Samuel Group adalah perusahaan yang didirikan oleh Samuel sendiri, tanpa ada hubungan dengan Adhitama Group. Bahkan, tidak ada interaksi bisnis di antara keduanya, terutama karena industri yang digeluti perusahaan ini sama sekali tidak ada hubungannya.Baru saja selesai rapat dan kembali ke kantornya, Samuel mendengar suara familier yang disertai nada marah begitu dia tiba di depan pintu kantornya. "Samuel!" Rubah itu datang. Samuel menoleh ke arah suara tersebut dan melihat si Rubah yang masih mengenakan gaun merah. Meskipun model pakaiannya berbeda, warnanya tetap merah. Di malam hari, melihatnya dengan pakaian merah menyala membuatnya tampak sangat mempesona. Di siang hari, dia bahkan terlihat lebih luar biasa. Kecantikannya begitu mencolok dan penuh percaya diri. Namun, satu-satunya masalah adalah temperamennya yang tidak begitu baik. Meskipun begitu, kepribadiannya yang seperti itu membuat Samuel menyukainya. "Pak Samuel, perempuan ini bersikeras ingin menemui Anda. Kami suda
Samuel membuka pintu dan mempersilahkan Rubah masuk. Semua orang melihat gadis berbaju merah itu berjalan dengan arogan. Sedangkan Samuel tetap memasang wajah tersenyum. Samuel benar-benar seorang pria berkelas, juga memiliki temperamen yang sangat baik.Di antara saudara-saudaranya, Samuel memang memiliki temperamen yang lebih baik. Akan tetapi, dia tetap bersikap serius dan tegas di perusahaan, sehingga meninggalkan kesan-kesan kepada karyawannya kalau dia sosok yang serius dan tegas. Semua orang sering bilang kalau Samuel sangat mirip dengan kakak sepupunya, Stefan. Meskipun mereka belum pernah bertemu Stefan secara langsung, mereka sering mendengar kalau Stefan adalah orang yang dingin, tegas dan serius.Barusan mereka dengar Samuel bilang kalau gadis baju merah itu datang untuk menagih utang. Bahkan seorang bos seperti Samuel tetap harus tersenyum saat berhadapan dengan penagih utang. Mereka jadi penasaran berapa besar utang Samuel pada gadis itu.Setelah pintu kantor Samuel ditu
Rubah duduk tegak, lalu mengambil gelas berisi air hangat. Dia minum beberapa teguk, lalu pura-pura hendak menyiram Samuel dengan air. Samuel hanya menatapnya sambil tersenyum. Akhirnya, Rubah meletakkan gelasnya.“Nggak usah sanjung-sanjung aku begitu. Aku hanya ingin tanya. Kapan kamu akan kembalikan barangku?”Samuel duduk di seberang Rubah dan tetap memberikan jawaban yang sama. “Aku benar-benar nggak ingat taruh di mana. Sekarang nggak ketemu. Tunggu ketemu, aku akan kembalikan ke kamu. Aku antar sendiri. Kamu kasih saja aku alamat dan nomor teleponmu. Gimana kalau aku ganti yang baru? Kamu bilang saja di mana kamu beli barang itu.”“Kalau bukan punyaku, biar barang baru aku juga nggak mau. Samuel, sudah kubilang. Caramu minta nomor telepon ini terlalu buruk. Sama saja seperti jadi pencuri. Nggak, seperti perampok. Kamu sedang merampok.”Samuel tersenyum tipis. “Rubah, kamu sepertinya sudah lupa gimana aku bisa ambil barang itu dari kamu. Kalau kamu nggak bersikap sopan padaku leb
“Samuel, Pak Samuel, coba kamu katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu mau kembalikan barangku? Jangan bilang kamu nggak ingat taruh di mana. Itu hanya alasanmu saja. Aku sama sekali nggak percaya.”Samuel pura-pura bodoh. “Apa pun yang kamu lakukan juga nggak ada gunanya. Aku benar-benar nggak ingat. Terserah kamu percaya atau nggak. Nggak ingat ya nggak ingat. Kalau kamu benar-benar mau cari kakak iparku, cari saja. Kakak iparku memang ramah dan mudah didekati. Dia juga suka berteman. Dia paling suka berteman sama orang seperti kamu. Oh ya, kakak iparku juga menguasai ilmu bela diri. Kalau kamu sempat, kamu bisa coba lawan dia.”“Tapi kakak iparku sedang hamil. Lebih baik tunggu sampai keponakanku lahir saja baru kamu coba lawan dia. Sekalipun kamu minta dia datang dan minta barang denganku, percuma saja. Paling-paling kakak iparku merasa kesal. Nanti kakakku yang pukul aku.”Samuel bersikap seperti orang tidak tahu malu. Sikapnya membuat Rubah marah bukan main, tapi tidak bisa
Sebenarnya berapa banyak utang Samuel kepada perempuan berbaju merah itu? Perempuan itu tampak tidak senang. Apakah karena dia gagal menagih utangnya?Rubah masuk ke dalam lift. Samuel ingin mengikutinya, tapi Rubah menendangnya keluar dari lift. Sekretaris Samuel menyaksikan bosnya ditendang keluar dari lift hingga mundur ke belakang lalu jatuh dan duduk di lantai. Samuel terlihat kasihan, tapi juga terlihat lucu.Si sekretaris diam-diam tertawa, lalu cepat-cepat berhenti tertawa. Takut ketahuan oleh bosnya. Bisa-bisa dia dipecat.Setelah pintu lift tertutup, Samuel baru berdiri. Dia mengusap perutnya sambil bergumam, “Tendangannya benar-benar kuat. Sakit juga ternyata.”Lift sudah turun ke bawah. Meskipun Samuel ingin mengejar tetap saja tidak bisa. Apa daya, dia hanya bisa kembali ke ruangannya. Tiba-tiba, Samuel teringat dengan pesan neneknya. Semoga Samuel tidak menyesal di kemudian hari.Apakah karena neneknya tahu kalau Rubah tidak mudah untuk ditaklukkan? Ada kemungkinan Samuel
Pak Samuel, ini bukan soal utang uang dan nggak punya uang untuk bayar utang. Kalau begitu, apa karena utang perasaan? Saya lihat Pak Samuel baik banget sama perempuan itu. Sudah ditendang pun Pak Samuel nggak marah.”Samuel juga tidak berusaha menutupi perasaannya terhadap Rubah. “Tebakanmu benar sekali. Aku ingin jadikan dia sebagai ibu bos kalian. Tapi sayangnya aku belum berhasil. Aku sudah kenal dia selama tiga mau empat bulan. Aku bahkan nggak tahu namanya, juga nggak bisa dapatkan nomor teleponnya.”“Nggak mungkin. Pak Samuel bukan hanya bos kami. Pak Samuel juga tuan muda keempat dari keluarga Adhitama. Di luar sana, ada begitu banyak perempuan yang rela melakukan apa saja demi bisa menikah dan menjadi menantu keluarga Adhitama. Bagaimana mungkin dia nggak suka Pak Samuel? Setelah kenal begitu lama, dia bahkan nggak beritahu namanya. Kecuali dia bukan perempuan normal, atau dia sudah menikah. Pak Samuel, jangan-jangan dia suka sama perempuan? Lesbian gitu?”Samuel langsung meme
Setelah keluar dari perusahaan Samuel, Rubah segera memanggil taksi dan pergi dengan naik taksi. Sebelum pergi, dia menoleh untuk memastikan Samuel tidak mengejarnya. Tampaknya, dia sudah menendang Samuel terlalu keras hingga pria itu jatuh dan tidak bisa bangun.Setengah jam kemudian, di kediaman keluarga Sanjaya. Seorang perempuan tidak dikenal berdiri di depan pintu pagar rumah keluarga Sanjaya. Dia memandang sekeliling, berulang kali melihat nomor rumah itu, seperti sedang memastikan kalau tempat ini memang tempat yang ingin ditujunya.Sesaat kemudian, perempuan itu baru menekan bel. Tak lama kemudian, seorang pelayan keluar. Begitu keluar, pelayan itu melihat di depan rumah ada seorang perempuan tidak dikenal, berusia awal dua puluhan, sangat cantik, mengenakan pakaian biasa, dengan satu tas kecil di tangannya. Saat melihat si pelayan, perempuan itu terlihat sedikit malu-malu dan takut.Pelayan itu tidak segera membuka pintu. Dia bertanya kepada perempuan itu, “Maaf. Dengan siapa
“Aku nggak ingat namanya. Aku juga nggak pernah dengar orang panggil namanya. Semua orang panggil dia dengan julukan. Julukannya adalah Rubah Perak. Dia kirim pesan dan beritahu aku kalau dia sedang berada di sini. Dia yang suruh aku datang ke sini.”Begitu mendengar perempuan itu datang mencari Rubah Perak, si pelayan pun menghela napas lega. Meskipun dia tidak tahu siapa Rubah Perak, yang pasti perempuan itu bukan datang mencari Rudy.“Maaf, nggak ada orang yang bernama Rubah Perak di sini. Kamu yakin dia suruh kamu ke sini? Ini rumah keluarga Sanjaya.”“Benar di sini. Dia kirim lokasi ke aku. Nggak salah, kok. Dia bilang dia lagi di rumah keluarga Sanjaya.”Usai berkata, perempuan itu mengeluarkan ponsel dari tasnya lalu membuka pesan. Setelah menemukan lokasi yang diterimanya, dia pun meminta si pelayan untuk memastikan. “Nggak salah, kan? Memang benar di sini.”Si pelayan melihat alamat yang ditunjukkan perempuan itu dan ternyata memang benar. Dia pun tiba-tiba teringat dengan tam
Terlalu banyak cucu juga bukan hal yang baik.“Nggak, kok. Nenek nggak bilang apa-apa tentang kamu. Jangan selalu berpikiran buruk tentang Nenek, ya,” ujar Rosalina dengan maksud bercanda.Mendengar itu, Nene Sarah dengan sengaja meninggikan suaranya, “Rosalina, aku kasih tahu, nih. Calvin waktu kecil suka ngompol. Waktu umur dia lima tahun saja kadang-kadang masih suka ngompol. Dia selalu ngaku cari kamar mandi di mimpinya. Pas lagi nyari, begitu ketemu langsung pipis.”“Nenek!” sahut Calvin di telepon.Ya, baiklah. Di antara kakak beradik itu, memang Calvin yang paling sering mengompol. Yang lain pada umumnya sudah tidak mengompol lagi di usia mereka sudah bisa berbicara. Begitu mereka ke kamar mandi sebelum tidur, mereka akan tertidur lelap sampai hari mulai terang. Berbeda dengan Calvin,dia justru banyak minum menjelang tidur dan tidak ke kamar mandi. Makanya, dia sering terbangun di tengah malam untuk pipis. Namun bagaimanapun juga, Calvin baru berusia 5-6 tahun dan masih dianggap
Nenek Sarah tersenyum, lalu dia berkata, “Aku nggak peduli apa kata mereka. Toh cucuku ya milikku. Aku yang membesarkan mereka dari kecil, aku dan suamiku yang bersusah payah mendidik mereka dengan sepenuh hati. Aku yang paling tahu seperti apa sifat mereka, dan wanita seperti apa yang cocok dengan mereka. Aku cuma mau cucuku bahagia dan memberikan mereka istri yang pantas. Apa itu salah? Orang-orang bilang Olivia nggak pantas untuk Stefan. Mereka sering kali bertanya memangnya sudah berapa lama Olivia masuk ke keluarga Adhitama? Atau bertanya dengan kemampuan yang Olivia miliki, apa dia pantas untuk Stefan?”Sarah dari dulu memang lebih menyayangi Olivia. Dia melanjutkan, “Aku justru sangat berterima kasih sama Olivia karena dia mau menikah sama Stefan. Dengan sifat Stefan yang temperamental itu, bisa jadi dia nggak akan dapat pasangan seumur hidup. Bahkan para ahli juga pada bilang kalau Stefan dan Olivia itu memang ditakdirkan untuk jadi suami istri seumur hidup. Mereka mendapatkan
Tante Rida pernah berpesan kepada Rosalina. Andaikan Rosalina sungguh mencintai Calvin, maka terimalah cintanya. Jangan sampai Rosalina melewatkan kesempatan ini atau dialah yang akan menyesal nantinya.Setiap anak lelaki yang terlahir di keluarga Adhitama, entah di urutan yang keberapa pun, mereka sama-sama mendapatkan pendidikan yang setara. Cara mereka menyikapi hubungan asmara juga sama, yaitu fokus dengan pasangan masing-masing bahkan sampai ke tahap buta asmara. Mereka tidak akan jatuh cinta dengan mudah, tetapi sekali jatuh cinta, maka itu akan menjadi komitmen seumur hidup.“Aku bisa mengerti. Memang ini sudah risiko menjadi bagian dari keluarga yang dikenal banyak orang,” ujar Sarah, seraya menepuk punggung tangan Rosalina dengan kasih sayang.Rosalina tersenyum dan berkata, “Nek, yang aku bilang itu dulu. Sekarang aku sudah nggak merasa tertekan atau merasa minder lagi. Dulu aku merasa beruntung karena Calvin sudah memilih aku. Sekarang aku merasa aku pasti punya suatu kelebi
“Duduk dulu di sana, kita bicarakan pelan-pelan,” kata Nenek Sarah seraya menunjuk ke sebuah gazebo yang terletak tidak jauh dari mereka.”Rosalina dengan lembut menanggapi ajakan itu dan menuntun Sarah menuju ke gazebo yang dimaksud. Setelah mereka sampai di sana dan duduk, Sarah memegang tangan Rosalina dan berkata kepadanya, “Rosalina, tekanan menjadi menantu di keluarga Adhitama pasti berat, ya. Nggak peduli apa pun yang kalian lakukan, pasti akan selalu ada mata yang terus mengawasi setiap pergerakan kalian kalaupun kalian melakukannya dengan baik, nggak banyak orang yang kasih pujian ke kalian, dan kalau mereka merasa kalian kurang baik, pasti banyak yang menghujat. Kalau privasi kalian nggak terjaga dengan baik, pasti akan dengan mudah tersebar ke luar dan menimbulkan rumor yang jadi hiburan untuk orang lain. Ini akan bikin kalian sangat frustrasi dan kerepotan.”Namun ketika mendengar itu, Rosalina hanya mengatupkan bibirnya dan menjawab, “Nek, aku baik-baik saja, kok. Awalnya
Sarah hanya ingin mencari topik pembicaraan dengan cucu menantunya itu, makanya dia pura-pura tertarik.“Aku rasa mereka orang yang sama. Mereka sampai cari satu pengganti untuk menyamar jadi Giselle. Habis itu, Lisa juga muncul di depanku. Dia ingin buat aku nggak curiga. Target mereka sepertinya Olivia. Tapi karena aku paling kenal Giselle, jadi mereka mau nggak mau harus libatkan aku juga.”Hanya dengan membuat Rosalina tidak curiga, Olivia baru akan berhenti curiga. Karena Rosalina kakaknya Giselle.“Aku hanya ingin beritahu Olivia, biar bisa analisis bersama. Rasanya mereka sedang main catur besar di belakang. Nggak perlu terburu-buru. Mereka nggak buru-buru, kita juga nggak buru-buru. Makanya aku pagi ini baru datang ke sini, tapi ternyata Olivia sudah pergi.”Rosalina merasa iri pada Olivia. “Aku juga ingin libur, bawa anak-anak pergi main. Tapi sayangnya aku nggak punya keponakan.”Rosalina memiliki adik perempuan, tapi Giselle juga belum menikah. Jadi dia belum memiliki kepona
“Iya, Mama sudah tua, nggak usah keliaran ke mana-mana dan buat anak-anak khawatir,” kata Dewi.Sarah sengaja melotot ke arah menantunya. “Kenapa kamu ikut-ikutan juga? Aku nggak keliaran. Sekarang aku diam saja di rumah, kan? Aku nggak ikut Oliv pergi gendong Audrey.”Dewi langsung mengungkap kebohongan ibu mertuanya. “Bukannya karena Mama selalu mau culik anak orang setiap kali pergi ke sana jadi sekarang mereka nggak mau terima kunjungan Mama?”Wajah Sarah memerah. Rosalina spontan tertawa cekikikan.“Rosalina, temani Nenek jalan-jalan. Suasana hati Nenek jadi nggak bagus karena tantemu. Dia nggak kasih aku cucu perempuan. Aku suka cucu orang lain, dia malah salahkan aku.”“Mama juga nggak punya anak perempuan, masih saja mau salahkan aku. Memangnya kami yang nggak mau punya anak perempuan? Ada masalah dengan feng shui keluarga Adhitama. Aku curiga rumah dan makam leluhur kita ada di tanah milik seorang biksu,” kata Dewi sambil menutup mulut untuk menahan tawa.Keluarga Adhitama han
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan