Tepat setelah Robert bertanya, terdengar suara ibunya Wolter yang berteriak, "Monica sudah pulang? Tuan Robert dan yang lainnya lagi di kamar.""Oh, aku ke sana." Monica meletakkan buah-buahan yang baru dibeli, lalu bergegas masuk ke kamar.Begitu melihat kedatangan Monica, Wolter langsung bertanya, "Monica, obat yang dikasih Nona Suzy masih sisa berapa?"Monica tertegun selama beberapa saat. Dia terlihat ragu-ragu dan menjawab, "Kayaknya tinggal satu.""Coba aku lihat," jawab Suzy sambil tersenyum.Ekspresi Monica pun berubah secara tiba-tiba, dia menundukkan kepala untuk menyembunyikan ketakutannya.Kemudian Monica berjalan menuju lemari yang ada di depan sana, setiap langkahnya terlihat agak berat. Sesampainya di depan lemari, dia mengulurkan tangan dan mengeluarkan sebuah botol berwarna merah."Sini, kasih aku." Suzy langsung merebut botol obat dan membukanya."Em?" Botolnya kosong. Suzy mengerutkan alisnya sambil menatap Monica."Aku ...." Monica terlihat gugup."Kayaknya Monica l
Wolter merasa sedikit canggung, tetapi melihat Suzy yang gesit dan cekatan, Wolter pun bergegas menenangkan diri. Seharusnya Wolter bersyukur karena Suzy bersedia datang untuk membantunya.Wolter mengesamping rasa malunya, dia berbaring dan mengikuti semua instruksi Suzy.Setelah jam telah berlalu. Suzy menarik jarum terakhir sambil mengembuskan napas."Ada cairan alkohol?" tanya Suzy."Ada, di lemari," Wolter menjawab secara spontan.Suzy bangkit berdiri dan langsung membuka lemari. Seketika, raut wajah Suzy tampak berubah.Suasana di dalam ruangan hening selama beberapa saat. Tatapan Suzy terlihat muram saat melihat pil berwarna merah yang ada di dalam lemari."Nona, aku ...." Wolter berusaha menjelaskan, tetapi sekujur tubuhnya terasa lemas.Sejak tadi Robert fokus memperhatikan gerak-gerik dan ekspresi setiap orang yang ada di dalam kamar. Robert menoleh ke arah Wolter dan bertanya, "Kenapa obatnya ada di sini?"Wolter terdiam, dia merasa takut, gugup, bersalah, dan ketakutan. Semu
"Kenapa kamu berbuat seperti ini?" Ekspresi Robert terlihat datar.Wolter ingin membela Monica, tetapi Suzy menepuk pundaknya dan berbisik, "Kamu tidak penasaran kenapa dia menukar obatmu?"Wolter terdiam, tatapannya terlihat berkecamuk.Monica menarik napas panjang, dia mengumpulkan keberanian dan mengangkat kepalanya. Monica menatap botol obat yang dipegang Robert, cepat atau lambat hari ini pasti akan tiba.Monica merasa tidak perlu merahasiakannya lagi. Apalagi Suzy dan Robert sangat cerdas, mana mungkin mereka akan memercayai alasan Monica?Monica tersenyum kecut, lalu berkata, "Seorang wanita misterius menemui dan mengancamku. Seluruh nyawa anggota keluargaku berada di tangannya. Kalau aku tidak mematuhi perintahnya, dia akan membunuh keluargaku. Wanita itu yang memberikan obat palsu ini kepadaku. Aku sempat membawa obatnya ke laboratorium, obat itu cuma pil biasa dan tidak akan membahayakan nyawa Wolter. Aku ... aku terpaksa mematuhi perintah wanita itu.""Aku pikir semua akan b
"Suzy, aku baru mau meneleponmu. Kalian jam berapa sampai? Semua sudah siap." Suara Anna terdengar lembut."Sudah mau sampai, 5 menit lagi," jawab Suzy sambil melihat penunjuk arah. "Oh iya, mau titip sesuatu? Makanan atau buah?""Hehe, tidak perlu, kalian langsung ke sini saja. Oh iya, kalian mengajak Welly, 'kan?""Ada, kok. Baiklah, kami sudah mau sampai."Tadi pagi Anna mengirimkan pesan kepada Suzy. Anna mengajak Suzy makan hotpot di rumahnya sekaligus datang untuk melihat perkembangan gaun yang sedang dijahit.Suzy berpikir waktunya sangat pas. Dia makan siang bersama Anna setelah pulang menjenguk Wolter.Suzy, Robert, dan Welly tiba di rumahnya Anna. Mereka bertiga turun dari mobil dan beranjak ke lantai dua.Lantai satu dipenuhi bahan-bahan kain, patung, palet, dan berbagai pernak-pernik lainnya.Anna menggandeng tangan Suzy sambil menjelaskan, "Sekarang lagi banyak pesanan, lantai 1 jadi agak berantakan. Maaf ya, kita cuma bisa menggunakan lantai 2.""Tidak apa-apa. Oh iya, ka
Pada malam hari, Suzy mendapatkan pesan dari Monica. Monica sudah mengajak wanita itu untuk bertemu.[ Baik. ]Suzy hanya menjawab secara singkat, lalu meletakkan ponselnya dan masuk ke dalam kamar mandi bersama Robert. Sembari menggosok gigi, Suzy bertanya kepada Robert, "Menurutmu, apakah Wolter masih akan membiarkan Monica tinggal di sana?"Tanpa perlu berpikir, Robert langsung menjawab, "Bukankah sudah terlihat jelas? Kalau mau mengusir Monica, untuk apa Wolter membantu Monica berbohong?"Setelah selesai menjawab, Robert berkumur dan menyeka wajahnya yang basah."Kenapa Wolter bersikap begitu baik kepada Monica? Bukannya dulu mereka sering berantem?" Suzy kembali bertanya.Robert menyentil kening Suzy, lalu menjawab sambil tersenyum, "Orang-orang bilang kamu sangat peka, tapi kadang-kadang kamu juga bodoh. Kamu tidak pernah mendengar ungkapan cinta tumbuh seiring waktu?""Mereka berdua sudah kenal 8 tahun. Kalau memang cuma masalah persaingan kerja, mana mungkin Monica inisiatif me
Suzy berusaha tetap tenang, dia mengeluarkan sebuah botol dan bertanya, "Aku sudah bawa obatnya. Ayo, bicara sebentar?"Airin mengulurkan tangan dan hendak merebut obat tersebut, tetapi Suzy tidak langsung memberikannya.Suzy tidak memedulikan kekesalan Airin dan bertanya, "Obat ini untuk Raja?"Airin hanya menatap Suzy tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Suzy pun tidak mengharapkan jawaban Airin, lalu lanjut berkata, "Baiklah kalau kamu tidak mau jawab. Aku sudah berjanji akan membantu Raja, kamu bisa menemuiku secara langsung. Mulai sekarang, aku harap kamu tidak mengganggu dan jangan mengancam teman-temanku lagi!""Mengerti?" tanya Suzy sambil menatap Airin dengan tajam.Melihat Airin yang enggan membuka mulut, Suzy tersenyum dan berkata, "Kalau kamu tidak mengerti, aku akan menemui Raja dan memberitahunya secara langsung.""Mengerti," jawab Airin saat melihat Suzy yang hendak menyimpan kembali botol obatnya.Meskipun terdengar terpaksa, Suzy yakin bahwa Airin tidak akan berani bert
Ketika berjalan ke kamar, Robert dan Suzy melihat Lorraine sedang bermain dengan Welly di taman.Lorraine tidak bisa ikut sembahyang kubur karena dia bukanlah anggota keluarga inti. Ditambah, kondisi tubuh Lorraine juga lemah dan gampang kelelahan.Welly masih terlalu kecil, Lucy tidak berani membawa Welly ke tempat pemakaman, takutnya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu Lorraine menemani Welly di rumah.Setelah menyapa Lorraine, Robert dan Suzy kembali ke kamar untuk berganti pakaian. Robert dan Suzy mengganti pakaian berwarna hitam, lalu masuk ke mobil dan pergi ke pemakaman.Sesampainya Robert dan Suzy, semua anggota Keluarga Calvin sudah lengkap.Sebagai kepala keluarga, Nenek Jenny berdiri di tengah, sedangkan Simon dan Lucy mendampingi di sisi kiri dan kanan.Begitu melihat kedatangan Robert dan Suzy, para kerabat pun memberikan jalan kepada mereka. Bagaimanapun Robert adalah pemegang saham terbesar, wajar saja semua orang menghormatinya.Suzy adalah istrinya Ro
"Kenapa?" tanya Robert melihat Suzy yang berhenti di tengah jalan.Setelah menunggu yang lain berjalan cukup jauh, Suzy baru menjawab, "Seingat aku kamu pernah masuk ke gua itu, 'kan? Kamu pernah cerita, katanya kamu melihat sebuah mayat wanita yang berbaring di dalam peti kristal?""Benar." Robert mengangguk. Dia mengerutkan alis, untuk apa Suzy menanyakan hal ini?"Kenapa? Kok tiba-tiba menanyakan gua itu?" Robert terlihat penasaran."Aku teringat sama istri Charles yang sudah meninggal. Kondisi kematian mendiang Ratu persis seperti mayat yang kamu temui di dalam sana. Salah seorang anggota Klan Youlan membangun makam untuk mendiang Ratu, tapi tidak ada yang tahu di mana keberadaan makamnya yang asli. Jangan-jangan ...." Suzy menjelaskan sambil menatap pohon besar yang terletak di sebelah gua."Jasad yang ada di dalam sana sudah membusuk, mayatnya sudah jadi debu. Sekarang yang tertinggal hanya peti kosong." Robert menggelengkan kepala, dia memahami maksud pikiran Suzy. Mayat yang ad