Satu minggu berlalu. Keyla dan Qairo kembali menjadi sepasang kekasing, Arial dan Sarah pun jadi sepasang kekasih baru. Tidak ada yang tahu selain mereka, karena kalau ada orang yang tahu akan habis. Masing-masing pasti mendapatkan teguran keras dari papa dan tante Puri. Sekarang, saat malam minggu, dan Arial sudah memastikan tidak ada pasiennya yang akan melahirkan, ia merencanakan liburan ke vila keluarganya di Bogor mengajak Keyla. “Kok dadakkan sih, Al? Papa bisa loh mempersiapkan semuanya kalo kamu bilang lebih awal.” Arial yang sedang mempacking baju-bajunya serta Keyla tersenyum melirik papa yang berdiri di lawang pintu kamarnya, “Namanya juga dokter, pa. Tadi sore aja aku masih ada tindakan. Mumpung besok libur, aku mau bawa Keyla—ya sebut aja honey moon.” Papa tersenyum, “Kamu udah bicarain soal permintaan papa belum sama istrimu?” Arial diam sebentar, lalu mengangguk ragu, “Udah, pa.” “Gimana katanya?” papa menghampiri Arial, “Keyla setuju ‘kan untuk kasih papa
Arial menyalakan api unggun dibantu Qairo. Sedang Keyla dan Sarah sibuk menata makanan di karpet yang digelar dekat api unggun. “Bisa gak sih nyalainnya? Lama banget!” tanya Keyla kesal karena sudah sepuluh menit tapi tak ada percikap api sedikitpun yang membakar kayu bakar susun api unggun. “Bentar dong, bawel banget sih!” hardik Arial kesal. Ia tidak pernah menyalakan api unggun sebelumnya, sehingga begitu kesulitan untuk menyalakan api. “Bentar lagi, sayang.” tutur Qairo lembut. Keyla mendelik sambil menyusun kaleng soft drink, “Bilang aja kalo gak bisa, sok banyak gaya banget sih.” Sarah tertawa, “Mereka mana pernah sih bikin api unggun, jadi pasti lama.” “Tangan ajaib mereka emang khusus buat di meja operasi aja, gak bisa dibawa ke alam begini.” “Iya.” Keyla bangkit dari duduk silanya, ia mendorong Arial dan Qairo, “Enyah kalian.” “Mau ngapain?” Arial mengernyit keheranan. “Ini udah mau jam dua belas, kalo kita nunggu kalian yang nyalain api unggun, bisa-bisa
Keyla duduk disofa meneguk coklat panas buatannya karena masih belum ingin tidur. Ia juga tidak enak jika harus masuk kamar karena Sarah sedang menangis. Ia satu kamar dengan Sarah malam ini, sedangkan Arial dan Qairo tidur sendiri-sendiri. Ia jadi menyesal menerima usul Arial untuk tidur dengan Sarah. “Tapi ‘kan aku emang gak berani tidur sendiri. Ah, ada-ada aja, harusnya tadi aku usulin kita tidur bareng-bareng aja depan tv. Kalo gini ‘kan jadi susah.” Keyla bangkit dari sofa, vila yang dikelilingi dinding kaca membuatnya bisa melihat kalau Arial masih duduk anteng bersama Qairo. Kadang mereka terlihat tertawa, kadang serius. “Apa sih yang lagi mereka omongin? Mereka lagi... ngegosip?” Arial yang masih ingin membicarakan banyak hal dengan Qairo, diam sejenak. Ia bisa melihat Keyla yang sedang menatap ke arah sini. Qairo sedang asik makan, sehingga ia tidak tahu itu. “Qai, gue ke toilet dulu.” “Oke.” Arial bangkit. Ia berlari menuju dalam rumah. Ia menghampiri Keyla y
Liburan akhir pekan yang dikira akan sangat menyenangkan ternyata tidak terjadi demikian. Qairo dan Sarah jadi banyak diam saat dimeja makan. Setelah makan pun mereka selalu mencari cara untuk tidak terus bersama. Sarah pura-pura sibuk menyiram tanaman, sedangkan Qairo sibuk dengan ponselnya. Arial dan Keyla yang tahu apa yang membuat masing-masing pasangan mereka jadi seperti itu hanya bisa diam. “Gimana kalo mereka curiga, kak?” Arial mengaduk teh Mint buatannya di meja ailen, “Apa kita... putus aja dari mereka?” “Kak!” “Key, Sarah gak bahagia sama aku.” “Itu ‘kan kalian. Aku sama kak Qairo gak begitu.” “Qairo juga sebenernya—eum, maksud aku—” “Kakak mau bilang apa?” Arial menggeleng. Qairo menghampiri mereka, ia membawa tas ranselnya, “Sayang, aku ada panggilan ke rumah sakit. Aku duluan ya.” Keyla bangkit dan kursi, “Beneran ada panggilan dari rumah sakit?” Qairo menunjukkan pesan dokter residen pada Keyla, “Aku masih jadi dokter Madya, jadi harus banyak mel
“Gak mungkin.” Arial menatap papa tidak percaya, “Sarah gak mungkin ngelakuin itu, pa.” “Gak mungkin apanya? Jasmine sendiri yang bilang ke papa.” “Mana mungkin Sarah yang minta Jasmine buat nyebarin foto dan rekaman suara itu di grup poli obgyn dan web rumah sakit. Apa untungnya buat Sarah?” “Mana papa tahu. Tapi Jasmine bisa menunjukkan bukti itu pada papa. Ada bukti chat dengan Sarah, dimana dia transfer uang yang besar buat Jasmine dan minta dia tutup mulut.” Arial tak bicara lagi. “Kamu lupa Sarah menjadi orang yang terlihat paling peduli sama Keyla waktu dia ramai dihujat orang satu rumah sakit? Karena dia mau menyembunyikan kebusukannya, Arial.” “Tapi, pa, buat aku masih gak masuk akal Sarah ngelakuin itu.” “Kamu pernah dituduh Keyla menyembunyikan rekam medis atau laporan apalah itu, ‘kan?” Arial diam sejenak, ia mengangguk begitu ingat kejadian itu. “Waktu papa iseng cek cctv buat liat perlakuan orang-orang sama Keyla, papa gak sengaja liat Sarah buang berle
Arial membuang nafasnya beberapa kali dimeja kerja ruangan pribadinya. Ia sudah melihat bukti chat Sarah pada Jasmine, yang memintanya untuk menghancurkan mental Keyla. “Kenapa sih semuanya gak berjalan sesuai mau gue? Kenapa harus Sarah dalang dibalik semuanya? Jasmine bener, kalo dia jahat sama Keyla, dia gak dapet apa-apa, sedangkan Sarah... dia bisa dapetin perhatian gue balik lagi ke dia.” Arial menjatuhkan kepalanya pada bagian belakang kursi, “Gue paling gak nyangka Sarah yang minta Jasmine bilang kalo Keyla pulang sama Qairo waktu itu, sampe bikin Keyla jatoh di toilet. Sar, kamu kenapa sih? Keyla salah apa sama kamu?” Ceklek. “Al?” Arial terduduk tegap, “Sar?” Sarah masuk, membawa satu kotak Red Velvet dan dua cup kopi. Ia langsung duduk di sofa, “Sini, sayang.” Arial mengernyit, Sarah memanggilnya sayang? Ia bangkit dari meja kerja dan duduk disebelah Sarah. Ia terus memperhatikan wajah kekasihnya yang ceria itu, padahal tadi pagi ia menahan marah yang teramat,
Karena tidak kuat melihat Keyla yang diam saja pada Arial dan Sarah, tante Puri langsung datang ke rumah papa untuk membicarakan hal ini. Beliau tahu Keyla akan terus diam entah sampai kapan. “Pur? Kamu ngapain kesini malam-malam?” papa menuruni tangga dan melirik tante Puri yang duduk di sofa depan tivi. “Aku gak bisa tidur, Pras.” Papa menguap lebar-lebar, “Gak sopan kamu bertamu jam sebelas malam begini, seperti Kelelawar.” “Terserah kamu mau panggil aku apa. Kita ke belakang yuk.” “Kamu duluan, aku belum cuci muka.” Tante Puri menurut, beliau langsung berjalan ke area belakang rumah, duduk dikursi santai depan kolam renang besar ditemani dua gelas teh Jahe. Tak lama papa menghampiri, papa duduk di kursi samping mengusap wajahnya dengan handuk kecil. “Pras, aku sudah tahu Arial dan Keyla adalah suami istri.” Papa melirik tante Puri, “Kamu—tahu? Dari mana?” “Arial keceplosan ngomong sama Keyla waktu di rumah Mira. Aku kebetulan hari sabtu ke rumah Mira.” “Mira?”
“Lihat lebih dekat.” ujar seorang dokter utama obgyn yang sedang memeriksa jaringan dalam rahim pasien yang sedang di operasinya.Lima dari dokter ko-as mendekati meja operasi. Mereka saling mengangguk saat melihat bersama-sama bagaimana kondisi rahim pasien.“Bangunin Keyla.” titah Arial tanpa melirik pada kerumunan dokter ko-as, apalagi pada orang yang bernama Keyla.Semua dokter ko-as serempak mundur. Dua diantaranya menggoyangkan tubuh Keyla. “Key, bangun.” bisik salah satu dari mereka. “Hm?” gumam Keyla. Ia yang amat kelelahan sehingga bisa tidur dalam keadaan berdiri diruang operasi.Ke-lima dokter ko-as yang satu kelompok dengan Keyla memberi kode bahwa ia dipanggil dokter utama operasi hari ini. “Dokter panggil saya?” tanya Keyla dengan suara pelan.“Maju kesini.”Keyla maju dua langkah. Ia kini berdiri disamping Arial dan dokter residen yang sedang melakukan pengangkatan rahim.“Kamu tahu kondisi apa yang dialami pasien?” tanya Arial. Wajahnya tetap fokus menatap r