Qairo langsung pergi ketika mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit. Ada pasien bayi yang baru lahir mengalami sesak nafas cukup parah. Keyla jadi ikut khawatir. Ia ingin sekali ikut kesana untuk menemani Qairo dan melihat kondisi bayi itu, tapi ia sudah terlanjur janji akan pergi ke panti asuhan bersama Arial hari ini.
Selepas Qairo pergi Keyla langsung menghampiri meja resepsionis, ia bertanya letak kamar Sarah. Arial tidak membalas pesan ataupun mengangkat telponnya, sehingga ia terpaksa bertanya pada resepsionis. “Kamar Kamboja nomor 34 ya?” Keyla berjalan membaca nomor yang tertera depan pintu lorong kamar rawat inap, “Ah ini.” Sebelum ia masuk, ia bisa melihat Arial melalui kaca pintu. Arial tengah menyuapi Sarah. Disana juga ia bisa melihat ada beberapa orang lain yang mungkin adalah teman atau kerabat Sarah. “Aku malu masuknya. Aku chat kak Arial aja deh, suruh dia keluar.” Keyla mengirim pesannya pada Arial. Ia bisaKeyla tertawa canggung untuk menutupi kekhawatirannya. Ia takut bu Fatma tahu kalau ia dan Arial benar sudah menikah. Niatnya tadi untuk memberi tahu langsung sirna karena pasti bu Fatma akan memberikan respon yang tidak ia harapkan.“Gak mungkin lah, bu, kak Arial mau nikahin aku.”Bu Fatma tertawa, “Ya namanya juga mimpi.”Mereka kembali berjalan menuju dapur. Disana ada Jasmine yang sedang memasak dalam porsi besar untuk makan siang semua penghuni panti.“Jasmine,” panggil Keyla.“Eh, Key, lo kapan dateng?” Jasmine sempat melirik sebentar sambil mengaduk Mi Godog Jawa di wajan besar.“Barusan. Aku bantuin ya?”“Boleh-boleh. Lo ambilin mangkuk sama piring ya.”“Oke.”Bu Fatma membiarkan Keyla membantu Jasmine, sedang beliau bersiap memanggil anak-anak panti lain untuk berkumpul di meja makan untuk makan siang bersama.Jasmine yang baru saja mematikan kompor melirik penampilan Keyla
Keyla berjalan setengah berlari setelah berpamitan pada bu Fatma dan adik-adik pantinya. Ia meminta Arial yang memaksa menjemputnya untuk menunggu di ujung jalan saja. Arial tentunya bertanya, kenapa ia tidak boleh datang ke panti asuhan, dan ia memberikan banyak alasan tidak masuk akal.Tok-Tok-TokKeyla mengetok kaca mobil Arial.Arial membuka pintu mobil untuk Keyla dari dalam.“Kak, cepet pergi,” pinta Keyla panik.“Kamu kenapa sih?”“Udah pergi dulu aja.”Arial terpaksa mengikuti perintah Keyla. Ia menstater dan melajukan mobil dengan kecepatan sedang.Jasmine yang membuntuti Keyla dan bersembunyi di balik pohon besar melotot kaget kala sadar mobil yang Keyla masuki adalah mobil milik dokter konsulen Obgyn, yakni Arial.“Si Key kenapa bisa masuk ke mobil dokter Arial ya?”Keyla terus melihat ke belakang mobil untuk mengecek seberapa jauh mobil Arial membawanya pergi. Ia membuang nafas lega ketika merasakan posisinya sudah aman.“Kamu habis maling ya?”Keyla melotot d
Keyla dan Arial mencium pipi papa dari sebelah kanan dan kirinya ketika mereka selesai sarapan pagi bersama. Papa tertawa amat senang karena kehidupannya terasa sangat bahagia memiliki menantu rasa anak seperti Keyla.“Pa, kita berangkat ke rumah sakit sekarang ya.” Keyla berpamitan. Tangannya sibuk membawa tas ransel berisi keperluan pribadinya.Papa mengangguk, “Hati-hati ya anak menantuku.”Keyla mengangguk tersenyum.Arial yang tak mendapatkan kata hati-hati cemberut. Ia pura-pura merajuk seperti anak kecil, “Keyla aja terus yang diperhatiin.”“Hahaha, kamu cemburu?”Arial tak menjawab. Ia mengayunkan tangannya untuk menuntun Keyla, “Ayo kita berangkat aja, sayang. Kita tinggalin papa disini. Biarin aja papa kesepian gak ada kita seharian.”Papa tertawa, ditemani mbok Darmi yang merasa Arial sangat kekanak-kanakan dan lucu. Keceriaan Arial kini kembali setelah keberadaan Keyla dirumah ini.Keyla meng
“Kerja bagus semuanya.” Rocky tersenyum amat riang ketika operasi bedah caesar kali ini berjalan lancar tanpa kendala. Ia keluar lebih dulu dari ruang operasi sambil membuka nurse cup dan masker. “Kerja bagus, dokter.” perawat dan dokter residen pun balik menyelamati.Keyla yang mengikuti proses operasi berjalan lunglai untuk membersihkan diri dengan melepas seluruh perlengkapan operasi dan mencuci tangannya.“Terima kasih ya, dokter Keyla sudah ikut operasi hari ini.” dokter residen yang mencuci tangan disebelah Keyla berucap ramah.Keyla mengangguk, “Saya yang terima kasih sudah dikasih kesempatan ini, dok.”“Sama-sama. Meskipun dokter utamanya jadi dokter Rocky tapi semuanya berjalan lancar.”Keyla tersenyum kecut. Hatinya kesal mendengar ucapan itu. Kemana ya perginya Arial hingga mangkir dari jadwal operasi caesar ini? Sepenting itu kah menemani Sarah sehingga ia tega mengoper pasien pada dokter lain. Untungnya
Keyla menutup pintu kamarnya di paviliun saat Arial masih mandi. Ia juga melirik ke arah meja makan, memastikan papa tidak ada disana. Ia harus bisa keluar dari rumah ini sekarang juga sebelum bertemu mereka. Ia masih begitu kesal pada Arial, dan belum siap bertemu papa karena pasti papa akan bertanya mengenai sikapnya yang acuh semalam.“Non Keyla, mari sarapan dulu. Bapak sebentar lagi juga turun.” Mbok Darmi tahu-tahu mendekatinya dari arah dapur.“Ehm.. aku lagi buru-buru, mbok. Tolong bilang sama papa kalo aku sarapan dirumah sakit ya.”“Tapi, non—”Keyla memegang kedua tangan mbok Darmi, “Tolong banget ya, mbok. Bilangin aku pasti sarapan kok. Aku pergi sekarang.”“Ya sudah, non hati-hati. Oyah, non di antar pak Udin ya ke rumah sakit?”“Gak usah, mbok, aku udah pesen taksi kok. Pergi dulu ya, mbok.” Keyla berjalan cepat setelah berpamitan.Keyla mengangguk sopan pada semua pekerja papa yang sedang bekerja d
Keyla mencoba mengatur nafasnya ketika seluruh badannya gemetar takut melihat penampakan tidak biasa rahim pasien yang sudah robek.“Ada apa? Key? Kamu gak papa ‘kan?”“Dok, rahim pasien robek.” lapor perawat dengan suara bergetar.“Oke, kalian tenang ya. Tolong alihkan panggilan menjadi video call, saya mau lihat.”“Baik, dok.” Perawat mengalihkan panggilan telpon menjadi video call. Dengan cepat kamera di arahkan pada perut pasien dan tangan Keyla yang gemetar hebat.“Ini pasien rujukan?”“Betul, dok. Pasien datang rujukkan darurat dari rumah sakit Mayapada. Dari rekam medis diketahui pasien pernah menjalani operasi rahim.”Wajah Arial tampak frustasi mendengar penjelasan perawat, “Pasien mengalami Ruptur Uterus. Itu kasus langka. Tapi saya percaya kalian bisa membantu pasien mengeluarkan bayinya. Sus, tolong bantu Keyla mengeluarkan bayi dan segera panggil dokter anak untuk memberikan tindakan segera pada bayi.
Setelah selesai bertugas di poli bersama Arial, Keyla berjalan sendiri menuju ruang NICU. Arial yang masih kesal padanya membiarkannya pergi sendiri. Paling Keyla mencari Qairo. Terserah saja lah.Keyla menyimpan papan alas ujian dan kertas catatan rekam medis dimeja depan NICU. Ia sudah izin untuk masuk kesini kepada kepala bagian untuk melihat keadaan bayi dari pasien yang melahirkan tadi pagi.“Siang, dok. Saya mau lihat bayi yang baru masuk NICU pagi tadi. Yang ibunya meninggal karena Ruptur Uterus.”Dokter residen yang sedang berjaga itu bangkit, “Mari saya antar.”“Terima kasih, dok.”Dokter residen itu membawa Keyla masuk dan menunjuk bayi yang sedang tertidur lengkap dengan selang disana-sini dalam sebuah inkubator khusus, “Tadi begitu masuk sini bayi sudah menjalani tes hitung darah dan pengambilan sampel feses. Kalau ada hal yang mengawatirkan bayi akan menjalani endoskopi. Tapi dokter Qai bilang, sejauh ini kondisi bayi cu
Arial dan Keyla berusaha kooperatif mengikuti panggilan polisi sore ini. Mereka tidak melawan sama sekali karena akan percuma jika saja itu terjadi. Mereka berangkat ke Mabes Polri menggunakan mobil kepolisian. Rocky yang kebetulan sedang melayani proses bayi tabung tentu tidak tahu adanya penangkapan itu. Tapi sebentar lagi ia pasti langsung mengetahuinya dengan cepat.“Silakan.” Personel kepolisian mempersilakan Arial dan Keyla untuk masuk ke dalam ruang penyidik.Arial berjalan amat datar seolah tidak terjadi apa-apa, sedangkan Keyla terus memperhatikan suami kontraknya karena takut sekali dengan penangkapan ini. Ia takut dipenjara, ia takut karir Arial yang cemerlang rusak karena ulah dirinya.“Untuk dokter Arial dan dokter Keyla akan dilakukan penyelidikan diruang terpisah.” Personil polisi yang memakai baju khusus menjelaskan.Keyla menggeleng, “Gak, pak. Saya... mau tetep sama kakak.”“Kakak?”“Maksudnya saya mau te
Keyla berjalan cepat dari dalam rumah melewati papa dan tante Puri.“Key, kamu mau kemana?” kejar papa.Keyla berlari keluar gerbang tanpa menggubris panggilan papa. Ia menghampiri Qairo, “Kak, tolong lupain masalah apapun yang lagi kakak hadepin. Anterin aku ke rumah kak Sarah sekarang!”“Sarah? Kamu mau apa kesana?”“Udah, ayo cepet.”Keyla masuk ke dalam mobil Qairo. Papa dan tante Puri menyusul. “Key, ada apa?”Keyla menangis dalam, “Jasmine bilang aku harus kesana untuk tahu sesuatu.”“Jasmine? Key, orang yang posting di web rumah sakit tentang kita udah pasti dia. Kamu ngapain percaya sama dia?”Keyla memutar suara voice note whatsapp dari Jasmine, “Key, gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue atas semua yang gue lakuin ke elo. Tapi gue mohon sekarang lo ke rumah dokter Sarah untuk tahu kelakuan dokter Arial yang sebenarnya.”“Key, Jasmine paling cuma mau cari masalah baru. Dia gak bener-bener akan buktiin omongannya.”“Udah, kak, ngebut aja. Kita harus sampe k
Sudah jam sembilan malam tapi Arial tak kunjung pulang. Keyla sudah menanyakan pada kepala suster, apakah Arial ada panggilan darurat, kepala suster mengatakan tidak. Arial katanya sudah pulang setelah ujian anak ko-as selesai. Itu berarti sudah dari sore ‘kan? “Key, mungkin Arial masih di jalan. Atau dia makan dulu sama Rocky.” Papa berusaha menenangkan hati menantunya yang khawatir. “Iya, pa. Mungkin.” Mbok Darmi menghampiri Keyla dan papa yang berdiri di samping kolam renang, “Permisi, pak. Ada bu Puri dan den Qairo di depan. Katanya mau ketemu bapak.” “Qairo?” “Kak Qai? Pa, aku ikut ya?” “Jangan sayang, nanti dulu. Nanti begitu papa sudah bicara dengan Qairo dan tante Puri, mbok akan panggil kamu disini ya. Papa... ada pembicaraan khusus sama tante Puri. Satu minggu ini tante Puri terus bilang ada hal penting yang mau dikasih tahu, tapi dia gak bicara terus.” “Oh, iya, pa.” Papa masuk ke dalam rumah disusul mbok Darmi. “Pur, Qairo?” “Pras.” Papa terkejut meli
Keyla mengejar Qairo. Ia ingin menjelaskan bahwa kejadian malam itu tidak seperti dugaannya. Syukur-Syukur Qairo sudah melihat postingan klarifikasi Yoga yang menyebutkan jika ia adalah dalang dari semuanya. Ia juga menjelaskan bahwa Qairo dan Keyla tidak melakukan apapun. “Kak Qai kok malah pergi sih?” Keyla balik badan untuk mempersiapkan ujiannya. Ia tidak punya banyak waktu dan harus menunggu gilirannya berhadapan dengan dokter konsulen stase kandungan. Saat berjalan ke arah poli kandungan, Keyla mendadak terdiam. “Key?” “Kak Rocky?” “Kamu ngapain disini? Bukannya hari ini kamu ada ujian?” “Aku... mendadak mual, kak.” “Mual? Kamu masuk angin?” “Kayaknya sih.” “Ya udah ke ruangan aku dulu yuk, aku ada minuman pereda masuk angin.” Keyla mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Rocky. Qairo yang sembunyi di balik meja jaga UGD, mengikuti Keyla. Sepanjang jalan ia berpikir kenapa Keyla mual tiba-tiba, “Apa jangan-jangan Keyla ... hamil?” Qairo semakin frust
Bu Fatma menggeleng. Tante Puri diam sejenak, “Sebentar. Sewaktu menyimpan Karenina, saya pakaikan dia kalung Mutiara. Jadi...” beliau menutup mulutnya tak percaya, “Karenina itu... Keyla, bu?” Bu Fatma mengangguk. Tante Puri menangis bahagia begitu mengetahui bahwa Karenina Adriana, anaknya, adik Qairo adalah Keyla, anak panti asuhan yang dulu dibencinya dan sempat diancam akan di akhiri hidupnya. Dunia ternyata begitu sempit untuk berjarak dengan darah dagingnya sendiri. “Saya baru tahu semalam begitu mendapati foto ini di laci. Dibelakang foto itu ada coretan nama Karenina Adriani dan diganti Keyla Natania. Itu adalah tulisan ibu panti sebelumnya.” Tante Puri membalikkan fotonya, beliau mendapati apa yang dimaksud bu Fatma, “Bu, anak saya... Keyla? Ya ampun, saya senang sekali mendengarnya.” Bu Fatma ikut menangis, “Keyla pasti senang sekali jika tahu ibu kandungnya adalah ibu.” Mereka berpelukkan, “Tolong temani saya mengatakan hal ini pada Keyla, bu.” Bu Fatma
Tante Puri mengedarkan lagi matanya ke arah taman yang tak jauh dari panti asuhan Kasih Ibu berada. Waktu kecil Qairo sering kesini untuk main. Barangkali ia datang kesini. “Qai, kamu kemana sih?” Bu Fatma yang masih merasakan kakinya kaku setelah terkena stroke kemarin, selalu rutin jalan-jalan ke arah sini. Beliau tidak sengaja melihat tante Puri yang ditemani supirnya berdiri di salah satu spot taman. “Kenapa ya bu Puri ada disini? Aku samperin aja ah.” Bu Fatma berjalan bersusah payah menaiki tangga taman, “Bu Puri.” “Bu Fatma?” tante Puri membantu bu Fatma untuk naik tangga, “Saya bantu. Kita duduk di kursi ya, bu, ayo.” Mereka duduk di kursi besi taman. Begitu mereka duduk, supir bu Puri pergi menjauhi untuk memberikan pri “Bu Puri lagi apa disini?” “Saya lagi cari Qairo, bu.” “Loh, memang nak Qairo kemana?” Bu Puri membuang nafas pelan. Bu Fatma tentu tidak akan tahu kasus Keyla dan Qairo yang tersebar luas di web rumah sakit, “Itu... ada foto dan video Qai
“Aku ada panggilan darurat dari rumah sakit. Kamu sama papa makan duluan aja. Kalo sempet aku pasti pulang.” “Ya udah. Nanti pulangnya hati-hati ya, mas.” “I-iya.” “Kok tegang gitu?” “Aku cuma belum biasa. Ya udah aku tutup ya.” “Oke, mas Arial. Love you.” Arial melirik Sarah, “Love you too.” Sarah menunduk begitu Arial membalas ucapan cinta dari Keyla. Ia tak seharusnya ada disini. Ia seharusnya menolak ajakan Arial tadi dan pergi saja ke rumah sakit. Ia akan mengunci diri di ruang pribadinya. “Sar, maaf.” “Buat?” “Aku gak bilang kalo Keyla istri aku.” Sarah tersenyum. “Kok senyum?” “Gak papa.” “Aku bener-bener brengsek.” Sarah tak menjawab. Arial menggeser posisi duduknya jadi menghadap Sarah, “Awalnya pernikahan aku sama Keyla cuma kontrak. Kita gak bener-bener mau menikah. Tapi papa—maksa.” “Om Pras sayang banget sama Keyla. Beliau selalu muji Keyla dibanyak kesempatan. Aku ngerti sekarang, kenapa om Pras ngelakuin itu. Karena Keyla bukan cuma a
Malam ini juga, Arial datang ke rumah Sarah untuk memutuskan hubungan mereka. Ia yakin pacarnya itu tahu kalau ia dan Keyla sebenarnya sudah menikah. Ia sudah menyiapkan mental dan jawaban ketika Sarah marah. Ia juga siap minta maaf pada Sarah dan kedua orang tuanya, karena itu memang murni kesalahannya. Sarah hari ini tidak datang ke rumah sakit. Ia cuti dadakan entah dengan keperluan apa. Arial yang tidak ada jadwal jaga malam memanfaatkan waktu ini untuk memenuhi janjinya pada Keyla. Arial baru sampai depan rumah Sarah yang besar. Ketika sampai teras, terdengar suara teriakan. “Itu suara apa?” “Kamu gak perlu repot-repot mikirin Arial yang udah nikah sama si anak panti asuhan itu. Ini bukan urusan kamu.” suara papih menggema sampai keluar. “Papimu bener. Kamu pura-pura gak tahu aja. Kamu lebih berhak menjadi istrinya dari pada si Keyla itu.” suara mami tak kalah menggema. “Tapi mi, pi, aku gak mungkin rebut Arial.” “Kalo perlu, rebut! Papi dan mami gak mau tahu, kamu
Arial dan Keyla baru saja memposting pernyataan bahwa mereka adalah suami istri yang disebarkan luas ke semua grup chat poli. Semua staf rumah sakit harus tahu agar tidak ada lagi berita aneh yang akan menyudutkan Keyla. Kini mereka baru sampai rumah sakit. Rocky yang menunggu di depan lift hanya menampilkan wajah cemberut. “Ky, lo kok gak masuk? Bentar lagi jam praktek lo ‘kan?” Rocky menatap tangan Arial dan Keyla yang bertaut. Kenapa selama ini ia tidak peka ya, bahwa mereka adalah suami istri? “Udah jangan cemberut terus. Perempuan masih banyak.” Rocky menatap Arial kesal, “Diem lo.” “Biar lo gak cemburu, gue sama Keyla duluan ya. Gue tunggu hadiah pernikahan dari lo.” Arial berjalan melewati Rocky. “Kak, duluan ya.” Rocky hanya mengangguk pelan. Patah hatinya cukup parah setelah tahu kalau perempuan yang ia impikan jadi istrinya adalah istri sahabatnya, “Al, gue mau ngomong sama lo nanti. Harus pokoknya.” “Gampang.” Arial dan Keyla melewati banyak orang di lo
Arial tak mendapati papa ada di meja makan. Di cari di kamarnya pun tidak ada. “Den Arial cari bapak?” tanya mbok Darmi. “Iya, mbok. Papa mana ya?” “Bapak di depan, den. Bapak katanya mau menginap di rumah ibu Mira di Bogor.” “Kenapa tiba-tiba?” “Semalaman bapak gak tidur dan menangis dipinggir kolam, den, ditemani pak Udin. Menurut mbok memang lebih baik bapak menenangkan diri dulu di rumah bu Mira.” “Papa masih di depan ‘kan, mbok?” “Masih, den.” Arial berjalan cepat menuju depan rumah. Papa sedang memantau pak Udin yang sedang memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. “Pa,” “Rial?” “Pa, aku mau bicara sebentar.” Papa melirik ke dalam rumah, “Keyla mana?” Arial berusaha menahan senyumnya, “Masih tidur.” “Papa mau pergi sebelum Keyla bangun. Papa—butuh waktu untuk menerima semua ini.” “Keyla bangunnya pasti akan telat, pa. Jadi aku mohon kita bicara dulu.” Papa menatap bagasi mobil yang sudah ditutup dan pak Udin yang masuk ke dalam mobil. “Pak Udin