***Gadis merasa lega karena semalam ia bisa menumpahkan segala kerinduan yang dulu ia enggan katakan pada ayahnya karena ia malu dan canggung untuk mengatakan langsung. Gadis tersenyum melihat wajah ayahnya yang tidak bisa menyembunyikan rasa harunya karena ia mengatakan rindu dan tentunya saat ia mengatakan bahwa saat ini resmi menutup aurat. Gadis menghela napas panjang, hari ini ia dan Mesya akan pergi masjid Camii untuk datang ke perkumpulan komunitas muslim di Jepang. Gadis bergegas pergi agar ia tidak terlalu telat.“Mesya!” pekik Gadis terkejut.“Baru bangun?” tanya Mesya menyelidik, belum Gadis menjawabnya Mesya langsung bertanya lagi, “Kamu habis nangis?”Gadis menghela napasnya dan ia menggelengkan kepalanya. “Memang tadi selepas subuh, aku ketiduran saat asyik membaca buku dan semalam aku nangis karena merindukan keluargaku. Ayahku pun semalam menangis, tapi ayah menangis karena terharu kalau aku sekarang gendutan. Aku gendutan ya?”“Kamu sekurus ini disebut gendut? Lalu a
***Gadis termenung menatap layar laptop, setelah melakukan video call sebentar bersama Elang yang sudah lama tak pernah bertemu meski di layar gadget, ia menangis merindukan saudara satu-satunya itu karena biasanya bulan ramadhan selalu menghabiskan waktu secara khusus untuk keluarga saat Elang bisa pulang.“Gadis, kenapa menangis?” tanya Albert, ia duduk di depan Gadis.Gadis tersenyum dan ia menyeka air matanya dengan tissue. “Aku hanya merindukan keluargaku, biasanya aku enggak pernah jauh dari mereka. Ramadhan kali ini sungguh berbeda dan hari raya nanti aku pun tidak bersama mereka, seperti ada tempat yang kosong di hatiku.”“Di sini ada aku dan lainnya, jadi kamu tidak kesepian. Bagaimana kalau kita merayakan hari raya agamamu dengan pergi berwisata ke Sapporo?” kamu pernah pergi ke sana?”Gadis menggelengkan kepalanya. “Di mana itu?”“Sapporo terletak di bagian utara negara Jepang dan Sapporo adalah salah satu destinasi liburan musim panas di dunia dan menghadirkan pemandangan
***“Bagaimana puasa di Tokyo?” tanya Aisyah.“Sedikit agak berat karena waktunya lebih lama dan puasa kali ini bertepatan dengan musim panas. Tapi yang lebih membuat sedih itu karena ini adalah puasa pertama yang jauh dari keluarga,” jawab Gadis.“Memang agak berat bagi yang pertama kali datang ke Jepang. Tapi semuanya tidak terasa berat karena di sini kita menemukan orang-orang yang baik. Dulu juga aku begitu, merasa sedih karena jauh dari sanak saudara,” ucap Aisyah. Lalu ia mengehela napas sejenak sebelum melanjutkan obrolannya. “Gadis, waktu itu maafkan aku ya! Aku enggak tahu tentang masalahmu. Maafkan aku kalau ucapanku itu membuatmu sakit hati.”Gadis tersenyum. “Harusnya aku yang minta maaf sama kamu, Kak. Aku pergi begitu saja tanpa pamit dan mengucap salam. Harusnya aku menjawab pertanyaanmu bukan lari.”“Aku yang salah. Aku langsung saja menanyakan hal yang pribadi di depan banyak orang. Harusnya kalau aku tanya ya hanya ada kamu saja. Maafkan aku ya!”“Enggak masalah, Kak
***Albert mengajak Gadis ke Shinjuku Gyoen. Di Shinjuku terdapat gedung-gedung pencakar langit, pusat-pusat perbelanjaan dan banyak gedung berasitektur kuno. Di distrik inilah Gadis bisa menemukan spot-spot untuk merasakan keaslian alam.“Meski saat ini sedang musim panas, tapi aku bisa melihat daun sangat lebat dan pepohonan. Terasa sangat menenangkan, aku suka!” seru Gadis.“Di Shinjuku kita dapat menikmati pemandangan dari tiap-tiap musim karena di sini ditanami berbagai jenis tanaman. Kita dapat menikmati bunga sakura dan bunga-bunga lain yang bermekaran di musim semi, daun lebat pepohonan di musim panas, pemandangan indah daun-daun momiji yang berguguran di musim gugur, dan salju juga daun-daun di pepohonan yang mengering di musim dingin. Kamu jangan pernah melewatkannya!” tutur Albert.“Kamu ternyata tahu segalanya tentang Jepang, kamu sudah lama di Tokyo?”“Tidak semuanya tahu, aku pergi bersama teman-temanku jika sedang suntuk dan aku sudah tiga tahun menetap di sini,” balas
***“Semuanya sudah bagus, saya tinggal menunggu presentasi dari kalian. Nanti untuk jadwalnya saya akan menghubungi kalian lagi,” ucap Yamazaki, ia menyerahkan masing-masing paper pada Albert dan Deborah. Namun ada hal yang aneh, keduanya belum juga beranjak dari kursinya dan membuat Kento kebingungan karena mereka saling menatap satu sama lainnya dengan tatapan bingung. “Ada hal yang ingin kalian sampaikan?”tanyanya.“Iya, Sensei. Masalah izin untuk beberapa hari,” balas Deborah cepat.“Kamu ingin mengambil cuti untuk alasan apa?”“Bukan saya, tapi izin untuk semuanya, Sensei,” sahut Deborah.Kening Kento mengerut. “Untuk semuanya? Maksud kamu semua mahasiswa yang saya bimbing ingin mengajukan cuti?”“Iya, Sensei. Kami ingin liburan sejenak ke Sapparo. Hanya izin dua hari, kita ingin cuti karena selama ini selalu sibuk dengan pekerjaan di laboratorium dan juga riset. Sekalian untuk merayakan kedatangan Gadis dan merayakan hari raya agamanya. Apa Sensei mengizinkannya?” terang Debora
***Gadis sudah berada di rumah mewah milik kedua orang tua Yamazaki dan Harumi yang berada di Gaienmae dan Aoyama-itchome dan terletak dekat satu sama lain dengan Omotesando. Keduanya merupakan lingkungan kelas atas dengan jalan-jalan yang mengesankan seperti Icho Namiki Avenue yang juga dikenal sebagai “Golden Street” karena terdapat pohon-pohon ginkgo kuning emas di sepanjang jalan tersebut. Gadis tentu saja tak bisa menyembunyikan kekagumannya melihat rumah mewah yang berada di Gaiaenmae dan Aoyama-itchome. Gadis menilai lingkungan ini berdiri sebagai lambang perkembangan Tokyo. Tempat-tempat tersebut tidak hanya memiliki butik mewah, restoran, dan rumah modern, tapi juga taman hijau yang mengesankan dan memiliki bisnis futuristik.“Kenapa hanya makan sedikit?” tanya Fumie, ia langsung duduk di sebelah Gadis yang dari tadi memisahkan diri dari kerumunan.“Saya kenyang, Ma. Begitu banyak makanan yang ingin saya cicipi, tapi apa daya kalau perut saya enggak kuat,” balas Gadis.“Kena
***Gadis dan Yamazaki saat ini sedang menatap langit malam yang penuh dengan bintang-bintang cantik. Mereka tak sengaja berbicara karena tadi tiba-tiba Fumie dan yang lainnya mendadak meninggalkan mereka tanpa sebab. Entah apa yang sedang direncanakan mereka, Gadis merasa ada sesuatu yang janggal. Apalagi melihat senyum Harumi yang tak mudah ia tebak.“Setelah melaksanakan shalat Idul Fitri, kita semua akan bergegas pergi ke Sapparo,” ucap Yamazaki, lelaki itu tak menatap Gadis, pandangannya lurus ke depan menatap pekatnya langit malam.“Sensei mau ikut juga?” tanya Gadis.“Tentu saja saya ikut karena saya pun ingin berlibur dengan mahasiswa-mahasiswa saya,” balas Yamazaki. “Apa kamu merasa terusik dengan kehadiranku?”“Tidak sama sekali. Saya senang karena Sensei juga ikut,” balas Gadis dengan cepat.Yamazaki menghela napasnya. “Terkadang kita sulit untuk mengungkapkan apa yang ada di hati dan pikiran kita karena takut. Ketakutan itulah yang terkadang membunuh kesempatan itu,” ujarn
***Gadis menatap layar laptop dengan perasaan sedih setelah mengkahiri video call bersama kedua orang tuanya. Hari ini, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, ia tidak berkumpul bersama kedua orang tua dan keluarga besarnya. Gadis merasakan ada sisinya yang hilang, ia mengheka napas, saat ini butuh tenaga untuk memulai aktifitasnya kembali. Mungkin sebelum ke kampus, ia berjalan-jalan dahulu untuk menikmati kota Tokyo sejenak. Idul fitri di Tokyo sangat berbeda, tidak ada acara kumpul bersama ataupun mudik. Setelah shalat Idul Fitri, ia langsung pulang ke apartemennya.Bel apartemen berbunyi, Gadis langsung membuka pintu dan terkejut melihat kedatangan teman lamanya yang sudah lama mereka tak saling menyapa karena dulu keduanya sempat bersitegang.“Ratu!” seru Gadis terkejut, kedua matanya membulat.“Aduh, kamu dari dulu kenapa ngegemesin sih!” balas Ratu sambil mencubit kedua pipi Gadis.Gadis mencebik, ia memanyunkan bibirnya karena Ratu dari dulu tidak pernah mengubah kebiasaanny