Paras cantik dan aura elegan memancar dari dalam diri Nova tiap kali wanita tersenyum. Kini, dua orang pria di hadapannya menatapnya penuh kekaguman. Bedanya, Chris terang-terangan menunjukkan itu dari bagaimana sorot matanya berbinar. Sedangkan Angga, sangat berbanding terbalik dengan lawannya saat ini. Ia menatap istrinya dengan tatapan dingin penuh kebencian. Sebuah gestur yang sangat kontras dengan isi hati pria berumur empat puluh tahun itu. "Aku sangat berterima kasih padamu, nyonya. Hari ini aku bisa makan enak," kata Chris membusungkan dadanya bangga. Anak bau kencur itu seolah baru pertama kali makan enak. Angga semakin kesal melihat gelagat sang asisten yang berusaha mencari perhatian istrinya. Kepalan tangannya sudah siap untuk dilayangkan kapanpun jika Chris mulai bertingkah lebih jauh. "Hahaha, kamu bisa saja, Chris. Memangnya dimana istrimu?" Pertanyaan polos Nova terlontar begitu saja. Suasana langsung berubah tegang saat raut wajah Chris berubah kaku. Di sampingnya
Chris cukup peka dengan situasi yang sedang mereka hadapi. Dalam sekali langkah besar perlahan ia mengenyahkan dirinya sendiri dari hadapan Angga dan Nova.Sepasang suami istri itu tengah beradu pandang tanpa ada satupun yang berniat untuk memutus interaksi diantara keduanya. Chris tahu diri, saat ini situasi rumah tangga kedua bosnya tak berjalan sebagaimana mestinya. Lalu diperparah lagi dengan kehadiran Chris diantara keduanya. Kepergian Chris merubah suasana di sekitar mereka. ITak ada lagi bisikan-bisikan ghaib yang membuat pikiran Nova teralihkan. Kini, hanya ada Angga di didepannya. Hanya berjarak tiga meter dari tempat Nova, Angga pun tak rela melepaskan keterikatan itu. Rasanya seperti menenggelamkan diri ke dalam oase yang begitu dalam hingga Angga tak mampu melepaskan diri dari jeratan Nova. "Kenapa kamu melihatku seperti itu? Lihat saja pria di sampingmu itu, dia jauh lebih baik dalam hal menjilat," ucap Angga memecah keheningan diantara mereka. Ia beralih ke sisi lain
Chris cukup peka dengan situasi yang sedang mereka hadapi. Dalam sekali langkah besar perlahan ia mengenyahkan dirinya sendiri dari hadapan Angga dan Nova.Sepasang suami istri itu tengah beradu pandang tanpa ada satupun yang berniat untuk memutus interaksi diantara keduanya. Chris tahu diri, saat ini situasi rumah tangga kedua bosnya tak berjalan sebagaimana mestinya. Lalu diperparah lagi dengan kehadiran Chris diantara keduanya. Kepergian Chris merubah suasana di sekitar mereka. ITak ada lagi bisikan-bisikan ghaib yang membuat pikiran Nova teralihkan. Kini, hanya ada Angga di didepannya. Hanya berjarak tiga meter dari tempat Nova, Angga pun tak rela melepaskan keterikatan itu. Rasanya seperti menenggelamkan diri ke dalam oase yang begitu dalam hingga Angga tak mampu melepaskan diri dari jeratan Nova. "Kenapa kamu melihatku seperti itu? Lihat saja pria di sampingmu itu, dia jauh lebih baik dalam hal menjilat," ucap Angga memecah keheningan diantara mereka. Ia beralih ke sisi lain
Sudah setengah jam Angga melepas kepergian istrinya tanpa kejelasan. Wanita itu bahkan membiarkan kotak makan yang ia bawa tergeletak di atas meja tamu. Tandanya, Nova benar-benar marah padanya. Entah apa yang membuat Angga bisa berasumsi sejauh itu disaat dirinya tak pernah memikirkan perasaan orang lain. Ia bersandar di kursi kebesarannya. Menatap lamat-lamat kotak makan yang terabaikan. Isi di dalamnya sempat membuat Angga hilang akal. Perpaduan bumbu dan lauknya terasa pas. Itu kali pertama Angga benar-benar menikmati masakan istrinya. Sekaligus ..Dilayani sebagai suami seutuhnya."Kenapa dia sulit sekali dimengerti. Suasana hatinya mudah berubah. Kalau aku tidak sabar, mungkin aku sudah cukup gila," kata Angga bergumam. Mengamati karakter Nova bagaikan menatap ke dalam air sungai. Dibalik visualnya yang jernih, di dalamnya terdapat ekosistem yang kompleks.Tok! Tok! Tok! "Masuk!" Seorang pria berseragam biru masuk ke dalam ruangan sang bos besar. Tubuhnya sedikit dibungkukka
Angga masih setia menarik tangan Nova. Langkah mereka hampir tiba di ambang pintu di satu titik hingga pegangan Angga di tangannya terlepas begitu saja. Pria yang kini diselimuti amarah itu berbalik. Menatap Nova dengan sorot tajam."Kenapa berhenti? Ayo kita pulang," kata Angga dengan nada bicara yang sedikit tinggi. Ia berusaha menyadarkan Nova dari ilusi pikirannya tentang Aldo. Dari raut wajah Nova nampak sebuah keraguan yang teramat besar terlihat. "Aku tidak mau pergi. Kalau kamu ingin pulang, pulanglah lebih dulu. Aku akan di sini sementara waktu," jawab Nova. Pandangannya dialihkan ke arah lain. Kabut-kabut air mata mulai menghalau pandangannya. Tangisnya bisa saja pecah saat ini namun Nova tak ingin air matanya dipergoki oleh sang suami. Lagi pula, kekesalannya pada Angga masih membekas. Rasanya Nova tak ingin melihat pria di depannya ini. Kekecewaan tersirat jelas di raut wajah Angga. Pegangannya di tangan Nova mengendur seakan memberi sinyal kekecewaan yang ia rasa.T
Suasana kamar gelap gulita ketika Nova sampai di rumah. Resiko terbesar atas keputusannya pulang larut malam adalah amukan sang suami. Tetapi saat ini, Nova justru mengabaikan kemungkinan itu. Tubuh dan pikirannya bagaikan di timpa puluhan kilo beban. Kakinya berat untuk melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sebelah tangannya merayap di dinding. mencari keberadaan stop kontak. Kamar itu kosong. Kondisinya masih sangat rapi seperti terakhir kali Nova meninggalkan ruangan itu. Sisi lain di ruangan seolah membujuk Nova untuk menjamah area kamar mandi. Sepertinya berendam air hangat di malam ini bisa mengurangi lelah di sekujur tubuh Nova. Tanpa pikir panjang Nova meraih handuk di dalam laci. Ia masuk ke dalam kamar mandi yang dihias oleh cahaya lampu yang temaram. Nova sengaja tak menyalakan lampu utama untuk mempertahankan kesan hangat dan intim selama waktu menyendiri kali ini..Helai demi helai dilucuti perlahan. Hingga meninggalkan sepasang bikini dari bahan satin. Tiga helai segi
“Ahh.. Angga, ahh..” Dini hari dilewati pasangan suami istri yang sedang bergumul dengan gairah di dalam bath tub. Percikan air menyebar ke segala arah di saat permainan keduanya semakin menggila. Lolongan desau kenikmatan saling bersahutan. Seakan menunjukkan dengan jelas bagaimana nikmatnya pelampiasan gairah antara Angga dan Nova.Saat ini Nova memimpin permainan. Kedua tangannya lincah bergerak di atas dada bidang suaminya. Keras dan kokoh bagaikan dinding pelindung, setidaknya itulah yang selalu Nova pikirkan tiap kali menyentuh area favoritnya di tubuh Angga. Dua jam pergulatan ternyata tak mampu membuat Nova puas. Terjebak dalam gairah sang suami membuatnya kesulitan untuk melepaskan diri dari kenikmatan yang Angga ciptakan. Jika biasanya Angga akan memimpin permainan mereka, malam ini ada satu hal yang berbeda. Kabur gairah makin lama makin besar tersirat di sorot mata Nova. Ia bagaikan seorang zombie kelaparan. Apapun yang ada di depannya tak akan ia lepaskan. Apalagi, sa
Senyum Nova tak pernah lepas dari wajahnya sejak bangun tidur tadi pagi. Sesekali ia bersenandung sambil mengaduk sup buntut buatannya untuk makan siang.Sudah hampir pukul dua belas siang namun Nova masih berkecimpung di balik meja dapur dengan berbagai perlengkapan masak dan bahan makanan. “Angga harus mencicipi menu baruku. Dia pasti tidak akan berkutik setelahnya,” gumam Nova pada diri sendiri. Beberapa potong daging lengkap dengan sayur dan kuah yang menggugah selera dituang ke dalam mangkuk berukuran sedang. Secentong nasi disendokkan ke dalam piring untuk sang suami.Suara langkah kaki mulai terdengar, disusul suara pintu kamar ditutup dari lantai dua. Aktivitas Nova terhenti selama beberapa saat, “Angga pasti sudah bangun,” katanya. Nova lantas bergegas menyelesaikan tugasnya. Baki makanan berisi sup buntut lengkap dengan nasinya ia sajikan di atas meja. Tepat ketika Nova menyelesaikan tatanan makanan, Angga memijaki anak tangga paling akhir. Nova pikir, Angga akan turun d