Baju tidur yang Audi kenakan setelah makan malam usai, nyatanya malah membuat Darren terpaku sebab warna merah maroon telah memaksa jantungnya berdetak hebat. Istrinya seperti sengaja membuatnya tergoda dan menantangnya agar bermain liar malam itu. Darren sudah menyiapkan sebuah tali pita berwarna hitam yang akan ia gunakan sebagai alat bantunya demi melampiaskan hasrat yang tertunda siang tadi. Audi jelas melihat. Tapi, sepertinya ia sama sekali tidak terpengaruh apalagi kaget. Sebab ia merasa jika pita hitam itu pernah juga Darren gunakan di malam-malam tertentu saat pernikahan mereka terdahulu. "Apakah sudah siap?" tanya Darren sudah berdiri di depan Audi yang tengah duduk di ujung ranjang.Lelaki itu amat bersusah payah menenangkan pikirannya yang sudah sangat ingin menerjang tubuh sang istri tanpa perlu adanya basa-basi. Bukan hanya penampilan Audi saja yang menganggu pikiran Darren, ternyata yang wanita itu pikirkan saat ini juga, yakni kegagahan tubuh suaminya yang saat ini
"Darr," ucap Audi tersengal. Ia selalu kegelian ketika bibir Darren menapak dan menjejak di sana. "Hem,"Kini Darren sudah menyusuri ke bawah leher, berdiam sekian menit di area favorit seraya memainkan bibir dan tangannya di sana. Aksi yang jelas membuat istrinya menggelinjang tak tahan. Suara desah sudah pasti mulai memenuhi kamar. Saling menyahut syahdu dengan semilir angin yang memasuki kamar dari jendela yang Darren biarkan terbuka.Baginya, lantai dua tempat kamarnya berada, tak akan membuat siapapun orang berani mengintip apalagi masuk. Terlebih posisinya yang memang tidak mengarah ke depan rumah atau sisi jalan raya, tidak memungkinkan siapa saja akan dengan lancang mengintip permainan gila yang sedang ia lakukan bersama istrinya. Audi tampak mendongak ketika Darren kembali menerjang lehernya. Tangan yang terbebas dari tali, ia gunakan untuk menari rambut suaminya itu sebab rasa gila yang sudah melanda."Apakah masih belum bisa santai?""Darr, mana bisa. I-ini semakin membu
Malam semakin larut ketika Darren sudah melakukan permainan panas mereka dalam kondisi normal. Ia yang pada akhirnya tak kuasa menahan sesuatu di dalam hati dan pikirannya saat melihat reaksi Audi yang menggila karena alat yang ia gunakan, memutuskan untuk menyudahi. Terlebih melihat istrinya yang begitu tersiksa sebab alat tersebut, membuatnya tak tega. "Aku bukan seorang lelaki dominan. Pada akhirnya aku tak tega melihatmu seperti itu," ucap Darren yang baru saja mengeluarkan cairan hangatnya ke dalam rahim Audi setelah membuat istrinya itu mengalami pelepasan berkali-kali. "Kau jahat, Darr.""Maaf. Sungguh aku tidak tahu jika efeknya akan segila itu," sahut Darren seraya mengecup kening Audi. Lelaki itu kemudian memeluk tubuh istrinya yang masih dalam kungkungan. Melepas satu rasa yang menggumpal di dalam dada untuk melampiaskan. "Kamu membelinya, apakah tidak tahu sebelumnya akan seperti apa seorang perempuan kalo memakai alat itu?" tanya Audi dengan mata melirik ke arah alat
Pagi-pagi sekali Audi sudah terbangun. Teringat akan janji yang sudah ia buat semalam kepada suaminya, mulai hari ini ia akan mencoba untuk menjadi istri yang sebenarnya. Ia akan bangun lebih dulu demi menyiapkan semua keperluan Darren, seperti pakaian ke kantor, juga sarapan yang akan suaminya santap. Hal-hal yang pernah Audi lakukan dulu, tetapi sempat terhenti setelah ia mendapat kabar jika suaminya itu bermain api dengan perempuan lain di luar sana -tidak hanya dengan Sofi. Hingga tak lagi ia lakukan sampai pengadilan memutuskan mereka bercerai. Sekarang, setelah kesepakatan tanpa suara setuju dari Audi semalam, hari ini ia akan kembali melakukan semua 'ritual' itu. Bangun lebih dulu, mandi dan mulai menjadi istri bagi seorang Darren El Syauqi. Dilihatnya sang suami masih tertidur dengan tubuh yang berada di balik selimut. Rasa lelah yang lelaki itu rasakan, begitu tampak terlihat dari suara dengkuran halus yang Audi dengar. Semalam mereka selesai di waktu dini hari -meski dije
Semua asisten rumah tangga di kediaman Darren tampak terkejut ketika nyonya rumah mereka mengambil alih dapur dan meja makan. Bahkan, tak satu pun dari mereka diizinkan membantu selain menyiapkan bahan yang sang nyonya butuhkan. Ya, seperti pernikahan terdahulunya, kini Audi kembali menjelma menjadi istri dari seorang Darren yang sesungguhnya. Mencoba berbakti dan menjalani kehidupan pernikahan yang sebenarnya seperti permintaan Darren padanya semalam. Mengingat semalam, mendadak Audi membayangkan momen gila mereka yang begitu menggairahkan dan liar. Ruangan ber-AC bahkan tidak membuat suhu tubuh mereka mendingin, alih-alih sejuk justru semakin panas membara. Gilanya, Audi turut membalas dan menikmati kegiatan semalam, yang mana membuat Darren semakin terpacu demi kata puas yang akhirnya sama-sama mereka dapatkan. Kegiatan malam yang masih menempel di otak Audi, seketika membuat teflon di tangannya terjatuh dari atas kompor. Ia yang sedang memanggang sosis terkejut saat teflon terj
Tak perlu memberikan jawaban, pikirnya Darren pasti sudah tahu. Tapi, entah mengapa ia enggan mengakui. Sebab hatinya masih saja kesal atas keberadaan Sofi yang kini begitu gembira karena bisa bekerja sama dengan perusahaan milik suaminya itu. Darren lalu memeluk tubuh istrinya itu. Memberikan sentuhan lembut dengan membelai punggung yang tertutup dress berwarna ungu muda. Begitu wangi tubuh Audi, sejenak membuat Darren lupa kalau saat sekarang bukan waktunya menjatuhkan tubuh istrinya itu ke atas ranjang. "Aku sudah memintamu untuk tinggal bersamaku bukan? Jadi, selama kita masih hidup bersama, tak akan ada perempuan lain yang akan menemaniku di atas ranjang selain kamu."Kalimat yang sebenarnya biasa saja, malah terdengar mesum di telinga Audi. Membuat debaran jantungnya memacu cepat tanpa ia beri aba-aba. "Aku akan mencoba mengerti dan menerima," kata Audi kemudian. Pelukan hangat di pagi itu pun terlepas. Darren lalu memberi kecupan di kening Audi, yang sempat menolak ketika a
Audi tampak bersiap ketika dokter yang merawat sang mama mengatakan jika pasien sudah diperbolehkan pulang. Senang, jelas perasaan Audi. Sebab ia lebih santai jika merawat sang mama di rumah. Dengan sisa uang yang dimilikinya untuk kebutuhan sang mama di rumah sakit, bisa ia pergunakan dengan menyewa perawat selama masa pemulihan nanti. Saat ini ia sudah berada di loket administrasi. Sudah izin pada mamanya yang tengah ditemani oleh Bagas sebelum adiknya itu pergi ke kampus. Sekian menit Audi menunggu sampai seorang staf perempuan bagian pembayaran mendekatinya. Bukan orang yang sebelumnya Audi temui. Wanita dengan pakaian berwarna hijau muda yang saat ini berdiri di depan Audi dengan bilik kaca yang membatasi keduanya, tersenyum pada Audi lalu mengatakan sesuatu. "Ibu Audi, keluarga dari pasien Ibu Marissa, betul?""Iya, saya anaknya. Wakil keluarga dari Ibu Marissa."Sejenak wanita itu melihat sebuah map yang ada di tangannya. Lalu, sebuah informasi yang disampaikan berikutnya me
Rombongan Audi yang mengantar sang mama pulang, kini sudah sampai rumah dengan selamat. Tak ada insiden atau kemacetan yang mereka alami di sepanjang jalan pulang menuju ke rumah. Sang papa, Kevin, datang ke rumah sakit sesaat Audi dan mamanya sudah mau ke mobil bersama Bagas. Lelaki lewat paruh baya itu kini kembali disibukkan dengan perusahaan yang akhirnya masih bisa bertahan karena 'kerja keras'nya. Kembali disibukkan membuatnya hampir tidak bisa menjemput atau mengantar istrinya pulang ke rumah."Maafkan Papa.""Tidak apa-apa, Pah. Aku dan Bagas masih bisa tangani."Rasa bersalah begitu Kevin rasakan. Tapi, dukungan dari anak dan istrinya membuat ia merasa bahagia dan tak lagi dihinggapi perasaan tak enak yang mendalam."Audi, bolehkah Papa bertanya sesuatu?" Saat sang istri sudah berada di kamar untuk istirahat, Kevin mengajak putrinya berbicara. "Mau tanya apa, Pah?" Audi berjalan menghampiri papanya yang duduk di teras belakang. Bagas sudah pergi ke kampus. Meski ujian diba