Ava dipaksa Sarah untuk ikut menyambut kembalinya Dokter Rick. Mereka bergabung dengan beberapa orang perwakilan fans club Dokter Rick. Namun, Ava memisahkan diri dari para wanita yang membawa berbagai bingkisan untuk Rick itu."Sarah, ayo pulang! Sudah pukul 22.00, dan perutku hampir meledak karena jus alpukat sialan ini," celetuk Ava sambil menyandarkan tubuh di kursi kafe seberang rumah sakit. Hampir empat jam mereka menunggu Rick keluar. Para fans lainnya begitu setia menunggu di depan rumah sakit."Bagaimana tidak meledak? Kamu menghabiskan tiga gelas jus tanpa melahap makanan sedikit pun. Wajar saja perutmu kembung," Sarah berdecak kesal."Itu karena kamu melarangku pulang lebih dulu! Ayolah, Sarah … Rick sepertinya sangat sibuk. Dia tak mungkin keluar." Ava mendesak Sarah sambil bangkit dari tempat duduk, sebelah tangannya merogoh uang dari tas dan meletakkan di atas meja untuk membayar tagihan."Ya, kita pulang! Tapi, kita akan pulang setelah membeli cemilan untuk Dokter Ric
Keesokan harinya.Ava terbangun karena getaran ponsel dari atas nakas di samping ranjang. Dia meraba-raba tanpa membuka mata. Perasaan, semalam dia tidak memasang alarm, kenapa sekarang ponselnya bergetar? Getaran ponsel itu begitu lama. Ava berpikir sepertinya itu sebuah panggilan. Tanpa melihat caller id si pemanggil, dia menekan tombol jawab."Hallo," kata Ava dengan suara serak."Kamu siapa?" tanya Christy dari seberang telepon."Kenapa kamu berani menjawab panggilan untuk Dokter Rick?" Christy bertanya lagi.Ava mengernyit terheran. Dia membuka mata ,lalu mengangkat ponsel dan menjauhkan dari wajahnya. 'Uh, ini ponsel Rick!' Ava menoleh ke samping. Rupanya Rick bangun terlambat, tak biasanya.Ava menyentuh dada Rick yang tertutup selimut, napasnya masih teratur. Pria itu tidur begitu lelap."Hey, apa kamu asisten Dokter Rick? Bisa tolong berikan padanya?!" Suara Christy begitu lembut bersahabat.Ava masih diam karena tak tahu harus berkata apa. Dia kembali menempelkan ponsel d
Ava dan Sarah baru saja tiba di rumah sakit, mereka duduk menunggu antrean pemeriksaan. Beruntungnya Sarah sudah memesan nomor antrean pada makelar, jadi mereka tak perlu berdesakan seperti orang-orang yang tak pernah kebagian nomor antre."Ava, akhirnya fakta terungkap juga. Dari awal aku sudah yakin bahwa Dokter Rick tak mungkin melakukan kesalahan. Lagi pula, wanita itu bisa-bisanya cari mati di bawah penanganan Dokter Rick!" Sarah mulai meluapkan kekesalan sambil berselancar membaca berita dari ponsel."Hmm," gumam Ava singkat, dia tak lepas memandang wajah cantik Christy yang seperti barbie saat melihat siaran ulang konferensi pers tadi siang. Benaknya melayang pada kejadian tadi pagi. Jika tidak salah mengingat, nama yang tertera di ponsel Rick adalah Christy. Sepertinya mereka berhubungan baik, dan tidak biasa."Nona Sarah Smith, silakan masuk." Suara perawat yang memanggil Sarah membuyarkan pikiran Ava. Sarah segera menarik tangan Ava agar ikut masuk.Rick menaikkan alis saa
Kota ini sangat besar, tetapi kenapa Ava selalu bertemu dengan orang yang tak ingin dia lihat?Keberadaan Scarlett dan James di dalam lift benar-benar membuat Ava tertegun. Beruntung saat itu James tertunduk memainkan ponsel, tetapi Scarlett jelas melihat Ava. Setelah wanita hamil itu masuk lift, Ava langsung membalikkan badan. Sialnya, kaki Ava tak bisa diajak kompromi untuk berjalan. Sepatunya seakan berubah menjadi magnet, dan lantainya seakan berubah menjadi hamparan besi. Dia berdiri berpegangan pada dinding di samping lift, berharap kedua orang itu tidak berhenti di lantai tiga ini.Sayangnya, itu hanya harapan Ava saja. Scarlett seakan sengaja berhenti di belakang Ava berdiri, dan terdengar suara Scarlett yang manja dibuat-buat."James, tunggu sebentar. Perutku keram, sepertinya bayimu ini berulah. Sakit sekali."Wajah Ava menjadi kaku seketika. Dia tahu kalau Scarlett memang sedang hamil. Namun, entah mengapa hati Ava seperti tercabik-cabik, perih mendengar ucapan Scarlett p
Sepanjang perjalanan pulang, Ava memandang ke samping jendela tanpa berkata apa pun. Dia sama sekali tak bersemangat untuk bicara karena hari ini terasa sangat berat bagi Ava.Seharusnya dia mendengar nasihat Rick untuk menghabiskan hari libur di rumah saja, pikir Ava.Seandainya Sarah tidakk mengajak dia menemani berobat, mungkin Ava takkan mengalami hal yang membuat mentalnya semakin terpukul.Sekarang, benak Ava dipenuhi bayangan Scarlett, James, dan Christy; ketiga nama itu kini seakan hilir mudik dalam kepala Ava. Bahkan, rasa-rasanya ucapan Christy masih menggema di telinga Ava. Jadi, tak heran jika sekarang Ava menyimpulkan; Harusnya dari awal Rick memilih Christy sebagai istrinya. Christy lebih setara dengan Rick, bukankah itu lebih baik?"Nyonya Rick, jangan berpikir yang tidak-tidak," kata Rick sambil meraih tangan Ava, sementara sebelah tangannya sibuk menyetir.Ava melepas genggaman Rick sebelum menoleh dan berkata, "Rick, apa tidak sebaiknya kita bercerai saja?"Wajah Ri
Kediaman Rick.Ava tercengang ketika dia keluar dari kamar mandi. Tampak Rick sedang duduk bersandar di sofa sambil menatap Ava dengan lembut. Ava berdiri di ambang pintu, tak berani melangkah. Tidak biasanya Rick masuk ke kamar lebih awal. Sebab, pria itu biasanya akan bekerja hingga larut malam."Rick, apa yang kamu lakukan?" tanya Ava, terheran."Aku sedang memandangi istriku," jawab Rick tenang.Mata Rick tak henti mengamati penampilan Ava yang memakai piyama satin merah tua. Sepertinya dada Ava yang menonjol benar-benar membuat jakun Rick naik turun sampai tak berkedip memandang.Ava mengerutkan alis. Dia seakan menyadari bahwa tatapan Rick bukan terpusat ke wajah Ava. Dia memerhatikan ke mana mata Rick menyorot, dan seketika Ava menunduk. Ah! Sial! Kancing piyama bagian atas Ava terbuka. Pantas saja Rick tak berkedip. Sontak Ava berlari dan duduk di ranjang, lalu menutupi dadanya dengan selimut.Rick bangkit dari duduknya untuk menghampiri Ava. Sambil berjalan, dia tersenyum
Kevan mengembuskan napas panjang sebelum berkata, "Sarah, kau yakin dengan keputusanmu untuk memilih Ava? Bagaimana jika diganti Suzie? Sepertinya dia lebih cocok.""Jika bukan Ava, aku menolak menangani proyek ini, Tuan," jawab Sarah mantap.Akhirnya Kevan mengangguk sambil mengembuskan napas tak berdaya. Dia cukup tahu banyak tentang Sarah yang selalu dijadikan tulang punggung pemasaran oleh Eternal sebelumnya. Jadi, Kevan tak berani spekulasi memilih staf lain untuk menangani proyek pertamanya."Baiklah, jika kau sudah yakin. Periksa lebih dulu kelengkapan berkasnya. Jangan sampai proyek pertama kalian gagal! Siapkan diri kalian sebaik mungkin untuk mengunjungi partner bisnis kita."Ada jeda beberapa detik sebelum Kevan melirik Ava dan berkata, "Ava, tunjukkan potensimu!""Siap!"Ava dan Sarah menjawab serentak, lalu meraih beberapa dokumen sebelum keluar dari ruang rapat.Ketika kembali ke meja kerja Sarah, mereka memeriksa dokumen bersamaan. Tangan Ava sedikit gemetaran saat mem
Saat Rick masuk ke ruangan Christy, wanita yang asyik menikmati camilan itu segera menyembunyikan makanannya dan bersiap melakukan drama."Dokter Rick," kata Christy. Dia tersenyum manis sambil membaringkan diri di atas ranjang, siap menerima sentuhan tangan Rick.Rick bersikap acuh tak acuh, dan memeriksa denyut nadi dan detak jantung Christy. Lalu menandatangani laporan dan menyodorkan pada Lily."Nona Christy, besok Anda bisa pulang. Perkembangan kesehatanmu sudah sangat bagus," kata Rick datar.Christy yang melihat Rick akan pergi segera menarik tangannya."Jangan pergi, Dokter Rick." Suara Christy bergetar lirih sambil meneteskan air mata.Wajah Rick semakin dingin, dia mengeratkan rahang saat menepis tangan Christy."Jaga sikap Anda, Nona Christy!" Rick sedikit membentak.Seketika Christy tak berani berkutik, dia memandang Rick dengan wajah memelas."Dokter Rick, besok antar aku pulang, ya? Ayah pergi dinas ke luar kota. Tidak ada yang menjemputku.""Pengawalmu lebih dari lima o
Sementara Rick langsung menginterupsi kepala pelayan agar menyelidiki lebih jelas. Sena membawa bukti liontin yang ditemukan di kamar Maria, tentu saja itu membuktikan pelakunya adalah beliau.Hanya saja, Rick percaya masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Maria. Akhirnya dia meminta Sena untuk menyelidiki dengan cara lebih spesifik.Satu jam kemudian.Sena datang ke ruang kerja Rick."Tuan, masalah yang terjadi kali ini adalah kelalaian saya. Maaf, membuat hubungan Anda dengan Nyonya Maria menjadi retak," kata Sena, penuh sesal. Dia sudah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Esmee, tetapi masalah kali ini berakibat fatal."Jadi, siapa pelakunya?" Rick berkata dengan dingin."Pelayan yang baru bekerja dua bulan lalu, tetapi karena ketakutan, akhirnya dia menyimpan liontin Nyonya besar di kamar Maria." Sena menunduk menjelaskan dengan terperinci.Rick menyipitkan mata sebelum berkata, "Pergilah, urus kompensasi yang pantas. Jangan biarkan dia bekerja di sini lagi, cari p
Keesokan harinya.Meskipun saat itu adalah akhir pekan, Rick dan Ava tetap bangun lebih awal karena harus bekerja di laboratorium.Ketika turun, Maria sedang berjibaku memasak di dapur."Bu, biar pelayan yang mengurusnya," kata Ava dengan prihatin.Maria tersenyum sebelum menjawab, "Aku tak mungkin diam di sini tanpa melakukan apa pun."Ava menghela napas panjang, tentu saja dia tahu sang ibu tak bisa dilarang, dan dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran Maria."Kita lakukan bersama," kata Ava.Ketika Rick turun, sarapan di meja makan sangat biasa. Hanya pancake caramel polos, salad buah, dan secangkir espresso untuk Rick. Jika dibandingkan sarapan berat Keluarga Martinez, ini terlalu sederhana.Ava melihat wajah Rick, beruntunglah pria itu tak menampakkan ekspresi apa pun. Padahal jelas betul dia tak suka makanan manis. Ava menyiapkan beberapa lembar pancake di atas piring untuk Rick."Suka sarapan ini?" tanya Rick dengan lembut."Tentu, Putriku tak bisa lepas dari makanan manis. A
Satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.Saat keluar dari mobil, Rick tak melepas tangan Ava, menggenggam dengan erat sebelum berkata, "Istriku, tenanglah."Rick menghubungi Felix agar datang dan mengurus kekacauan.Hati Ava bagai tertusuk duri saat melihat Maria duduk tak berdaya di atas tanah. Dia langsung berlari memeluk ibunya yang tersedu-sedu."Putriku, siapa yang sudah tega menghancurkan rumah kita? Rumah kita yang seperti ini bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan hingga seperti ini."Mata Ava terasa panas saat mengusap-usap punggung sang ibu. Ditatapnya kondisi rumah mereka, lebih kacau dari kerusakan yang dibayangkan. Semua jendela hancur, barang biasa dan benda berharga bagai tumpukan sampah, pecah berkeping-keping.Dalam rumah yang tak besar itu dirinya dibesarkan oleh Maria. Detik berikutnya, lutut Ava gemetaran. Dia menggigit bibir dengan erat, tak ingin air mata jatuh di depan Rick dan sang ibu."Bu, tidak apa-apa. Ada aku, putrimu. Kita renovasi dari awal,
‘Kembalikan anakku!’"Tuan James, tolong jangan sembarangan bicara!" Suara Rick tak kalah dingin. Pandangan kedua pria itu sama-sama mencekam."Aku tidak sembarang bicara. Scarlett tidak akan keguguran jika Ava tidak mendorongnya." James bersikeras menekan."Perhatikan ucapan Anda! Sedikit hempasan tidak akan membuat orang terjatuh hingga keguguran," timpal Rick, tegas.Rick jelas tahu betul. Jika benar itu penyebabnya, berarti sudah dipastikan dari awal kehamilannya tidak kuat. Atau, mungkin ibu hamil tidak dalam kondisi yang baik untuk mengandung."Ava, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Bukan kali pertama aku melihatmu berusaha mencelakai Scarlett! Kamu benar-benar manusia berdarah dingin!" James tak puas mencecar Ava."Aku tidak, a-aku tidak pernah mencelakai dia," jawab Ava, terbata-bata. Tak dapat dipungkiri, dia saat ini sangat tertekan."Jangan mengelak lagi, Ava. Aku akan membalas ….""Anda tak punya cukup bukti untuk menuduh istriku. Jaga batasan Anda!" Rick tegas mem
Ava bergegas masuk dan mendorong James sambil berkata, "Apa kalian tidak mengerti Dokter Rick sudah menolak? Tolong hargai keputusannya!"James mendelik tajam menatap Ava. "Orang yang akan mati pun tidak ditolong? Ava, begitukah sifat suamimu?" James bertanya dengan sinis.Ekspresi Ava seketika menggelap. Dia tak terima saat seseorang menjelekkan suaminya."Aku percaya padanya. Dokter Rick memiliki alasan tersendiri, untuk apa kalian masih bersikeras di sini? Seberapa kuat kalian berusaha tetap tidak artinya 'kan?" Ava menegaskan kata-katanya.Rick yang berdiri di belakang Ava, diam-diam tersenyum tipis mendengar bagaimana sang istri membelanya. Ingin sekali rasanya memeluk wanita mungil itu. Hatinya terasa hangat. Ah. Ava sungguh sempurna di mata Rick.Scarlett tiba-tiba meraung. "Jika ada dokter yang bersedia menangani bibiku, aku tak sudi datang memohon padanya!"Ava tersenyum sinis sebelum menjawab, "Nona Scarlett, jika tak ada dokter yang bersedia, itu berarti masalah ada pada di
Kediaman Keluarga Martinez.Ketika selesai makan malam, Ava berencana mengganti perban Rick. Selama suaminya terluka, selalu Rick sendiri yang mengganti karena dia tak tahan melihatnya.Berbeda dengan malam ini. Sejak tadi siang, Avabmempertimbangkan untuk kembali meraih cita-cita sebagai dokter. Dia berpikir sepertinya sekarang harus mulai berani menangani luka bakar di tangan Rick.Saat di universitas dulu, dia tentu sudah belajar tentang perawatan dasar. Jadi cukup mengerti bagaimana menangani luka Rick.Hanya saja, setiap melihat luka di tangan Rick dia merasa tidak sampai hati. Lukanya memang tak besar, tetapi cukup membuat hati Ava terasa sakit."Tidak tega?" Rick mengangkat wajah Ava.Ava mendongak, sinar matanya memancarkan kerapuhan yang menyayat-nyayat hati. Detik selanjutnya, dia menghindari tatapan Rick."Tidak juga," jawab Ava, mengelak.Rick meraih dagu sang istri agar tetap menatapnya sebelum kembali bertanya dengan lembut. "Air mata saat itu bukan menangis untukku, hmm
Hari mulai gelap, Ava masih berdiri menunggu sang sopir menjemput yang sedikit terlambat dari biasanya.Saat itu, sebuah taksi melaju dengan lambat. Tiba-tiba, taksi itu berhenti di depan Ava. Ketika pintu taksi terbuka, sosok tubuh yang akrab datang menghampiri Ava.Riana dengan rambut yang berantakan, mengenakan pakaian pasien hijau muda, seperti orang gila. Dia ingin menjatuhkan Ava.Ava sempat mematung karena terkejut bahwa wanita itu adalah ibu James. Riana menarik Ava ke dalam taksi."Bibi, lepaskan aku." Ava mencoba melawan, mendorong Riana.Riana sedikit terhuyung hingga cengkeramannya terlepas."Ava, dasar jalang! Karna putraku tak bisa dirayu lagi, jadi kau membenci putraku? Karena dia menceraikanmu, dan sekarang kamu balas dendam padanya?" Riana menangis dengan keras, memarahi Ava.Seperti biasa, dua pengawal Ava datang dengan cepat melindungi. Namun, kerusuhan yang dibuat Riana membuat mereka jadi pusat tontonan.Riana seolah memanfaatkan situasi untuk membuat Ava malu. "M
Ketika mereka tiba di rumah sakit, tentu saja Rick harus mengobati luka bakarnya. Ava terus memegang Rick, tidak ingin melepaskan.Rick menaikkan alis, dengan senyum hangat dia berkata, "Tunggu di luar saja, ya? Lukanya mengerikan."Ava terdiam, meninggikan bahu. Tak ingin jauh dari suaminya."Nyonya Rick, patuh, ya. Hmm?" Rick mengusap kepala Ava dengan sayang.Ava ingin menetap di sisi Rick. Hanya saja, Dokter dengan cepat masuk ke ruangan. Mau tak mau dia melepaskan tangan Rick dan keluar dari ruangan, tetapi hatinya merasa tidak tenang.Tiga puluh menit berlalu.Rick keluar dengan tangan yang sudah diperban, tetapi masih bebas bergerak. Ava memikirkan terakhir kali tangan Rick terluka karena melindunginya dari serangan Riana, kali ini tangannya terluka lagi. Ekspresi Ava berubah semakin khawatir."Apa perlu tinggal di rumah sakit untuk dirawat?" tanya Ava pada Dokter yang menangani Rick."Tidak perlu, periksa sesekali saja untuk memastikan lukanya tidak infeksi," jawab Dokter itu
Keesokan harinya.Ava pergi ke laboratorium seperti biasa. Ketika akan turun dari mobil, dari kejauhan tampak sosok James sedang bersiap keluar dari rumah sakit.Tubuh James terdapat banyak luka, wajahnya juga cukup memar sangat parah. Orang suruhan Rick cukup kuat memukulnya.Ava sejenak menunggu hingga James masuk mobil, dia melihatnya seperti biasa. Namun, sebagian orang menatapnya dengan Intens.Setelah memastikan James sudah ke mobil, berulah Ava turun. Sialnya, Scarlett ternyata baru saja menebus obat. Wanita itu menghadang Ava."Ava, apa kamu memukuli James?" Scarlett bertanya dengan marah.Ava menaikkan alis sebelum menjawab, "Apa kamu pikir aku bisa melukai hingga seperti itu?" Ava menyipitkan, suaranya begitu dingin.Scarlett memelototi Ava. "Bukan, tapi kamu menyuruh orang melakukannya. Apa kamu masih belum bisa melepaskan James? Minggu depan kami akan menikah, sekarang harus ditunda lagi karena James babak belur. Kamu benar-benar jahat Ava!"Ava mengerutkan alis, terheran.