Akhirnya Calvin digigit dengan keras oleh Rosalina hingga darahnya mulai menetes. Saat itu, barulah Calvin kemudian melepaskan cengkeramannya.Calvin merasakan pedih di wajahnya karena Rosalina menampar wajahnya dengan sangat keras.Rosalina melakukannya dengan refleks saja.Setelah menampar Calvin, Rosalina mulai mengambil barang-barang yang ada di atas meja dan melemparinya ke arah Calvin.Calvin membiarkan dirinya dilempar, karena baginya lemparan itu tidak terasa sakit.Akan tetapi, saat Rosalina mengangkat tongkat tunanetra dan hendak memukul Calvin, dia segera mundur untuk menghindar."Rosa ....""Keluar!"Kini giliran Rosalina yang marah besar.Wajahnya memerah. Matanya tampak berkaca-kaca.Tadinya Rosalina kira Calvin adalah seorang pria baik-baik dan tidak akan menyakitinya.Namun, siapa sangka ….Calvin berani menciumnya dengan paksa!Calvin mengambil keuntungan dari kenyataan bahwa Rosalina tidak bisa melihat.Rosalina benar-benar marah!"Rosa, aku ...."Calvin sadar tindaka
Olivia sendirian menjaga toko buku. Saat mendengar suara langkah kaki, dia refleks mengangkat kepala. Olivia sangat terkejut ketika melihat Calvin. Olivia keluar dari meja kasirnya dan menghampiri Calvin. Dia bertanya, "Calvin, kenapa kamu? Bibir bengkak, wajah bengkak. Kamu berantem sama siapa? Kalah? Kalau kalah, kenapa nggak minta bantuan Kak Oliv, heh?" Serangkaian pertanyaan dari Olivia membuat wajah tampan Calvin memerah. Memangnya perlu minta bantuan dari kakak iparnya itu sekalipun Calvin kalah dalam perkelahian? Calvin bahkan lebih ahli bela diri dibandingkan Olivia. "Kak, kali ini Kakak harus bantu aku." "Pasti! Siapa yang berani memukuli adik ipar Olivia sampai kayak gini? Walaupun kakakmu mungkin nggak peduli, tapi aku nggak bisa. Coba bilang siapa yang memukul kamu seperti ini, aku bantu balas." Sambil berkata, Olivia menarik sebuah kursi dan mendorongnya ke belakang Calvin, "Duduk, ceritakan pelan-pelan. Mau air?" "Sudah lama aku nggak berkelahi dengan orang, kayakn
Calvin dan Rosalina berinteraksi dalam waktu singkat. Siapa sangka hubungan mereka sudah berkembang sejauh ini. Olivia merasa adik iparnya itu bergerak cukup cepat. Rupanya Calvin memang lebih bisa memahami cinta daripada Stefan."Wajahmu bengkak, bibirmu sepertinya juga bengkak karena luka. Apa kamu cium Rosalina tanpa izin? Lalu dia nampar kamu?"Di mata Olivia terpancar rasa ingin tahu.Olivia tentunya tidak lugu, dia sudah cukup berpengalaman.Melihat keadaan Calvin saat ini, Olivia langsung paham apa yang terjadi.Calvin tampaknya telah mencium Rosalina dengan paksa.Calvin dengan wajah lesu, tidak berkata apa-apa, seolah mengiyakan.Olivia bangkit dan berjalan pergi."Kak, katanya mau bantuin."Calvin mengira Olivia tidak berniat membantu lagi, dia bertanya dengan cemas.Tanpa menoleh, Olivia menjawab, "Aku mau ambil air minum dulu. Kaget aku dengar ceritamu."Setelah mengambil segelas air hangat untuk dirinya sendiri, Olivia kembali duduk di hadapan Calvin. Sambil minum, Olivia
Melihat Olivia yang tampak tak bisa berkata-kata, Calvin bertanya hati-hati, "Kak, aku salah ya kalau bilang yang sebenarnya? Harusnya aku bohongin dia terus? Nggak bilang kalau dia itu perempuan pilihan nenek buat jadi istri aku?"Sebelum Olivia merespon, Calvin menambahkan, "Aku cuma takut jadi kayak Kak Stefan, kalau kelamaan disembunyiin terus dia tahu, mungkin dia bakal lebih kesel. Makanya aku jujur aja sama dia, nggak mau tipu-tipu lagi."Calvin berusaha untuk tidak menipu Rosalina berdasarkan pengalaman dari kakaknya.Apakah mengungkapkan kebenaran juga merupakan kesalahan?Olivia berkata, "Bukan begitu maksudnya. Tapi kalau kamu ngomong begitu, Rosa bisa jadi mikir kalau kamu nggak serius, cuma ngelakuin apa yang diperintah Nenek saja. Coba bayangin kalau kamu di posisi Rosa. Pas kamu tahu gitu, bakal senang nggak?""Selain bakal ngerasa kalau kamu cuma nganggep dia sebagai tugas, bukan beneran suka sama dia, dia mungkin juga ngerasa nggak sebanding sama kamu. Memang dia putri
Olivia berkata, "Kalau begitu, sekarang kamu pergi ke 'Spring Blossom', tunjukin muka tebalmu itu. Minta maaf dengan tulus dan jangan pernah lagi bilang kalau Rosa adalah pilihan nenek buat kamu. Kamu dekati Rosa, buat dia benar-benar merasakan kesungguhanmu." "Rosa mau menemanimu di pesta pertunangan Junia, artinya dia punya perasaan sama kamu. Asal dia merasa kamu benar-benar tulus sama dia, dan kamu nggak cuma menganggap dia sebagai tugas, Rosa pasti akan menerima kamu." Calvin berpikir sejenak, lalu mengangguk, "Kak, aku paham maksud Kakak sekarang.""Rosa masih belum bisa melihat, dia sangat sensitif. Kamu harus sangat perhatian dan jangan pernah menunjukkan sedikit pun tanda kamu nggak suka sama dia." "Aku nggak pernah merasa begitu. Aku nggak pernah memandang rendah dia karena dia buta." Olivia mengangguk ringkas. Sebenarnya Calvin memang tidak pernah memandang rendah Rosa karena dia buta. Dia hanya mengikuti apa yang telah direncanakan oleh neneknya tanpa benar-benar memper
Setelah Stefan mengangguk, dia berkata, "Siang ini nggak usah pesan makanan, ya. Aku bawain makan siang, kita makan sama-sama." Olivia sedang di toko bukunya sendirian. Stefan tentu tidak tega melihat istrinya pesan makanan luar. Dia pun memesan makanan dari Hotel Mambera. Stefan meminta pengawal untuk mengambilnya dan setelah selesai bekerja, dia membawanya ke toko buku untuk makan siang bersama istrinya. "Oke, aku nggak pesan makan, deh. Kamu kerja dulu saja. Siswa-siswa sebentar lagi pulang sekolah, aku harus siap-siap dulu." Selesai berbicara, Olivia langsung memutuskan panggilan. Sementara itu, Stefan melihat ponselnya sambil mengeluh, "Dia bahkan nggak nunggu aku bilang 'bye' dulu. Main asal tutup saja." Olivia mulai sibuk. Setelah Stefan menyelesaikan pekerjaannya, dia pulang kantor lebih awal. Setelah pengawal kembali dari hotel dengan makanan yang di pesan Stefan, mereka melihat Stefan keluar. Para pengawal pun segera mendekat. Beberapa menit kemudian, mobil Stefan meni
Olivia membersihkan meja makan kecil hingga bersih.Melihat sajian makanan tersebut, hati Olivia merasa hangat. Stefan selalu menyediakan makanan kesukaan Olivia.“Calvin ngomong apa ke kamu? Dia bikin masalah lagi, ya?”Stefan mengambilkan makanan untuk istrinya, kemudian bertanya penasaran.“Dia salah paham sama Rosa terus melakukan sesuatu yang seharusnya nggak dia lakuin. Setelah itu dia datang ke sini, minta aku bantuin dia minta maaf. Aku bilang, salah dia sendiri, jadi dia yang harus tanggung akibatnya.”Olivia tidak menguraikan secara rinci kejadian yang terjadi. Menurutnya, hal tersebut merupakan urusan pribadi antara Calvin dan Rosa. Oleh karena kepercayaan yang diberikan oleh adik iparnya, dia memilih untuk tidak menceritakannya, termasuk kepada Stefan. Olivia merasa dengan demikian kelak Rosa tidak merasa canggung saat bertemu dengannya.Meski Olivia tidak menjelaskan secara rinci, Stefan, berdasarkan pengalamannya sendiri, mampu menebak kejadian tersebut. Stefan pun memili
Setelah berpikir sejenak, Yanti memutuskan untuk terlebih dahulu menjenguk Odelina sebelum mengunjungi temannya.Yanti menuju ke kamar Odelina.Ketika pengawal keluarga Adhitama melihat Yanti mendekat, seseorang masuk lebih dulu ke kamar Odelina untuk memberitahunya.Ketika Yanti mendekat, pengawal keluarga Adhitama tidak menghalanginya. Mereka mengetuk pintu dan membantunya membuka pintu kamar."Bu Yanti."Bi Lesti dan seorang pelayan lainnya sedang makan di ruang tamu. Melihat Yanti masuk, keduanya segera menaruh kotak makan mereka dan berdiri sambil memanggil Yanti dengan penuh hormat."Kalian lagi makan, ya. Nggak apa-apa, aku cuma mau jenguk Odelina. Silahkan lanjutkan makannya."Yanti sudah makan sebelum berangkat.Namun, Bi Lesti tetap mengantarkan Yanti masuk ke dalam kamar.Odelina sudah kenyang. Russel makan dengan lambat. Odelina sedang menyuapinya sambil berkata, "Russel, kamu nggak boleh loh ya selalu makan pelan-pelan gini. Nanti di TK, kamu harus bisa makan sendiri.""Ma
Mereka sangat menyayangi Fani, dan itu tulus. Setelah pewaris yang sebenarnya kembali, mereka tetap tidak bisa menerimanya, selalu merasa Felicia adalah penyusup yang merebut semua yang seharusnya milik Fani. Di hati mereka, ada rasa benci terhadap Felicia. Karena sejak kecil dia hidup di lingkungan yang keras tanpa kasih sayang, Felicia tidak pernah berharap bahwa orang tua kandung atau saudara laki-lakinya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana dia sendiri juga tidak memiliki banyak rasa terhadap mereka. Hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak, saudara laki-laki dan perempuan, memang perlu dipupuk. Karena dia tidak tumbuh besar di sisi orang tua kandung atau saudara laki-lakinya, tidak ada hubungan emosional yang terbentuk. Meskipun sudah kembali ke sisi orang tua kandung selama dua tahun, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Fani yang tumbuh besar bersama keluarga Gatara sejak kecil. Sekarang, setelah Fani tiada, ayah dan tiga saudara laki-lakinya hanya
“Felicia, sekarang kamu ada waktu?” tanya Odelina.Felicia menjawab, “Selama kamu membutuhkan bantuan, aku selalu punya waktu.” “Kalau begitu, mari kita tentukan tempat untuk bertemu.” “Kamu yang pilih tempatnya.” Felicia mengangguk, lalu bertanya lagi, “Ada apa?” “Aku baru saja keluar dari Blanche Hotel, dan hampir saja tertabrak dua mobil di depan hotel. Pengemudinya bilang mereka gugup karena melihat banyak orang, lalu salah injak gas. Tapi ada kejanggalan, dan aku rasa ini bukan kecelakaan.” Felicia segera paham. Dia berkata, “Kamu curiga ini ulah mamaku yang menyuruh orang untuk menabrakmu? Mamaku sedang bepergian jauh, seharusnya bukan dia, 'kan?” Meski tahu ibunya bukan orang baik, Felicia tetap berharap ibunya tidak melakukan hal seperti itu. Odelina berkata, “Aku rasa ini bukan mamamu. Mamamu itu licik, kalau dia memang ingin aku mati, dia nggak akan menggunakan trik sepele seperti ini yang mudah ketahuan.” Sebelumnya, Waktu Ricky, dan Rika pergi ke pesta keluarga Gata
“Itu yang buat orang curiga.” Dimas berkata, “Mereka kemungkinan besar memang menargetkanmu.” “Aku sedang berpikir, apakah ini perbuatan tanteku atau putranya?” Odelina menganalisis, “Aku rasa bibi nenekku nggak akan buat kesalahan sepele seperti ini. Kalau dia yang mengatur, mereka pasti akan mempercepat mobil saat benar-benar mendekatiku, sehingga aku hampir nggak punya kesempatan untuk menghindar.”“Felicia juga nggak mungkin. Kami cukup dekat.” Meski dalam bisnis mereka adalah saingan, terkadang Odelina merebut pelanggan Felicia, kadang sebaliknya. Di luar itu, mereka bisa berbincang dengan dengan baik. Jika Felicia bukan pewaris utama keluarga Gatara, mungkin mereka bisa menjadi teman baik. Odelina sangat menyukai sifat perempuan itu."Ketiga putra keluarga Gatara mungkin memang ingin membunuhku, terutama Ivan. Aku pernah kirim foto dia dan Fani ke istrinya. Dia pasti bisa menebak itu aku.” “Sekarang Fani sudah meninggal. Mungkin dia ingin membalas dendam untuk Fani.“Bibi ne
“Maaf, saya melihat ada banyak orang berdiri di depan hotel, saya langsung panik dan, meskipun berniat menginjak rem, saya malah menginjak gas.” Setelah memarkir mobilnya, pengemudi mobil kedua turun dari mobil sambil terus-menerus meminta maaf. Dia adalah seorang gadis muda, dan tampaknya dia benar-benar panik.Tatapannya melewati kerumunan orang dan jatuh pada Odelina, yang sedang dibantu berdiri. Dengan nada penuh perhatian dan penyesalan, dia bertanya,"Kamu nggak apa-apa? Maaf, benar-benar maaf, aku baru dapat SIM setengah bulan yang lalu, ini pertama kali aku mengemudi keluar rumah. Kalau lihat banyak orang, aku masih nggak bisa menahan diri untuk merasa gugup." Pengemudi mobil pertama sudah membawa mobilnya masuk ke tempat parkir bawah tanah dan menghilang. Odelina melihat gadis muda itu yang terlihat sangat gugup. Wajar gugup kalau dia baru mendapatkan SIM-nya. Karena Odelina tidak mengalami apa-apa, dia berkata,"Aku nggak apa-apa, tapi kamu harus lebih hati-hati. Sebaiknya
Mobil berhenti di depan Blanche Hotel.Dia mengambil dua tisu untuk mengusap hidungnya yang baru saja bersin, lalu membuang tisu itu ke tempat sampah di pintu hotel. Setelah itu, dia turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam hotel bersama sekretaris dan beberapa anggota tim manajer untuk bertemu dengan klien."Bu Odelina."Para staf Blanche Hotel menyapa Odelina dengan hormat saat melihatnya.Meskipun perempuan itu belum sepenuhnya masuk dalam dunia bisnis di Cianter, tetapi karena dia adalah kakak dari Olivia maka para staf hotel memperlakukannya dengan sangat hormat. Bahkan Ricky yang ada di sini juga bersikap hormat pada perempuan itu.Odelina membalas dengan senyuman tanpa menghentikan langkah kakina. Perempuan itu langsung menuju ruang rapat bersama timnya. Dia sudah mengatur pertemuan dengan klien, tetapi klien belum tiba.Klien tersebut sudah menelepon sebelumnya dan mengatakan bahwa mereka akan tiba dalam beberapa belas menit. Karena Odelina yang ingin bekerja sama dengan or
Daniel terdiam sejenak. Setelah membuka pembicaraan, Erik melanjutkan, “Selain itu, kita semua tahu alasan sebenarnya Odelina pergi ke Cianter. Sekarang sudah pasti bahwa mereka adalah keturunan keluarga Gatara. Kalau benar dia mengikuti rencana bibinya untuk menjatuhkan kepala keluarga saat ini dan menggantikannya, maka dia akan menjadi kepala keluarga Gatara.” “Kalau begitu, kamu harus bersiap masuk ke keluarga Gatara. Hal ini juga perlu kamu pertimbangkan. Kakak tahu kamu rela melakukannya demi Odelina, tapi Papa dan Mama mungkin nggak akan mudah menerima hal ini.” Daniel menjawab, “Kak, aku sudah memikirkannya. Aku nggak peduli selama aku bisa bersama Odelina. Bagaimanapun keadaannya, aku terima. Mengenai Papa dan mama, mungkin awalnya mereka akan menolak, tapi aku akan perlahan-lahan membujuk mereka sampai mereka bisa memahami dan menerima.” Erik terdiam sejenak sebelum berkata, “Kalau kamu sudah memikirkan semuanya, Kakak nggak ada lagi yang perlu dikatakan.” “Meski begitu,
Daniel membayangkan pernikahannya dengan Odelina membuat matanya bersinar penuh harapan. Erik tersenyum dan berkata, “Tentu saja, pernikahan kamu nggak boleh kalah dengan dua sahabatmu itu.” “Nggak perlu tunggu sampai pulang ke rumah malam ini untuk bilang sama Papa dan Mama. Bilang sama mereka saja di grup keluarga.” “Oke,” jawab Daniel. “Odelina di Cianter baik-baik saja, 'kan? Kalau dia butuh bantuan, suruh dia jangan ragu untuk mengatakannya. Meskipun kita berjauhan, kita tetap bisa membantunya kalau dia butuh.” Sejak Daniel mengalami kecelakaan dan Odelina datang merawatnya, keluarga Lumanto mulai menganggap Odelina sebagai menantu mereka. Jika Odelina membutuhkan bantuan di sana, keluarga Lumanto tidak akan tinggal diam. “Untuk saat ini, dia belum butuh bantuan. Bahkan kalau ada masalah, dia pasti akan cari cara untuk selesaikan sendiri,” kata Daniel sambil bersandar di kursi.“Melihat dia perlahan-lahan jadi lebih kuat dan terus berkembang, rasanya sangat berbeda. Setelah
"Apa yang barusan membuatmu tertawa?" tanya Erik lagi.Daniel dengan jujur menjawab, "Baru saja telepon Odelina. Aku memikirkan bahwa kami akan segera menikah, jadi aku nggak bisa menahan senyum." "Kamu sudah melamarnya?" tanya Erik."Sudah, tapi dulu saat aku melamar, dia nggak menerimanya. Kak, aku nggak tidak akan membiarkannya merasa direndahkan.""Aku akan melamarnya lagi nanti saat dia kembali ke Mambera. Aku akan mengatur semuanya di luar, mendekorasi tempat lamaran dengan baik, dan aku mau melamarnya di depan umum. Aku ingin menunjukkan ke Roni dan keluarganya bahwa melepaskan Odelina adalah kerugian terbesar mereka." "Roni memang nggak pantas untuk Odelina." Daniel memendam tekad untuk membuat keluarganya Roni menyesal. Erik tertawa dan berkata, "Mereka sudah lama menyesal, tapi penyesalan itu nggak ada gunanya sekarang." "Benar, setelah mengalami satu pernikahan yang gagal, dia pasti ada trauma. Kalau bukan karena ketulusanmu, keteguhan hatimu, dan fakta bahwa dia melihat
Mereka akan terlebih dahulu mendaftarkan pernikahan mereka, tetapi tidak akan segera mengadakan upacara pernikahan. Setelah dia bisa berjalan seperti orang normal, barulah mereka akan mengadakan resepsi pernikahan. “Kalau begitu, sampai jumpa akhir pekan.” “Iya, sampai jumpa akhir pekan.” Dengan penuh rasa enggan, Daniel berkata, “Kamu lanjut bekerja dulu, aku juga akan bekerja. Aku nggak akan menyita waktumu, tapi ingatlah untuk menjaga kesehatan. Kesehatan adalah yang terpenting.” “Uang nggak akan pernah habis untuk dicari, dan kestabilan perusahaan juga bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam satu hari. Itu memerlukan waktu dan usaha.” Daniel khawatir Odelina akan terlalu terburu-buru sehingga melelahkan dirinya sendiri. Perempuan itu mengangguk dan menjawab, “Aku tahu, aku akan menjaga kesehatanku. Kamu juga, ya. Kalau begitu, kita lanjut bicara nanti malam.” Setelah menutup telepon, Daniel masih enggan meletakkan ponselnya. Dia memandangi ponselnya sambil tersenyum, membayangk