Dia berkata kepada beberapa teman lamanya, “Cuacanya agak dingin, bagaimana kalau kita minum sedikit untuk menghangatkan badan?” “Nyonya,” Pak Joni langsung mencegah saat mendengar Nenek Sarah ingin minum alkohol.“Nyonya jangan minum alkohol. Kalau Pak Stefan tahu, nanti saya yang disalahkan karena nggak menjaga Nyonya.” “Kalau kamu nggak bilang, bagaimana dia tahu?” “Stefan makin mirip dengan kakeknya, mengatur ini dan itu,” ujar Sarah sambil mengeluhkan Stefan yang mulai ikut campur mengatur dirinya. Beberapa temannya yang lain tertawa dan berkata, “Pak Stefan itu perhatian pada kesehatan Nyonya. Di usia kita ini, sebaiknya memang lebih sedikit minum alkohol.” “Minum sedikit anggur nggak akan masalah. Pak Joni, ambilkan dua botol anggur. Makan panggang-panggangan tanpa minuman itu kurang nikmat.” Pak Joni tidak lagi menolak. Dia menelepon ke villa untuk meminta seseorang mengantarkan beberapa botol anggur. Selain menikmati ikan hasil tangkapan sendiri, ada juga makanan la
Sarah yang mendengar ucapan bocah itu hanya tertawa sambil melambaikan tangannya memanggil Lia dan berseru, “Lia, sini.” Gadis itu berjalan mendekat. “Nyonya, paha ayamnya sudah boleh dimakan?” Dia mengira Nenek memanggilnya untuk makan paha ayam panggang. Namun, Nenek Sarah menariknya mendekat, memeluknya, lalu berkata sambil tersenyum, “Belum selesai dipanggang, nanti sebentar lagi bisa dimakan.” “Kenapa kamu ingin menggantikan posisi Pak Joni?” Semua orang di villa tahu Nenek Sarah sangat menyukai anak perempuan. Keluarga Adhitama sudah beberapa generasi tidak memiliki anak perempuan. Nenek selalu berharap punya anak perempuan atau cucu perempuan, tetapi harapan itu tidak pernah terpenuhi. Sekarang, dia berharap bisa memiliki cicit perempuan. Namun, belum tahu apakah harapan itu akan terwujud. Dia sering berkata kepada para pekerja bahwa anak perempuan dari keluarga mereka boleh tinggal di vila ini, bersekolah di Kota Mambera, dan bermain di taman bermain anak-anak di vila
Mendengar suara mobil, gadis kecil itu hanya melirik sebentar lalu melanjutkan menikmati sate panggangnya. "Nenek, aku pulang," terdengar suara Samuel. Lelaki itu turun dari mobil sambil membawa setangkai bunga. Sambil memanggil neneknya, dia berjalan mendekat dan berkata, "Harum sekali! Cuaca seperti ini, makan sate panggang memang paling cocok." Musim dingin di Kota Mambera memang seperti ini, kemarin cuaca begitu dingin hingga membuat orang menggigil, para Nyonya pun enggan keluar rumah. Namun hari ini, suhu naik lagi. Menjelang siang, matahari bersinar terang, rasanya sedikit panas. Di musim dingin, kadang-kadang mereka memang memanggang sendiri, tetapi biasanya hanya saat liburan, mereka punya waktu santai seperti ini. Berbeda dengan Nenek Sarah yang kapan saja ingin makan sate panggang, bisa langsung memanggangnya dengan santai. Samuel berpikir, nanti kalau dia sudah menikah dan punya anak, begitu anaknya cukup dewasa untuk menggantikan dirinya, dia akan segera melepaskan
Nenek memegang bunga dengan satu tangan, lalu dengan tangan yang lain mengambil ikan panggang yang baru matang dan menyerahkannya kepada Samuel sambil berkata, "Ikan kecil seperti ini paling enak dimakan saat masih panas. Kalau sudah dingin, rasanya kurang enak. Cepat dimakan." "Terima kasih, Nek." Samuel menerima ikan panggang dari neneknya dan langsung menikmatinya tanpa basa-basi. Sambil makan, dia mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto, lalu mengirimkannya kepada adik kelimanya, Hansen. Dia dan Hansen sudah sering main bersama sejak kecil. Ketika dewasa, hubungan mereka juga paling dekat. Apa pun yang dia lakukan, dia selalu suka pamer kepada Hansen. Hansen, yang menerima foto dari kakaknya, langsung mengirim pesan suara di grup keluarga, "Nenek, apakah Nenek memancing lagi? Bahkan memanggangnya juga? Ada banyak, nggak? Aku juga mau makan. Aku akan pulang sekarang." Samuel sengaja berkata, "Nggak ada lagi. Nenek memang khusus menyisakan untukku. Kamu nggak kebagian. La
Semalam tidurnya tidak nyenyak, jadi dia tidak nafsu makan dan hanya makan sedikit saja. Samuel memasukkan makanan yang akan dimakannya ke dalam kantong, lalu mengikuti neneknya. "Nenek, ini, ayam panggangnya," kata Samuel sambil menyerahkan paha ayam panggang kepada neneknya. Sambil menoleh ke arah gadis kecil yang duduk di meja batu dan tampak tengah makan dengan lahap hingga mulutnya penuh minyak, dia bertanya, "Nenek, siapa gadis kecil itu? Dia makan dengan sangat lahap." "Itu Lia, orang tuanya adalah pengelola kebun bunga. Nenek sangat suka sama dia," jawab neneknya. Samuel sambil mengunyah sate ikan panggang buatan neneknya berkata, "Asal perempuan, Nenek pasti suka. Waktu pergi ke kediaman keluarga Junaidi, Nenek bahkan ingin membawa satu-satunya cicit perempuan mereka pulang." Nenek menghela napas dan berkata, "Keluarga kita dan keluarga Junaidi sama-sama kaya dan baik. Kalau Audrey tumbuh di keluarga kita, dia juga nggak akan kekurangan apa pun. Sayangnya, keluarga Jun
Samuel membantu Nenek membersihkan kursi batu. “Nenek memang berbakat, nggak keluar rumah juga bisa tahu apa pun.” Nenek mendelik dan berkata, “Nggak perlu memuji. Bicara baik-baik dengan Nenek. Apa yang salah dari Katarina?” “Dia baik sekali. Aku nggak pernah mengatakan dia buruk. Aku juga sudah mencoba untuk menyukainya. Aku mencoba membangun perasaan sama dia. Tapi ternyata, aku nggak bisa menumbuhkan perasaan itu, sementara dia justru berhasil dan sekarang dia datang jauh-jauh untuk buat perhitungan denganku.” “Dia bilang aku mempermainkannya. Aku benar-benar nggak bersalah! Aku sudah berusaha keras untuk mencintainya, tapi tetap saja nggak bisa.” Samuel berkata dengan wajah penuh kepolosan sambil terus makan sate bakarnya. “Dia adalah seseorang yang Nenek pilih. Aku akui dia sangat luar biasa, dan di segala aspek memang cocok dengaku. Aku juga nggak membencinya. Tapi saat bersama dia, aku selalu merasa ada sesuatu yang kurang. Setelah beberapa waktu, aku yakin bahwa aku ngg
“Nenek, di hatiku, Nenek lebih penting dari orang tuaku sendiri. Nenek pasti bisa hidup panjang umur. Bukankah Nenek ingin mau gendong cicit perempuan? Kami sembilan bersaudara, nanti Nenek punya sembilan menantu perempuan. Siapa tahu salah satu menantu Nenek bisa melahirkan cicit perempuan untuk Nenek gendong.” “Nenek nggak hanya ingin menggendong cicit perempuan, tapi juga mau membesarkannya, dan bahkan mencarikan pasangan yang baik untuknya nanti.” Nenek tersenyum dan berkata, “Nenek juga ingin meminjam 500 tahun lagi, apakah mungkin? Kita harus realistis, semua harus menghadapi kenyataan.” “Nenek sudah akan sangat puas kalau bisa melihat cicit perempuan lahir. Mana berani berharap bisa hidup sampai cicit perempuan menikah?” Usianya sudah lebih dari delapan puluh tahun. Cicit perempuan pun belum tahu ada di mana. Bahkan apakah dia bisa menunggu sampai cucu kesembilannya menikah pun belum tentu. “Sudahlah, tadi Nenek hanya bercanda. Nenek sudah bilang, selama orangnya punya
Nenek terdiam sambil memandang Samuel. Semua sudah dibicarakan dengan jelas. Samuel juga mengatakan apa yang ada di pikirannya, baik yang boleh maupun yang tidak boleh diucapkan. Hari ini dia pulang ke rumah lama memang untuk jujur kepada neneknya. Lelaki itu tidak bisa seperti kakak-kakaknya, yang dengan patuh menikahi calon istri pilihan nenek. Dia memiliki orang yang ingin dia kejar. Setelah dia selesai berbicara, neneknya menghela napas dan berkata, “Apa yang kamu katakan ada benarnya. Daripada terluka lebih lama, lebih baik sudahi sekarang. Perasaan Katarina terhadapmu sepertinya juga belum terlalu dalam. Bicaralah dengan jelas padanya, biarkan dia berhenti berharap, itu juga baik.” “Jangan menunda masa depannya.” Setelah terdiam sejenak, Nenek kembali bertanya, “Samuel, kamu benar-benar nggak mau mempertimbangkan Katarina? Nggak percaya pada pilihan Nenek?” Samuel menjawab dengan serius, “Nenek, aku percaya dengan pilihan Nenek. Pilihan Nenek sangat baik. Katarina meman
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa
"Kapan Pak Stefan datang?" Felicia bertanya. "Baru saja tiba. Setelah mendengar bahwa kamu dirawat di rumah sakit, dia ikut bersama kami untuk menjengukmu." Stefan berbohong kepada istrinya, mengatakan bahwa dia harus pergi dalam perjalanan bisnis, padahal dia sebenarnya datang ke Cianter. Dia ingin melihat situasi di Cianter dan berdiskusi dengan kakak iparnya sebelum kembali ke Mambera. Lelaki itu hanya memiliki waktu dua hingga tiga hari di sini, tidak bisa tinggal terlalu lama, agar Olivia tidak mengetahuinya. Felicia tersenyum dan berkata, "Pak Stefan benar-benar perhatian." Secara teknis, meskipun Felicia lebih muda beberapa tahun dari Stefan, dia adalah seniornya, karena dia adalah bibi nenek dari Olivia. Seharusnya, Stefan memanggilnya "Bibi Nenek". Seorang junior menjenguk seniornya sebagai bentuk hormat dan perhatian adalah hal yang wajar. Meskipun semua orang tahu alasan sebenarnya di balik kunjungan ini. Jika bukan karena Felicia memberi tahu Odelina sebelumnya, orang
Vandi khawatir Felicia akan merasa pusing saat baru bangun, jadi dia membantunya berdiri dengan hati-hati. Felicia duduk di sofa dan melihat hidangan yang tersaji penuh di meja. Dia berkata, "Hanya kita berdua yang makan, kita nggak akan bisa menghabiskan sebanyak ini. Nggak perlu memasak terlalu banyak." "Nggak banyak, porsinya hanya untuk dua orang." Vandi mengambil semangkuk sup dan meletakkannya di depan Felicia, kemudian menyuruhnya minum sup terlebih dahulu. "Kamu juga makan." "Iya." Vandi tidak menolak. Dia sudah menyiapkan makanan ini sebelumnya dan membawanya dengan termos makanan. Dia sendiri belum makan. Dia suka makan bersama Felicia. Gadis itu memiliki nafsu makan yang baik, tidak seperti para putri konglomerat lainnya yang makan lebih sedikit daripada kucing hanya demi menjaga bentuk tubuh. Felicia selalu makan sesuai selera dan kebutuhannya, tidak pernah menelantarkan perutnya sendiri. Ponsel Felicia berbunyi di dalam kamar rawatnya. "Aku ambilkan untukmu." Van
Menjadi seorang aktris, tidak ada yang tidak berharap suatu hari nanti bisa menjadi pemeran utama berkat kecantikan dan aktingnya. Sayangnya, semua wanita yang mencoba peruntungan memiliki wajah yang cantik. Dengan penampilannya, dia hanya bisa dikatakan lumayan, bukan seorang calon bintang sejati. Menjadi pengganti Giselle sudah memberinya bayaran yang cukup tinggi. Jika mendapat tamparan, masih ada kompensasi tambahan. Jauh lebih menguntungkan daripada menjadi figuran. "Mudah sekali mendapatkan uang ini. Kalau lain kali kamu mau mencari masalah dengan kakakmu lagi, aku bisa sengaja membuatnya marah dan membiarkan dia menamparku beberapa kali lagi, jadi aku bisa mendapatkan lebih banyak uang." Giselle tertawa sinis, "Hanya beberapa juta saja, apakah itu sepadan?" "Bu Giselle, Anda berasal dari keluarga kaya, tumbuh dalam kemewahan, sejak kecil nggak pernah kekurangan apa pun, dan memiliki uang yang nggak akan habis digunakan. Anda nggak akan pernah memahami kesulitan orang biasa s