Gabe remaja menahan tangan Calvin ketika kakaknya menyeret koper keluar dari kamarnya. Gabe menangis memohon agar tak ditinggalkan Calvin.
“Cal, jangan pergi aku mohon. Aku tak bisa hidup tanpamu,” rengeknya seperti anak kecil, Gabe saat itu memanglah Gabe yang lemah dan manja.
“Aku harus pergi, aku ingin hidup bersama papa.” Calvin melepas jemari Gabe satu persatu dari tangannya.
“Aku ikut kalau begitu, Cal.”
“Itu tidak bisa. Kau bersama mama,” ucapnya tenang.
“Kalau begitu kau tinggallah bersama aku dan mama.”
“Aku ingin jadi Seniman seperti papa, jika aku di sini, mama akan menyuruhku menjadi sepertinya.”
“Maka jadilah seperti mama demi aku, Cal.”
Calvin menyeringai hampa.
“Aku tak mau lagi jadi bayang-bayangmu, aku punya hidupku sendiri, dan kau berhenti bergantung padaku, urus hidupmu sendiri, Gabe!”
Gabe seperti tercabik hatinya ketika Calvin berkata demikian, pasalnya selama ini ia mengira kakakny
Michelle terus menghubungi Martin, namun pria itu acuh padanya. Bahkan ketika di lokasi syuting pun pria itu terus berusaha menghindari Michelle. Sejak percintaan mereka terjadi, Martin kembali dingin kepada Michelle seperti dahulu. Michelle kian merasa terpuruk, ia merasa dicampakkan oleh dua pria yang ia pikir mencintainya. Bahkan Michelle kini nekat menyambangi kediaman Martin. Eric lantas pasang badan menghalau bertemunya Martin dengan Michelle. “Maaf nona Morgan, Martin saat ini tengah istirahat, dia kurang sehat belakangan ini. Jika ada yang ingin Anda sampaikan padanya, bisa lewat aku saja,” terang Eric. Michelle tersenyum masam. “Bilang padanya ini masalah yang serius, izinkan aku masuk saja, aku yakin dia tak akan keberatan.” “Tidak bisa saat ini, nona Morgan. Besok kalian libur syuting, kalian bisa bertemu besok. Aku akan buatkan janji dengannya, okay?” Michelle tampak kesal namun ia menyetujui tawaran Eric. “Baiklah, tepati janjimu!” Michel
Rumah megah itu disulap menjadi istana pesta yang luar biasa mewah, bahkan ruang pesta hingga mencapai taman belakang yang terdapat kolam renang. Banyak tamu berdatangan, terutama para relasi, kerabat, dan teman-teman Natasya. Gabe dan Aylee sudah datang jauh sebelum pesta dimulai. Aylee dan Gabe kini tampak berbincang dengan ayah dan ibunya, sementara Natasya dan Roman sibuk meladeni para tamu yang datang. “Sayang, apa belum ada tanda-tanda kehadiran cucu kami? Kami berharap kalian segera memilikinya,” seloroh ibu Aylee, Mellisa. Aylee memandang Gabe, pria itu lantas menyeringai. “Mungkin sebentar lagi, bu. Kami sedang berusaha keras.” Gabe mengerlingkan matanya pada Aylee. Wanita itu tersipu. “Ibumu ini seperti biasa, tidak sabaran. Jangan hiraukan itu Gabe, nikmati saja dulu seperti kalian sedang berpacaran. Kalian dahulu belum cukup melalui masa itu,” ayah Aylee, Robin Anderson menepuk bahu Gabe. Pria itu mengangguk, dalam hati ia membenarkan perkataan ay
“Sayang, menginaplah di sini. Mama masih merindukan kalian,” pinta Natasya ketika Gabe berpamitan untuk pulang. “Mamamu benar, Gabe. Lagi pula ini sudah lewat tengah malam.” Roman ikut menimpali. Aylee mengelus dada Gabe. “Kita bermalam di sini, okay?” bujuk Aylee, pria itu tersenyum dan mengangguk pada istrinya. “Itu bagus! Besok kita pergi ke perbukitan juga, kudengar kau suka off road, Aylee?” Aylee terkejut Natasya tahu hobinya, Gabe pun demikian. “Aku suka, tapi aku sudah lama tak melakukannya beberapa tahun belakangan, mama.” “Mari kita lakukan besok, Roman juga menyukai itu, tapi ia lebih sering mengendarai mobil, mungkin sesekali dia harus belajar menaiki motor trail juga.” “Mengendarai motor trail? Bukankah Calvin juga menyukai itu? Ajak dia juga, sayang,” cetus Roman yang langsung membuat wajah Gabe masam. “Maaf tapi Aylee itu sibuk, dia harus mengajar besok,” kilah Gabe. Aylee menggeleng cepat. “Kebetulan bes
Martin tiba di perjamuan hotel dengan senyuman ramah terhadap rekan-rekan artisnya. Ternyata peserta yang hadir cukup banyak, bahkan Martin tak mengenal sebagian peserta. Eric bertutur kalau banyak juga para model junior yang hadir. Mereka tampak semringah menyambut kedatangan senior mereka, Martin.“Senang sekali kau mau meluangkan waktumu untuk berjumpa dengan kami, padahal kau pasti sangat sibuk,” ucap seorang model pria. Martin menjabat tangan mereka. Pandangan Martin lantas tertuju pada seorang gadis yang masih muda, mungkin usianya di awal 20an. Tentu saja ia tinggi, ramping, memiliki wajah yang kecil, rambutnya lurus dan hitam dengan kulit langsat kecokelatan, dia tampak eksotis bak barbie hidup.“Dialah Lucy,” bisik Eric ketika tahu mata Martin tertuju padanya.“Kau bahkan lebih tampan dari yang terlihat di kamera, bisa minta foto?” pinta seorang gadis lain di sebelah Lucy.“Akan ada sesi foto bersama Mart
Pagi hari di kediaman rumah mereka sendiri, Aylee sedang memulas makeup tipis di wajahnya, ia mematut tubuhnya di cermin yang mengenakan terusan berwarna cokelat muda. Gabe mengerjapkan matanya, ia lantas duduk dari berbaringnya.“Sayang, kau akan mengajar?” dia bangkit dan memeluk dari belakang tubuh istrinya.“Hanya sebentar,” Aylee melepas lingkaran tangan Gabe, ia memutar tubuhnya menghadap Gabe.“Hari ini hanya ada jam pagi. Aku pulang cepat.”“Kalau begitu mampirlah ke kantorku. Kau tak pernah datang ke kantor lagi sejak menjadi nyonya Ferdinand.” Gabe mencecap leher jenjang Aylee.“Aku takut menjumpaimu sedang bersama kekasihmu,” sontak Gabe melepas tekanan bibirnya dari leher Aylee.“Maaf soal itu, sayang. Tapi sekarang aku sudah mengakhiri hubunganku dengan Michelle. Aku milikmu seutuhnya.” Tentu Aylee girang bukan main mendengar itu, tapi hati kecilnya merasa t
Aylee dan Gabe sudah dalam perjalanan, Aylee mengerut kening ketika mereka melalui rute yang tak biasa mereka lewati.“Kita mau ke mana, Gabe?”Gabe tersenyum menoleh pada Aylee.“Kau akan tahu, sayang.”Setelah beberapa saat mereka tiba di sebuah tempat dekat pantai, rupanya mereka tiba di sebuah resort mewah. Terdapat pula jejeran bungalow yang letaknya dekat mulut pantai. Aylee tentu tak asing dengan tempat ini, usai pesta pernikahan yang digelar dekat pantai, Natasya menyuruh mereka melakukan malam pertama di resort ini yang merupakan resort milik Roman. Padahal saat itu yang terjadi adalah Gabe mengabaikannya, bahkan pria itu menyakiti hatinya dengan membeberkan alasannya menikahi wanita itu semata karena ingin mengamankan hubungan gelapnya bersama Michelle. Aylee seketika berwajah murung ketika mengingat itu. Mereka turun dari mobil dan langsung disambut beberapa staf.“Kenapa kemari Gabe?”“Ay
Aylee melenguh tak terkendali, cumbuan pria itu memang selalu bisa membuatnya seperti melayang. Kasur king size di dalam resort yang semula rapi entah sudah seperti antah berantah, berserakan di mana-mana karena kegiatan malam mereka yang cukup membabi buta. Gabe membalik posisi wanitanya, kini ia mengendalikan permainan cinta, pria itu menindihnya, bersiap untuk pelepasannya yang sudah lebih dari sekali dalam sepanjang malam ini.Gabe mendaratkan ciumannya pada bibir Aylee, melumatnya penuh tekanan dengan nafas tersengal, tanda mengakhiri permainan. Pria itu lantas tersenyum dan mencium kening Aylee. Gabe melepas penyatuannya, ia mengelus-elus perut datar Aylee dan menciumnya.“Aku harap kali ini akan berhasil,” harapnya sambil mencium kembali kening istrinya.“Kau menginginkan anak dariku?” Aylee menatapnya tak percaya.“Tentu saja. Aku cenderung berharap dia perempuan, agar dia cantik dan baik sepertimu. Namun jika itu lel
“Kau masih sangat muda tapi sudah menjadi model terkenal, itu luar biasa,” puji Aylee sembari memandang takjub pada fisik Lucy yang begitu cantik menurutnya. Lucy tersipu, ia menunduk malu. Aylee dapat melihat jika Lucy ini adalah gadis yang baik, ia akan sangat senang jika Martin dan Lucy betul-betul menjalin hubungan lebih dari pertemanan.“Kalau kau mau, kau juga sangat cocok jika menjadi model,” balas Lucy. Aylee terkekeh dan menggeleng cepat.“Aku canggung di depan kamera, aku juga tidak fotogenic.”“Itu karena kau selalu merendah, Ay. Kau sungguh cantik di kamera,” puji Martin yang langsung membuat Gabe menoleh padanya seketika.“Hei bung, tak ada pria yang boleh memujinya selain aku. Jaga bicaramu!” gertak Gabe tiba-tiba, Aylee segera menggenggam tangan Gabe, meminta pria itu tak terpancing emosi.“Aku hanya bicara fakta.” Wajah Martin mulai tak santai. Lucy cukup terkej