan gedung asrama Anjani. Laki-laki itu hendak mengembalikan lipstick milik Anjani yang tertinggal didalam mobilnya kemarin. Sean sudah meminta izin kepada kepala asrama untuk menemui Anjani, tetapi kata beliau Anjani sedang tidak ada dikamarnya. Jadi Sean memutuskan untuk menunggu perempuan itu meski ia sudah berdiri selama satu jam lamanya.Sean melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir tengah malam. Mungkin dia harus baluk kesini lagi besok, Sean mengkhawatirkan Keenan yang ia titipin dirumah mamahnya karena babysitter Keenan sudah resign kemarin dengan alasan karena akan segera menikah.Sean hampir saja melajukan mobilnya kalau saja dia tidak melihat motor besar yang baru saja datang sambil membonceng perempuan yang proporsi fisiknya mirip Anjani. Dan yang membu
"Kata Mamah, kamu sudah gak sama Langit ya?" Sean bertanya, memecahkan kesunyian didalam mobilnya.Anjani yang duduk di kursi belakang bersama Keenan yang sudah tertidur langsung menoleh kearah Sean, ia tersenyum canggung seraya menganggukkan kepalanya."Iya, Om." jawabnya. Anjani sedikit tidak percaya kalau ternyata Sean mengetahui urusan percintaannya.Tanpa sadar senyum tipis di bibir Sean terbentang, seakan jawaban Anjani barusan sesuai dengan harapannya.Sean merapatkan bibirnya menahan senyumnya yang semakin lama semakin ingin mengembang, ia merasa sesenang itu. Tangan Sean bergerak mengusap tengkuknya kikuk, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Anjani, namun Sean takut membuat Anjani tidak nyaman.Sekarang sudah pukul 4 sore, mobil Sean sudah menuju rumah sakit tempat Anjani bekerja usai menghabiskan waktu seharian di kebun binatang. Banyak momen hari ini yang tidak akan Se