***
Gadis sudah datang ke Sarutahiko Coffee, salah satu Coffe shop yang terletak di Shibuya-ku, Tokyo. Konon katanya Coffee shop ini pemiliknya adalah salah satu aktor terkenal Jepang dan terkenal karena kualitas kopinya yang melegenda.
Gadis duduk di depan Yamazaki, diapit oleh Ratu dan juga Mesya.
"Assalamualaikum, maaf kami agak telat datang," sapa Gadis menyapa ketiganya. Fatih dan Raisya mengangguk, menjawab salam dan tersenyum ramah padanya, sedangkan Yamazaki... Lelaki itu tak mengatakan apapun ataupun tersenyum. Lelaki itu begitu dingin dan tak mau menatapnya sama sekali. Menyebalkan dan membuat Gadis ingin sekali protes dengan wajah dingin yang selalu lancang ia rindukan itu.
Sudah berjalan kurang lebih lima belas menit mereka berbincang, tapi lelaki rahasia yang katanya ingin mengungkapkan perasaannya itu tak juga datang. Apa memang telat? Kenapa Yamazaki maupun yang lainnya tak mengatakan apa-apa tentang lelaki itu? A
***"Bagaimana Gadis? Apa kamu mau menerima Sensei?" tanya Fatih memastikan lagi.Gadis bingung, haruskah ia langsung menjawabnya? Di hatinya masih banyak pertanyaan yang mengganjal dan ia butuh jawaban agar tidak ada lagi keraguan di hatinya. Apalagi yang ia tahu kalau Yamazaki dan Aisyah menyimpan perasaan satu sama lainnya. "Saya butuh waktu untuk menjawabnya," balas Gadis."Aku kasih waktu maksimal seminggu kamu menjawabnya!" tegas Yamazaki."Kenapa hanya seminggu?" tanya Gadis terkejut."Jangan terlalu lama, Gadis. Hal itu tidak baik dan juga agar Syetan tidak ikut terlibat dan membuatmu ragu pada niat baikku ini," jawab Yamazaki.Gadis mengangguk. "Baik, Sensei. Nanti saya akan memberitahukan jawaban saya pada Sensei langsung.""Aku tunggu dan jika banyak keraguan di hatimu, kamu bisa tanya langsung padaku ataupun pada Raisya. Tanyakan saja apa yang mengganjal di hatimu," ucap Yamazaki. Gadis
***Sudah tiga hari berlalu... Sejak Yamazaki mengungkapkan perasaannya pada Gadis dan meminta perempuan itu untuk menjadi pendamping hidupnya, semua terasa begitu cepat bagi Gadis dan ia pun masih merasa bahwa apa yang terjadi adalah mimpi. Dan semenjak perasaannya terungkap, Yamazaki lebih menjaga jarak dengan Gadis, ia tidak ingin seringnya pertemuan dengan perempuan itu membuat ia lepas kendali dan lancang menikmati wajah indah Gadis yang tiap malam ia curi untuk dibawa dalam tidurnya.Bagaimana dengan sikap Gadis? Tentu saja ia pun tak pernah sebebas bicara seperti dulu, hatinya agak malu dan juga setiap tak sengaja melihat Yamazaki, dadanya pasti berdebar lebih cepat. Gadis tidak ingin Yamazaki menyadari bahwa dirinya selalu gugup jika berada dekat dengannya.Gadis melepas lelah akan tugasnya di perpustakaan kampus, ia ingin meredakan semua rasa kalutnya dengan membaca buku yang ia sukai. Baru saja ia duduk, kedua matanya terbelalak sempurna sa
***Gadis tersenyum tipis, ia memang agak ragu karena masa lalu dirinya. Lelaki itu memang selalu ada dalam pikirannya, tapi untuk memulai ke arah pernikahan membuatnya harus berpikir seribu kali karena ia masih sedikit trauma dengan usia pernikahannya yang sangat singkat. Devano dulu adalah lelaki manis nan romantis yang tak pernah terbesit di dalam pikirannya kalau lelaki itu akan selingkuh dan mengkhianati janji suci keduanya di hadapan Allah. Lantas dengan waktu yang singkat ini, bagaimana bisa ia percaya penuh? Gadis takut jika kebahagiaan ini hanya akan berumur pendek atau manis di awalnya saja.Yamazaki menangkap keraguan di kedua mata Gadis, ia menghela napasnya panjang dan mengeluarkan selembar surat dari saku kemejanya dan menyerahkannya pada Gadis. "Ini baca surat untukmu, aku menulis ini karena sepertinya kamu masih tidak yakin dengan niat baikku," ucapnya. "Teruslah shalat dan berdzikir agar hatimu Allah jauhkan dari keraguan yang Syetan berikan.
***Gadis melangkahkan kakinya ke masjid Indonesia-Tokyo yang berada di Meguro, Tokyo. Hari ini ia tidak pergi ke ke kampus karena memang tidak ada jadwal dan memanfaatkannya untuk bertemu dengan Maryam, guru ngaji dan tempatnya untuk cerita segala hal. Gadis memang ingin menceritakan semuanya pada Maryam mengenai Yamazaki, lelaki yang ternyata diam-diam menaruh perasaan padanya."Assalamu'alaikum... " Sapa Gadis dengan senyum sumringah, ia langsung masuk ke salah satu ruangan masjid yang Maryam biasa di sana."Wa'alaikumussalam," balas Maryam dengan mengukir senyum.Gadis langsung berlari kecil dan memeluk Maryam membuat perempuan itu sedikit terkejut. "Kenapa manja begini? Pasti ada hal bahagia yang ingin kamu ceritakan sama Kakak ya?" tanya Maryam menebaknya.Gadis melepaskan pelukannya dan ia pun mengangguk malu-malu dengan wajah yang merah merona."Jangan-jangan ada lelaki yang ingin melamarmu ya?" Maryam menebak
***"Semua terjadi atas kehendak Allah dan dia tidak berhak memaksakan perasaan orang lain juga. Allah yang mengendalikan hati manusia, jadi kenapa dia harus di marah dan merasa kamu merebutnya? Dia dan calon suamimu kan tidak dalam suatu hubungan, jadi kata Kakak kamu tidak perlu merasa tidak enak, wong calon suamimu saja enggak membalas perasaannya," ucap Maryam.Gadis langsung merona malu saat mendengar Maryam mengatakan 'Calon suamimu' padahal ia belum memutuskan untuk menerima Yamazaki. "Iya, Kak. Mungkin aku banyak takutnya, padahal aku enggak merebut apapun darinya," balas Gadis dengan pelan."Lelaki itu siapa, apa Kakak kenal juga?" tanya Maryam penasaran.Gadis mengangguk. "Kakak pasti kenal.""Siapa?" tanya Maryam tak sabar."Sensei...""Sensei? Dosen pembimbingmu? Kento Yamazaki?" tanya Maryam sedikit terkejut."Iya. Dia lelaki itu," jawab Gadis malu-malu."Alhamdulillah....
***"Hari ini tidak pergi ke kampus?" tanya Mesya"Memang tidak ada jadwal," jawab Gadis, ia merapikan beberapa bajunya yang belum sempat ia lipat."Tumben, biasanya walau tidak ada jadwal kamu selalu rajin pergi ke perpustakaan kampus," ucap Mesya. "Kamu lagi menghindari seseorang ya?" Mesya menatap Gadis curiga."Memang hari ini niatnya mau beres-beres di apartemen. Aku selalu sibuk dan tak sempat membereskannya, Alhamdulillah ada kamu jadi bisa bantuin aku,"balas Gadis sambil nyengir."Dasar ya dari dulu tak pernah berubah!" sungut Mesya sambil berpura-pura kesal. "Lalu bagaimana dengan jawabanmu pada Yamazaki-san? Apa kamu sudah memutuskannya?"Gadis mengangguk. "Aku akan kirim pesan sama Sensei nanti malam saja.""Lho kenapa lewat pesan? Kenapa tidak langsung bicara saja? Jangan-jangan kamu mau menolak Kento-san?" Mesya terkejut dan menatap Gadis tak percaya."Mau menerima atau menolak, memang ba
***"Sensei!Yamazaki langsung menghentikan langkahnya dan ia berbalik melihat siapa orang yang memanggilnya. Yamazaki melihat Aisyah dan Noor sedang berjalan menghampirinya."Assalamu'alaikum, Sensei..." sapa Noor dengan ramah."Wa'alaikumussalam," balas Yamazaki."Sensei tumben ada di sini? Tidak sibuk di kampus?" tanya Noor."Hari ini kebetulan jadwalnya tidak terlalu padat dan bisa menyempatkan datang ke sini menemui Fatih," jawab Yamazaki."Kalau begitu saat ini ada waktu?" tanya Noor."Memangnya ada apa?""Hari ini kak Aisyah sedang milad dan Alhamdulilah kita mau berkumpul untuk makan-makan. Mungkin kehadiran Sensei bisa jadi kado terindah untuk kak Aisyah," balas Noor sambil melirik ke arah Aisyah.Yamazaki tersenyum tipis. "Maaf, sepertinya tidak bisa.""Kenapa?" tanya Noor terkejut karena baru kali ini Yamazaki menolak permintaan
***Pagi ini Gadis sedikit terlambat datang ke ruang laboratorium karena semalam suntuk, Ratu menginap di apartemennya dan membuka sesi curhat padanya. Gadis langsung masuk dan tersenyum pada semuanya. "Selamat pagi!" sapanya sambil duduk di mejanya."Pagi, Gadis. Tumben hari ini sedikit terlambat," balas Deborah."Semalam ada temanku yang menginap dan kamu tahu kalau para perempuan berkumpul pasti mereka melupakan semuanya, termasuk waktu," balas Gadis sambil tersenyum."Pantas saja matamu terlihat lelah. Nanti kita ke Coffee Shop ya biar kamu tak lelah lagi," ajak Deborah dan Gadis mengangguk."Gadis, kamu melupakan chat yang aku kirimkan semalam?" Albert berbisik memberitahukannya.Gadis langsung menepuk jidatnya. "Astaghfirullah... Aku lupa! Semalam sempat baca dan saat aku mau balas ponselku tiba-tiba mati, jadi aku lupa mau balas lagi tadi," ujarnya. "Maaf ya..."Albert mengangguk. "Enggak masalah, kam