Sean tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri sedari tadi, ia seperti orang yang baru saja kehilangan akalnya, berdiri canggung di depan Anjani yang baru saja memaki dan menamparnya.
Sean sudah melakukan kesalahan besar hingga membuat istri kecilnya itu marah dan sakit hati."Om benar - benar mengira aku semurah itu?"Sean terdiam, ia menundukkan pandangannya tidak tega melihat wajah Anjani yang terlihat terluka. Gadis yang selalu ceria itu mengeluarkan air matanya karena perbuatan Sean yang melukai batinnya.Tapi, mulut Sean seolah sulit untuk mengucapkan kata maaf. Meski maaf saja tidak cukup untuk Anjani.Anjani mengepalkan tangannya, menatap Sean murka dengan dada yang menggebu - gebu, beberapa orang yang dekat dengan Anjani mengatakan bahwa cewek itu pintar mengontrol emosi, tapi tindakan Sean tadi tidak bisa di toleransi. Tanpa segan Anjani layangkan tamparan nya.Apa Anjani puas hanya dengan satu tamparan saja? Tidak. Tangannya masihSudah hampir satu bulan Anjani berhenti memperjuangkan cinta dan perhatian Sean. Anjani yang selalu bertutur kata manis dan lembut kepada Sean, kini mulai terlihat cuek dan masa bodoh. Hubungan sepasang suami istri itu yang mulai dekat kembali menjadi renggang. Sean sibuk dengan pacarnya, dan Anjani sibuk dengan gebetannya, Langit. Mendekat pada Langit adalah cara Anjani untuk mengusir Sean dari pikiran dan hatinya. Keseharian Anjani selalu di temani oleh Langit, ya, sekarang bahkan Sean tidak mengantar jemput Anjani sekolah lagi karena Anjani yang memintanya. Jujur, kejadian di dapur hari itu masih sering terbayang-bayang di kepala Anjani, dan hal itu yang membuat Anjani takut berdekatan dengan Sean. Anjani masih ingat dengan jelas bagaimana benda kenyal itu menyambar bibirnya denga
Tatapan mata Anjani menyipit tajam melihat pemandangan Sean dan Yuna yang sedang duduk bersebelahan diatas sofa. Tubuh kedua sepasang kekasih itu di tutupi satu selimut yang sama, dan dari belakang sini Anjani bisa melihat jelas bercak kemerahan yang ada di belakang mereka masing-masing.Anjani benci pemandangan ini. Rasa perih menyerang dadanya, seperti ada benda tajam yang menggores di sana. Air matanya sudah terbendung di pelupuk mata, tapi Anjani berusaha menahan air matanya itu untuk tidak jatuh. Anjani kira, selama satu bulan ini ia menjaga jarak dengan Sean, rasa cintanya pada lelaki brengsek itu akan hilang. Ternyata tidak.Mata Anjani terpejam ketika dua insan di depan sana menyatukan bibirnya, bibir Anjani bergetar menahan isak. Anjani benar - benar sudah tidak kuat lagi dan rasanya ingin lari dari sana, tapi tidak bisa, kakinya seolah terpaku di lantai.Suara decakan itu semakin nyaring di telinga Anjani, mem
"Jan, lagi ada masalah ya?"Anjani langsung mengangkat wajahnya, ia lupa kalau sambungan video call nya dengan Langit belum terputus.Dengan cepat Anjani mengontrol raut wajah dan merapihkan rambutnya, kemudian meraih kembali ponselnya yang tergelak diatas ranjang. Menempatkan kamera depannya di depan wajahnya. Membuat Langit kembali melihat wajah menggemaskan cewek yang akhir-akhir ini menjadi alasannya tersenyum."Enggak kok, Lang." jawab Anjani sembari memasang cengiran andalannya.Disebrang sana, Langit otomatis ikut tersenyum, "Serius?" tanya Langit memastikan.Anjani mengangguk berusaha menyakinkan Langit. Namun, semulus apapun cara Anjani memasang wajah palsunya agar terlihat baik-baik saja, Langit tetap dapat menemukan gurat kegelisahan dari wajah manis itu."Hmm, jan, gue tutup video callnya ya? Lanjut besok lagi." kata Langit berniat menutup sambungan video call
Anjani tidak dapat menelan nasinya dengan benar karena di hadapannya kini ada Sean yang juga sedang menikmati sarapannya. Anjani merasa ini awal pagi yang buruk untuk menjalani hari karena menikmati sarapan dengan sang suami. Anjani masih menyimpan dendam kesumat kepada Sean."Berangkat bareng Langit?" setelah sekian lama mereka memilih menikmati sarapan dalam diam, Sean akhirnya membuka suara. Bertanya dengan nada segannya.Anjani mengangguk, "Hmm," dia berdehem sebagai jawaban."Kamu pacaran sama Langit?" tak segan-segan Sean bertanya dengan lancang perihal hubungan istrinya dengan lelaki bernama Langit.Anjani mengangkat wajahnya, menatap Sean dengan datar, "Kok om kepo sih?" Anjani balik bertanya dengan nada sengit.Sean melempar sendok dan garpu makannya, mendada
Anjani: Lang, aku gak bisa pergi sama kamu hari ini, sorry ya LangLangit: its okay, jan.Langit mendesah kecewa setelah membaca pesan yang Anjani kirimkan untuknya. Padahal apartement nya sudah selesai di rapikan, niatnya Langit ingin mengajak Anjani menonton film bersama di apartement nya, Langit juga berniat ingin menyatakan cintanya setelah selesai menonton film bersama nanti. Tapi seperti nya Langit harus menunda niatnya yang satu itu.Terlukis senyum tipis dibibir Langit kala cowok itu memandang ruang tengah apartement nya yang sudah di dekor seromantis mungkin, ada seikat bunga yang Langit sembuyikan di samping sofa. Sayang sekali, rencana Langit harus tertunda. Langit menggelengkan kepalanya, tak menyangka kalau dirinya seniat ini untuk mendapatkan hati Anjani, Langit bahkan sampai lupa kapan terakhir kali dirinya di buat kerepotan karena jatuh cinta.Setelah menjalin masa-masa pendekatan dengan An
Anjani menarik napas, kemudian menghembuskan nya. Cewek itu berdecak, menatap jengkel badan jangkung Sean yang tengah berjalan di depannya. Sudah hampir setengah jam mereka mengitari mall, bulak-balik masuk kedalam toko baju, perhiasan, tas, tapi belum juga menemukan kado yang cocok untuk Lucia."Kamu jangan diam aja, kasih saran--" ucapan Sean terputus ketika ia menoleh kesamping namun tidak menemukan sosok Anjani yang menjadi lawan bicaranya. Spontan Sean berbalik badan, bola matanya memutar jengah ketika mendapati Anjani yang berdiri membeku di belakangnya dengan wajah tertekuk sebal."Kenapa?" tanya Sean sembari berjalan menuju Anjani.Anjani menunduk lesuh, "Capek." keluh nya. Sebenarnya bukan itu alasan Anjani menghentikan langkahnya, tapi karena ia bete sedari tadi terus berjalan di belakang Sean, sebab langkah kakinya tidak cukup cepat untuk berjalan beriringan dengan Sean."Om jalannya cepet bange
Bola mata Sean tidak bisa lepas memandang layar ponselnya, sesekali bibir tipis pria itu berdecak kesal lantaran pesan yang ia kirim ke Anjani tak kunjung mendapat balasan. Sean menoleh kearah jam dinding mewah yang tertempel di dinding, jarum pendek sudah menunjuk ke angka sebelas, tapi istrinya belum juga pulang."Sean, kamu belum tidur?" Lucia yang berniat mengambil air di dapur langsung mengarahkan kakinya saat mendapati Sean yang tampak gelisah di sofa ruang tengah."Anjani belum pulang, Mah." jawab Sean datar.Setelah mengantar Yuna pulang dari mall, Sean langsung menginjak pedal gas mobilnya kerumah orang tuanya karena besok adalah acara ulang tahun Lucia, tepat jam 12 malam pergantian hari nanti Sean juga berniat ingin memberi suprise kepada Lucia bersama Ayahnya. Tapi Sean merasa kurang lengkap jika Anjani tidak ikut memberi kejutan untuk sang Mamah bersamanya."Lho, Anjani kan nginap di rumah tem
"Maaf ya Lang, aku ngerepotin kamu." ujar Anjani menatap sendu Langit yang sedang menyetir. Sementara Anjani dan Jane duduk di kursi penumpang di belakang. Anjani berhasil membujuk Jane untuk duduk manis di kursi penumpang dan mempercayakan Langit untuk mengantarnya sampai depan rumah dengan selamat.Mendengar perkataan Anjani, ekor mata Langit melirik ke cewek itu melalui kaca, "Santai, kayak sama siapa aja lo." jawabnya."Memang lo siapanya Anjani, lang? Pacar?" Jane yang sudah tertidur tiba-tiba saja kembali membuka matanya dan menyeletuk asal."Pengennya sih gitu," balas Langit seraya melirik Anjani dengan tatapan menggodanya. Ucapan Langit berhasil membuat Anjani menunduk menyembunyikan pipinya yang bersemu. Cewek itu tersipu."Sialan lo!" maki Jane sambil menendang badan kursi pengemudi, praktis membuat Langit terkejut dan meringis."Kok lo malah marah?!" protes Langit tak terima.
"Anjani, jangan tinggalin aku." Anjani menatap nanar Langit yang terkapar di jalanan. Lelaki itu tidak sepenuhnya sadar karena efek alkohol yang habis di minumnya. Anjani mengalihkan pandangannya, tak tega menatap suaminya yang berubah kacau seperti tak terurus. Penampilannya berantakan dan tubuhnya menjadi lebih kurus dari yang terakhi ia lihat satu bulan lalu. Tangan Anjani terkepal, amarahnya terhadap Ibu mertua semakin menjadi. Satu bulan lalu, Rita meminta Anjani untuk melepaskan Langit jika memang Anjani tidak sudi untuk di madu. Lalu setelah Anjani pergi dan Langit terpuruk seperti ini, Rita tidak mengambil tindakan apapun. Mungkin sudah, tapi tidak mempan. Buktinya sejak 3 hari belakangan ini Rita selalu mencoba menemui Anjani, wanita itu meminta Anjani untuk kembali pada Langit dan membujuk Langit ke jalan yang benar seperti dulu. Katanya, sejak Anjani pergi dari rumah, Langit berubah, pria itu jadi pemabok dan
"Aku capek mas sama mamah kamu." Langit mengusap pundak Anjani. Mendengar istrinya mengeluh, ia jadi tidak enak hati. Langit tahu kalau selama ini mamahnya membuat Anjani tertekan. Bahkan bukan hanya menekan Anjani saja, namun Langit juga. Sering kali Rita menyuruh Langit untuk bersikap tegas kepada istrinya. Tapi Langit abaikan, Langit tidak ingin dirinya di kontrol penuh oleh Rita meskipun wanita itu wanita yang melahirkannya, tapi jika urusan rumah tangga, Rita tidak punya hak untuk ikut campur. Rita terlalu kebelet ingin mempunyai cucu. Maklum, Langit ini anak satu-satunya, hanya Langit dan Anjani yang bisa memberikan Rita cucu. "Sabar, mamah memang begitu. Jangan di ambil hati. Apa yang mamah omongin ke kamu tadi?" ujar Langit menegarnya. Suasana hati Anjani selalu berubah suram setiap mereka pulang dari rumah Rita. Entah apa yang Rita bicarakan kepada Anjani, tapi Langit yakin kalau yang Rita bicarakan hari ini pasti sudah kelewatan hingga membu
Anjani mengusap perutnya dengan pandangan lurus menerawang. Bibirnya terlukis senyum tipis, namun bersamaan dengan itu air matanya menetes. Ia teringat ucapan dokter lima bulan lalu, dimana dokter tersebut mengabarkan bahwa ia sedang mengandung janin usia dua minggu. Rasa bahagianya saat itu masih Anjani ingat dengan jelas. Lima bulan, ya, seharusnya saat ini kandungan Anjani berusia lima bulan. Mata kosong Anjani meneteskan air mata lagi. "Bayiku.." lirihnya menyedihkan. Sudah satu minggu ia kehilangan bayi yang di kandungnya. Anjani mengalami keguguran dan sampai saat ini cewek itu masih merasa kehilangan, penyesalan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Rasanya menyakitkan sekali. "Sudah, jangan di tangisi." Langit selalu berada di sampingnya, berusaha menegarkan dan menanamkan rasa iklas di hati istrinya itu. "Harusnya aku turutin kata mas, harusnya aku gak
Setelah gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Anjani dan Yuna, Sean memilih lari dari kota Jakarta bersama anaknya, Keenan. Bali adalah tempat tujuan Sean, berharap pulau indah itu bisa menciptakan lembaran hidup barunya dan mengikis kenangannya bersama Anjani yang sudah menjadi milik pria lain. Tapi ternyata Sean salah, niatnya untuk melupakan Anjani tidak membuahkan hasil meski tahun demi tahun berlalu. Sean sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan mantan istrinya itu. Berkencan dengan beberapa wanita hingga menjadi member eksklusif di sebuah bar mewah demi bercumbu dengan wanita berbeda disetiap malamnya. Tapi tetap tidak ada kemajuan, hidup Sean malah tambah berantakan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Sean menyerah, menuruti perintah sang mamah untuk kembali ke Jakarta setelah 4 tahun lamanya melarikan diri dari ibu kota. Sean kembali menemukan jati dirinya, namun yang membuatnya tak habis pikir, ia kembali jatuh cinta dengan gadis muda yang tinggal di seb
Beberapa tahun kemudian... Sinar matahari yang semakin terik menembus tirai jendela kamar Anjani, membuat Anjani secara spontan menutup wajahnya dengan telapak tangannya saat merasakan sengatan sinar mentari pada wajahnya. Perempuan itu mengulet kecil seraya membalikan tubuhnya, mata Anjani lantas terbuka ketika dadanya menabrak sesuatu. "Good morning, wife..." suara berat itu menyapa dengan mata yang masih tertutup rapat, tangan kekarnya menarik pinggang Anjani untuk semakin dekat lalu memeluknya. Anjani tersenyum melihat pemandangan bangun tidurnya yang luar biasa. Wajah sang suami yang masih terlelap tampak sayu, terlihat polos dan begitu menenangkan. Anjani menggerakan tangannya, mengusap pipi sang suami dengan hati-hati. "Good morning, mas Sky." Cup! Anjani mengecup pipi Langit dengan secepat kilat, membuat Langit langsung membuka matany
Jantung Anjani berdebar kencang saat kakinya satu persatu menuruni anak tangga. Cewek itu sudah cantik dengan gaun selutut yang membalut tubuhnya, membuat mata siapapun yang memandang akan takjub dan sulit berpaling darinya. Langkah Anjani berhenti, masih diambang anak tangga. Tampaknya dia tidak sanggup melanjutkan langkahnya saat suara yang saling bersahutan diruang tengah terdengar semakin jelas.Anjani memegang dadanya yang berdebar, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan nya, mencoba merilekskan diri sejenak sebelum pingsan didepan dua keluarga sang mantan suami dan mantan pacar yang melamarnya secara bersamaan.Tubuh Anjani hampir saja terjungkal saat Diandra datang dan menarik tangannya dan membawanya kedalam kamar. Anjani didudukan secara paksa di atas ranjang, sementara Diandra dan Roger bersedekap dada di hadapannya, kedua mata suami istri itu tampak kebingungan namun juga marah."Kamu kalau selingkuh main
"Jan, Jeka sudah punya pacar belum sih?"Anjani yang baru saja selesai mengaplikasikan skincare malam ke wajah langsung menoleh kearah Rena yang memandangnya serius -menunggu jawaban. Anjani mendengus samar, pasti tadi Rena melihat dirinya di jemput Jeka, bau - baunya Rena pengen minta Anjani kenalin ke Jeka.Pandangan Anjani menoleh lagi ke kaca didepannya, memasukan kapas - kapas bekas membersihkan make - up kedalam tong sampah kecil, kemudian Anjani bangkit dan merebahkan diri disamping Rena."Memangnya kenapa kalau belum?" tanya saja sambil fokus dengan ponsel digenggamannya."Yaelah pake nanya lagi, lo gak liat nih teman lo yang satu ini sudah lumutan menjomblo lima bulan lamanya.""Ah, lima bulan sih belum lama - lama amat kali. Lebay deh!"Rena memegang lengan kecil Anjani, lalu ia memasang wajah mengenaskan agar tampak menyedihkan dimata Anjani."Jan, ken
Sean mengeratkan jaketnya, angin yang berhembus malam ini membuat bulu kuduknya berdiri. Sean menyenderkan badannya pada pintu mobilnya yang terparkir didepan gedung asrama Anjani. Laki-laki itu hendak mengembalikan lipstick milik Anjani yang tertinggal didalam mobilnya kemarin. Sean sudah meminta izin kepada kepala asrama untuk menemui Anjani, tetapi kata beliau Anjani sedang tidak ada dikamarnya. Jadi Sean memutuskan untuk menunggu perempuan itu meski ia sudah berdiri selama satu jam lamanya.Sean melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir tengah malam. Mungkin dia harus baluk kesini lagi besok, Sean mengkhawatirkan Keenan yang ia titipin dirumah mamahnya karena babysitter Keenan sudah resign kemarin dengan alasan karena akan segera menikah.Sean hampir saja melajukan mobilnya kalau saja dia tidak melihat motor besar yang baru saja datang sambil membonceng perempuan yang proporsi fisiknya mirip Anjani. Dan yang membu
"Kata Mamah, kamu sudah gak sama Langit ya?" Sean bertanya, memecahkan kesunyian didalam mobilnya.Anjani yang duduk di kursi belakang bersama Keenan yang sudah tertidur langsung menoleh kearah Sean, ia tersenyum canggung seraya menganggukkan kepalanya."Iya, Om." jawabnya. Anjani sedikit tidak percaya kalau ternyata Sean mengetahui urusan percintaannya.Tanpa sadar senyum tipis di bibir Sean terbentang, seakan jawaban Anjani barusan sesuai dengan harapannya.Sean merapatkan bibirnya menahan senyumnya yang semakin lama semakin ingin mengembang, ia merasa sesenang itu. Tangan Sean bergerak mengusap tengkuknya kikuk, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Anjani, namun Sean takut membuat Anjani tidak nyaman.Sekarang sudah pukul 4 sore, mobil Sean sudah menuju rumah sakit tempat Anjani bekerja usai menghabiskan waktu seharian di kebun binatang. Banyak momen hari ini yang tidak akan Se