Ponselnya sampai jatuh di tempat tidur.Olivia memang menunggunya, tapi menunggunya sambil tidur.Hati Stefan yang gembira tadi jadi agak sedikit kecewa.Dia membawa dua cincin berlian yang dia beli dari neneknya dan berencana untuk memberikannya pada Olivia malam ini. Namun, wanita itu ketiduran.Stefan duduk di tepi tempat tidur, lalu mengulurkan tangannya dan mencubit wajah Olivia dengan lembut, “Dasar tukang tidur. Tidurnya nyenyak sekali.”Setelah mencubit wajah Olivia, dia membungkuk dan mencium wajah wanita itu, lalu berpindah lagi ke bibirnya. Kemudian, dia mengambil ponsel wanita itu dan meletakkannya di meja samping tempat tidur.Meskipun istrinya menunggunya sambil tidur, setidaknya menunggu di kamarnya.Itu masih sedikit menghiburnya.Keesokan harinya, ketika bangun bangun tidur, Olivia dikejutkan oleh sebuket bunga yang besar.Di balik buket bunga itu ada wajah tampan Stefan.Dia mengerjapkan mata.Setelah memastikan bahwa dia sudah terjaga dan orang yang dia lihat benar-b
“Olivia.” Saat Olivia sedang memasangkan cincin kawin ke jarinya, Stefan berkata lembut, “Mulai sekarang, apapun yang terjadi, kita nggak boleh bilang putus atau cerai. Oke?”Olivia merasa kedua cincin itu sangat cocok dipakai oleh mereka. Dia sedang memuji selera Stefan dalam hati. Pria ini tidak membawanya untuk memilih cincin kawin, tapi bisa memilih cincin yang cocok untuknya.Mendengar perkataan Stefan, dia mendongak untuk menatap pria itu dan berkata, “Aku nggak bisa menyetujui permintaanmu satu ini. Gimana kalau kamu sama dengan Roni? Masa aku nggak boleh bilang cerai? Pria yang selingkuh harus disingkirkan secepat mungkin, nggak ada gunanya dipertahankan.”Stefan awalnya ingin Olivia berjanji padanya terlebih dahulu, agar wanita ini tidak akan meninggalkannya saat dia mengakui identitasnya di masa depan.Tak disangka, Olivia tidak terjebak.Di saat yang romantis seperti ini, wanita ini tetap berpikiran jernih.Siapa lagi kalau bukan wanita yang dia cintai.“Kalau begitu, dengan
“Belum pasti. Kalau urusannya sudah selesai, aku langsung bisa pulang.”“Kalau begitu, kamu kasih tahu aku di hari kamu mau pergi itu. Aku bantu kamu packing barang, lalu mengantarmu ke bandara.”Di kamar Stefan tidak ada pakaian dan barang-barang Olivia, jadi dia hendak kembali ke kamarnya sendiri untuk mandi dan berganti pakaian.Melihat dia hendak pergi, Stefan mengulurkan tangan untuk meraihnya. Mata hitam pria itu menatap wajah cantiknya dan berkata, “Itu saja?”Olivia mengerjapkan mata, tidak mengerti apa yang Stefan maksud.Memang masih mau apa lagi?Dia tidak mungkin mengantar pria ini sampai ke kota tujuan, ‘kan?“Memangnya keluarga boleh ikut?”Mulut Stefan cemberut.“Kalau nggak boleh ikut, aku antar kamu ke bandara boleh’ kan?”Stefan melepaskan tangan Olivia.Olivia memandangi tangan pria itu, mengerutkan kening dan berkata, “Aku baru saja berpikir akhir-akhir ini komunikasi sama kamu jadi enak, tapi sekarang jadi gini lagi. Ngomong selalu nggak jelas dan aku harus selalu
“Aku nggak bilang begitu. Kakek yang bilang sendiri.”“.... Kamu di mana? Sudah jam berapa ini? Tokomu masih belum buka juga. Orang lain sudah banyak penghasilan hari in,” kata Adi. “Stefan, kakekku tiba-tiba peduli dan menanyakan kapan aku bukan toko. Apa matahari terbitnya dari barat hari ini? Kamu coba pergi ke balkon. Matahari mungkin terbit dari barat hari ini. Kamu harus merekam keajaiban ini.”Adi berkata dengan marah, “Olivia, jangan mengalihkan topik pembicaraan. Kakek sedang berbicara denganmu. Om, Tante, dan Kakek sedang menunggumu di depan pintu tokomu, cepat buka pintunya! Kami bahkan belum sarapan. Nanti kalau datang, ingat bawakan sarapan untuk kami.”“Di dekat sana banyak restoran untuk sarapan. Kalau kalian nggak mau makan, tahan lapar saja.”Dia tidak sebaik itu, mau membungkus sarapan untuk mereka. Setelah kenyang, mereka jadi lebih punya tenaga untuk memarahinya, dong?Adi sangat kesal menghadapi sikap Olivia. Dia masih ingin memarahi anak itu, tapi ponselnya diamb
Olivia mencibir dalam hati. Tuhan melihat apa yang mereka lakukan. Mereka akan mendapat karma.“Apa pun itu niat mereka datang ke tokomu, kami akan menemanimu ke sana. Jadi, kamu ada yang bantu kalau sampai berkelahi.” Nenek Sarah bersikeras untuk menemani Olivia ke toko.Olivia ingin bilang bahwa dia juga pandai berkelahi, tapi dia kemudian berpikir, kalau semua keluarganya dari kampung datang ke tokonya, kalau mereka sampai berkelahi, dia hanya seorang diri, tidak mungkin bisa mengalahkan mereka. Jadi, dia pun tidak mencegah Nenek Sarah untuk menemaninya ke sana.Dia dengar dari kakaknya, Nenek Sarah sangat hebat dalam urusan berkelahi seperti ini.Setelah mereka bertiga selesai makan mie, Olivia hendak membereskan piring. Nenek Sarah langsung melirik Stefan, sehingga cucunya itu langsung berdiri, mengambil piring-piring tersebut dari tangan Olivia dan membawanya ke dapur untuk dicuci.“Oliv, kamu jangan terlalu memanjakan Stefan.”Nenek Sarah mengajari Olivia, “Kamu harus menyuruhny
Ketika Nenek Sarah dan Olivia sedang mengobrol, Stefan bisa mendengar obrolan mereka dengan jelas dari dapur.Stefan sudah lama terbiasa dengan neneknya yang pilih kasih pada Olivia.Nenek ingin sekali punya cucu perempuan, menunggu itu bisa terjadi sampai rambutnya sudah ubanan.Namun, dia hanya diberikan sembilan cucu laki-laki.Nenek sangat menyukai Olivia. Dia dari awal sudah menganggap Olivia sebagai cucunya sendiri, tapi ketika memikirkan cucu perempuannya ini akan menikah dengan pria dari keluarga lain, dia berubah pikiran.Dia berusaha keras agar Olivia bisa menjadi cucu menantunya, sehingga anak ini bisa selamanya menjadi anggota keluarga Adhitama.Setelah mencuci piring, Stefan mengelap kompor agar terlihat bersih, lalu mencuci lap yang dia gunakan itu dengan sabun cuci piring. Kemudian, dia mencuci tangannya beberapa kali, baru keluar dari dapur.Olivia bangkit dan membantu mengambilkan jas dan dasinya.Meskipun Olivia masih belum terlalu bisa memasangkan dasi untuk Stefan,
“Olivia.” Yoga dan Bobby mengikuti Kakek masuk, sementara yang lainnya tetap di luar.“Ini suamimu?” Adi mengamati dan menilai Stefan sejenak, menyimpulkan bahwa suami Olivia lebih baik dari suami Odelina.Pada saat yang sama, dia merasa tidak senang karena mereka tidak diberi uang mahar ketika kedua cucunya menikah. Mereka sudah membesarkan kedua cucu ini dengan sia-sia.Kalau putranya yang ketiga, ayah mereka, tahu akan hal ini, putranya pasti akan kesal.Meskipun orang tua mereka sudah tiada, kakek dan nenek mereka masih hidup. Seharusnya uang maharnya diberikan ke kakek dan nenek mereka.Namun, Odelina dan adiknya menurut pada mertua mereka dan tidak memberi uang mahar sedikit pun padanya.“Iya, dia suami cucumu. Gimana? Ganteng, ‘kan?” Olivia berjalan ke samping Stefan dan meletakkan satu tangan di bahu pria itu, lalu dengan sengaja bertanya kepada kakeknya, “Kami pasangan yang serasi, ‘kan?”Adi diam saja.Dia bertanya kepada Nenek Sarah, “Kamu?”“Aku neneknya Stefan.”Ternyata
Olivia langsung menunjuk ke pintu dan berkata dengan dingin, “Kakek, pintu tokoku ada di sana. Tolong bangun, balik badan dan keluar dari sini!”“Kalian nggak perlu ikut campur dalam urusan kakakku!”“Lalu, mereka sudah berkali-kali datang mencariku. Mereka sudah tahu apa yang akan aku katakan. Mereka nggak mau meminta maaf dengan tulus, yang mereka mau hanya memintaku untuk berdamai dengan mereka. Sebenarnya siapa yang salah?”Melihat Olivia tidak mendengarkan bujukannya, Adi berkata marah pada Stefan, “Anak muda, kamu melihatnya sendiri, ‘kan? Dia yang nggak mau keluarganya untuk mendukungnya. Kamu tindas saja dia semaumu, nggak perlu khawatir kami akan datang untuk menuntutmu.”Bahkan Stefan ingin mengusir lelaki tua ini keluar.Dia tidak pernah melihat kakek jenis seperti ini.Seberapa tidak sukanya dia terhadap cucunya, dia tidak seharusnya mengatakan hal itu.Stefan berkata dengan dingin, “Aku menikah Olivia untuk memanjakannya, bukan untuk ditindas. Pria macam apa yang menindas