Olivia tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya setelah mendapatkan hasil tersebut. Dia jadi berpikir padahal sudah cukup lama dia berhubungan intim dengan Stefan, tapi entah mengapa masih belum ada tanda-tanda kedatangan seorang anak. Karena sudah di rumah sakit, dia ingin melakukan pemeriksaan kesuburan. Akan tetapi Stefan keberatan. Dia merasa mereka berdua sehat-sehat saja dan tidak mungkin ada masalah. Mungkin memang belum waktunya saja memiliki anak.“Kan sudah sampai di sini juga, sekalian saja kita periksa nggak ada salahnya. Gimana kalau ternyata kesuburan kita ada masalah? Kalau kita periksa lebih awal, kita jadi tahu dan bisa cepat diobati,” bujuk Olivia.“Aku ngerasa badanku sehat-sehat saja. Setiap setengah tahun sekali aku pasti full body check up, dan nggak pernah ada masalah, tuh. Badan kamu juga sehat-sehat saja. Bahkan masuk angin saja jarang. Nggak usah periksa, lah. Mungkin memang belum waktunya saja.”“Banyak orang yang kelihatannya sehat-sehat saja, tapi beg
Para pengawal mendatangi Olivia dan bertanya padanya, “Non Olivia nggak apa-apa?”Olivia menghela napas panjang dan berusaha menenangkan dirinya.“Aku nggak apa-apa,” sahut Olivia. Dia melihat hasil tes urin yang ada di tangannya itu, memasukkannya ke dalam saku celana dan pergi. Para pengawal mengikuti Olivia di belakang sampai ke tempat parkir. Para pengawal juga dalam hati berharap semoga majikan mereka sedang menunggu di parkiran. Stefan memang memiliki temperamen yang buruk. Setiap kali dia bertengkar dengan Olivia, dia selalu saja mengatakan hal-hal yang menyakitkan, tapi sebenarnya Stefan tidak ada maksud untuk itu.Namun sayang … mereka harus merasa kecewa. Ketika mereka menemani Olivia berjalan sampai ke parkiran, mobil Stefan sudah tidak ada. Hanya ada dua mobil pengawal saja yang tersisa di sana.“Mana kunci mobilnya?”Salah seorang pengawal mengambil kunci mobil dan memberikannya kepada Olivia, meski merasa sedikit ragu.“Kalian nggak usah ikutin aku,” kata Olivia seraya me
“Pak, Bu, Den Stefan sudah pulang?”“Ngapain dia pulang? Olivia juga pulang bareng sama dia?” tanya Handi.“Cuma ada dua mobil. Den Stefan nyetir sendiri, terus di belakang ada mobil pengawalnya. Kayaknya Non Olivia nggak ikut.”Handi mendengus sebagai bentuk jawaban dan memberikan perintah, “Suruh koki masak lebih banyak.”Si pelayan langsung pergi ke dapur setelah mendapatkan mandat dari sang majikan, sedangkan Handi sendiri kembali menghadapi istrinya, “Gimana? Sudah ketemu cara untuk lepas dari kepunganku? Kalau belum, aku pergi dulu.”“Kasih aku waktu untuk mikir sebentar, jangan berisik. Aku pasti bisa ketemu caranya. Oh ya, tadi Bi Yona bilang apa? Stefan sudah pulang? Memangnya dia ada waktu kosong untuk pulang?” tanya Dewi.“Siapa yang tahu? Sejak punya istri, dia jadi jarang pulang kemari. Pulang juga paling cuma sebentar, habis itu langsung pergi lagi. Tempat ini sudah kayak bukan rumah dia saja rasanya.”“Stefan pernah bilang dia nganggap kamu sebagai panutan. Kamunya giman
“Nenek kamu pernah bilang, siapa pun yang bisa ngelahirin anak cewek bakal dikasih satu triliun dari dana keluarga sebagai hadiah. Aku sama mama kamu juga bakal kasih hadiah. Jumlahnya masing-masing memang nggak setinggi ya nenek kamu kasih, tapi kalau dijumlahin, hampir mendekati,” kata Handi.Entah sudah ada berapa banyak harta pribadi yang Handi dan Dewi kumpulkan selama ini, tapi yang pasti satu triliun tidak seberapa bagi mereka.“Sampai sekarang masih belum ada orang yang dapat satu triliun itu, lho. Makanya, Stefan, kamu sama Olivia harus berjuang, ya.”Dewi pun menambahi, “Kalau kamu bisa kasih Mama cucu cewek, Mama bakal kasih sebagian dari koleksi perhiasan Mama.”Setelah kedua orang tuanya selesai berbicara, barulah giliran Stefan yang berbicara, “Hasil tes urin bilang negatif.”“Negatif?” sahut Handi sambil melihat senyuman istrinya yang seketika menegang, lalu dia kembali berkata, “Nggak apa-apa. Kalian masih muda, baru juga setengah tahun menikah. Resepsi pernikahannya sa
“… aku juga nggak ngomong apa-apa yang bikin dia sakit hati. Aku cuma langsung pergi saja, masa dia sampai nangis?”“Kalau Olivia yang pergi duluan ninggalin kamu sendiri di rumah sakit. Apa yang kamu rasain?” tanya Dewi.Putra sulungnya yang satu ini memang paling tidak bisa mengatasi emosinya sendiri. Tak heran ibunya Olivia memaksa Stefan menikahi Olivia sebagai bentuk balas budi. Dengan sifat Stefan yang mudah marah itu, jika dia menikah dengan wanita lain pasti sudah terjadi perang dingin.“Nggak bareng aku juga dia bisa pulang sendiri. Dia kan tahu jalan. Pokoknya aku sudah bilang aku nggak mau periksa. Dia bilang aku takut sama dokter, padahal aku sudah bilang berkali-kali aku sehat-sehat saja, tapi dia masih nggak percaya. Kehamilan kan bukan sesuatu yang bisa datang begitu saja kapan pun kita mau. Kalau nggak bisa hamil, ya sudah. Aku menikah sama dia juga belum lama. Kalau sudah sepuluh tahun menikah masih belum punya anak, baru wajib periksa.”“Kalau mau tunggu sampai sepulu
“Papa Mama juga berharap bisa gendong cucu?”“Mama mau cucu, tapi Mama nggak pernah maksa kamu ataupun Olivia untuk hamil. Kamu jangan nanti malah nyalahin Mama,” kata Dewi.“Tapi Olivia pasti ngerasa tertekan.”“Kamu harus bilang ke dia, ngelahirin anak itu nggak bisa dipaksa. Papa Mama nggak pernah masa kalian untuk cepat punya anak. Justru makin dipaksa, makin susah hamil nanti. Kalian berdua kan masih baru menikah, nggak masalah. Kalau sudah tiga tahun tapi masih belum bisa hamil juga, baru wajib periksa kesehatan.”“Justru itu. Aku juga sudah bilang ke Olivia nggak usah periksa. Dia sendiri yang merasa tertekan. Aku sudah bilang ke dia bakal ngajak pergi jalan-jalan sehabis datang ke pesta pertunangannya Reiki sama Junia.”“Ya sudah, itu urusan kalian berdua sebagai suami istri. Kalian selesaikan saja sendiri. Mama janji dalam sepuluh tahun ke depan nggak akan nagih cucu. Mau punya anak atau nggak, itu terserah kalian.”“Makasih, Ma.”“Makasih apaan? Cepat pulang sana minta maaf
Junia sekeluarga juga baru saja selesai makan malam pada saat itu. Karena suasana hati Olivia yang sedang kurang baik, sesudah makan Junia menemani dia jalan-jalan di sekitar rumahnya.“Liv, kalau nggak salah mertua kamu nggak pernah mendesak kamu untuk punya anak, ‘kan? Kamu jangan malah membebani diri sendiri.”Junia sudah menjadi saksi dari kisah cinta antara Olivia dengan Stefan, dan dia tidak pernah sekali pun mendengar keluarganya Stefan ingin cepat mempunyai cucu.“Mereka memang nggak mendesak, tapi aku yang khawatir sama diri sendiri karena masih belum hamil sampai sekarang. Nggak ada orang yang mendesak aku, memang pada dasarnya aku sendiri yang bikin stress. Jangankan keluarga kaya macam keluarganya Stefan. Keluarga yang biasa saja juga pasti bakal khawatir sudah menikah begitu lama tapi masih belum punya anak.”Junia menyadari di sekitarnya juga banyak orang yang langsung hamil tak lama setelah menikah, bahkan di zaman sekarang lebih banyak orang yang hamil dulu baru menikah
“Ring ….”Tiba-tiba ponselnya Junia berdering.“Dari Reiki. Kayaknya Stefan minta bantuan sama Reiki. Tadi dia tanya kamu ada di mana,” ujar Junia.“Nanya juga nggak ada gunanya. Memangnya dia doang yang bisa marah-marah? Aku juga bisa.”Junia mendukung Olivia, dia merasa apa yang Olivia katakan itu benar. Olivia adalah orang yang percaya diri dan periang, tapi sekarang dia jadi khawatir dirinya tidak bisa hamil. Tekanan semacam ini tidak lain karena adanya tuntutan dari Stefan.“Kring ….”Ponsel Junia masih terus berbunyi, maka itu akhirnya Junia pun mengangkatnya.“Junia, kamu lagi sibuk? Nggak kangen sama aku? Kok lama banget baru diangkat teleponnya? Aku kangen banget sama kamu, nih. Kalau tadi kamu masih nggak angkat, aku langsung datang ke rumahmu.”Reiki berkata disertai dengan nada bergurau, yang mana itu adalah kata-kata yang paling menyentuh hati Junia. Hubungan mereka berdua begitu mulus karena temperamen mereka berdua saling melengkapi satu sama lain. Sejak pertama kali be
Jhon merasa dia sering ditinggal sendirian di rumah, menunggu istrinya pulang sambil menjaga anaknya yang suka menangis. Dalam perjalanan jauh kali ini, entah kapan Kellin baru bisa kembali.Jhon tahu Kellin pergi kali ini untuk menjadi dokter pribadi Setya, menjaga dan melindungi nyawa Setya. Tetua lainnya juga ikut, Jhon pun tidak bisa berkata apa-apa.“Setelah Kakek Setya kembali ke rumah keluarga Sanjaya, aku akan pulang.”Kellin melingkarkan satu tangannya di lengan Jhon dan berkata, “Saat aku nggak di rumah, kamu habiskan lebih banyak waktu dengan anak kita. Kalau dipikir-pikir kasihan juga dia. Mamanya sering tinggalkan dia. Dia lahir dengan sendok perak di mulutnya, tapi dia hanya diasuh oleh pengasuh. Kamu juga sibuk, hanya bisa temani dia di malam hari.”“Kasihan apanya? Begitu lahir dia sudah menang dari banyak orang. Dia sangat bahagia,” kata Jhon. “Ada Guru yang asuh dia, dia bahkan nggak tahu aku siapa. Dia nggak butuh ditemani papanya ini lagi. Guru akan bawa dia tidur.”
“Ada yang perlu aku bawa kembali ke sana?” tanya Kellin pada Olivia.Olivia menggelengkan kepala. “Aku baru datang ke sini hari ini. Nggak ada yang perlu dibawa pulang.”Setelah Russel datang menjemputnya dan Russel, Olivia akan beli beberapa oleh-oleh untuk mertuanya.“Iya juga, ya. Kamu baru datang hari ini. Oke, aku sudah selesai kemas-kemas. Ayo kita turun ke bawah untuk makan. Habis makan, aku akan berangkat,” kata Kellin.Mulan juga berkata kepada Olivia, “Ayo kita turun. Jhon sendiri yang masak. Kita numpang makan di sini saja.”Semua orang di keluarga Junaidi sangat baik. Mereka sering berkumpul dan makan bersama. Tidak peduli pergi rumah siapa, mereka tidak perlu khawatir akan kelaparan. Suasana ini sama seperti di keluarga Adhitama.“Dia bukan koki yang hebat. Biar dia yang masak, paling dia hanya bisa masak beberapa masakan rumahan. Nggak ada masakan baru,” ujar Kellin.“Semua yang dia masak adalah makanan kesukaan kamu. Tentu saja dia nggak bisa buat masakan baru. Kalau dia
Tidak peduli seberapa baik hubungan Olivia dengan Rosalina, juga tidak melampaui kedekatan Olivia dan Junia. Dia tahu segalanya tentang Junia, bahkan hal terkecil sekalipun. Bagaimanapun juga, mereka sudah berteman selama lebih dari sepuluh tahun, sudah seperti saudara kandung.“Iya, aku tahu. Guruku juga sudah periksa Rosalina. Nggak tahu guruku kasih dia obat atau nggak. Aku nggak tanya guruku. Nggak apa-apa, aku akan kasih dia obat lagi sesuai dosis yang aku berikan terakhir kali.”Penglihatan Rosalina sudah hampir pulih. Namun, butuh waktu untuk menghilangkan sepenuhnya hawa dingin di tubuhnya. Setiap kali Kellin menyiapkan obat untuk Rosalina, dia akan merasa kasihan pada Rosalina. Ibunya Rosalina benar-benar kejam. Sekalipun dia tidak mencintai mantan suaminya, Rosalina tetaplah anak kandungnya, darah daging yang dikandungnya selama sepuluh bulan. Dengar-dengar Rosalina sangat mirip dengan ibunya. Sedangkan Giselle tidak begitu mirip ibunya.Namun, sang ibu tidak menyukai Rosali
Hari berlalu dengan cepat. Dalam sekejap mata, hari sudah malam. Olivia hanya beristirahat sebentar pada siang hari. Sore harinya, dia jadi pengikut Kellin. Dia melihat Kellin mengemas barang. Kellin memasukkan banyak obat yang Olivia tidak tahu namanya ke dalam koper. Semakin lama melihatnya, Olivia merasa semakin tegang.“Ini obat yang selalu aku bawa saat bepergian. Sudah terbiasa bawa. Kamu nggak usah pikir yang macam-macam,” jelas Kellin.“Selain itu, aku harus bawa semua obat-obat yang setiap hari diminum Kakek Setya. Obatnya sudah hampir habis.”Olivia mengatupkan bibir dan tidak bicara. Kellin berdiri dan menepuk bahu Olivia, lalu berkata, “Kalau kamu benar-benar khawatir, kamu ikut saja aku ke sana.”“Kellin.” Mulan memanggil nama Kellin.Olivia memang berada di sini, tapi pikirannya sudah terbang ke Kota Cianter. Bisa-bisanya Kellin bilang akan bawa Olivia ke sana. Membawa Olivia ke sana hanya akan membuat perhatian Stefan dan yang lainnya terbagi, rencana mudah menjadi kacau
“Tepat sekali. Dia belajar dari teman-temannya,” kata Olivia.“Tante.”“Mama.”Liam dan Russel sedang berlari mendekat dan memanggil Olivia dan Mulan secara bersamaan.“Liam, dari mana kamu dapatkan kincir angin?” tanya Mulan yang jelas-jelas sudah tahu.“Russel yang kasih. Ma, lihat kincir anginku bagus, nggak? Seru sekali. Hari ini anginnya kuat, cocok untuk main kincir angin. Coba ada layang-layang.”Liam sangat senang ketika menerima hadiah dari Russel. Dia pun berkata dengan tidak sabar kepada Mulan, “Ma, Russel kasih aku banyak banget mainan. Ada mainan, ada makanan, juga ada buku.”Mulan membelai kepala Liam dan bertanya, “Kamu sudah bilang terima kasih pada Russel? Kamu sudah kasih hadiah yang kamu siapkan untuk Russel?”“Aku sudah bilang terima kasih kepada Russel. Aku juga sudah kasih hadiahku ke Russel. Russel sangat suka,” jawab Liam.“Tante Mulan, aku sangat suka hadiah dari Liam,” ujar Russel ikut menimpali.Hadiah yang diberikan Liam adalah barang-barang yang tidak bisa
“Anak-anak nggak perlu takut gemuk. Aktif dan banyak olahraga, berat badan cepat turun. Liam juga sempat jadi gemuk, tapi hanya sebentar saja sudah turun berat badannya. Apalagi Russel latihan bela diri. Selama dia nggak makan berlebihan, berat badannya nggak akan naik.”“Olivia, Kellin benar. Mereka suka keramaian. Sekalipun aku nggak ajak mereka, mereka juga akan pergi sendiri. Kamu nggak perlu merasa utang budi terlalu banyak padaku.”Mulan menghibur Olivia dan berkata kepadanya untuk tidak terlalu mengkhawatirkan situasi di Kota Cianter. Olivia juga tidak perlu merasa berutang budi pada Mulan hanya karena Mulan meminta kakak dan kakak iparnya pergi ke Kota Cianter. Dia hanya memberi kesempatan kepada kakak dan kakak iparnya pergi bersenang-senang.“Iya, aku nggak khawatir. Aku akan tunggu kakakku pulang dan rayakan Tahun Baru bersama,” kata Olivia sambil menganggukkan kepala.Dulu Stefan sengaja membawa Olivia ke sini agar dia bisa berteman dengan Mulan dan yang lainnya. Sekarang O
Setelah dua tahun mengembangkan diri, Odelina telah menjadi lebih baik dari sebelumnya dan memiliki aura seperti tantenya.Untuk sejenak, Mulan tidak tahu harus berkata apa. Olivia menoleh ke arah Kellin dan bertanya, “Kellin, kamu kapan berangkat ke Kota Mambera? Malam ini atau besok?”“Malam ini. Kakek Setya sudah nggak sabar. Dia sudah menunggu datangnya hari ini selama puluhan tahun. Itu yang buat dia bisa bertahan hidup sampai saat ini.” Usai berkata, Kellin tersenyum dan bertanya, “Kenapa kamu bisa tahu aku mau ke sana?”“Gurumu sudah pulang. Dia nggak mungkin bisa langsung pergi. Sedangkan Kakek Setya sudah tua, punya banyak penyakit bawaan. Dia nggak bisa jauh-jauh dari dokter. Gurumu nggak ikut, berarti kamu yang ikut. Tanpa bertanya pun semua orang bisa tebak. Yang lain bilang besok pamit mau pulang. Sebenarnya mereka pergi ke Kota Cianter.”Tidak seorang pun yang memberitahu Olivia tentang hal itu. Dia menebak dan menganalisis semuanya sendiri.“Olivia, kamu benar-benar pint
Kellin telah “diberi pelajaran” oleh gurunya. Dia berjanji kepada gurunya kalau dia tidak akan menggigit Tiano lagi. Masala akhirnya baru selesai. Saat Tiano kembali ke pelukan ibunya, anak itu tersenyum lebar pada ibunya, yang membuat hati Kellin langsung meleleh.Tidak heran kalau sang guru melimpahkan seluruh kasih sayangnya kepada Tiano. Sungguh, anak itu sangat menggemaskan. Keluarga Junaidi telah menyiapkan makan siang. Setelah duduk sebentar, semua orang masuk ke ruang makan untuk makan bersama.Selesai makan, Mulan dan Kellin menemani Olivia jalan-jalan di halaman untuk membantu pencernaan makanan. Olivia kuat makan, tapi selesai makan dia merasa perutnya kembung, perlu jalan-jalan sebentar. Setelah makanan tercerna, dia ingin makan lagi.“Di usia kandung segini, janin dalam tahap perkembangan pesat, butuh banyak nutrisi. Makanya kamu jadi cepat lapar. Semua ibu hamil seperti itu. Sering makan tapi dalam porsi kecil. Waktu itu aku makan lebih banyak dari kamu. Setelah melahirka
Russel dengan percaya diri berkata, "Aku ini sangat imut, jadi aku tahu semua orang pasti merindukanku!" "Anak ini makin lama makin narsis," kata Olivia sambil meledek keponakannya. Mulan tertawa dan mengambil putranya dari pelukan ibu mertuanya. "Russel nggak salah. Dia dan Liam memang sebanding." Ucapannya memiliki dua makna. Kedua anak kecil itu memang sama-sama pintar dan menggemaskan, tetapi mereka juga sama-sama nakal."Terutama Liam. Mulan merasa anak angkatnya ini makin dewasa sejak kembali kali ini. Dia masih kecil, tetapi pikirannya sudah sangat matang. Dengan beberapa guru yang tidak peduli norma duniawi mendidiknya, mereka pun tidak bisa menilai Liam dengan standar umum. "Aku dan Liam adalah teman baik, saudara seperjuangan. Om bilang, sejak kecil kami selalu bermain bersama, jadi kami ini sahabat sejati dan saudara sehidup semati," kata Russel dengan bangga. Liam dan Russel duduk di samping Kellin karena dia sedang menggendong Audrey. Para orang dewasa di ruangan itu