"Iya iya oke, Sayang. Pokoknya kamu tenang aja ya, uangnya pasti besok udah ada kok. Aku pasti bakalan usahain secepatnya buat kamu," kata Radit.
Mendengar hal itu semakin membuat Laras terkejut dan juga sakit hati. Radit ingin memberikan uang untuk siapa? Lagipula untuk apa uang itu? Nafkah untuk dirinya yang selaku istri pun tak pernah ia dapatkan selama ini. Lalu mengapa Radit akan memberikan uang untuk orang lain? "Sayang kamu jangan marah dong. Aku janji sama kamu aku bakalan ngasih kamu uang, ok?" Sudah cukup Laras mendengar semua itu! Laras masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk. "Uang apa, Mas? Kamu mau ngasih uang buat siapa?" tanya Laras langsung karena ia sudah sangat marah. Radit terlihat panik dan ia langsung mematikan telepon. "Kamu udah pulang?" tanya Radit dengan raut wajah yang gugup. Melihat gelagat Radit tentu saja membuat Laras curiga. "Aku tanya uang itu buat siapa, Mas? Aku dari tadi dengerin loh kamu ngomong di telepon. Kamu lagi nelepon siapa sih?" Laras akhirnya tak bisa menahan emosinya. Namun Radit yang melihat Laras emosi ia tak terima. "Lancang banget kamu nanya nanya kayak gitu! Kamu pikir kamu itu siapa, hah? Udah berani ya kamu ngelawan suami kamu sendiri?" bentak Radit dengan mata yang melotot tajam. Laras yang melihat amarah suaminya langsung menciut dan tak berani berkutik. "Maaf, Mas. Maafin aku, aku cuma..." Laras terisak kecil. "Udah udah aku nggak mau dengerin omongan kamu lagi!" Radit masuk ke kamar lalu ia memakai jaketnya dan pergi entah ke mana meninggalkan Laras yang tertunduk sambil menangis. Selalu seperti itu jika mereka bertengkar, Radit pergi begitu saja. Meninggalkan kepedihan di hati Laras. Malam hari Laras masih menunggu Radit pulang, ia duduk di teras depan kontraknya yang satu petak itu. Malam semakin gelap dan juga udara terasa dingin namun tak ia hiraukan karena ia ingin berada di luar saat suaminya pulang. Laras kembali mencoba untuk menghubungi Radit namun teleponnya tak diangkat. Ia mencoba lagi namun kali ini malah dimatikan. Ke mana suaminya pergi? Apakah ke rumah wanita tadi yang telah ditelepon oleh Radit? Laras menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba untuk membuang pikiran buruknya itu. Tak mungkin kan jika suaminya itu telah selingkuh di belakangnya? Ya, itu tidak mungkin. Radit bukan tipe pria yang tukang berkhianat. Begitulah yang Laras pikirkan. "Mbak Laras kok masih di luar? Ini kan udah malem, Mbak." Laras membuka matanya yang tadi sempat terpejam karena memang ia sudah mengantuk sekali. Dilihatnya Rangga yang berdiri di depannya. "Mas Rangga?" Rangga tersenyum simpul. "Maaf saya udah ganggu Mbak Laras tidur. Tapi sebaiknya Mbak Laras masuk ke dalem aja jangan di luar ini kan udah malem banget." "Iya, Mas. Tapi nanti aja deh saya masuk soalnya saya lagi nungguin suami saya pulang." "Emang Bang Radit ke mana?" "Nggak tau juga, Mas. Tadi langsung pergi, udah saya telepon dari tadi tapi belum juga diangkat, saya kan jadi khawatir suami saya ke napa-napa." "Mendingan Mbak Laras nunggunya di dalem aja dari pada di luar nanti kalau ketiduran malah bahaya." Laras menimbang-nimbang saran dari Rangga tersebut, kalau dipikir-pikir ada benarnya juga. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul sebelas malam. "Iya deh saya masuk aja udah malem banget ternyata, takutnya saya malah beneran ketiduran di sini sampai pagi." "Iya, Mbak." "Makasih ya, Mas Rangga." "Iya, Mbak Laras. Kalau gitu saya permisi pulang dulu." "Iya." Laras masuk ke dalam rumahnya setelah Rangga pamit pulang. Laras membuka kembali pintu rumahnya untuk melihat Radit namun belum ada tanda-tanda suaminya itu pulang. *** Esok harinya Laras kembali bekerja seperti biasa di toko baju yang ada di pasar. Ya, ia memang bekerja di pasar yang lokasinya tak begitu jauh dari rumah karena Radit tak mengijinkannya bekerja terlalu jauh. Laras kembali teringat perkataan manis Radit yang dulu. Flashback "Aku masih bolehin kamu kerja asalkan kerjanya jangan yang jauh-jauh," kata Radit sambil mengelus rambut Laras dengan lembut. Laras tersenyum senang diperlakukan seperti itu oleh sang suami. "Iya, Mas." "Iya. Soalnya kalau kamu kerjanya jauh kan kasian kamunya nanti capek banget pasti. Aku kan nggak bisa liat kamu capek, Sayang. Aku kan mau jadi suami yang baik buat kamu." "Iya, Mas. Makasih banget kamu udah baik banget sama aku." Radit tersenyum lalu ia mengecup pipi Laras, istri yang baru ia nikahi seminggu yang lalu itu. Tentu saja saat itu pernikahan mereka masih sangat bahagia sekali karena masih terhitung baru. Flashback Off Laras menghela napas berat, seandainya Radit masih sama seperti yang dulu yaitu suaminya yang penyayang dan juga baik hati. "Ngelamun terus!" tegur Melati sang penjaga toko sepatu yang berada tepat di seberang toko Laras itu. "Bikin kaget aja deh," kata Laras lalu ia kembali menghela napas. "Lagian kamu bengong aja dari tadi mikirin apaan sih? Pasti mikirin si Radit itu ya kan?" "Iya, Mel. Semalem Mas Radit nggak pulang, dia perginya dari kemarin siang. Aku jadi khawatir nih dia kenapa napa." Melati memutar bola matanya. Benar kan apa yang ia duga, Laras pasti sibuk memikirkan Radit. "Aduh udah deh, Ras. Udah biarin aja kenapa sih mau dia pulang mau dia nggak pulang udah jangan kamu pikirin. Toh kalau dia butuh duit dia juga pasti pulang buat minta duit ke kamu. Suami kamu kan tukang palak nggak jelas." "Please, Mel. Aku lagi nggak mau dengerin omongan kamu yang malah bikin aku tambah stress!" "Aku kan cuman ngasih tau kamu aja, Ras. Aku ngomong gini karena aku peduli sama kamu aku kan sahabat kamu." "Iya tapi kan..." "Itu kan suami kamu, Ras!" Melati melongo begitu melihat Radit yang sedang berjalan dengan seorang wanita dan mereka berdua terlihat akrab sekali sambil bergandengan tangan. "Mana?" Laras ikut melihat ke arah yang Melati lihat namun ia tak melihat apapun di depan sana. Hanya ada Ibu Ibu dengan anaknya yang melihat-lihat baju anak-anak. "Itu tuh tadi beneran aku liat dengan mata kepala aku sendiri aku liat suami kamu jalan sama cewek lain, Ras," ucap Melati kukuh karena ia memang melihatnya tadi.Sementara itu di tempat lain, terlihat Radit yang tengah makan di restoran dengan seorang wanita."Kamu gimana sih, Mas? Hampir aja kita ketahuan tadi!" sungut wanita itu."Ya maaf," cicit Radit takut."Lagian kamu sih, Mas. Ngajak aku ke sini kamu kan tau kalau kita ke sini tuh bakalan ketahuan sama si Laras!" "Ya maaf, Sayang. Aku lupa maaf deh, maafin aku aku yang salah." Radit terlihat takut pada wanita itu. Wanita itu mendengus kesal. "Bisanya minta maaf doang!"***Ucapan Melati masih terbayang oleh Laras. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa, tanpa bukti.Jadi, ia pun tetap bekerja. Bahkan, malamnya, Laras langsung pergi ke warung karena ingin melunasi hutang-hutangnya itu. Namun, baru saja Laras sampai, Bu Nita sudah menyambutnya dengan wajah kesal. "Ngapain lagi ke sini? Mau ngutang lagi ya? Jangan mimpi!" Bu Nita berkata dengan sinis. "Enggak kok, Bu. Justru saya ke sini mau bayar utang saya," balas Laras dengan sabar. "Tapi utang kamu udah lunas kan udah dibayarin sama
Laras terlihat panik begitu melihat sebuah mobil yang meluncur ke arahnya. Untunglah mobil itu langsung berhenti tepat sekali di hadapannya jadi ia masih selamat. Selamat dari ancaman tertabrak mobil, ia bernapas lega. "Ras tunggu! Kamu mau pergi ke mana?" seru Radit yang baru saja keluar dari kontrakannya itu. Laras menoleh dan panik melihat suaminya itu, mendadak ia menjadi emosi melihat pria yang ternyata sudah melakukan pengkhianatan padanya itu. Wanita itu pun berjalan cepat ke arah mobil. "Pak atau Bu atau siapapun tolong buka pintunya!" pintanya memelas sambil mengetuk-ngetuk kaca mobil mewah itu. "Tolong bukain pintu mobilnya, Pak!" pinta si pria tampan pemilik mobil tersebut dengan datar. "Iya baik, Tuan Muda," balas Pak sopir dan iapun segera membuka pintu mobil agar Laras bisa masuk. Laras tersenyum. "Terima kasih," ucapnya sambil masuk ke dalam mobil, ia duduk di kursi belakang dengan sungkan. "Sama-sama, Non," kata Pak sopir ramah. Laras menghela napas lega kare
Aryo berjalan menghampiri Laras lalu ia duduk di tepi ranjang. Laras duduknya agak menjauh dari Aryo supaya ada jarak di antara mereka berdua. "Maaf, Pak Aryo. Tapi saya udah punya suami, saya udah nikah jadi saya nggak bisa terima ajakan Bapak untuk menikah," ucap Laras yang berusaha untuk sopan karena walau bagaimanapun Aryo adalah orang yang sudah menolongnya tadi. Wajah Aryo terlihat tegang mendengar jawaban dari Laras yang sudah jelas merupakan penolakan untuknya. Baru kali ini ada seorang wanita yang langsung menolak dirinya. Seorang Aryo Malik, putra pemilik perusahaan terkemuka di kota ini yang pesonanya begitu luar biasa di hadapan wanita namun ditolak oleh Laras. Diam-diam Aryo menyunggingkan senyum tipis. Laras menolak dirinya dan menggunakan alasan sudah bersuami? Sungguh ia salut pada wanita cantik dan sederhana di hadapannya itu. "Saya tau kamu bohong, mana mungkin wanita muda seperti kamu ini sudah nikah. Kamu pasti bercanda kan?" Laras bingung mendengar ucapan A
Ancamannya ternyata berhasil karena Radit terlihat panik. Ia menyeringai puas melihat raut wajah Radit yang terlihat ketakutan itu."Sekarang kamu jelasin, Mas. Siapa perempuan itu? Apa bener kamu ada hubungan sama dia? Hubungan apa Mas?" cecar Laras lagi pada Radit."Iya. Aku emang punya hubungan sama dia, puas kamu!" sentak Radit.Laras terdiam, jadi apa yang ia pikirkan ternyata benar? Radit sudah mengkhianati dirinya."Tapi kenapa, Mas? Sejak kapan kamu selingkuh dari aku!" Laras menangis sambil memukul-mukul lengan Radit pelan namun Radit sama sekali tak bergeming."Kamu nggak perlu tau!" Radit pergi dari sana, ia pergi entah ke mana.Laras hanya bisa menangis sejadi-jadinya, hatinya semakin terasa sakit.Melihat itu, Aryo menjadi tak tega. "Kondisi kamu kacau mendingan kamu ikut saya ke rumah, biar kamu bisa menenangkan diri kamu," ajaknya.Laras sontak menoleh ke arah Aryo lalu ia menghela napas. "Nggak usah, Pak. Terima kasih tapi saya mendingan di rumah saya sendiri aja," to
Apa kata wanita itu? Wanita itu malah mengatainya pelakor? Laras merasa kesal mendengarnya, wanita itu yang bersalah sudah merebut Radit darinya dan wanita itu malah berani mengatainya? Sungguh tak bisa dibiarkan! "Udah jelas-jelas kamu itu lagi berduaan sama suami saya tapi kamu malah ngatain saya yang pelakor? Ngaca dong, Mbak! Minimal tau diri lah! Mana ada sejarahnya saya yang istri sah dikatain pelakor sama kamu yang pelakor ulung!" Laras meradang. Karena mereka sedang berada di tempat umum jadi tentu saja banyak orang yang menonton perkelahian mereka namun mereka tak peduli. "Radit kamu jelasin ke dia ini, kasih paham siapa aku sebenarnya!" tuntut wanita itu datar. Radit dengan takut-takut akhirnya melihat ke arah Laras. Ia menelan ludah dengan susah payah tampak gugup. "Iya, Ras. Dina itu sebenarnya istri saya," kata Radit pelan. "Yang lengkap dong! Saya ini istrinya Radit, istri pertama malahan." Dina menjelaskan dengan tegas. Bagai tersambar petir di siang hari ketika
Sejak itu, sudah dua hari Laras berada di rumah Aryo untuk mempersiapkan peperangannya.Kini saatnya ia pulang. Untungnya, dia tetap didampingi oleh Aryo karena pria itu khawatir Radit akan kembali membuat Laras ragu untuk bercerai. "Terima kasih udah nganterin saya pulang, Pak," kata Laras saat ini ia bersama Aryo di mobil. "Nggak usah bilang makasih udah sewajarnya saya anterin kamu karena sebentar lagi kamu bakalan jadi tanggung jawab saya sepenuhnya, kamu bakalan jadi istri saya," balas Aryo. Laras menghela napas. "Iya, Pak. Setelah saya cerai dari orang itu saya bakalan jadi istri Pak Aryo." "Ya udah kalau gitu kita masuk, saya bantu kemasi barang-barang kamu." "Nggak usah, Bapak tunggu di sini aja..." "Pokoknya saya ikut masuk takutnya nanti orangnya dateng kamu bisa bahaya, Laras." Laras pun menurut saja, ada benarnya juga ucapan Aryo itu. Radit kan orang yang kejam jadi takutnya ia bisa nekat jika ia tahu mereka akan segera bercerai. Jangan lupa, Radit sendiri yang me
Aryo menghela napas. "Ma, yang paling penting kan dia bisa hamil kalau soal status mau dia janda atau gadis kan nggak masalah," bantahnya."Aryo dengerin Mama! Kalau kamu bilang begitu itu sama aja kamu mau bikin Mama malu terutama di hadapan si ular itu!""Siapa yang kamu sebut wanita ular ha?" Sekar, seorang wanita setengah baya yang baru saja masuk ke ruangan itu. Rita melengos tak sudi menatap Sekar. "Ngapain kamu dateng ke sini? Udah gitu masuknya main nyelonong aja tanpa permisi," katanya sinis. "Suka suka saya lah," balas Sekar dengan santainya lalu ia pun duduk di samping Aryo. Aryo hanya diam saja melihat kedua wanita itu, ia menghela napas pasrah. "Kalau gitu aku keluar dulu," pamit Aryo. "Permisi, Tante Sekar." Sekar mengangguk namun wajahnya tampak judes, melirik Aryo pun ia tak mau. Aryo keluar dari ruangan itu, ia tak ingin menganggu mereka berbicara. "Saya dengar Aryo anak kamu itu sebentar lagi akan menikah," kata Sekar. "Iya dong! Emangnya kayak anak kamu yang
Tepat saat Radit akan mendekati Laras, Aryo datang menghalanginya dan langsung menendang pria itu hingga tersungkur di tanah. Pisau yang ia pegang pun terlempar jauh. Laras dan juga Dina yang melihat kejadian itu pun terperangah kaget sambil menutupi mulut mereka masing-masing. Laras tak menyangka jika Radit berani berbuat Nekat seperti itu. "Berani juga ya kamu di tempat umum seperti ini mau nyelakain orang," kata Aryo. "Lu lagi! Ngapain sih lu selalu ikut campur urusan gue?" seru Radit. Aryo langsung memukuli Radit agar pria itu tak bisa bicara lagi dan hanya merintih kesakitan akibat pukulan demi pukulan yang ia lakukan di perut dan wajah Radit. Radit terbatuk-batuk sambil memegangi perutnya dan tak lama para polisi datang untuk menangkapnya. Ia bicara kasar dan penuh umpatan yang ditujukan untuk Aryo dan terutama Laras. "Lepasin saya, Pak! Saya nggak salah," pinta Radit yang berusaha untuk melepaskan diri dari para polisi yang menahannya itu. "Nggak salah gimana? Tuh udah
Aryo yang membaca pesan tersebut sama sekali tidak terpengaruh. Raut wajahnya juga datar saja. Karena merasa haus ia pun pergi ke dapur untuk mengambil minum. Ia membuka kulkas lalu mengambil air dingin dan langsung ia teguk dari botolnya. "Makin nggak waras aja si Safira itu, bisa-bisanya dia ngaku kalau lagi hamil anakku." Aryo mendengus. Bagaimana bisa wanita yang merupakan mantan kekasihnya itu mengaku hamil anaknya sedangkan mereka berdua saja tak pernah lagi bertemu. Mendadak Laras terbangun dari tidurnya yang nyenyak itu. Ia menoleh dan kaget karena suaminya tak ada di sampingnya. "Mas Aryo ke mana ya?" tanya Laras pada dirinya sendiri setelah ia menguap. "Aku cari aja deh." DUAR! GLUGUR GLUGUR GLUGUR! Terdengar suara petir yang sangat kencang membuat Laras kaget dan refleks ia menutup wajahnya dengan bantal. Ya, ia memang sangat takut pada yang namanya petir. Ia pun menangis tersedu-sedu saking takutnya ia. "Mas Aryo aku takut," jerit Laras di antara tangisnya. Aryo
"Kinan, umumkan pernikahan kamu dan sekarang juga! Undang semua temen-temen kamu dan Kita akan menggelar pesta pernikahan yang sangat mewah!" perintah Sekar sambil menatap Linda dengan tatapan yang sinis. Kinan dan Linda terkejut mendengar Sekar mengatakan hal itu. "Apa, Ma? Nikah? Ma, please aku sama Mas Saka tuh baru kenal itu pun baru itungan hari. Aku nggak mau buru-buru nikah, Ma..." "Kinan kamu itu selalu mendengarkan perintah Mama ini kan?" potong Sekar yang membuat Kinan mengangguk cepat. "Iya, Ma," lirih Kinan. Sekar tersenyum puas. "Kalau begitu kamu nggak ada alesan lagu untuk menolak perintah Mama kamu ini. Secepatnya kamu harus menikah sama Saka!" "Oke, Ma." Linda menatap ibu dan anak itu tak percaya. Apa pula dua orang ini? batinnya. "Pernikahan kamu dan Saka akan digelar besar-besaran di hotel paling mewah di negara ini," kata Sekar dengan sombongnya. Ia mengatakan kesombongannya itu persis di hadapan Linda. Linda tertawa mengejek. "Nikah di hotel mewah? Meman
"Hai! Perkenalken saya adalah calon suaminya Neng Kinan yang cantik mempesona," ucap Saka yang membuat kaget semua orang. Ya, keluarga Malik saat ini sedang berkumpul di ruang tamu menyambut kepulangan Laras dan Aryo dari berbulan madu. "Duh kamu tuh siapa sih kok tiba-tiba main kagetin orang aja kalau ada yang jantungan gimana!" hardik Linda yang merasa kesal pada Saka. Saka tak merasa sedikitpun takut pada Linda. Ia malah cengengesan. "Hehehe ampun deh Tante, saya kan enggak ada niatan tuk membuat kalian semua terkaget-kaget terbengong bengong melihat saya yang kece ini." Ia bahkan dengan penuh rasa percaya diri membuat pose dua peace. Tingkah tengil Saka tentu saja membuat Linda dan Rita geram. "Kamu tuh mendingan pergi dari rumah kami sekarang juga! Siapa juga yang ngundang kamu ke sini!" seru Rita. "Iya, dasar tidak jelas!" lanjut Linda. "Dia itu kok lucu ya, Mas," ucap Laras lalu ia terkikik pelan. Aryo diam saja karena ia merasa cemburu mendengar Laras
"Mas Aryo!" seru Laras yang membuat Aryo dan Safira panik. Dengan kasar Aryo melepaskan diri dari pelukan Safira. Safira cemberut kesal. Laras pun segera mendekati suaminya itu dengan langkah cepat. "Sayang kamu jangan salah paham ya..." "Siapa perempuan itu, Mas? Kenapa dia bisa meluk kamu seenaknya kayak gitu?" tanya Laras dingin. "Dia itu bukan siapa-siapa aku, kami nggak ada hubungan apapun. Kamu harus percaya sama aku," kata Aryo menjelaskan sambil mencoba untuk memegang tangan Laras namun istrinya itu menjauh darinya. Aryo menghela napas berat. "Terus kenapa kamu mau mau aja dipeluk peluk sama dia, Mas?" "Kalau gitu aku minta maaf, ok? Aku nggak tau kalau dia tiba-tiba dateng terus meluk aku." "Emangnya kenapa kalau aku datengin Aryo dan meluk dia? Masalah?" tanya Safira dengan gaya menantang. Laras menjadi geram mendengar hal itu. Wanita asing itu bertanya apa masalahnya? Jelas-jelas itu sebuah kesalahan besar karena ia sudah menggoda suaminya! Laras mendengus. "Kamu
[ Sayang? Kok kamu diem aja sih? Sayang? Hello? ] Aryo yang tak ingin Laras mendengarnya sedang ditelepon seseorang lantas ia pun pergi keluar kamar. [ Sayang? Kamu masih di situ kan? Jangan diem aja dong! ] [ Ngapain kamu telepon saya terus? Kita kan udah putus. ] balas Aryo tegas. Terdengar suara tawa wanita itu di seberang sana. [ Putus kamu bilang? Sayang, kita tuh nggak putus. Aku ini masih pacar kamu! ] [ Safira dengerin saya baik-baik jangan hubungi saya lagi! ] Dengan itu Aryo mematikan sambungan telepon, ia menghela napas kasar. "Aku harus secepatnya kembali ke kamar, takutnya Laras nyariin." Aryo kembali ke kamarnya dengan sang istri, ia terkejut melihat Laras ternyata tak ada di tempat tidur. Ke mana istrinya itu pergi? "Sayang? Kamu di mana?" panggil Aryo sambil mencari Laras di kamar mandi dan tak ada orangnya. "Sayang?" "Justru aku yang harusnya nanya sama kamu, Mas. Kamu tadi ke mana kok aku tadi nyariin kamu tapi kamunya nggak ada." Aryo berbalik dan ia le
Aryo menyeruput kopinya sambil melihat pemandangan dari balkon hotel. Pagi ini cuacanya sangat cerah, cocok untuk jalan-jalan nanti. Tanpa terasa ia dan Laras istrinya sudah tiga hari berada di Paris. Mereka sudah jalan-jalan menyusuri kota nan indah itu. Mereka juga merekamnya dan memotret kegiatan mereka untuk diabadikan. Ia pun juga merasa lega karena sudah berhasil mewujudkan impian Laras yang katanya sejak dulu ingin sekali pergi ke Paris. Ngomong-ngomong di mana Laras? Tak terlihat di manapun. Aryo menoleh ke arah Laras, rupanya istri tercintanya itu masih tidur pulas di kasur. Ia tersenyum ketika mengingat kegiatan mereka semalam yang sangat bersemangat sampai Laras lelah seperti itu. Laras menggeliat lalu ia pun membuka matanya perlahan. Ia menoleh ke sampingnya dan panik karena tak melihat keberadaan suaminya di sampingnya. Lantas ia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan ia memeriksa jam. "Udah jam sepuluh pagi nih, Mas Aryo ke mana ya?" gumam Laras sambil menguc
Linda menoleh ke arah Aryo, Laras juga kaget mendengar teriakan sang suami sedangkan Rita hanya biasa saja. "Kurang ajar ya kamu Aryo! Beraninya kamu bentak saya!" Linda melotot ke arah Aryo. "Tuh liat Rita, begitu ya hasil didikan kamu? Nggak punya sopan santun seperti itu." "Aduh udah deh, Kak Linda. Kakak tuh pagi-pagi malah udah bikin keributan aja," balas Rita sekenanya. Linda menoleh ke arah Rita lalu ia mendelik tajam membuat lawannya itu segan. "Ya udah deh, Kak. Iya saya yang salah deh saya minta maaf," ucap Rita setengah hati berkata seperti itu. Aryo menghela napas, ia pun segera pergi dari ruang makan. Laras terkejut tapi ia mengikutinya di belakangnya. "Mas Aryo kenapa malah pergi sih?" tegur Laras pelan. Mereka berdua pun berjalan kembali ke kamar mereka. "Aku males di sana." Laras merasa bingung dengan semua masalah yang terjadi di rumah ini, apa lagi ia masih baru tinggal di sana. Tapi yang dapat ia cerna memang para anggota keluarganya terlihat tidak saling
Aryo yang mendengar teriakan istrinya dari dalam kamar mandi langsung membuka pintu kamar mandi. Untunglah pintunya tidak dikunci dari dalam. Di dalam sana terlihat Laras yang hanya memakai handuk mandi sedang berjongkok ketakutan dan tubuhnya gemetar takut. "Sayang kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Aryo ingin memastikan keadaan sang istri. Laras lantas berdiri lalu ia memeluk Aryo, Aryo tampak semakin khawatir ketika Laras menangis di pelukannya. "Aku takut banget, Mas. Tadi aku ngeliat ada kecoa di situ," rengek Laras sambil mengeratkan pelukannya. Ia memang takut pada hewan yang satu itu. "Kecoa? Di mana, Sayang?" tanya Aryo. Ia sebenarnya juga bingung karena yang ia tahu tidak pernah ada kecoa di dalam rumahnya apalagi di kamar mandinya itu. Jelas saja, secara logika mana ada sih rumah megah bak istana tapi ada hewan seperti itu. "Itu tadi di sana, Mas. Aku tadi liat aku nggak bohong, aku takut banget sama hewan itu." "Ya udah kalau gitu kamu aku anterin ke kamar
Apakah ancaman tersebut membuat Laras takut? Tentu saja tidak karena ia sudah kebal. Mengapa begitu? Ya tentu saja saat menikah dengan Radit ia sudah sering merasakan sakit baik fisik maupun hatinya. Karena itulah ia terlatih untuk tidak takut. Namun siapakah orang kurang kerjaan yang mengirimkan pesan pada Laras? Apakah Radit? "Kayaknya nggak mungkin deh kalau Radit, dia kan lagi di dalem penjara," gumam Laras membantah pikirannya tersebut. Tapi jika bukan Radit lalu siapa orangnya? "Ah udah ah nggak usah aku pikirin, nanti aku bilang aja sama Mas Aryo," kata Laras. "Ups!" ia reflek menutup mulutnya karena malu telah menyebut Aryo dengan sebutan Mas. Sebutan yang belum pernah ia ucapkan pada pria itu. Laras tersenyum sendiri dan mendadak ia salah tingkah. Apakah ia sudah mulai jatuh cinta pada pria yang mengajaknya menikah secara tiba-tiba itu? Yang jelas Aryo pria yang baik yang pernah Laras temui, namun secara pribadi ia belum terlalu mengenalnya. Bagaimana jika sikap pria itu